Você está na página 1de 17

ALIZARIN RED

Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten : Suminar Sundari M.H. : B1J009013 : IV :2 : Lisa Dwi Fanesia

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2010

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alizarin Red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang yang diwarnai oleh Alizarin Red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Proses kalsifikasi atau terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra membran dan osifikasi endokondral. Osifikasi intra membran merupakan proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Sedangkan osifikasi endokondral yaitu proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Tulang adalah jaringan ikat khusus. Dalam hal ini matriks tulang dimineralisasi oleh garam organik, terutama kalsium fosfat. Kalsium hidroksi apatite yang khusus membentuk kekuatan tulang dan membuat tulang menjadi kokoh. Komponen matriks eksternal utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium. Proses pengendapan garam-garam kalsium terjadi secara berangsur-angsur. Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh. Tulang sifatnya keras dan kaku, tetapi tulang juga mempunyai sifat elastis tertentu. Tulang membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai tempat perlekatan dan pengungkit otot serta menyokong tubuh melawan gravitasi. Rangka tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi otak dan medula

spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks sebagai baju pelindung. Pembentukan tulang melalui dua cara, yaitu melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteoblas (osifikasi intra membranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah primer atau muda. Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak lama kemudian diganti oleh jenis tulang berlamel yang tetap, yang kemudian disebut tulang sekunder. Proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tulang sangat tergantung pada mineralisasi matriks ekstrasel. Komponen matriks ekstrasel utama berperan dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium. embrio ayam, sumber Kalsiumnya adalah Ca-karbonat pada cangkang sedangkan pada embrio mamalia Kalsium ditransfer dari tubuh induknya melalui plasenta. Pada praktikum Alizarin Red kali ini, menggunakan ikan lele (Clarias batrachus) dan ikan nilem (Ostheocilus hasselti), alasannya karena ikan Lele dan Ikan Nilem mempunyai struktur tulang yang mudah diamati sehingga mempermudah untuk mengetahui jenis-jenis tulang dalam ikan tersebut.

B. Tujuan Praktikum kali ini bertujuan untuk mengerjakan prosedur pewarnaan Alizarin Red dan mengamati proses kalsifikasi tulang pada ikan lele (Clarias batrachus).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis tulang yang terdapat dalam ikan lele menurut Radiopoetro (1986) yaitu vertebrae, tulang rusuk, tulang cranial, tulang penyokong sirip caudal, tulang anal, tulang dorsal dan tulang pectoral. Tulang merupakan hasil perkembangan dari kartilago atau lanjutan dari sel-sel mesenkim embrional (membran tulang). Kartilago dan sel-sel mesenkim embrional tersebut diproduksi oleh sel-sel tulang (osteoblast). Tulang dilapisi oleh fibrous periosteum. Subtansi mineralnya disimpan dalam lapisan tipis atau lamela. Lamela-lamela bentuk silindris membentuk sistem-sistem haversi, yang bagian tengahnya terdapat Canal Haversi. Matriks tulang mengandung unsurunsur yang sama seperti dengan jaringan penyambung lainnya serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblas disebut osifikasi dan pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambungan lain seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Osifikasi intra membranosa, bersumber hampir semua tulang pipih, disebut demikian karena berlangsung di dalam daerah-daerah pemadatan jaringan mesenkim. Tulang frontal dan parietal tengkorak, selain bagian osifital dan temporal dan mandibula serta maksila dibentuk melalui osifikasi intra membranosa juga mengatur pertumbuhan tulang-tulang pendek dan penebalan tulang-tulang panjang. Penulangan endokondral terjadi setelah peletakan matriks tulang, bertumbuh lagi bila diperlukan. Model tulang rawan awal, semua dibungkus oleh perikondrium akan membesar melalui pertumbuhan intertisial dan pertumbuhan aposisional. Pewarnaan alizarin red ini digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang ikan lele. Tulang yang diwarnai menggunakan alizarin red akan berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat warna yang diberikan terikat oleh Kalsium pada matriks tulang

(Jasin, 1989). Teknik pewarnaan pada tulang dengan zat warna alizarin red. Bagian dalam modifikasi yang berwarna merah, seperti tulang cranial, tulang dorsal, tulang anal, tulang pectoral, tulang rusuk, vertebrate dan tulang penyokong sirip caudal (Sukra, 2000).

