Você está na página 1de 22

PEMBAHASAN ARTIKEL 1

A. Faktor-faktor penyebab tanah longsor 1. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November seiring meningkatnya intensitas hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Muncul-lah pori-pori atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan tanah di permukaan. Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah itulah, air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Apabila ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah. 2. Lereng Terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar. 3. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter dan sudut lereng > 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor, terutama bila terjadi hujan. Selain itu, jenis tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan

tanah karena menjadi lembek jika terkena air dan pecah jika udara terlalu panas. 4. Batuan yang kurang kuat Pada umumnya, batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor apabila terdapat pada lereng yang terjal. 5. Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama. 6. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang

ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak. 7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. 8. Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah

sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah. 9. Pengikisan atau erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal. 10. Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. 11. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi

pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri: Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur. Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai. Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah. Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama. Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil. Longsoran lama ini cukup luas.

12. Adanya bidang diskontinuitas ( bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri: Bidang perlapisan batuan Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat. Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air). Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat. Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor. 13. Penggundulan hutan Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang. 14. Daerah pembuangan sampah Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan.

B. Penanganan bencana tanah longsor 1. Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana. 2. Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya. 3. Pemantauan

Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. 4. Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah 5. Pemeriksaan bencana longsor Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor. 6. Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah

penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: Kondisi medan, kondisi bencana, peralatan, informasi bencana 7. Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan. 8. Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang

disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunanbangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.

C. Solusi Masyarakat was-was jika berada di tanah yang rawan longsor. Peran pemerisntah (daerah) kembali dipertanyakan. Tanah longsong merupakan permasalahan klasij lingkungan karena polanya yang kerap menimpa Negara ini. Berikut ini 5 solusi untuk menangani tanah longsor. 1. Tanam Pohon Gerakan sejuta pohon yang dicanangkan harus segera direalisasikan . jangan indah dalam kata , namun miskin aksi nyata. Menanam pohon akan membuat tanah menjadi segar kembali, asri dan sejuk. Fungsinya pun akan kembali sebagai penjaga keseimbangan kehidupan manusia, bukan perusak kehidupan manusia 2. Tata Ruang Kebijakan makro oleh pemerintah daerah tercermin dari pengelolaan tata wilayah. Berapa persen ruang terbuka hijau yang dialokasikan. Apa kebijakan pemerintah mengenai pembangunan mall. Ini terpusat pada rencana tata ruang dan wilayah. Tata ruang yang baik akan memberikan porsi yang banyak untuk kawasan hijau 3. Cagar Alam Sekiranya daerah tanah tersebut memang rawan diganggu tangantangan jahil, sebaiknya dijadikan cagar alam , dan diawasi secara serius oleh pihak keamanan. Jadi masyarakat yang membandel mau melakukan pembalakan liar atau pembangunan rumah bisa dicegah. Model kebijakan ini penting untuk aksi preventif. 4. Relokasi Kebijakan ini pasti akan menuai kontroversi karena menyedot dana yang tidak sedikit. Namun, relokasi dapat dipertimbangkan serius jika

beban ancaman bagi masyarakat dirasa benar. Relokasi berguna sekali untuk menghilangkan potensi tanah longsor yang sudah sangat berbahaya. 5. Early warning system Selayaknya bencana tsunami, tanah longsor pun mesti mempunyai early warning system .

D. Pencegahan Banyak cara yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya tanah longsor, baik mengurangi untensi longsor (mitigasi) maupun mengurangi dampak yang ditimbulkannya. Beberapa upaya mitigasi yang sering dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Megurangi timbunan material yang bisa mengakibatkan terjadinya tanah longsor sehingga material lereng berada dalam keadaan stabil. 2. Mengarahkan atau memindahkan material yang akan longsor ke tempat lain yang memiliki resiko lebih kecil 3. Melakukan rekayasa vegetasi dengan cara menanam stek batang pohon yang mampu tumbuh pada material yang sering longsor. Penanaman pohon ini bertujusn untuk mengikat tanah 4. Melakukan rekayasa teknologi dengan cara membuat tembok penahan serta memasang geogrid 5. Membuat tanggul penghambat atau check dam di sungai guna menahan laju longsoran yang masuk ke sungai. Cara ini dilakukan untuk mencegah terjadinya banjir bandang 6. Memasang alat peringatan yang dapat diketahui masyarakat sekitar. 7. Mengingatkan warga yang tinggal di sekitar lereng untuk selalu waspada ketika musim hujan tiba. Warga pun harus dihimbau untuk tidak melakukan hal-hal yang mampu merusak kestabilan lereng.

8. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian dasar ditanam rumput). 9. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat 10. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah. 11. Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah) 12. Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.

PEMBAHASAN ARTIKEL 2
A. Faktor-faktor Penyebab banjir Penyebab timbulnya banjir pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 faktor, yaitu : 1. Pengaruh Kativitas manusia, seperti: a. Pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman dan industry b. Penggundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya air. c. Pemukiman di dataran banjir dan pembangunan di daerah dataran banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak

direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurug untuk dijadikan permukiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancer dan menimbulkan banjir. d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluransaluran air, terutama di perumahan-perumahan. 2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti : a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh. b. Kondisi topografi yang cekung , yang merupakan dataran banjir, seperti kota bandung yang berkembang pada cekungan Bandung. c. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelak-kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol

(bottle neck) , dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau ( ambal sungai) 3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti : a. Curah hujan yang tinggi b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai atau pertemuan sungai besar. c. Penurunan muka tanah atau amblesan, missal di sekitar pantai utara Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. d. Pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi. Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploitasi, membahayakan, dan merusak lingkungan baik di darat, laut, dan di udara. Sementara factor kedua dan ketiga , alam yang statis dan factor peristiwa alam yang dimanis , merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternative yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.

B. Penanganan Banjir
Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap yaitu tindakan-tindakan persiapan banjir , tindakan-tindakan penanganan saat banjir dan pemulihan setelah banjir. Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanganan banjir yang berkesinambungan.

1. Tindakan-tindakan persiapan banjir a. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasiinformasi, baik dari Pemerintah maupun pemerintah daerah, berkaitan dengan masalah banjir b. Pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus

c. d.

Optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir Penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman/bahaya, dan tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana

e.

Peningkatan

kesiapsiagaan

organisasi

dan

manajemen

pengendalian banjir dengan menyiapkan dukungan sumber daya yang diperlukan dan berorientasi kepada pemotivasian individu dalam masyarakat setempat agar selalu siap sedia mengendalikan ancaman/bahaya f. g. Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman Penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat, seperti: karung plastik, bronjong kawat, dan material-material pengisinya (pasir, batu ,dan lain-lain), dan disediakan pada lokasi-lokasi yang diperkirakan rawan/kritis h. Penyediaan peralatan berat (backhoe, excavator, truk, buldozer, dan lain-lain) dan disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga sewaktu-waktu mudah dimobilisasi. i. Penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi, seperti: speed boat, perahu, pelampung, dan lain-lain 2. Tindakan-tindakan yang dilakukan saat terjadi banjir a. b. Penyelenggaraan piket banjir di setiap posko Pengoperasian sistem peringatan banjir (flood warning system) Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau. Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga kepada dinas/instasi terkait, untuk kemudian

diinformasikan kepada masyarakat sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Banjir c. Peramalan

analisa hubungan hujan dengan banjir (rainfall runoff relationship),

d.

metode perambatan banjir (flood routing), metode lainnya.

Komunikasi Sistim komunikasi digunakan untuk kelancaran penyampaian informasi dan pelaporan, dapat menggunakan radio komunikasi, telepon, faximili, dan sarana lainnya.

e.

Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan) Gawar/pemberitaan banjir dilakukan dengan sirine, kentongan, dan/atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan berdasarkan informasi dari posko banjir.

