Você está na página 1de 11

PERBEDAAN WAKTU BERSIHAN MUKOSA SILIAR HIDUNG PADA PEROKOK JENIS FILTER DAN NON-PEROKOK Tessa Septian A*,

Anton BudhiDarmawan, Indah Rahmawati Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia (*Alamat E-mail: tessa_44@yahoo.com)

ABSTRAK Sistem transpor mukosilia merupakan sebuah mekanisme pertahanan yang penting dalam sistem pernapasan. Hal ini tergantung pada interaksi silia dan mukus. Pajanan asap rokok yang bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh, kuantitas rokok yang dihisap, usia mulai merokok, serta lama merokok yang menentukan derajat merokok seseorang melalui indeks brinkman, dapat menyebabkan kerusakan sistem transpor mukosilia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan kecepatan waktu bersihan mukosiliar hidung pada kelompok perokok jenis filter dibanding kelompok tidak merokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian epidemiologi analitik noneksperimental dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling sebanyak 60 orang, yaitu 30 orang adalah para perokok berjenis filter yang berkunjung ke Klinik THT dan Paru RSUD Margono, sedangkan 30 orang tidak memiliki riwayat merokok. Analisis data yang digunakan adalah uji T-tidak berpasangan. Didapatkan hasil p<0,05 (p= 0,027), terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rerata waktu bersihan mukosiliar hidung antara para perokok jenis filter (12,54 3,88) dibanding yang tidak merokok (8,79 2,3). Terdapat perbedaan kecepatan waktu bersihan mukosilia hidung antara perokok dibanding yang non perokok.

Kata kunci: sistem bersihan mukosiliar, waktu bersihan mukosilia, perokok, jenis filter, derajat merokok, indeks brinkman

2 ABSTRACT The mucocilliary transport system is an important defence mechanism of the respiratory tract. It depends on the interaction between cilia and mucus. Exposure to cigarette smoke is complex and influenced by, the quantity of cigarettes smoked, age started smoking, and smoking a long time to determine the degree of a person smoking through Brinkman index, it can cause the damage of the mucociliary transport system. To determine the difference between nasal mucociliary clearance time at the filter smokers and non-smokers. The study is observational, cross sectional study. It uses the consecutive sampling method. sixty respondents, of which 30 visitor at clinic Lung, and ENT at RSUD Margono, were actively exposed to smoke, whereas 30 others were unexposed control respondents. T-independent test was employed to analyze the data. a result p-value < 0,05 (p=0,027), There was significantly difference in average nasal mucociliary clearance time between a filter smokers (12,54 3,88) and non-smokers respondents (8,79 2,3). There was nasal mucocilliary clearance time differenciation between filter smokers and non-smokers.

Key words: mucociliary clearance system, nasal mucociliary clearance time, a filter smoke, the degree of smoking, Index Brinkman

3 PENDAHULUAN Asean Tobacco Control Report Card, melaporkan Indonesia sebagai penyumbang perokok terbesar di ASEAN dengan prevalensi merokok sebanyak 57,56 juta (46,16%) perokok.18 Prevalensi merokok pada laki-laki (65,6%) lebih tinggi dibandingkan pada perempuan (5,2%), dan semakin mengalami peningkatan.13 Peningkatan jumlah perokok aktif di Indonesia dari tahun ke tahun, disebabkan karena ketergantungan akibat bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam rokok, dan turunnya tingkat kesadaran penduduk Indonesia akan seriusnya efek yang dapat ditimbulkan oleh rokok, seperti penyakit, menurunya produktifitas, kecacatan, dan kematian.14 Sistem mukosiliar merupakan barier pertama sistem pertahanan tubuh yang akan menjaga saluran nafas selalu bersih dan sehat. Sistem ini bekerja dengan membersihkan udara inspirasi dari debu, bakteri, virus, dan partikel asing lainya oleh silia dan palut lendir. Sistem bersihan mukosiliar fungsinya harus baik untuk mencegah aggregator atau bahan berbahaya rokok masuk ke dalam tubuh dalam jumlah banyak, yang efek lanjutnya dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius.1 Kerusakan sistem bersihan mukosiliar dapat menyebabkan peningkatan resiko penyakit lokal sistem pernafasan seperti; rhinosinusitis, sinusitis kronik, bronkhitis kronik, bronkhiektasis, dan berbagai penyakit sistem pernafasan lainya.12 Jumlah batang rokok dan lama paparan diperkirakan ikut menentukan tingkat kerusakan mukosa siliar. Derajat merokok menurut Indeks Brinkman adalah yaitu perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama merokok dalam tahun.11 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan waktu bersihan mukosiliar hidung pada perokok jenis filter dan non-perokok , dengan tinjauan derajat merokok menurut Indeks Brinkman.

METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 pengunjung Klinik Paru dan THT RSUD Margono Soekarjo. Didapatkan 30 sampel tidak merokok, dan 30 sampel merupakan perokok jenis filter. Sampel ini diperoleh dari perhitungan sampel estimasi proporsi suatu populasi. Teknik pengambilan sampel dengan Consecutive Sampling digunakan pada penelitian ini untuk mengambil sampel

4 dari pengunjung klinik yang datang sesuai dengan urutan dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi serta bersedia menjadi responden penelitian. Kriteria inklusi penelitian ini diantaranya; Pengunjung Klinik Paru, THT, RSUD Margono Soekarjo bulan Januari 2013, Berumur lebih dari 17 tahun, merupakan perokok jenis filter, dan non-perokok. Tidak memiliki penyakit lain : polip, sinusitis, influenza, rhinitis alergi. Tidak memiliki riwayat operasi hidung dan riwayat trauma pada hidung. Serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Sedangkan responden penelitian ini akan diekslusi jika memiliki gangguan pengecapan serta tidak kooperatif.

Desain dan rancangan penelitian Desain penelitian merupakan penelitian analitik observasional Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.2 Setiap responden dianamnesis dan menjalani pemeriksaan waktu bersihan mukosa siliar hidung menggunakan partikel sakarin dan stopwacth. Anamnesis yang dilakukan pada responden terkait dengan gejala-gejala keluhan yang ada pada kriteria inklusi-ekslusi. Setelah itu diperiksa menggunakan rhinoskopi anterior oleh spesialis THT untuk menentukan apakah pasien telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Derajat merokok responden juga ditentukan berdasarkan kuesioner derajat merokok, yang akan membagi responden perokok ke dalam kelompok perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat. Pengukuran waktu bersihan mukosa siliar dilakukan pada salah satu hidung dengan menggunakan pinset bayonet, dan spekulum, partikel sakarin dimasukan kedalam batas konka inferior untuk selanjutnya dihitung waktunya dengan satuan menit dan detik, sampai responden merasakan manis. Responden diminta untuk menelan secara periodik tiap 30 detik. Waktu bersihan mukosiliar dihitung dari jarak awal mukosa sampai dinding belakang faring yang ditandai dengan sensai rasa manis.8

Analisis Data Analisis univariat untuk menentukan frekuensi dan persentasi variabel penelitian, sedangkan analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan antara dua variabel. Analisis bivariat digunakan uji parametrik T tidak berpasangan. Analisis untuk meninjau derajat merokok terhadap waktu bersihan mukosasiliar digunakan uji One-way ANOVA.2

5 HASIL Analisis univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik populasi. Karakteristik sampel pada penelitian Perbedaan rerata waktu bersihan mukosiliar pada perokok jenis filter dan tidak merokok, adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Karakteristik Umum Subyek Penelitian (n=60)

Keterangan 17-22 tahun 23-40 tahun 41-60 tahun >60 tahun Rata-rata umur Tahun pasien (Mean SD) Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan Umur

Frekuensi (%) 8 (13,33%) 31 (51,67%) 16 (26,67%) 5 (8,33%) 39,5 14,37

Perokok 1 (1,67%) 17 (28,33%) 10 (16,67%) 2 (3,33%) 41,47 12,48

Nonperokok 7 (11,67%) 14 (23,33%) 6 (10%) 3 (5%) 37,5 16,01

40 (66,67%) 20 (33,33 %)

30 (50%) 0

10 (16,67%) 20 (33,33%)

Hasil penelitian didapatkan sampel dengan derajat merokok (Indeks Brinkman) ringan sebanyak 13 orang (43,33%), derajat sedang sebanyak 11 orang (36,67%) dan derajat berat sebanyak 6 orang (20%) dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Karakteristik Derajat Merokok (n=30)

Analisis bivariat Chi-Square Hasil uji T-independent perbedaan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada perokok jenis filter dan non perokok memiliki hasil yang bermakna (p value = 0,027 , p<0,05). Pada tabel 1.2 terdapat perbandingan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada perokok jenis filter dan non perokok. Didapatkan bahwa rerata waktu bersihan mukosiliar pada perokok jenis filter sebesar 12,54 3,88 menit, lebih panjang dibandingkan yang tidak merokok sebesar 8,79 2,3 menit.

