Você está na página 1de 39

BAB I STATUS PEMERIKSAAN PASIEN DEPARTEMEN BEDAH RSAL Dr.

MINTOHARDJO

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Agama Status Alamat Pekerjaan Tgl. Masuk RS Ruangan No. RM : Tn. Mair Suharma : 69 Tahun : Laki-laki : Islam : Menikah : Jl. Swadarma III blok D 13 RT 009/009 : Pensiunan : 16 Desember 2012 : P. Salawati : 028750

II.

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Desember 2012, pukul 20.00 WIB.

Keluhan Utama

: Teraba benjolan didekat lipat paha kiri sejak 3 bulan SMRS

Keluhan Tambahan : -

A. Riwayat Penyakit Sekarang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

OS datang ke UGD Rumah Sakit RSAL Mintohardjo dengan keluhan teraba benjolan didekat lipat paha sebelah kiri sejak 3 bulan SMRS. Benjolan awalnya dirasakan tidak terlalu besar, namun lama kelamaan semakin membesar, konsistensi sedikit keras, dan tidak nyeri. OS mengaku bahwa benjolan dapat masuk sendiri pada saat beristirahat dan timbul kembali jika berdiri ataupun pada saat batuk ataupun mengejan. OS menyangkal adanya riwayat trauma (-) ataupun mengalami penurunan berat badan selama sakit. Keluhan demam (-), mual (-), muntah (-), ataupun keluhan pada saat BAB dan BAK disangkal oleh OS. B. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat post operasi prostat tanggal 12 Juni 2012 Riwayat penyakit Hipertensi disangkal Riwayat penyakit Diabetes Melitus disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat batuk-batuk lama disangkal Riwayat alergi disangkal Riwayat trauma disangkal

C. Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien Tidak ada riwayat keganasan

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Keadaan Umum Kesadaran Status Gizi Tanda Vital Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan

: Tampak sakit ringan : Compos Mentis : Cukup

: 130/90 mmHg : 88 x/menit : 36,3 C : 20 x/menit

A. Status generalis Kulit Warna Lapisan Lemak : Sawo matang : Distribusi merata Pigmentasi : Merata

Pembuluh darah : Normal Turgor Ikterus Edema Lain-lain : Baik : Tidak ikterus : Tidak edema : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Merata Suhu Raba Keringat Lembab/Kering : Hangat : Umum : Lembab

Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Ketiak Kepala Bentuk Rambut

: Tidak teraba membesar

: Normocephali

Ekspresi wajah:

Biasa

: Warna hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut

Mata Exophthalmus Kelopak Konjungtiva Gerakan Mata Telinga Tuli Pendengaran Perdarahan : -/: Baik : Tidak ada Lubang Cairan : Lapang : -/: Tidak ada : Oedem negatif : Tidak anemis : Normal Enopthalmus Lensa Sklera : Tidak ada : Jernih : Tidak ikterik

Hidung Dorsum nasi Septum nasi Mukosa hidung : Deformitas (-), perubahan warna (-), edema (-) : Terletak ditengah dan simetris : Hiperemis (-/-)

Mulut Bibir Langit-langit : Normal : Normal Tonsil Gigi geligi : T1 T1, tenang : Normal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Faring

: Tidak hiperemis

Lidah

: Tidak kotor

Leher Kelenjar Tiroid Kelenjar Limfe kanan Trakea : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Terletak di tengah

Thorax Bentuk Paru Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeks Palpasi kiri Perkusi Batas kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi Perut
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

: Datar, tidak cekung, simetris, spider nevy (-)

: Pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi : Vocal fremitus simetris pada dinding dada sebelah kanan dan kiri : Sonor di seluruh lapang paru : Suara nafas vesikuler, Wheezing (-/-), Ronki (-/-)

: Ictus cordis tidak terlihat, tidak ada lesi kulit atau bekas operasi : Teraba iktus cordis pada ICS V 1 cm medial dari linea midklavikula

