Você está na página 1de 15

STATUS GIZI BALITA

OLEH : Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... SURAT KETERANGAN ................................................................................................. DAFTAR ISI.................................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. ...................................... BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Status Gizi Balita ................................................................ B. Penentuan Status Gizi Balita ............................................................. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA 1

i ii iii

3 7

12

PENDAHULUAN

Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik, serta proses pertumbuhan tidak terhambat, karena dari segi umur balita yang bertumbuh dan berkembang dan golongan paling rawan KEP. Sesuai dengan tahap perkembangan di usia balita, anak mulai ingin mandiri. Dalam hal makanan pun anak balita bersifat sebagai konsumen aktif. Artinya mereka dapat memilih dan menentukan sendiri makanan yang ingin dikonsumsi. Banyak dijumpai anak-anak yang terlalu kurus dan gemuk. Sekitar 14% anak balita di Indonesia kurus (sekitar 6% diantaranya sangat kurus) dan sekitar 12% gemuk. Ini merupakan masalh gizi yang harus mendapat perhatian keluarga (Kurniasih, 2010). Aktivitas bermain sebagai cara mengenal dunia sekitar dan

mengembangkan seluruh potensinya membuat anak menunda waktu makannya. Usia balita yang rawan terhadap masalah dan status gizi karena masa pertumbuhan dan perkembangan di usia ini menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan ketika dewasa. Selain itu masalah pola makan yang sering terjadi pada anak balita seperti pilih-pilih makanan, tidak suka sayuran dan menyukai junk food akan semakin mempengaruhi status gizi balita tersebut. Dampak perubahan kesehatan rumah tangga akan semakin besar terhadap status gizi balita jika balita memiliki berat badan diatas rata-rata. Sedangkan dampak asupan gizi terhadap status gizi balita bergantung pada tingkat pengeluaran makanan rumah tangga. Selain itu, pendidikan ibu berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita, terutama di daerah perkotaan (Hidayat, 2005). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi adalah ukuran keberhasilan

dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang indikasikan oleh tinggi badan dan berat badan (Almatsier, 2003).

PEMBAHASAN

A.

Pengertian 1. Status Gizi Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Status gizi baik bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan. Status gizi tidak seimbang dapat diprestasikan dalam bentuk gizi kurang dari yang dibutuhkan. Sedangkan status gizi lebih bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan. Sehingga status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2003). Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang berdasarkan pada data antropometri serta biokimia (Beck, 2002). Terdapat dua faktor langsung penyebab gizi kurang pada anak balita, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong. Sebagai contoh, anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat pada gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Berbagai faktor penyebab langsung dan tidak langsung terjadinya gizi kurang digambarkan dalam kerangka pikir UNICEF (1998). Faktor penyebab langsung pertama adalah makanan yang dikonsumsi, harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, yang pada tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi nasional dan cadangan pangan yang mencukupi; dan pada tingkat regional dan lokal ditunjukkan oleh tingkat produksi dan

distribusi pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan. United Nations (2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan mengikuti siklus kehidupan. Pada Gambar 1 dapat dilihat kelompok penduduk yang perlu mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi. Pada Gambar 1 ini diperlihatkan juga faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang, dan lain-lain yang pada akhirnya berdampak pada kematian. Untuk lebih jelas mengetahui faktor penyebab masalah gizi, gambar 1 (Unicef, 1998) menunjukkan secara sistimatis determinan yang berpengaruh pada masalah gizi yang dapat terjadi pada masyarakat. Sehingga upaya perbaikan gizi akan lebih efektif dengan selalu mengkaji faktor penyebab tersebut.