3. Sesudah Banjir a. Pemulihan kembali pemukiman penduduk, prasarana umum, bangunan pengendali banjir, dan lain-lain. b. c. d. e. Pengembalian penduduk ke tempat semula. Pengamatan, pendataan kerugian dan kerusakan banjir. Mengadakan tempat perlindungan sementara atau pengungsian Member bantuan makanan dan medis untuk para pengungsi dan para korban f. g. Menyediakan air bersih untuk pengungsi Menyediakan sanitasi untun para korban yang berada di pengungsian h. i. Melakukan pengawasan terhadap bahaya penyakit menular Melakukan perbaikan dan rekonstruksi wilayah yang terkena banjir j. Melakukan penghijauan kembali lahan-lahan yang telah gundul

C. Solusi Masalah Banjir

Semua orang baik individu maupun kelompok dapat berperan dengan perannya masing-masing , dalam mengurangi resiko bencana banjir. Ada 3 cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. 1. Kegiatan fisik ( struktur) Upaya mengatasi masalah banjir sampai saat ini masih mengandalkan pada kegiatan fisik (struktur) seperti membangun sarana dan prasarana pengendali banjir dan atau memodifikasi kondisi alamiah sungai sehingga membentuk suatu system pengendali banjir. Langkah tersebut diterapkan hamper di seluruh Negara-negara di dunia yang mengalami banjir. Di bawah ini berbagai jenis kegiatan fisik (srtuktur) berikut manfaatnya : a. Pembangunan waduk-waduk atau bendungan pengendali banjir, yang sekaligus untuk irigasi pertanian, pembangkit listrik, pariwisata dan sebagainya. b. Pembangunan tanggul-tanggul di pinggir sungai pada titiktitik daerah rawan banjir. Tujuannya adalah mencegah meluapnya air pada tingkat ketinggian tertentu ke daerah rawan banjir. c. Pembangunan kanal-kanal yang bertujuan untuk menurunkan tingkat ketinggian air di daerah aliran sungai dengan menambah dan mengalihkan arah aliran sungai. d. Pembangunan interkoneksi antar sungai, yang bertujuan merendahkan tingkat ketinggian muka air sungai. e. Pembangunan polder, bertujuan untuk mengumpylkan dan memindahkan air dari tempat yang mempunyai elevasi lebih tinggi dengan menggunakan mesin pompa. f. Pelurusan sungai, bertujuan untuk melancarkan dan

mempercepat aliran air mencapai muara 2. Kegiatan non-struktur

Kegiatan non-struktur bertujuan untuk menghindari dan juga menekan besarnya masalah yang ditimbulkan oleh banjir, antara lain dengan cara mengatur pembudidayaan lahan di dataran banjir dan di DAS. Untuk itu maka pelaku utama dari kegiatan ini adalah masyarakat. Upaya non-struktur dapat berupa : a. Konservasi tanah dan air du hulu sungai untuk menekan besarnya aliran permukaan, mengendalikan besarnya debit puncak banjir, dan pengendalian erosi untuk mengurangi pendangkalan/sedimentasi di dasar sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara rekayasa teknik sipil dengan teknik agro. Upaya pengendalian air tersebut antara lain dapat dilakukan dengan membuat terasiring, bangunan terjunan, dam penahan sedimen, dam pengendali sedimen, kolam retensi, penghijauan dan reboisasi, serta sumur resapan. b. Pengelolaan dataran banjir berupa penataan ruang dan rekayasa di dataran banjir yang diatur sedemikian rupa agar resiko/kerugian bencana yang timbul apabila tergenang banjir minimal. Rekayasa dalam bidang bangunan antara lain berupa : rumah tipe panggung, rumah susun, jalan laying, jalan dengan perkerasan beton, pengaturan penggunaan rumah/gedung bertingkat, dan sebagainya. Sedangkan

rekayasa di bidang pertanian dapat berupa pemilihan jenis tanaman yang tahan genangan. c. Penanggulangan banjir untuk menekan besarnya bencana dan mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan satkorlak penanggulangan bencana, yang dilaksanakan sebelum kejadian banjir (meliputi perondaan dan pemberian peringatan dini kepada masyarakat yang

tinggal di daerah rawan banjir/dataran banjir), pada saat kejadian banjir berupa upaya penyelamatan, pengungsian, penutupan tanggul yang bocor dan atau limpas, maupun kegiatan pasca banjir yang berupa penanganan darurat dan perbaikan terhadap kerusakan akibat banjir. d. Penerapan system prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya bencana bila banjir benar-benar terjadi. e. Pengamanan terhadap banjir yang dilaksanakan sendiri oleh perorangan, swasta maupun oleh kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah banjir secara local, misalnya di komplek permukiman/real estat, industry, antara lain dengan