: Sela iga V linea parasternalis kanan. : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri. : Sela iga II linea parasternalis kiri. : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Inspeksi Palpasi Dinding perut Hati Limpa Ginjal

: tampak datar

: Teraba supel, tidak ada defans muscular : Tidak teraba pembesaran : Tidak teraba membesar : Ballotement ginjal kanan dan kiri negatif, nyeri ketok CVA kanan dan kiri (-)

Perkusi Auskultasi Refleks dinding perut

: Timpani : Bising usus (+) normal : Normal

Anggota Gerak Lengan Otot Tonus Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Petechiae : : : : : : : normotoni tidak ada kelainan aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada normotoni tidak ada kelainan aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada Kanan Kiri

Palmar eriteme :

Tungkai dan Kaki

Kanan

Kiri

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Otot Tonus Massa Sendi

: : : : : : : normotoni eutrofi normal aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada normotoni eutrofi normal aktif normal (+5) tidak ada tidak ada tidak ada

Gerakan Kekuatan Oedem Lain-lain : Petechiae :

UROGENITAL

A. Regio CVA dextra-sinistra

Inspeksi Palpasi Perkusi

: Tidak terlihat edema : Nyeri tekan -/- , Ballotement -/: Nyeri ketok -/-

B. Regio genetalia eksterna Penis : Sirkumsisi (+), edema (-), kemerahan dan tanda-tanda radang (-)

Inspeksi

Scrotum
7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Inspeksi udema (-) Palpasi

: Terdapat 2 testis berada pada scrotum, tidak ada tanda-tanda radang,

: Tidak terdapat kelainan, nyeri (-)

Rectal Toucher Tidak dilakukan

STATUS LOKALIS

A. Regio inguinalis

Inspeksi

: Tampak benjolan diregio inguinalis sebelah kiri , hiperemis (-), datar, tidak ada hematom dan jejas

Palpasi tekan (-) Perkusi Auskultasi

: Teraba benjolan di region inguinalis sinistra, konsistensi agak keras,

dapat digerakkan, benjolan dapat didorong masuk dengan tangan pemeriksa, nyeri

: tidak dilakukan : Tidak dilakukan

B.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium, Tanggal 16 Desember 2012 Pemeriksaan Gula Gula darah Sewaktu Masa Perdarahan (Bleeding Time) Masa Pembekuan (Clothing Time) 117 mg% 300 1200 (<200) Menit 1-6 Menit 10-16
8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

Pemeriksaan Kimia Darah Ureum Kreatinin Pemeriksaan Darah Rutin Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Laju Endap Darah 5.500/mm3 4,6 juta/mm3 13,8 g/dl 47 % 210.000 ribu/mm3 82 mg/L (5.000-10.000) (4,5-5,5) (P: 14-18 ; W: 12-14) (P: 43-51 ; W: 38-46) (150-400) (P: <10 ; W: <20) 26 mg/dl 1,0 mg/dl (17-43) (P: 0,9-1,3: W:0,6-1,1)

C.

Pemeriksaan Penunjang Rontgen Thorax (tanggal 16 Desember 2012) Kesan: KP lama duplex, suspek aktif

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

D.

RESUME OS datang ke UGD Rumah Sakit RSAL Mintohardjo dengan keluhan teraba benjolan

didekat lipat paha sebelah kiri sejak 3 bulan SMRS. Benjolan awalnya dirasakan tidak terlalu besar, namun lama kelamaan semakin membesar, konsistensi sedikit keras, dan tidak nyeri. OS mengaku bahwa benjolan dapat masuk sendiri pada saat beristirahat dan timbul kembali jika berdiri ataupun pada saat batuk (mengejan). OS memiliki riwayat post op prostat pada tanggal 12 Juni 2012. Pada pemeriksaan fisik (status lokalis) didapatkan benjolan pada daerah region suprapubik sinistra, konsistensi agak keras, nyeri tekan (-), hiperemis (-). Pada pemeriksaan laboratorium (tanggal 16 Desember 2012) didapatkan hasil Hb 13,8 g/dL , LED 82 mg/L.