Sumber: Unicef, 1998 Gambar Penyebab Kurang Gizi

Perbaikan gizi dan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja. Oleh karena itu, investasi yang bertujuan untuk perbaikan gizi dan kesehatan dapat dipandang sebagai salah satu aspek human capital (Simanjuntak, 1998 dalam Hidayat, 2005). United Nations (2000) memfokuskan uasaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) pada seluruh kelompok umur dengan mengikuti siklus kehidupan. Kekurangan gizi yang terjadi pada balita, remaja, ibu-ibu selama kehamilan dan secara kumulatif dapat berdampak buruk terhadap kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah. Bayi yang memiliki berat badan lahir yang rendah (BBLR) akan memiliki resiko yang tinggi terhadap kematian (Infant Mortality Rate), penyakit kronis pada masa usia dewasa dan keterlambatan perkembangan mental. Dalam

perkembangannya, bayi dengan BBLR akan cenderung mengalami proses pertumbuhan yang lambat. ASI ekslusif yang kurang, karena ibunya juga mengalami kekurangan gizi. Kondisi kekurangan gizi yang terjadi pada bayi dengan BBL renadah akan berisiko mengakibatkan balita yang menderita Kurang Energi Kronik (KEP). Risiko munculnya balita KEP akan semakin tinggi jika tidak didukung dengan pola asuh yang tidak memadai. Selain itu, penyakit infeksi dan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan akan memperburuk pertumbuhan bayi dengan BBL rendah. Kondisi kekurangan gizi yang terus berlanjutakan menghambat pertumbuhan hingga mencapai masa remaja, seperti gambar berikut (Hidayat,2005):

Sumber: Nutrition Throught The Life Cycle, 2000 Gambar Gizi Menurut daur kehidupan Pengukuran status gizi dapat dilakukan dengan menilai ukuran antropometri, pemeriksaan klinis dan biokimia, serta mengukur jumlah masukan makanan, umumnya pengukuran status gizi penduduk dalam survey skala besar hanya dilakukan dengan menilai ukuran antropometri yang merupakan salah satu pilihan cara yang termudah. Antropometri dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya kurang energi kronis (KEK), karena cukup sensitive dan konsisten. Namun demikian untuk memasatikan adanya KEK perlu diukur asupan kalori dan protein makanan secara langsung, meskipun tidak mudah untuk dilakukan (Tarwotjo, dkk, 1988; Atmarita dan Fasil, 1991; Frankerberg, dkk, 1996 dalam Hidayat, 2005).

2. Balita Balita adalah salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 2460 bulan (Ranuh, 2000). Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan

lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik, serta proses pertumbuhan tidak terhambat, karena dari segi umur balita yang bertumbuh dan berkembang dan golongan Paling rawan KEP, kerawanan disebabkan karena (Santoso, 2004; Arisman, 2004): a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume makanan yang mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan anak b. Kandungan gizi kebutuhan anak per satuan berat badan lebih besara dibandingkan orang dewasa karena disamping untuk pemeliharaan juga diperlukan untuk pertumbuhan Bahan makanan yang dikonsumsi bayi sejak usia dini merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata lain, kualitas sumber daya manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang. SDM berkualitas inilah yang akan mendukung keberhasilan pembangunan nasional di suatu negeri. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Develpoment Goals (MDGs) 2015 yang dicanangkan oleh UNICEF (Soekirman, 2006).

B. Penentuan Status Gizi Balita Ada dua jenis antropometri yang digunakan dalam mengidentifikasi status gizi, yaitu berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Kedua ini disajikan dalam bentuk indeks dan rasio berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan rasio berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Status gizi yang diukur dengan rasio BB/U mencerminkan status masa sekarang. Karena, berat badan mencerminkan kondisi outcome tentang status gizi pada masa sekarang. Rasio TB/U mencerminkan status gizi masa lalu, karena tinggi badan merupakan outcome kumulatif status gizi sejak dilahirkan hingga saat sekarang (Hidayat, 2005).