III. MATERI DAN METODE A.Materi

Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah alat bedah, mangkuk, tempat spesimen berupa 8 botol air mineral 330 ml, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah ikan nilem yang masih kecil, larutan alkohol 95%, larutan pewarna Alizarin Red; larutan penjernih A (gliserin 20 bagian + KOH 4% 3 bagian + akuades 77 bagian); larutan penjernih B (gliserin 50 bagian + KOH 4% 3 bagian + akuades 47 bagian); larutan penjernih C(gliserin 75 bagian + akuades 25 bagian); larutan KOH 1%; larutan gliserin murni; dan akuades. B.Metode 1. Ikan lele diletakkan di mangkuk. 2. Ikan lele diletakkan di dalam mangkuk yang berisi air es, supaya ikan mati. 3. Ikan lele kemudian dimasukkan ke dalam cup yang telah diisi larutan alkohol 95%. Rendam ikan lele dalam larutan alkohol 95% ini selama kurang lebih 12 jam. 4. Larutan alkohol dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan aquades selama 10 menit. 5. Larutan aquades dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan KOH 1 % dan dibiarkan selama 12 jam hingga otot menjadi transparan. 6. Larutan KOH 1% dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan larutan alizarin red hingga skelet berwarna merah tua selama 12 jam. 7. Larutan alizarin red dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan KOH 2 % selama 6 jam. 8. Larutan KOH 2% dibuang, lalu ikan lele di rendam dengan menggunakan larutan penjernih A, B, C, masing-masing selama 3 jam. 9. Ikan diamati bagian yang mengalami kalsifikasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Keterangan : A. Gambar ikan dimatikan dalam air es B. Gambar ikan setelah dimasukkan alkohol 95% C. Gambar ikan setelah dimasukkan aquades D. Gambar ikan setelah dimasukkan KOH 1% E. Gambar ikan setelah dimasukkan Alizarin Red F. Gambar ikan setelah dimasukkan KOH 2% G. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih A H. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih B I. Gambar ikan setelah dimasukkan Larutan Penjernih C J. Gambar ikan tulang yang terwarnai

Gambar 1. (I) Tulang Ikan Nilem Yang Terwarnai (Skematis)

Tabel 1. Data Pengamatan Tulang Yang Terkalsifikasi Rombongan IV No 1 Kelompok I Jenis Ikan Nilem Tulang Yang Terwarnai Cranial, vertebrae, tulang rusuk, tulang

penyokong sirip ekor, tulang rongga mata, sirip ekor. Cranial, vertebrae, tulang rusuk, sirip dorsal dan

II

Lele

dorsal, sirip anal, tulang penyokong sirip caudal, sirip caudal, sirip pectoral. Vertebrae, tulang rusuk, carnial, tulang

3 4 5

III IV V

Nilem Lele Nilem

penyokong Crania, sirip ekor dan sirip caudal, tulang rusuk, tulang rongga mata, tulang belakang. Tulang rusuk, vertebrae, tulang penyokong sirip ekor.

B. Pembahasan Tulang merupakan komponen utama dalam kerangka tubuh. Tulang merupakan bentuk khusus dari jaringan penyambung padat, tulang membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai perlekatan otot serta penyokong tubuh melawan gravitasi (Subowo, 1992). Pembentukan tulang terjadi dengan dua cara. Cara pertama yaitu osifikasi intra membran (membranous) di mana tulang terbentuk melalui konversi langsung dari

jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang. Atau dapat dikatakan pembentukan tulang dengan jalan transformasi jaringan pengikat fibrosa. Cara yang kedua yaitu osifikasi endokondral, yakni pembentukan tulang di mana sel-sel mesenkim berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah menjadi jaringan tulang (Junquiera and Carneiro, 1982). Tulang adalah satu fitur kunci yang dapat mengetahui evolusi hewan bertulang belakang, fitur ini diperoleh dari rangka atau ukuran tulang yang mengalami perubahan pada ukuran, dimensi keseluruhan dari satu tulang dan bentuk tulang (Kimmel, 2005). Pada praktikum kali ini preparat yang digunakan adalah Ikan Lele (Clarias batrachus), klasifikasi ikan lele menurut Junquiera and Carneiro (1982) adalah: Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata

Sub-phyllum : Vertebrata Klas : Sub-klas : Ordo : Sub-ordo : Familia : Genus : Species : Pisces Teleostei Ostariophysi Siluroidea Clariidae Clarias Clarias batrachus

Larutan yang digunakan dalam pewarnaan alizarin red adalah larutan alkohol 95%, larutan KOH 1%, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A, B, dan C. Larutan alkohol 95% berfungsi sebagai fiksatif. Larutan ini digunakan untuk

merendam ikan lele selama 12 jam. Larutan KOH 1% digunakan untuk merendam ikan lele selama 12 jam setelah ikan lele direndam dalam larutan alkohol 95% selama 12 jam. Ikan lele dibiarkan dalam larutan ini hingga otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat jelas. Larutan alizarin red berfungsi untuk merendam ikan lele selama 12 jam setelah ikan lele direndam larutan KOH 1% hingga ikan lele berwarna merah tua atau ungu. Larutan penjernih A, B, C berfungsi untuk mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak bersih transparan. Larutan penjernih C dapat digunakan sebagai pengawet karena mengandung gliserin dalam jumlah banyak. Larutan diganti dengan menggunakan gliserin murni yang berfungsi sebagai fiksatif atau pengawet sehingga ikan tidak akan mudah hancur (Soeminto, 2000). Perlakuan pertama-tama pada pukul 08.30 Ikan Lele direndam air dingin sampai mati dan tepat jam 09.00 Ikan Lele dimasukkan kedalam larutan alkohol 95% untuk menetrasi sel tanpa merubah strukturnya selama 12 jam dan hasil perubahannya warna pada ikan menjadi putih pucat, sel-selnya mati tetapi strukturnya tetap. Perlakuan berikutnya dilakukan pemberian akuades pada pukul 21.00 untuk penetralan selama 10 menit dan hasil perubahannya warna pada ikan nilem lebih terang dibandingkan saat setelah diberi alkohol, selanjutnya pemberian larutan KOH 1% pada pukul 21.10 untuk mentransfarankan otot selama 12 jam dan hasil perubahannya tubuh menjadi transparan, skeleton sudah terlihat (warna hitam) dan sisik mulai mengelupas. Tepat pukul 09.10 dilakukan pemberian larutan alizarin red 2% selama 12 jam dan hasil perubahannya sisik-sisik serta daging pada ikan mengelupas dan yang tersisa hanya kepala beserta tulang lainnya, warnanya menjadi sangat merah. Tahap selanjutnya pemberian KOH 2%, tetapi kelompok 2 tidak menggunakan larutan KOH 2% dikarenakan kulit dan daging ikan yang sudah mulai