6
Tabel 1.2 Perbandingan waktu bersihan mukosa siliar dengan Riwayat Merokok

Riwayat Merokok Merokok Tidak Merokok

Rerata waktu Perbedaan 95 % CI TMS Rerata 12,54 3,88 2,099 3,749 8,79 2,3 5,398

Nilai P

0,027

Untuk mengetahui pengaruh derajat merokok menurut Indeks Brinkman terhadap waktu bersihan mukosa siliar pada kelompok perokok ringan, sedang, dan berat dilakukan analisis dengan menggunakan uji one-way Anova. Hasil uji one way ANOVA pada ketiga kelompok perokok ini p=0,063 (p>0,05), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna waktu bersihan mukosa siliar pada kelompok perokok ringan, sedang, berat. Pada tabel 1.3 terdapat perbandingan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada perokok berdasarkan derajat merokoknya.
Tabel 1.3 Perbandingan waktu bersihan mukosa siliar Perokok Ringan dengan Perokok Sedang

Riwayat Merokok Perokok Ringan Perokok Sedang

Rerata waktu TMS 10,77 2,68

Perbedaan Rerata 2,552

95 % CI (-5,606)0,501

Nilai P

0,098

13,33 4,58

Hasil analisis lanjutan menggunakan Post Hoc pada ketiga kelompok perokok ini didapatkan bahwa hanya pada kelompok perokok berat dan perokok ringan yang memiliki perbedaan rerata bersihan mukosiliar yang bermakna (p=0,029, p<0,05). Tabel 1.4 merupakan tabel hasil analisis lanjutan pada ketiga kelompok perokok berdasarkan derajat merokoknya.
Tabel 1.4 Analisis lanjutan (Post Hoc) waktu TMS dengan Derajat Merokok

Riwayat Merokok Perokok Ringan Perokok Sedang Perokok Ringan Perokok Berat

Nilai P 0,098 0,029

Riwayat Merokok

Nilai P

Perokok Sedang 0,399 Perokok Berat

7 PEMBAHASAN Menurut Ho et al. (2001), usia tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap nilai rerata waktu transpor mukosilia hidung, fungsi silia akan menurun pada usia di atas 40 tahun. Penurunan fungsi silia terjadi karena proses penuaan, sehingga menyebabkan peningkatan anomali ultrastruktur silia yang mengakibatkan waktu transpor mukosilia menjadi lambat dan mempermudah terjadinya infeksi.5 Hasil yang tidak bermakna pada penelitian ini dapat disebabkan karena 70% subjek penelitian berada pada rentang usia <40 tahun, sehingga belum terjadi perubahan struktur silia karena proses penuaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Soedarjatni (1993), yang didapatkan dari pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak didapat perbedaan transportasi mukosiliar berdasarkan umur, jenis kelamin atau posisi saat tes.15 Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda antara perokok dan non perokok. Menurut Proenca (2011), menyatakan bahwa perpanjangan waktu bersihan mukosiliar hidung akibat paparan asap rokok, dimediasi utama oleh sel-sel inflamasi seperti NK1, makrofag, neutrofil, yang akan merangsang peningkatan denyut silia, dan akan merangsang saraf otonom untuk bekerja.12 Pada respon akut, nikotin beredar di metabolisme hanya dalam dua jam, menunjukkan bahwa setelah periode ini efek stimulasi nikotin akan berhenti, dan respon hidung akan kembali ke normal. Sedangkan pada perokok jangka waktu lama, efek nikotin ini akan meningkat dan dapat menyebabkan hipersekresi kelenjar serta vasodilatasi, dan akhirnya meningkatkan waktu bersihan mukosiliar.12,19 Ketika terjadi penurunan fungsi barrier lini pertama hidung, seseorang menjadi lebih beresiko menderita infeksi berulang. Disfungsi mukosiliar, akan menyebabkan gerakan silia tidak terkoordinasi baik, sehingga tidak terjadi gumpalan lendir mukus yang seharusnya didorong ke arah nasofaring, menyebabkan stagnansi mukus. Kondisi inilah yang memicu infeksi bakteri pada mukosa hidung dan dapat menyebabkan akumulasi netrofil atau migrasi sel-sel radang lainnya dan menstimulir sekresi cairan atau bahkan merusak lapisan mukosa.4,19 Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmad Dermawan (2010) di Medan, didapatkan hasil rata-rata waktu transportasi mukosiliar hidung pada kelompok perokok adalah 17,81 (SD 1,37) menit dan pada kelompok bukan perokok adalah 10,23 (SD 0,69) menit. Berdasarkan uji t-tidak berpasangan didapatkan perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasitasi mukosiliar antara

