Você está na página 1de 11

ANALISA PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN DISPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

IRFAN SETIAWAN, S.IP M.Si

Abstrack This paper aims to analyze the application of disciplinary sanctions against civil servants. Where, for civil servants realize a reliable, professional, and ethical behavior, the discipline is absolutely necessary that civil servants can be used as guidelines in enforcing discipline. So as to ensure the maintenance of order and the smooth execution of tasks as well as to encourage civil servants to be more productive on the basis of career and work performance systems. The low performance of the government bureaucracy and the number of violations of civil service rules made civil servants due to lower development conducted on civil servants. A. Latar Belakang Pemerintah sebagai organisasi adalah suatu alat saling hubungan satuansatuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur kewenangan. Dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh

pemerintah atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai dasar dari seluruh badan usaha. Organisasi yang terbesar dimanapun sudah barang tentu organisasi publik yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara. Oleh karena itu organisasi publik mempunyai kewenangan yang terlegitimasi di bidang politik, administrasi, pemerintahan dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warganya, dan melayani kebutuhannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan. Untuk melaksanakan pemerintahan yang baik, membina hubungan kemitraan dan saling percaya merupakan kunci utama. Masalahnya sekarang bagaimana mengembangkan sikap/perilaku saling

percaya untuk membina hubungan kemitraan antara ketiga domain tersebut. Berkaitan dengan hal ini aparat birokrasi dituntut untuk menampilkan perilaku yang

menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat yang selama ini menurun. Salah satu upaya untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat adalah mengembangkan semangat jiwa kewirausahaan The Enterpreneurial Spirit. Hal ini dimaksudkan untuk merubah orientasi perilaku birokrasi yang selama ini menghabiskan anggaran dengan melakukan markup, kearah mengembangkan kreativitas untuk mendapatkan dana, anggaran dapat dihemat dan selanjutnya dipergunakan untuk kepentingan publik

dalam mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk kegiatan pemeberdayaan masyarakat. Setiap organisasi Pemerintah sebaiknya banyak memberi kesempatan kepada pegawainya untuk dapat mengembangkan diri, sehingga dengan adanya kesempatan ini pegawai akan berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pekerjaannya. Dengan melihat bahwa manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, harapan, motivasi dan cara berfikir yang berbeda satu dengan yang lainnya serta menghendaki perlakuan yang adil, maka pimpinan organisasi birokrasi pemerintahan berupaya dapat menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan organisasi pemerintahan yang di pimpin, sehingga bawahannya bersedia melakukan pekerjaan dengan sebaiknya. Sebagaimana diketahui bahwa warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih dan diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang dimaksud dengan Pegawai Negara adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara, atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Pegawai Negara sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang berfungsi menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Dalam hal ini kedudukan pegawai negara sangat penting, sebab lancar dan tidak lancarnya pemerintahan dan pembangunan negara tidak lepas dari peranan dan keikutsertaan pegawai Negara (Ahmad Ghufron dan Sudarsono, 1991 :4). Sejalan dengan pemberian hak otonomi kepada daerah tanpa melepaskan rekrutmen pegawai negeri yang akan menjalankan roda dan fungsi administrasi adalah telah tepat pemerintah pusat untuk tidak lagi urusan penerimaan pegawai negeri yang akan ditempatkan di kantor ataupun instansi pemerintah di daerah berdasarkan kebutuhan. Maka dari itu, eksistensi Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dengan berbagai kewenangan yang cukup luas dalam mengeluarkan keputusan pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran disiplin oleh PNS adalah suatu keharusan untuk menjaga agar seorang PNS tidak melupakan tugas kewajibannya secara

bertanggungjawab kepada masyarakat dan Negara.

B.

Pembahasan Untuk mewujudkan PNS yang andal, profesional, dan bermoral tersebut,

mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS yang dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin. Sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil merupakan aturan yang memuat kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina PNS yang telah melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi dan memperbaiki diri pada masa yang akan datang. Dalam peraturan pemerintah ini secara tegas disebutkan jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan terhadap suatu pelanggaran disiplin. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pejabat yang berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini. Penjatuhan hukuman berupa jenis hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak dari pelanggaran yang dilakukan. Sehingga Pemerintah Pusat dan daerah terus mensosialisasikan PP 53 Tahun 2010 kepada seluruh pegawai termasuk atasan pegawai yang harus terus melakukan pembinaan kepada bawahan dengan melakukan pengawasan secara langsung. Hal ini dengan harapan agar timbulnya kesadaran bagi seluruh pegawai termasuk pegawai non PNS untuk terus berusaha menjalankan disiplin pegawai sesuai dengan aturan berlaku karena dengan menjalankan displin tersebut maka akan terciptanya lingkungan kerja pemerintah yang baik. Sampai saat ini, rendahnya disiplin pegawai negeri sipil masih mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, baik intenal pemerintahan maupun dari masyarakat melalui berbagai lembaga swadaya masyarakat. Hal ini karena, rendahnya disiplin PNS telah berakibat langsung kepada kualitas pelayanan publik dari instansi pemerintahan.

