Você está na página 1de 53

BAB I STATUS PEMERIKSAAN PASIEN DEPARTEMEN BEDAH RSAL Dr.

MINTOHARDJO

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Agama Status Alamat Pekerjaan Tgl. Masuk RS Ruangan : Tn. Sugiman : 62 Tahun : Laki-laki : Islam : Menikah : Jl Delima no.17 RT 10/01 Kec. Kembangan Kel. Srengseng : Karyawan Swasta : 12 November 2012 : P. Salawati

II.

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 November 2012, pukul 14.00 WIB.

Keluhan Utama

: BAK hanya menetes sejak 1 tahun SMRS

Keluhan Tambahan : Nyeri perut bagian bawah

A. Riwayat Penyakit Sekarang OS datang ke UGD Rumah Sakit RSAL Mintohardjo dengan keluhan BAK menetes sejak 1 tahun SMRS. Keluhan ini disertai nyeri di daerah perut bagian bawah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

dan nyeri tidak menjalar. OS mengaku ketika BAK harus menungu dulu agar air kencingnya dapat keluar meskipun hanya menetes. OS juga tidak pernah mengeluh nyeri didaerah punggung, demam, mual, maupun muntah, OS tidak pernah mengeluh terasa panas atau nyeri disekitar kemaluan saat berkemih. Sekitar 2 minggu sebelum OS pergi ke IGD RSAL dr. Mintohardjo, OS sudah berobat ke RS Permata Hijau dengan keluhan sulit BAK dan keluar batu saat BAK. OS didiagnosis memiliki batu saluran kemih dan mengaku dirawat selama 3 hari di RS tersebut dan dipasang selang kateter pada alat kelaminnya. Setelah 3 hari dirawat di RS tersebut, OS kemudian diperbolehkan pulang. Setelah kurang lebih 4 hari pulang ke rumah, OS kemudian pergi ke klinik 24 jam untuk mencabut kateternya tersebut. Menurut pengakuan OS, kira-kira pada tanggal 11 November pukul 10.00 pagi, OS mengalami kesulitan lagi dalam BAK, kemudian OS pergi dengan inisiatif sendiri ke RSAL dr Mintohardjo untuk mendapat penanganan lebih lanjut. OS merasakan nyeri saat BAK.. OS tidak pernah mengalami kecelakaan atau jatuh yang mengenai kemaluannya,. Pasien mengaku selama satu tahun kesulitan berkemih, pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan herbal sebanyak 2 kali untuk mengurangi keluhannya. Keluhan BAKnya sedikit membaik saat minum obat-obatan herbal tersebut, namun keluhan pasien timbul kembali jika obat-obatan herbal tersebut telah habis. Pasien mengaku memiliki kebiasaan sering menahan BAK dan juga jarang mengkonsumsi air mineral, hanya sebanyak 3-4 gelas perhari.

B. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit Vesicolith (+) Riwayat penyakit Hipertensi disangkal Riwayat penyakit Diabetes Melitus disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit paru disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Riwayat penyakit infeksi saluran kemih disangkal Riwayat trauma pada bagian perut bawah disangkal Riwayat batuk-batuk lama disangkal Riwayat alergi disangkal

C. Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien Tidak ada riwayat keganasan

D. Riwayat Pengobatan Pasien mengaku sudah 2 kali mengkonsumsi obat-obatan herbal dalam satu tahun untuk mengatasi keluhannya, namun keluhan tersebut tidak kunjung membaik.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum Kesadaran Tinggi Badan Berat Badan BMI

: Tampak sakit sedang : Compos Mentis : 170cm : 65 kg : 22,49 Gizi baik

Tanda Vital Tekanan darah : 130/80 mmHg

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Nadi Suhu Pernapasan

: 80 x/menit : 36 C : 20 x/menit

A. Status generalis Kulit Warna Effloresensi Jaringan Parut : Sawo matang : Tidak ada : Tidak ada Pigmentasi : Merata

Lapisan Lemak : Distribusi merata Pembuluh darah : Normal Turgor Ikterus Edema Lain-lain : Baik : Tidak ikterus : Tidak edema : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Merata Suhu Raba Keringat Lembab/Kering : Hangat : Umum : Lembab

Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar

Kepala Bentuk Rambut Mata : Normocephali Ekspresi wajah: Biasa

: Warna hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Exophthalmus Kelopak Konjungtiva Gerakan Mata Telinga Tuli Nyeri tekan tragus Serumen Perdarahan

: Tidak ada : Oedem negatif : Tidak anemis : Normal

Enopthalmus Lensa Sklera

: Tidak ada : Jernih : Tidak ikterik

: -/: tidak ada : +/+ : Tidak ada

Lubang Pendengaran Cairan

: Lapang : Baik : -/-

Hidung Dorsum nasi Septum nasi Mukosa hidung : Deformitas (-), perubahan warna (-), edema (-) : Terletak ditengah dan simetris : Hiperemis (-/-)

Mulut Bibir Langit-langit Faring : Normal : Normal : Tidak hiperemis Tonsil Gigi geligi Lidah : T1 T1, tenang : Normal : Tidak kotor

Leher Kelenjar Tiroid Kelenjar Limfe kanan Trakea : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Terletak di tengah

Thorax
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Bentuk Pembuluh darah Paru Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeks Palpasi kiri Perkusi Batas kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi Perut Inspeksi Palpasi Dinding perut Hati Limpa Ginjal Perkusi Auskultasi Refleks dinding perut

: Datar, tidak cekung, simetris, spider nevy (-) : Pelebaran pembuluh darah (-)

: Pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi : Vocal fremitus simetris pada dinding dada sebelah kanan dan kiri : Sonor di seluruh lapang paru : Suara nafas vesikuler, Wheezing (-/-), Ronki (-/-)

: Ictus cordis tidak terlihat, tidak ada lesi kulit atau bekas operasi : Teraba iktus cordis pada ICS V 1 cm medial dari linea midklavikula

: Sela iga V linea parasternalis kanan. : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri. : Sela iga II linea parasternalis kiri. : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

: tampak buncit

: Teraba supel, tidak ada defans muscular : Tidak teraba pembesaran : Tidak teraba membesar : Ballotement ginjal kanan dan kiri negatif, nyeri ketok CVA kanan dan kiri (-) : Timpani : Bising usus (+) normal : Normal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Anggota Gerak Lengan Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Petechiae : : : : : : : : normotoni eutrofi tidak ada kelainan aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada normotoni eutrofi tidak ada kelainan aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Kanan Kiri

Palmar eriteme : Lain-lain :

Tungkai dan Kaki Luka Varises Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Lain-lain : Petechiae : : : : : : : : : :

Kanan tidak ada tidak ada

Kiri tidak ada tidak ada

normotoni eutrofi normal aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada

normotoni eutrofi normal aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada

STATUS UROLOGI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

A. Regio CVA dextra-sinistra

Inspeksi Palpasi Perkusi

: Tidak terlihat edema : Nyeri tekan -/- , Ballotement -/: Nyeri ketok -/-

B. Regio supra pubis

Inspeksi Palpasi

: Tampak datar, tidak terlihat massa, tidak ada hematom dan jejas : Vesica urinaria tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

C. Regio genetalia eksterna Penis : Sirkumsisi (+), edema (-), kemerahan dan tanda-tanda radang (-)

Inspeksi

Scrotum

Inspeksi : Terdapat 2 testis berada pada scrotum, tidak ada tanda-tanda radang, udema (-) Palpasi : Tidak terdapat kelainan, nyeri (-)

Rectal Toucher Tonus M. Sphincter ani baik Mukosa recti licin Prostat: teraba membesar, simetris, konsistensi kenyal, nodul (-), nyeri(-)

B.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium, Tanggal 12 November 2012

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Pemeriksaan Gula Glucotest Pemeriksaan Kimia Darah Ureum Kreatinin Pemeriksaan Darah Rutin Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Laju Endap Darah 7.800/mm3 4,18 juta/mm3 12,7 g/dl 38 % 266.000 ribu/mm3 82 mg/L (5.000-10.000) (4,5-5,5) (P: 14-18 ; W: 12-14) (P: 43-51 ; W: 38-46) (150-400) (P: <10 ; W: <20) 26 mg/dl 1,0 mg/dl (17-43) (P: 0,9-1,3: W:0,6-1,1) 88 mg% (80-125)

Hitung Jenis Leukosit (Diff. Count) Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit -% -% 1% 73 % 20 % 6% (0-1) (2-4) (2-6) (50-70) (20-40) (2-8)