8 kelompok perokok dengan kelompok bukan perokok, dimana waktu transportasi mukosiliar pada kelompok perokok lebih lama dibanding kelompok bukan perokok ( p<0,05 ).3 Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stanley et al., (1986) pada penelitian efek merokok terhadap pembersihan mukosiliar hidung, mendapatkan bahwa perokok memiliki waktu pembersihan mukosiliar hidung yang lebih panjang (20,8 menit) dibandingkan pada bukan perokok (11,1 menit).17 Pada perokok akan menunjukkan transportasi mukosa siliar yang abnormal.3,17,9 Hoffman menyatakan bahwa bersihan mukosiliar hidung dan sinus paranasal didasarkan pada struktur anatomi yang normal, komposisi fisiologis lendir, dan sel bersilia yang sehat dengan Frekuensi Denyut Silia atau CBF (Cilliary Beat Frequency) yang terkoordinasi dan konstan, kepadatan jumlah epitel silia, panjang silia, dan kualitas lendir.6 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan disfungsi mukosiliar antara lain: kelainan kongenital, faktor genetik, faktor iatrogenik (obat-obatan), setelah operasi, infeksi, suhu, PH, dan kelainan struktur anatomi.6,7 Derajat merokok tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap rerata ketiga kelompok perokok ringan, sedang, dan berat. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mosenifar (2011), yang menyatakan bahwa Hubungan merokok dengan gangguan kesehatan merupakan hubungan dose response.10 Lebih lama kebiasaan merokok dijalani, lebih banyak batang rokok setiap harinya, lebih dalam menghisap asap rokoknya, maka lebih tinggi risiko kerusakan sistem mukosa siliar yang ditandai perpanjangan waktu bersihan mukosiliarnya.Umur pertama kali merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status perokok memprediksikan asupan atau paparan asap rokok yang dihirup tiap harinya oleh individu yang seharusnya akan ikut mempengaruhi nilai waktu bersihan mukosiliar.10,16 Berdasarkan penelitian sebelumnya besar kecilnya intensitas dan waktu paparan bahan-bahan iritan dalam asap rokok akan berpengaruh terhadap kondisi saluran pernapasan, semakin besar intensitas dan dosis rokok akan mempercepat terjadinya kerusakan atau ketidaknormalan pada saluran pernapasan, terutama kerusakan lokal mukosa saluran pernafasan, antara lain hilangnya fungsi silia untuk menghalau benda asing, sehingga debu / bahan-bahan polutan yang lain akan lebih mudah masuk ke paru.4 Lama kebiasaan merokok juga akan mempengaruhi waktu bersihan mukosa siliar karena semakin lama kebiasaan merokok yang dijalani menyebabkan terkumpulnya partikel berbahaya di lokal mukosa yang bisa menyebakan kerusakan/ ketidaknormalnya barrier pertahanan sistem mukosasiliar.16

9 Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak memperhatikan perbedaan variasi anatomi saluran hidung-tenggorokan masing-masing individu, dan tidak memperhatikan berbagai keadaan lain terutama pengaruh faktor lingkungan yang mungkin dapat mempengaruhi waktu bersihan mukosa siliar hidung.