mengelupas, lalu kelompok 2 langsung menggunakan larutan perjernih. Hari berikutnya tepat pukul 21.10 dibeikan larutan A selama 3 jam dan hasil perubahannya warna merah yang berlebih menjadi berkurang dan warna dan bentukya sama seperti sebelumnya, tulang dan skeleton menjadi semakin jelas. Kemudian pemberian larutan B pukul 00.10 selama 3 jam dan hasil perubahannya warna pada ikan nilem sudah semakin jernih tetapi masih ada sisa-sisa (kotoran), selanjutnya pemberian larutan C pukul 03.10 selama 3 jam pula dan hasil perubahannya warna ikan nilem menjadi jernih tanpa sisa-sisa kotoran daging dan sisik yang mengelupas, tulang semakin keras karena ada sedikit bahan pengawet. Hasil dari praktikum kelompok 2, rombongan IV, tulang yang terwarnai adalah Cranial, Tulang Rusuk, Tulang Penyokong, Sirip Dorsal dan Dorsal, Sirip Anal, Tulang Penyokong Sirip, Caudal, Sirip Caudal, dan Sirip Pectoral. Hasil ini sama dengan kelompok 4 yang menggunakan preparat Ikan Lele, hanya saja preparat Ikan Lele milik kelompok 4 sudah hancur, hal ini disebabkan karena terlalu lamanya ikan direndam dalam larutan KOH. Hasil dari kelompok lain seperti kelompok 1, kelompok 3 dan kelompok 5, yang menggunakan Ikan Nilem ( Ostheocilus hasselti) adalah sama, beberapa tulang seperti Tulang Rusuk, Vertebrae, dan Tulang Penyokong sudah tampak. Praktikum kali ini diperoleh hasil sesuai dengan standard karena hasilnya hampir semua tulang yang terwarnai dari beberapa kelompok. Tulang yang terwarnai pada ikan lele adalah tulang cranial, vertebrate, tulang rusuk dan penyokong ekor. Pengamatan ikan terdapat ikan yang tidak utuh atau tinggal tulangnya saja, ini disebabkan beberapa hal yaitu, pada saat perendaman di larutan KOH terlalu lama yang mengakibatkan kulit dan daging ikan terkelupas dari tubuh ikan. Kebanyakan pada ikan nilem hanya tinggal tulangnya saja ini dimungkinkan dalam perlakuan ikan

terlalu lama direndam dengan alkohol sehingga dagingnya menjadi lunak. Perendaman dengan KOH pun kemungkinan terlalu lama sehingga daging yang seharusnya transparan justru menjadi hancur. Faktor-faktor yang mempengaruhi kalsifikasi : makanan yang berpengaruh dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya berlaku terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral seperti kalsium dan fosfor yang merupakan komponen-komponen anorganik utama dari tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor dalam makanan mengakibatjkan pelanggaran dan kerapuhan tulang. Saat situasi dimana kalsium cukup tetapi vitamin D kurang terjadilah gangguan dalam penyerapan mineral. Kalsitonin, hormon paratiroid dan vitamin D yang bertanggungjawab terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal yang akan mempengaruhi proses kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel folikuler dari kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam menurunkan kadar kalsium darah yang menghambat resorpsi tulang sehingga mempengaruhi proses kalsifikasi (Jasin, 1989). Jika matriks dan sel sudah terbentuk, jaringan mengalami kalsifikasi ( pengapuran), yaitu mineral diendapkan dalam bentuk hidroksi apatit (Ca3[PO4]2)3Ca(OH)2. Disamping itu, mineral tulang juga dapat mengandung kation-kation lain seperti natrium, magnesium, karbonat dan sitrat. Mekanisme pengendapan garamgaram tulang tidak diketahui, meskipun banyak teori telah dikembangkan untuk menerangkan prosesnya. Kesulitan utama untuk menerangkan bagaimana tulang dan unsure-unsur lain bermineralisasi. Kenyataan bahwa cara sebenarnya untuk mentranspor mineral-mineral itu dari cairan jaringan ke matriks yang mengalami mineralisasi itu, sampai sekarang belum terungkap (Junquiera dan Carneiro, 1982). Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan-jaringan

penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Jika kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah itu disebut osteoid (Bevelander & Ramelay, 1988). Tulang itu terbentuk di bawah pengaruh kegiatan osteoblas dalam tahap pembentukan matriks dan mineralisasi. Pembentukan matriks melibatkan biosintesa dari kolagen-kolagen dan dari proteoglikan (glikoprotein) dari bahan dasar. Mineralisasi melibatkan pengendapan suatu trikalsium fosfat amorf yang perlahanlahan diubah menjadi hidroksi apatit kristalin. Osteoblas tampaknya membentuk suatu pagar rintangan antara permukaan tulang yang sedang berkembang dengan jaringan penyambung dan pembuluh-pembuluh darah sumsum. Berbatasan dengan osteoblas itu terdapat suatu lapisan matriks yang tidak termineralisasi (lapisan osteid), yang terpisah dari tulang yang termineralisasi, yang dikenal sebagai medan mineralisasi. Serat-serat retikulertelah ditambahkan pada matriksnya dari mesenkima sekitarnya untuk melahirkan apa yang disebut serat-serat osteogen di mana kemudian terjadi kalsifikasi (pengapuran). Menurut Huffman (2007), tulang merupakan jaringan vaskuler unik yang mengalami mineralisasi sebagai bagian dari proses perkembangannya. Mineral pada tulang memiliki peran penting terhadap fungsi tulang belakang, termasuk menyokong struktural, penyimpanan reversibel kalsium dan fosfor, dan tempat menyimpan kandungan logam dan karbon. Jaringan tulang terdiri dari : Osteoblast : memproduksi dan memineralisasi tulang baru. Osteoclast : tempat penyimpanan tulang.