Di masa lalu, rujukan pertumbuhan dikembangkan menggunakan data dari satu negara dengan mengukur contoh anak-anak yang dianggap sehat, tanpa memperhatikan cara hidup dan lingkungan mereka. Mengingat hal tersebut World Health Organization (WHO) telah mengembangkan standar

pertumbuhan yang berasal dari sampel anak-anak dari enam negara yaitu Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman dan Amerika Serikat. WHO Multicentre Growth Reference Study (MGRS) telah dirancang untuk menyediakan data yang menggambarkan bagaimana anak-anak harus tumbuh, dengan cara memasukkan kriteria tertentu (misalnya: menyusui, pemeriksaan kesehatan, dan tidak merokok). Penelitian tersebut mengikuti bayi normal dari lahir sampai usia 2 tahun, dengan pengukuran yang sering pada minggu pertama. Kelompok anak-anak lain umur 18 sampai 71 bulan, diukur satu kali. Data dari kedua kelompok umur tersebut disatukan untuk menciptakan standar pertumbuhan anak umur 0 sampai 5 tahun. Indikator pertumbuhan digunakan untuk menilai status pertumbuhan anak dengan mempertimbangkan umur, jenis kelamin dan hasil pengukuran. Dalam modul ini akan dijelaskan cara melakukan penilaian status pertumbuhan berdasarkan empat indikator berikut: Panjang/Tinggi Badan Menurut Umur Berat Badan Menurut Umur Berat Badan Menurut Panjang/Tinggi Badan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Umur

Untuk mengetahui ada tidaknya penurunan atau kenaikan berat badan (BB) dapat dilihat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Prinsipnya adalah anak yang sehat, bertambah umur bertambah berat badan. Menurut Standar WHO BB ideal anak laki-laki usia 2 tahun adalah 12,2 kg dan anak perempuan 11,5 kg. untuk seterusnya setelah usia 2 tahunsampai 5 tahun, pertambahan BB rata-rata 2-2,5 kg per tahun. Pemntauan panjang / tinggi badan juga perlu agar dapat diketahui keadaan tau status gizi yang lebih akurat.

Indikator Pertumbuhan Menurut Z-score Indikator Pertumbuhan Z-score PB/U atau TB/U BB/U BB/PB atau BB/TB Sangat gemuk (Obes) IMT/U Sangat gemuk (Obes) Gemuk (Overweight) Risiko Gemuk (Lihat Catatan 3)

Di atas 3

Lihat Catatan 1

Di atas 2

Lihat Catatan 2

Gemuk (Overweight)

Risiko Gemuk Di atas 1 (Lihat Catatan3) 0 (Angka Median) Di bawah -1 Di bawah -2 Pendek (Stunted) (Lihat Catatan 4) Sangat Pendek Di bawah -3 (Severe Stunted) (Lihat Catatan 4) BB Kurang (Underweight) BB Sangat Kurang (Severe Underweight) Kurus (Wasted) Sangat Kurus (Severe Wasted)

Kurus (Wasted) Sangat Kurus (Severe Wasted)

Sumber: Modul C Pelatihan Penilaian Pertumbuahan Anak WHO 2005 Catatan: 1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan

tinggi orang tua normal). 2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada katagori ini, kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U. 3. Hasil ploting di atas 1 menunjukkan kemungkinan risiko. Bila kecenderungannya menuju garis Z-score 2 berarti risiko lebih pasti. 4. Anak yang pendek atau sangat pendek, kemungkinan akan menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor resiko yang paling berhubungan paling dominan dengan status gizi balita (BB/U) adalah penyakit diare setelah dikontrol oleh sumber air minum, ketersediaan jamban, status sosial ekonomi, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin dan pemanfaatan yankes, penyakit ISPA, pekerjaan ibu dan lama pemberian ASI sampai 2 tahun. Sedangkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan malnutrisi menurut indikator (TB/U) adalah ketersediaan jamban setelah dikontrol oleh kebiasaan cuci tangan, status sosial ekonomi, sumber air minum, lama pemberian ASI sampai 3 tahun, penyakit diare, jumlah anggota dan jenis kelamin. Faktor resiko yang paling dominan berhubungan dengan status gizi balita (BB/TB) adalah jenis kelamin setelah dikontrol oleh umur, sumber air minum, jarak dan waktu menuju posyandu/poskesdes dan polindes, variabel pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit ISPA (Sartika,2010). Status BB/TB balita yang menggambarkan kekurangan gizi akut yang terjadi dalam waktu yang singkat dan mempengaruhi keadaan status gizi seseorang. Misalnya saja terserang penyakit infeksi, hal ini tentu saja akan berpengaruh langsung kepada status gizi anak, atau mungkin saja kerena kekurangan asupan makanan yang bisa di pengaruhi oleh status ekonomi, pengetahuan ibu yang kurang terhadap masalah gizi, dan pola asuh yang mengakibatkan baik balita yang BBLR ataupun yang normal dapat menjadi balita yang berbadan kurus. Sedangkan TB/U