membangun tanggul keliling polder dan pompanisasi. f. Pemetaan dataran banjir diperlukan, peta mencakup area-area yang terkena banjir, frekuensi banjir, analisa frekuensi dan laporan-laporan kerusakan, peta-peta infrastruktur g. Pengawasan penegak hukum terhadap peran masyarakat dalam menaati ketentuan penggunaan tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan DAS hulu, untuk menghindari terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat sampah padat maupun bangunan/ hunian dan tanaman di bantaran sungai h. Penetapan sempadan sungai yang didukung dengan

penegakkan hukum. Pada setiap sungai harus ditetapkan batas sempadanya yang diatur dengan peraturan daerah. i. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media tentang banjir dalam rangka meningkatkan

pemahaman, kepedulian dan peran masyarakat. j. Penanggulangan kemiskinan. Masyarakat miskin di

perkotaan banyak yang terpaksa menghuni bantaran sungai

yang seharusnya bebas hunian karena sangat membahayakan keselamatan jiwa. Demikian pula masyarakat petani lahan kering di DAS hulu, pada umumnya miskin sehingga kesulitan untuk melaksanakan pola bercocok tanam yang menunjang upaya konservasi tanah dan air. 3. Kombinasi Upaya Struktur dan Non-Struktur Masingmasing jenis upaya struktur berupa prasarana fisik dapat berdiri ataupun dikombinasikan dengan upaya non-struktur sehingga membentuk satu kesatuan system pengendalian banjir yang menyeluruh dan terpadu. Kombinasi kedua jenis upaya tersebut berfungsi untuk memperkecil besarnya masalah banjir walaupun kita tidak dapat membebaskan diri dari masalah banjir secara mutlak. Kondisi dan permasalahan pada setiap sungai selalu berbedabeda, sehingga penetapan system pengendalian banjir yang optimal pada setiap sungai harus melewati suatu kajian yang menyeluruh kemungkinan. dengan membandingkan beberapa alternative

D. Pencegahan Banjir Cara pencegahan banjir tidak bisa dilakukan sendiri, butuh kerja sama sekelompok warga untuk menangani banjir karena banjir akan menyerang sebuah daerah atau wilayah. 1. Sikap Sadar Lingkungan Jadi, hal pertama yang dilakukan untuk mencegah banjir adalah menumbuhkan sifat dan sikap bersama-sama bahwa lingkungan tempat tinggal atau wilayah penting sekali untuk dijaga. Jika hal ini tidak bisa

dilakukan, tentu saja kepentingan pribadi masing-masing akan muncul seenaknya. Ada yang berusaha menjaga dan mementingkan lingkungan agar terbebas dari banjir. Sebuah pemberitahuan saja tak bisa dilakukan secara individual. Campur tangan pemerintah dalam pemberitahuan akan pentingnya menjaga lingkungan akan menjadi satu hal yang di perhatikan oleh warga. Sosialisasi yang tepat akan membuat kesadaran dalam benak warga, untuk saling menjaga dan mengingatkan. 2. Sistem Saluran Air yang Baik Seiring dengan itu, butuh diadakan system irigasi sampai pembuangan akhir yang jelas. Jangan sampai akhir saluran air yang ada berujung pada sebuah sungai mati atau tidak mengalir, sehingga airnya akan meluber, Luberan inilah yang membahayakan. Apalagi , jika sungai mati tersebut letaknya dekat dengan jalan raya. Tentu akan jelas terlihat akibat dari saluran air yang meluber dan menggenangi jalan. Jika musim hujan, tentu saja volume kiriman air dari sebuah saluran air ditambah air hujan, akan menyebabkan banjir. Jadi, system saluran air jelas sangat penting. 3. Disiplin Membuang Sampah Dibutuhkan kedisiplinan warga untuk membuang sampah di tempat sampah dan berakhir di tempat pembuangan akhir sampah. Pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah ini akan sangat diperlukan. Pengolahan sampah yang tepat bisa membantu pencegahan banjir. Sampah-sampah plastic yang kecil jika terkena hujan deras akan ikut aliran air sampai sungai. Ini juga akan menjadi penyebab terjadinya banjir. Tentu saja harus ada pemilahan dan pengolahan yang tepat. Misalnya, dibedakan antara sampah yang harus dibakar. Sampah yang harus ditumpuk dan didaur ulang, sampah yang ditumpuk untuk dijadikan pupuk 4. Pembersihan Saluran Air Perbaikan-perbaikan dan pembersihan saluran air tentu harus ada. Di wilayah tertentu bisa diadakan secara gotonh royon. Penjagaan ini harus