Hasil Laboratorium, Tanggal 13 November 2012 Pemeriksaan Kimia Darah Protein Total 6,2 g/dl Normal: 6,6 - 8,8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Albumin Globulin SGOT SGPT Gamma GT Asam Urat

4,0 g/dl 2,2 g/dl 16 u/l 15 u/l 27 u/l 5,6 mg/dl

Normal: 3,5 5,2 Normal: 2,6 3,4 Normal: (P < 35 ; W < 31) Normal: (P < 41 ; W < 31) Normal: ( P < 55 ; W < 38) Normal: (P: 3,6-8,2 ; W: )

Pemeriksaan Urine Lengkap Warna Eritrosit Glukosa Leukosit Bilirubin Berat jenis pH Protein Urobilinogen Nitrite Eritrosit/LPB Lekosit/LPB Epitel Bakteri Kristal Kuning keruh ++ 1, 025 5,5 + +/15-20 ++/25-30 ++ Uric acid + +/0-1/LPB +/1-5/LPB + -/Negatif -/Negatif Negatif -/Negatif 1,003 1,031 4,5 8,5 -/Negatif +

Silinder/LPB

Hasil Laboratorium, Tanggal 14 November 2012

Pemeriksaan Hematologi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

10

Perdarahan / Bleeding Time Pembekuan / Clothing Time

230 1200

Normal: Menit 1-6 Normal: Menit 10 - 16

Pemeriksaan Darah Rutin Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit LED ( Laju Endap Darah) Hitung Jenis Leukosit (Diff. Count) Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit -% -% 1% 60 % 34 % 5% Normal: 0 - 1 Normal: 2 4 Normal: 2 6 Normal: 50 70 Normal: 20 40 Normal:2 - 8 7.400 / mm3 4,68 juta/mm3 13,7 g/dl 41 % 282.000 ribu/mm3 87mg/L Normal: 5.000 10.000 Normal: 4,5 5,5 Normal: (P: 14 - 18 ; W: 12 16) Normal: (P: 43-51% ; W: 38 46%) Normal: 150 400 Normal: (P < 10 ; W < 20)

Hasil Laboratorium Tanggal 19 November 2012 Pemeriksaan Darah Lengkap Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit 8.300 / uL Normal: 5.000 10.000

4,41 juta/mm3 Normal: 4,5 5,5 12,8 39 % Normal: (P: 14 - 18 ; W: 12 16) Normal: (P: 43-51% ; W: 38 46%)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

11

Trombosit

257.000 ribu/mm3

Normal: 150 400

Hasil Laboratorium tanggal 20 November 2012 Pemeriksaan Darah Rutin Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit LED ( Laju Endap Darah) Hitung Jenis Leukosit (Diff. Count) Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit 2% 81 % 11 % 5% Normal: 0 - 1 Normal: 2 4 Normal: 2 6 Normal: 50 70 Normal: 20 40 Normal:2 - 8 8.400 / mm3 4,44 juta/mm3 13,1 g/dl 38 % 247.000 ribu/mm3 52 mg/L Normal: 5.000 10.000 Normal: 4,5 5,5 Normal: (P: 14 - 18 ; W: 12 16) Normal: (P: 43-51% ; W: 38-46%) Normal: 150 400 Normal: (P < 10 ; W < 20)

C.

Pemeriksaan Penunjang Cystogram, Tanggal 12 November 2012 Kesan: Tidak tampak kelainan

USG, Tanggal 13 November 2012

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

12

Kesan: BPH

Rontgen Thorax: tidak tedapat kelainan

D.

RESUME

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

13

OS datang ke UGD Rumah Sakit RSAL Mintohardjo dengan keluhan BAK menetes sejak 1 tahun SMRS. Keluhan ini disertai nyeri di daerah perut bagian bawah dan nyeri tidak menjalar. OS mengaku ketika BAK harus menungu dulu agar air kencingnya dapat keluar meskipun hanya menetes. OS juga tidak pernah mengeluh nyeri didaerah punggung, demam, mual, maupun muntah, OS tidak pernah mengeluh terasa panas atau nyeri disekitar kemaluan saat berkemih. OS mengaku telah mengkonsumsi obat-obatan herbal untuk mengobati keluhannya, namun keluhannya tidak kunjung membaik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pada status generalis dalam batas normal, sedangkan pada pemeriksaan status lokalis (Rectal Toucher) didapatkan Tonus Sphincter ani baik, mukosa rectum licin, tidak berbenjol-benjol, Prostat: teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata dan tidak nyeri.