Kesuksesan suatu unit kerja dalam proses pencapaian tujuannya selain ditentukan oleh mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin aparatur. Bagi PNS, disiplin meliputi unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat. Keluhan masyarakat atas pelayanan yang lambat karena petugas yang tidak berada di tempat pada saat jam kerja, pelayanan yang bertele-tele karena petugas yang bekerja tidak profesional, berkas yang hilang karena keteledoran petugas, merupakan keluhan yang lumrah terhadap rendahnya kualitas kinerja PNS dalam melakukan pelayanan publik. Ini semua merupakan gejala patologi birokrasi yaitu rendahnya disiplin PNS. Salah satu masalah pokok yang dihadapi dalam urusan birokrasi, yakni

pertumbuhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tumbuh sangat pesat dari tahun ke tahun dan tidak diimbangi dengan kualitas yang baik. Salah satu hal yang menjadi penanda kualitas seorang PNS adalah kedisiplinan. Disiplin menurut pasal 1 ayat 1 PP No. 53 Tahun 2010 adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Sementara itu, pasal 1 ayat 3 PP No. 53 Tahun 2010 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Salah satu kewajiban seorang PNS menurut pasal 3 ayat 11 PP No. 53 Tahun 2010 adalah masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Nah, berapa banyak kita temukan PNS yang berkeliaran di pusat-pusat perbelanjaan, warung kopi dan warung makan pada saat jam kerja? Ini tentu perlu mendapatkan perhatian serius para pengambil kebijakan. Salah satu contohnya di Kabupaten Klaten, Pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Klaten pada 2011 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sebanyak 15 pelanggaran dilakukan oleh para pegawai pemerintahan tersebut. Enam pelanggaran dikategorikan ringan, sementara sebanyak sembilan pelanggaran termasuk kategori berat. Sementara berdasarkan data 2010, terjadi empat pelanggaran ringan, tiga pelanggaran sedang, serta dua pelanggaran berat. Kasubid Pembinaan Disiplin Perundang-undangan dan Kesejahteraan Pegawai

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Klaten, Rijana, menjelaskan peningkatan pelanggaran terjadi akibat pemberlakuan PP No 53/2010 tentang Disiplin PNS (www.solopos.com). Contoh yang lain yaitu di Kabupaten Sambas, dimana Pemerintah kabupaten Sambas telah serius menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Komitmen ini dibuktikan dengan menindak tegas dua PNS. Dalam sanksi tersebut seorang mendapat pemberhentian dan seorang lagi mendapatkan hukuman penurunan pangkat. Pemerintah Kabupaten Sambas memberikan sanksi terhadap salah satu PNS tersebut dituangkan dalam SK Bupati Sambas Nomor 880/16/Tahun 2011 tentang Pemberhentian Tidak Hormat Atas Permintaan Sendiri Sebagai PNS, karena melanggar ketentuan pasal 3 angka 4 dan 6 PP 53/2010. Sedangkan seorang PNS lagi, mendapat sanksi penurunan pangkat sesuai SK Bupati Sambas Nomor 862.1/17/Tahun 2011 tentang Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah Selama 3 Tahun (http://www.equator-news.com). Bila mengacu kepada PP No. 53 Tahun 2010, maka salah satu pihak yang sangat berperan dalam penegakan disiplin PNS adalah atasan, terutama atasan langsung. Dalam Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin yang tertuang dalam pasal 30 dan 31 dalam aturan ini, peran atasan langsung sangat urgen dalam penegakan disiplin PNS. Ini berarti bahwa, penegakan disiplin PNS dalam lembaga pemerintahan, tergantung pada upaya pembinaan yang dilakukan oleh atasan PNS tersebut. Kondisi ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pasal 4 PP No. 60 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, salah satu caranya adalah melalui penegakan integritas dan nilai etika. Penegakan integritas dan nilai etika yang dimaksud adalah dengan menyusun dan menerapkan aturan perilaku, serta menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku yang telah disusun sebelumnya. Hal ini ditegaskan dalam pasal 5 PP No. 60 Tahun 2008.