dilakukan secara terus menerus dengan waktu berkala. Bukan hanya sampah yang terbuang di saluran air , namun juga ada sampah dari saluran air. Tumbuhan-tumbuhan air yang telah mati jika berkumpul juga akan menghambat saluran air. Tanggul-tanggul sebagai penahan membutuhkan perawatan. Tamnaman-tanaman sekitar sungai pun perlu ditanam sebanyak mungkin yang fungsinya untuk memperkuat bantaran sungai. Tentu saja banaran sungai yang kuat ini akan mencegah longsornya tanah di bantaran ke sungai. Jika longsor pun akan menghambat air mengalir, itu juga akan menyebabkan banjir. 5. Kerja Sama yang Baik dari Seluruh Pihak Bila kerja sama warga di suatu wilayah dapat terjalin dengan baik, pencegahan banjir ini bisa dilakukan dengan mudah. Tentusaja jalinan warga dan pemerintah tetap harus dilakukan. Bila ada pembangunan di suatu wilayah oleh proyek tertentu dan hal itu akan mengganggu lancarnya saluran air , tentu warga harus segera melaporkan ke pemerintah untuk diadakan sebuah tindakan yang tepat. Jika langkah-langkah yang ditempuh masih belum bisa mencegah banjir karena banjir yang dating merupakan banjir kiriman atau murni sebuah bencana karena hujan yang deras tak henti-henti, hendaknya kita tidak perlu melempar kesalahan. Kesadaran yang tinggi yang diperlukan untuk suatu pencegahan dan penanggulangan bencana banjir. Bukan malah menyalahkan pihak

tertentu karena sebuah bencana itu untuk ditangani dan ditanggulangi bukan malah mencari kambing hitam dari bencana tersebut.

PEMBAHASAN ARTIKEL 3

A. Faktor penyebab pemanasan global 1. Gas Rumah Kaca Rumah kaca atau green house sebenarnya adalah suatu bangunan tertutup yang dinding dan atapnya terbuat dari kaca. Rumah kaca ini berfungsi untuk mengatur iklim mikro (iklim di dalam rumah kaca ) sesuai dengan keinginan kita. Jadi seumpama di luar sedang musim dingin, maka di dalam rumah kaca ini bisa kita bikin hangat suhunya. Caranya dengan menahan panas dari sinar matahari yang masuk melalui dinding dan atap kaca tadi tetap berada di dalam rumah kaca. Prinsip yang mirip efek rumah kaca ini juga menyebakan terjadinya pemanasan global di bumi. Panas dari matahari yang masuk ke atmosfer bumi, tidak semuanya bisa dipantulkan kembali keluar atmosfer. Sebagian panas tersebut tetap tertahan di dalam atmosfer bumi. Penyebabnya adalah polusi besar-besaran gas CO2 . Gas CO2 yang berlebihan bisa menghambat keluarnya panas matahari yang dipantulkan Bumi. Polusi gas CO2 ini paling besar berasal pembakaran bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil ini adalah bahan bakar yang terbentuk dari fosil tumbuhan atau hewan purba. Bahan bakar ini misalnya minyak bumi (yang kemudian jadi bensin dan solar) dan batu bara. Kemajuan teknologi industri dan kendaraan adalah penyumbang terbesar pembakaran bahan bakar fosil ini. Mobil, hingga saat ini, sebagian besar masih menggunakan bensin atau solar, sementara industri masih banyak yang memanfaatkan batu bara sebagai sumber tenaganya. 2. Rusaknya Lapisan Ozon Masalah penipisan lapisan ozon adalah masalah yang sangat perlu untuk diperhatikan. Karena banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari permasalahan penipisan lapisan ozon ini. Polutan yang paling merugikan