Osteocytes : Osteoblast dewasa yang menjaga viabilitas tulang

Objek dari studi ini adalah untuk menandai sel tulang tumbuh di dua media kultur, dan untuk menentukan konsentrasi yang efektif tentang OP-1 di pertumbuhan dari sel osteo-1. Sel tulang tikus yang subcultured (osteo-1) tumbuh di Eagles dimodifikasi-alfa yang minimal medium penting (a-MEM) dan medium Eagles Dulbeccos yang dimodifikasi (DMEM) dan isi total protein, aktivitas phosphatase yang bersifat alkali dan pembentukan bongkol mineral yang kecil-kecil dievaluasi setelah 7, 14 dan 21 hari. Sel diunjukkan ke konsentrasi yang berbeda tentang rhOP1 untuk 1, 3, 5 dan 7 hari dan yang dibandingkan dengan kendali yang tidak diperlakukan. Osteo-1 sel yang diperkenalkan suatu peningkatan yang signifikan pada aktivitas phosphatase yang bersifat alkali diamati pada 21 hari (Togashi et al. 2007).

V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses pembentukan tulang melalui dua cara yaitu osifikasi intra membrane dan osifikasi endokondral. 2. Pewarnaan Alizarin Red digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang ikan lele. 3. Ikan yang digunakan dalam praktikum ini telah mengalami kalsifikasi dengan adanya warna merah tua pada ikan yang telah diberi pewarnaan Alizarin Red.

4. Berdasarkan hasil percobaan, tulang yang telah mengalami kalsifikasi yaitu tulang cranial, tulang rusuk, vertebrate dan tulang penyokong sirip caudal.

B. Saran Praktikum alizarin red menggunakan ikan cukup sulit karena praktikum ini pertama kali dilakukan oleh angkatan kami, bahkan tidak dilakukan oleh angkatan di atas kami, maka dari itu hendaknya para asisten lebih memberi pengarahan agar praktikan tidak kebingungan dalam mengerjakan laporan.

DAFTAR REFERENSI Djuhanda, T. 1982. Anatomi Perbandingan Vertebrata 1. Armico : Bandung. Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen. Huffman, et al. 2007. Association of Specific Proteolytic Processing of Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with mineralization within Biomineralization Foci. The journal of biological chemistry. Vol. 282, No . 36, Pp. 2600226013. Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya. Jessop, N.M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd, Singapore. Junquiera, L. C. and J. Carneiro. 1982. Histologi Dasar Edisi 3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta Karyadi, B, dkk. 2008. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. UNIB, Bengkulu.

Kimmel, C.B, et al. 2005. Evolution and Development of Facial Bone Morphology In Threespine Sticklebacks. Institut of Neuroscience and Center for Ecology and Evolutionary Biology, Univercity of Oregon, Eugene OR 97403, Vol 102, No 16, 5791-5796. Pattern, B.M. 1971. Early Embriology of The Chick. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New Delhi. Radipoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta. Storer, et al. 1978. General Zoology. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New York. Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara , Jakarta. Sukra, Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Seominto. 2002. Biologi Purwokerto. Perkembangan. Universitas Jenderal Soedirman,

Yatim, W. 1983. Embryology. Tarsito, Bandung.

Você também pode gostar