Penerapan sanksi disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin. Yang tak kalah pentingnya dalam penegakan integritas dan nilai etika ini adalah, bagaimana agar atasan bisa menjadi role mode bagi para bawahannya. Atasan dituntut untuk memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah, dengan demikian bawahan mempunyai anutan dalam penegakan disiplin dan nilai etika ini. Sebab bila atasan hanya mampu memberi nasehat dan teguran kepada PNS yang malas atau melakukan tindakan indisipliner lainnya tanpa disertai dengan tindakan tegas terhadap perilaku tidak disiplin yang dipraktekkan oleh bawahan, maka dapat dipastikan bahwa perilaku tidak disiplin itu akan menjadi ibarat virus yang menggerogoti. Sebab, yang rajin akan ikut-ikutan menjadi malas karena tidak adanya perbedaan perlakuan antara yang disiplin dan yang tidak disiplin. Di samping itu, pemberian motivasi secara kontinu juga tidak kalah penting dalam meningkatkan sikap disiplin bawahan. Motivasi ini dapat menjadi pendorong bagi bawahan untuk bekerja secara profesional guna mendapatkan hasil yang terbaik. Bila motivasi bawahan terbangun dengan baik, maka tentu kinerjanya juga akan meningkat Bila atasan sudah menyusun dan menerapkan aturan prilaku, serta memberikan keteladanan dalam penegakan aturan tersebut, namun bawahan tetap saja ngeyel dan melakukan pelanggaran disiplin baik dalam bentuk ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja, maka penegakan disiplin dalam bentuk pemberian hukuman disiplin merupakan hal yang tak terhindarkan. Pemberian hukuman disiplin dilakukan secara berjenjang oleh atasan langsung masing-masing sebagaimana ditegaskan dalam pasal 15 sampai pasal 20 PP No. 53 Tahun 2010. Bahkan apabila atasan langsung sebagai Pejabat yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, maka pejabat tersebutlah yang dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.

Bentuk hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada pejabat yang mangkir dari kewajibannya untuk memberikan hukuman disiplin, sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Beberapa kasus yang terjadi di depan mata kita menjadi bukti nyata bahwa terkadang pilihan sanksi yang diberikan tidak pas. Misalnya sanksi yang dijatuhkan adalah teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Apakah ini akan untuk memberi cukup efek jera? Bagaimana dengan bawahan yang sudah tebal muka dan bertelinga panci? Ini tentu membutuhkan seni menghukum dari atasan. Banyak PNS yang apabila sekedar mendapatkan teguran lisan, teguran tertulis dan penyataan tidak puas secara tertulis dari atasan, menganggap hanya seperti angin lalu saja. Disinilah peran dan kewibawaan seorang atasan dipertaruhkan. Mampukah dia sebagai atasan memberi motivasi yang membangun kesadaran bawahannya dan bukan hanya karena takut kena sanksi? Ini membutuhkan konsistensi sikap dan perilaku atasan untuk menjadi role of model dari aturan yang ingon diterapkan. Kalau seorang atasan mampu menjadi contoh yang baik bagi bawahannya, maka aturan disiplin yang ingin diterapkan akan mudah tersosialisasi dengan baik. Tapi, bagaimana kalau justru sang atasan yang lebih banyak melakukan pelanggaran? Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa, peran atasan dalam penegakan displin PNS sangat urgen dan mendasar. Sebab disamping mereka harus menyiapkan aturan prilaku, mereka juga harus memberi keteladanan, bahkan mereka juga harus siap memberikan hukuman, sebab bila tidak, maka merekalah yang pantas diberi hukuman disiplin oleh atasannya. Jadi disiplin dan tidaknya bawahan merupakan cerminan kedisiplinan atasannya. Rendahnya kinerja birokrasi pemerintahan dan banyaknya pelanggaran terhadap peraturan kepegawaian yang dilakukan pegawai negeri sipil merupakan patologi birokrasi yang memang telah terjadi sejak lama. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya pembinaan yang dilakukan terhadap pegawai negeri sipil. Menurut J.B Sumarlin menyatakan, bahwa agar PNS dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka pembinaan harus diarahkan untuk menjamin (Sudibyo Triatmodjo, 1983:93), antara lain :