mempengaruhi lapisan ozon adalah fluorocarbon, terutama yang mengandung chlorida/bromida. Bahan yang paling bertanggung jawab terhadap penipisan sebagian besar lapisan ozon adalah yang mengandung chlorida yaitu chlorofluorocarbon/CFC. CFCs biasanya digunakan pada lemari es, dan spray deodorant. Tentunya kasus penipisan ini terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu negara saja, akan tetapi banyak negara yang sudah memproduksi lemari es dan deodorant berCFC. Sehingga kasus penipisan ozon ini adalah kasus global yang berdampak lokal. Global karena penipisan ozon terjadi karena sumbangan CFC dari berbagai negara yang terakumulasi, dan lokal karena efek yang ditimbulkan menyebar ke semua wilayah di bumi ini. Sebenarnya terjadinya penipisan lapisan ozon tidak hanya disebabkan karena penggunaan CFC, akan tetapi bisa juga dari emisi bahan bakan kendaraan bermotor atau pabrik, dan juga efek dari rumah kaca. 3. Kerusakan hutan Hutan merupakan rumah bagi pohon dan tumbuhan lain yang memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi gas karbon tersebut dan menghasilkan gas oksigen.Tetapi akibat meningkatnya populasi,yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan pemukiman,lahan indusri,lahan pertanian,lahan untuk fasilitas umum seperti jalan dan

gedung,menyebabkan jumlah hutan berkurang drastis. Belum lagi permintaan pasar akan kayu yang semakin melambung tinggi. 4. Industri Negara industri atau yang disebut sebagai negara maju adalah yang paling bertanggung jawab terjadinya pemanasan global. Bagaimana tidak, negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa menyumbang 50 persen lebih penyebab pemanasan global. Yang paling buruk adalah industri mobil yang dulu pusatnya di Amerika. Kini industri besar-besaran tidak cuma di Amerika, tapi juga di negara yang sedang berkembang seperti

China, India, dan Indonesia. Polusi dari industri hampir merata di seluruh di dunia 5. Peternakan dan Konsumsi daging Pada tahun 2006, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengeluarkan laporan Livestocks Long Shadow dengan kesimpulan bahwa sektor peternakan merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global. Sumbangan sektor peternakan terhadap pemanasan global sekitar 18%, lebih besar dari sumbangan sektor transportasi di dunia yang menyumbang sekitar 13,1%. Selain itu, sektor peternakan dunia juga menyumbang 37% metana (72 kali lebih kuat daripada CO2 selama rentang waktu 20 tahun), dan 65% nitro oksida (296 kali lebih kuat daripada CO2).

B. Penanganan Masalah Pemanasan Global Pemanasan global merupakan masalah multikompleks dan memiliki pengaruh dalam skala yang besar, yaitu mempengaruhi seluruh aktivitas manusia di dunia. Oleh karena itu, penanganan masalah pemanasan global bukanlah masalah bagi satu negara saja, bukan hanya masalah bagi Negaranegara industri saja, melainkan masalah bagi seluruh negara di dunia ini. Maka, sangat diperlukan kesadaran seluruh Negara di dunia untuk berkolaborasi menangani pemanasan global ini. Berikut adalah bentuk-bentuk kerjasama untuk menangani pemanasan global. 1. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. 2. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Ada tiga mekanisme yang diatur di Protokol Kyoto ini yaitu berupa joint implementation; Clean Development Mechanism; dan Emission Trading. Joint Implementation

(implementasi bersama) adalah kerja sama antar negara maju untuk mengurangi emisi GRK mereka. Clean Development Mechanisme (Mekanisme Penmbangunan Bersih) adalah win-win solution antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat megurangi emisi GRK dengan imbalan sertifikat pengurangan emisi (CER) bagi negara maju tersebut. Emission Trading (Perdagangan emisi) adalah perdangan emisi antar negara maju. 3. Kesadaran dunia akan perlunya kolaborasi menghadapi peningkatan emisi karbon diwujudkan dalam Conference on Parties ke-13 United Nations Framework Convention on Climate ( COP ke-13 UNFCC ) tanggal 13 14 Desember 2007 di Denpasar, Bali. Indonesia turut berpartisipasi dalam konferensi ini. 4. Konsensus internasional akhirnya dicapai untuk dapat meluncurkan laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suatu jejaring ilmuwan beranggotakan sekitar 2.000 ilmuwan dan delegasi dari 120 negara.

Você também pode gostar