KESIMPULAN 1. Rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok yang menggunakan jenis filter adalah 12,54 (SD 3,88) menit. Sedangkan rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok ringan adalah 10,77 (SD 2,68) menit , perokok sedang adalah 13,33 (SD 4,58) menit, dan kelompok perokok berat adalah 14,91 (SD 3,45 )menit. 2. Rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok yang tidak merokok adalah 8,79 (SD 2,3) menit. 3. Terdapat perbedaan signifikan waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok dan kelompok yang tidak merokok. Dan berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan nilai p<0,05 dengan nilai bermakna secara statistic adalah 3,75 menit. 4. Derajat merokok, tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok ringan, sedang, dan berat. Dan berdasarkan hasil uji one way ANOVA didapatkan nilai p>0,05 dengan nilai tidak bermakna secara statistik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Hidung dan Sinus Paranasal, Aplikasi klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok dan Leher. Edisi 16. Jilid satu. 2003. Hal.563-576. 2. Dahlan, S.M. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi ke-2. Jakarta : Salemba Medika. 2009. Hal 122-125 3. Dermawan,R. Pengaruh waktu transportasi mukosiliar hidung pada perokok dan bukan perokok. Skripsi : FKUSU. 2010. Medan.

10 4. Hanslavina. Efek Akut Asap Rokok Kretek terhadap Hyperplasia Sel Globet pada Saluran Napas Tikus Galus Swiss Webster. Tesis. 2003. Jakarta: Program Pascasarjana. Universitas Indonesia 5. Ho JC, Chan KN, Hu WH, Lam WK, Zheng L, Tipoe GL, et al. The effect of aging on nasal mucociliary clearence, beat frequency and ultrastructure of respiratory cilia. Am J Respir Crit Care Med. 2001. Volume 163:pp.1-6. 6. Hofmann T, Gugatschga M, Koidl B, Wolf G. Influence of Preservatives and Topical Steroids on Ciliary Beat Frequency In Vitro. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2004. Vol 130: pp440-44 7. Jang YJ, Myong NH, Park KH, Koo TW, Kim HG. Mucociliary Transport and Histologic Characteristics of the Mucosa of Deviated Nasal Septum. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2002. Vol 128: pp. 421-424 8. Jorissen M, Willems T, Boeck KD. Diagnostic Evaluation of Mucociliary Transportasit: From Symptoms to Coordinated Ciliary Activity after Ciliogenesis in Culture. Am J Rhinol. 2000. Vol. 14: pp.345-52 9. Mahakit P. The Study of Mucociliary Clearance in Smoker, Sinusitis and Allergic Rhinitis. Am J Rhino. 1994. Vol.5: p.320 10. Mosenifar,Zab. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Internal Medicine: 2011. Volume 58 No. 9. Pp : 62-67. 11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta. 2011. 1-30 hal. 12. Proenca, Xavier RF, Ramos D, Cavalheri V, Pitta F. Immediate and short term effects of smoking on nasal mucociliary clearance in smokers. Rev Port Pneumol. 2011. Vol. 17(4): pp. 172176 13. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. 2010. 399410 hal. 14. Sajinadiyasa IGK, Bagiada IM, Ngurah IB. Prevalensi Dan Risiko Merokok Terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. J Peny Dalam. 2010. Vol. 11; pp. 91-95 15. Soedarjatni, Djoko SS. Nasal mucociliary clearance (NMC) dan nasal pH pada 30 penderita Diabetes Melitus (NIDDM tipe II WHO). Dalam: Kumpulan naskah ilmiah PIT Perhati. Bukittinggi: 1993. hal.760-6.

11 16. Solak ZA, Kabaroglu C, Cok g, et al,. Effect of Different Levels of Cigarette Smoking on Lipid Peroxidation, Glutathione Enzyme Paraoxonase 1 Activity in Health People. Clin Exp Med. 2005.vol.5. pp: 99-105 17. Stanley et al,. Effect Of Cigarette Smoking On Nasal Mucociliary Clearance And Ciliary Beat Frequency, Depaartement of Medicine, Cardiothoracic Institute, Brompton Hospital,London. 1986. P: 519-23. 18. World Health Organization (WHO). Global Tobacco Treaty Enters into Force with 57 Countries Committed. In World Health Organization. Geneva, World Health Organization Framework Convention. 2005. 19. Yuna AJ, Bazarb AK, Leec PY, Gerber A, Daniel SM. The smoking gun: many conditions associated with tobacco exposure may be attributable to paradoxical compensatory autonomic responses to nicotine. Medical Hypotheses. 2005.Vol. 64: pp. 10739

Você também pode gostar