1. Agar satuan organisasi lembaga pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang rasional berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang

dibebankan kepadanya. 2. Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh PNS artinya bahwa semua PNS berlaku ketentuan yang sama. 3. Pembinaan PNS atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja. 4. Pengembangan sistem penggajian yang mengarah pada penghargaan terhadap prestasi dan besarnya tanggung jawab. 5. Melaksanakan tindakan korektif yang tegas terhadap norma-norma hukum dan norma-norma kepegawaian. 6. Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem pengawasannya. 7. Pembinaan kesetiaan dan ketaatan penuh pegawai negeri terhadap negara dan pemerintah. Sehingga dalam penerapan sanksi hukuman dalam menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum sebelumnya wajib memeriksa terhadap tersangka yang telah melanggar ketentuan, tujuannya ialah untuk mengetahui apakah yang bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong dilakukan pelanggaran tersebut (Sudibyo Triatmodjo, 1983:166). Hukuman yang dapat dijatuhkan sebagai sanksi terhadap pelanggaran disiplin PNS ialah teguran lisan, teguran tertulis, pernyataan tidak puas, terhadap

penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pemindahan sebagai hukuman, pembebasan tugas, dan pemberhentian. Selain dari pada keharusan, larangan, sanksi dalam peraturan disiplin PNS juga diatur tentang pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin dan tata cara

mengajukan keberatan/pembelaan, apabila seorang PNS tidak menerima disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Sedangkan hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Sanksi disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Apabila seorang atasan menegur bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin.

Sedangkan hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Sanksi disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Maka semua jenis hukuman disiplin ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang. Sanksi disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Selain itu juga, penerapan sanksi dilakukan oleh pimpinan dengan beberapa tahapan yaitu : 1. Apabila terdapat Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaksanakan tugas, maka pimpinan memanggil secara kekeluargaan maupun secara kedinasan dan ditanyakan apa penyebab atau masalah yang dihadapi pegawai yang bersangkutan sehingga tak menjalankan tugasnya dan dibantu dicarikan solusinya. 2. Dilanjutkan dengan peringatan secara lisan sebanyak 3 (tiga) kali. 3. Kalau tidak ada perubahan, maka pimpinan melanjutkan dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali. 4. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tetap malas berkantor, maka sanksi awal dalam pimpinan mengusulkan untuk penahanan gaji berkala, dilanjutkan dengan penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat dan terakhir mengusulkan untuk pemecatan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sanksi disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dari untuk paling lama satu tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin tersebut selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani sanksi disiplin.

Sanksi disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat untuk dipertimbangkan. Sedangkan sanksi disiplin yang berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk masa sekurangkurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk paling lama 1(satu) tahun, setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan sendirinya kembali pada pangkat yang semula. Apabila putusan berupa sanksi yang dikeluarkan kepada seorang pegawai negeri sipil ternyata tidak diterima maka pegawai negeri sipil tersebut dapat melakukan gugat balik ke PTUN. Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan keberatan yaitu pegawai negeri sipil yang diberhentikan dengan hormat dan tidak dengan hormat. Sementara penurunan pangkat tidak bisa mengajukan keberatan karena obyek pelanggarannya sudah jelas, misalnya pegawai negeri sipil yang tidak melaksanakan tugas 2 (dua) bulan berturut-turut.

C.

Penutup Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri

sipil merupakan suatu aturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai negeri sipil. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan pegawai negeri sipil yang

melanggar ketentuan peraturan pegawai negeri sipil baik yang dilakukan di dalam maupun di luar kerja. Pegawai Negeri Sipil baik pusat maupun daerah mempunyai kewajiban setia dan taat pada pancasila dan UUD 1945, Negara pemerintah serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan haknya adalah mendapatkan gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Peran atasan dalam penegakan displin PNS sangat urgen dan mendasar. Sebab disamping mereka harus menyiapkan aturan prilaku, mereka juga harus memberi keteladanan, bahkan mereka juga harus siap memberikan hukuman, sebab bila tidak, maka merekalah yang pantas diberi hukuman disiplin oleh atasannya. Rendahnya kinerja birokrasi pemerintahan dan banyaknya pelanggaran terhadap peraturan

kepegawaian yang dilakukan pegawai negeri sipil merupakan patologi birokrasi yang memang telah terjadi sejak lama. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya pembinaan yang dilakukan terhadap pegawai negeri sipil.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan artikel Ahmah Ghufron dan Sudarsono, 1991. Hukum Kepegawaian di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Equator News, Terapkan PP 53/2010, Dua PNS Disanksi Disiplin, diunduh pada http://www.equator-news.com/ Jumat, 11 November 2011 Sudibyo Triatmodjo. 1983, Hukum Kepegawaian Mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil, Ghalia Indonesia, Jakarta. Solopos, Pelanggaran Disiplin PNS Meningkat, diunduh pada http://www.korano.com/category/solopolitan Kamis, 12/1/2012

Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Você também pode gostar