E.

Diagnosa Kerja BPH

F.

Diagnosa Banding Striktur Uretra Uretrolithiasis

G.

Terapi A. Penatalaksanaan Operasi TURP Pengobatan Umum Bed Rest Infus RL 20 tpm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

14

Pasang kateter Medikamentosa Ceftriaxone 2 x 1 gram IV

H.

Prognosis a. Ad vitam b. Ad fungsionam c. Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

FOLLOW UP Tanggal 13/11/12 S: BAK terasa ngilu O: TD: 120/70 RR : 20x/menit A: P: periksa USG BPH ISK N: 80x/menit S: 36,8 C

Cystografi: tidak ada kelainan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

15

Pemeriksaan laboratorium dilengkapi

S : BAK terasa ngilu O : TD: 120/70 14/11/12 RR : 20x/menit A : BPH ISK P : Lapor dr. Emil Dinar Makotjo Sp.U S : Tidak ada keluhan O : TD: 110/60mmHg 18/11/12 RR : 20x/menit A : BPH ISK P: 19/11/12 S : Penis kadang terasa sakit O : TD: 110/70mmHg RR : 16x/menit A : Pre op TURP ISK P: 1. Bed rest total 2. Infuse dextrose 5% : RL = 3 :1 /24 jam 3. Diet biasa 4. Obat: - Cefotaxime 2x1 gr - Pronalges supp 3x1 supp - Nonflamin 2x1 - Harnal OCAS 1x1 N: 80x/menit S: 36,5 C N: 96x/menit S: 36 C N: 80x/menit S: 36,8 C

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

16

5. Cek Hb post op S : penis terasa sakit karen terpasang kateter O : TD: 110/70mmHg RR : 20x/menit 20/11/12 N: 80x/menit S: 36 ,8C

A : post op. TURP hari ke 1 P : terapi diteruskan Transamin Velchrome 3x25g Vit K 3x1 amp

S: Ujung penis terasa sakit O: TD: 130/80mmHg 21/11/2012 RR : 16x/menit N: 88x/menit S: 36 ,3C

A: Post op. TURP hari ke-2 Aff kateter

P: teruskan S: tidak ada keluhan O: TD: 120/80mmHg 23/11/2012 RR : 16x/menit N: 88x/menit S: 36C

A: Post op. TURP hari ke 3 P: PASIEN BOLEH PULANG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

17

BAB II PEMBAHASAN

I. ANATOMI KELENJAR PROSTAT Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

18

Gambar 1. Anatomi Prostat Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

19

Batas-batas prostat a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior. c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis. d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis. e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus. Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : a. Lobus medius b. Lobus lateralis (2 lobus) c. Lobus anterior d. Lobus posterior 5 zona pada kelenjar prostat: a. Zona Anterior atau Ventral . Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. b. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. c. Zona Sentralis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 20

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Peripheral zone Transition zone Urethra

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional d. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH). e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Aliran darah prostat Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

21

terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

II. FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3 DEFINISI Benigna prostat hiperplasia adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun (Lee, 2006). (2)

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar ETIOLOGI Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogenKepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

22

testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), (5) Teori Stem sel dan (6) Teori Reawakening.(3) Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.(3) Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.(3) Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.(3)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

23

Berkurangnya kematian sel prostat Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.(3) Teori sel Stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang meimiliki kemampuan untuk berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.(3) Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

24

FAKTOR PREDISPOSISI(2,3,4) Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : 1. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat. 2. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala.17 Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfareduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas. 3. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. 4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

25

meningkat menjadi 2-5 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2). 5. Obesitas Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis.6 Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. 6. Pola Diet Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit. 7. Aktivitas Seksual Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 26

hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron. 8. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. 9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. 10. Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.13 11. Penyakit Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.