menggambarkan keadaan kronis balita, menunjukkan keadaan yang sudah

terjadi sejak lama, atau dengan kata lain merupakan outcome kumulatif status gizi sejak lahir hingga sekarang. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah menandakan kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi pada saat kehamilan atau karena sebagai akibat dari ibu yang juga menderita KEK.

KESIMPULAN

Status gizi balita dapat merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan. Penilaian status gizi merupakan pengukuran yang dapat berdasarkan pada data antropometri atau serta biokimia. BB kurang bisa disebabkan asupan gizi yang kurang, aktifitas anak yang berlebih, atau ada penyakit yang melatarinya sehingga asupan makanannya tidak terserap optimal. masa Blita merupakan masa aktif anak bereksplorasi, sehingga bukan tidak mungkin kenaikan BB-nya tidak sesuai dengan pertumbuhan normal karena energi banyak terpakai. Selain itu anak usia balita juga tergolong pilihpilih makan (picky eater) atau hanya ingin makan makanan favoritenya. Menurunnya BB juga dapat disebabkan penyakit infeksi yang dapat menggaggu metabolism tubuh dan membuat anak sulit makan.penurunan BB yang terjadi cukup lama dapat menyebabkan anak gagal tumbuh. Dalam artian tinggi badannya tidak sesuai dengan seharusnya (normal). Anak yang mengalami obesitas bukan hanya terjadi hipertropi

(bertambahnya besar ukuran sel-sel jaringan lemak) didalam tubuhnya, tetapi juga hyperplasia (bertambahnya jumlah sel-sel di dalam jaringan lemak). Kegemukan atau obesitas dapat membuat perkembangnnya tidak seoptimal anak yang dengan BB normal. Selain itu dalam melakukan aktivitas fisik akan lebih cepat merasa capai. Dan juga kegemukan/ obesitas terbukti berisiko menimbulkan berbagai penyakit jangka pendek dan panjang, seperti infeksi kulit, hipertensi sampai syndrome metabolic. Idealnya, setiap bulan sekali, orang tua memantau pertumbuhan BB guna mengetahui kondisi kesehatan anak dengan menggunakan KMS agar dapat terlihat apakah anak berada pada kurva normal, kurang atau lebih. Jika dalam 2 bulan berturut-turut BB anak tidak naik atau cenderung turun, kemungkinan anak sedang mengalami gangguan kesehatan. Demikian juga bila BB anak naik berlebihan, maka diperlukan segera penanganan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Arisman, MB., 2004. Gizi Daur Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Beck. 2002. Status Gizi. [Online] http://www.creasoft.com. Hidayat, Zainul. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sataus Gizi Balita di Indonesia. Jakarta: Pascasarjana UI [Online] http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=109403&lokasi=lokal. Kurniasih, Dedeh., dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat gizi Seimbang. Jakarta:Kompas Gramedia Santoso, Soegeng., & Anne, Lies., 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta. Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Primamedia Pustaka. Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri & Ibnu Fajar., 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit EGC. World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal fetal growth [Online] http://www.who.int/nutrition/topics/feto_ maternal/en.html. Last update : January 2008. WHO & Depkes RI. Modul C Pelatihan dan Penilaian Pertumbuhan Anak WHO 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. United Nations Childrens Fund/World Health Organization. Low Birthweight. UNICEF, New York, 2004 [Online] http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. Last Update : Nov 2008 UNICEF. 1998. The State of The Worlds Children 1998. Oxford: Oxford University Press.

Você também pode gostar