PATOFISIOLOGI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

27

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. (3) Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.(3) Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. (3)

Hiperplasia Prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesika meningkat Buli-buli: Hipertrofi otot detrusor Trabekulasi Ginjal dan ureter: Refluks VU Hidroureter

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

28

Selula Divertikel buli-buli

Hidronefrosis Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

MANIFESTASI KLINIS a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)2,3,4 Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi . Obstruksi Hesistansi Pancaran miksi lemah Intermitensi Miksi tidak puas Distensi abdomen Terminal dribbling (menetes) Volume urine menurun Iritasi Frekuensi Nokturi Urgensi Disuria Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

29

Mengejan saat berkemih


Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu: Volume kelenjar periuretral Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat Kekuatan kontraksi otot detrusor Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.(2) Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain : 1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak) 2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat) 3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-) Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.(2,4)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

30

Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo.(2,4)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

31

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5 Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis). c. Gejala di luar saluran kemih Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2001). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

32

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.

Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

PEMERIKSAAN FISIK Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. 1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE ) Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan : Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal Adakah asimetri Adakah nodul pada prostat Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

33

Gambar. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya), permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadangkadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

34

f. Derajat berat obstruksi Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa. Kultur urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih buruk, dan (c)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

35

lebih mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.10

PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.

Gambar. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Foto polos abdomen (BNO) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. Pielografi Intravena (IVP) Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 36

Sistoskopi Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.(4)

Gambar. Gambaran sistoskopi benigna prostat hiperplasi

Transrektal Ultrasonografi (TRUS) Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain : Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur dari dasar sampai puncak. Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

37

Gambar. TransRectal Ultrasound

USG Transabdominal Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule. USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar. Gambaran USG Prostat normal

Gambar. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

38

Sistografi Buli

Gambar. Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia

PEMERIKSAAN TAMBAHAN LAIN Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur: Residual urin : Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi Pancaran urin/flow rate : Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi. II.11. DIAGNOSIS BANDING Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

39

salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandungkemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan sistokopi.

PENATALAKSANAAN Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. (3) Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicegah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

40

dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasive.(3) Observasi Watchful waiting Medikamentosa Penghambat adrenergi k Penghambat reduktese Fisioterapi Hormonal Operasi Prostatektomi terbuka Invasive minimal TUMT TUBD Stent uretra TUNA

Endourologi

1. TURP 2. TUIP 3. TULP Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna Watchful Waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), terlalu lama.(3) Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. Medikamentosa(2,3,4,5) Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

41

sebagai

komponen

static

dengan

cara

menurunkan

kadar

hormone

testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.

1. Penghambat reseptor adrenergik . Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obatobatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria

2. Penghambat 5 reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

42

Gambar. Model Aksi Penghambat 5 reduktase

Contoh obat penghambat 5 -reduktase berdasarkan tipenya : Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI 3. Fikofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. Terapi Invasif Minimal Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. Microwave transurethral Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 43

mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar. Microwave Transurethral

Transurethral jarum ablasi Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal / Transurethral needle ablation (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

44

Transurethral balloon dilation of the prostate Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan. Intra-Prostatic Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

Terapi Pembedahan Endourologi Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah: Retensi urine karena BPO Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat Hematuria makroskopik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 45

Batu buli-buli karena obstruksi prostat Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi Transurethral resection of the prostate (TURP)(4,5,7) Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%). TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.

Gambar. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

46

Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis.5 Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.5 Risiko terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan

Gambar. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP. Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum.5 Terapi Pembedahan Terbuka Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

47

yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%. Prostatektomi Terbuka Sederhana Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.5 Operasi Laser Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar. Operasi laser pada prostat

Interstitial laser coagulation

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

48

Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar. Interstitial Laser Coagulation

Potoselectif vaporisasi prostat (PVP) PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

KOMPLIKASI(2,3,4) Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

49

menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapatmenyebabkan hernia atau hemoroid. Jadi, dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:1 Inkontinensia Paradoks Batu Kandung Kemih Hematuria Sistitis Pielonefritis Retensi Urin Akut Atau Kronik Refluks Vesiko-Ureter Hidroureter Hidronefrosis Gagal Ginjal PENCEGAHAN Sekarang sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak,yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alphareduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar. Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

50

Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.

Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.

L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan kesusunan syaraf pusat.

Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain: Mengurangi makanan kaya lemak hewan Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai) Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari Berolahraga secara rutin Pertahankan berat badan ideal

PROGNOSIS Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada priasetelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

51

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery 8 th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005 2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344. 3. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto. 4. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara, Jakarta ; 161-703.
5. Benign

Prostatic

Hyperplasia.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview. 6. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994. 7. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

52

8. Ramon P, Setiono, Rona, Padjajaran ; 2002: 203-75.

Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas

9. Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17 10. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64. 11. Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-52.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

53

Você também pode gostar