E.

Diagnosa Kerja Hernia Inguinalis Lateralis Reponible Sinistra

F.

Diagnosis Banding Hernia inguinalis Medialis

G.

Terapi A. Penatalaksanaan Rawat inap Persiapan operasi Herniotomi Pengobatan Umum Bed Rest Infus RL 20 tpm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

10

H.

Prognosis a. Ad vitam b. Ad fungsionam c. Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

11

Tanggal S: Tidak ada keluhan O: TD: 120/70 RR : 20x/menit A: Pro op herniotomi 17/12/2012 P: (instruksi pre operasi) Puasa Infuse RL : D5 ; 2:1/24 jam Evalin 2x1 Ketorolac 3x2 N: 80x/menit S: 36,8 C

S : nyeri daerah operasi, pinggang terasa pegal O : TD: 150/90 18/12/2012 RR : 20x/menit N: 90x/menit S: 36,7 C

A : Post op herniotomi H+1 e.c hernia inguinalis lateralis sinistra P : teruskan 19/12/2012 S : Batuk O : TD: 110/60mmHg RR : 20x/menit N: 96x/menit S: 36 C

A : Post op herniotomi H+2 e.c hernia inguinalis lateralis sinistra P: GV Terapi teruskan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

12

Diet lunak Bromhexine 3x1 C

S : Tidak ada keluhan O : TD: 130/70mmHg 20/12/201 2 RR : 16x/menit N: 80x/menit S: 36 C

A : Post op herniotomi H+3 e.c hernia inguinalis lateralis sinistra P : Pasien boleh pulang

BAB II PEMBAHASAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

13

ANATOMI Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut terdiri dari beberapa lapis dari luar ke dalam antara lain lapisan kulit (kutis dan subkutis), lemak subkutan dan fascia superfisial (fascia scarpa), ketiga otot perut (m.obliquus abdominis eksternus, m.obliquus abdominis internus dan m.transversus abdominis) dan akhirnya lapisan preperitoneum dan peritoneum yaitu fascia transversalis, lemak preperitoneal dan peritoneum parietal. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus abdominis dengan fascianya di mana di garis tengah nya dipisahkan oleh linea alba.

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia bawaan, akuisita maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah untuk pernapasan, proses berkemih dan buang air besar dengan meningkatkan tekanan intra abdomen. Perdarahan dinding perut antara lain craniodorsal diperoleh dari cabang aa. intercostales VI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

14

s/d XII dan a.epigastrika superior, caudal diperoleh dari a. iliaca sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna dan a.epigastrika inferior. Persarafan dinding perut secara segmental oleh n.thorakalis VI s/d XII dan n. lumbalis I.

Regio inguinalis merupakan tempat peralihan dari daerah perut ke organ-organ kelamin luar dan ke tungkai bagian atas. Garis pemisah antara kedua daerah tersebut dibentuk oleh ligamentum ingunale yang terletak di antara tuberculum ossis pubicum ( sisi medial) dan spina iliaca anterior superior ( sisi lateral). Di atas ligamentum inguinale, funikulus spermatikus meninggalkan rongga perut melalui annulus inguinalis profundus yang terletak di lateral. Funikulus spermatikus ini menembus dinding perut melalui canalis inguinalis yang letaknya sejajar dengan ligamentum inguinale dan berada di bawah kulit dalam annulus inguinalis superfisialis yang terletak di media di mana lubang ini mudah diraba di bawah kulit dinding perut jika scrotum didorong ke dalam serta meraba di atas lipatan inguinale. Isi dari funikulus spermatikus antara lain vas deferens dan pembuluh darah, arteri spermatika, vena pampiniformis, pembuluh limfe.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

15

Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang melewati bagian bawah dinding abdomen anterior. Saluran ini memungkinkan struktur-struktur yang melewati menuju ke dan dari testis ke abdomen pada pria. Pada wanita, saluran ini dilewati oleh ligamen rotundum uteri, dari uterus ke labium mayus. Panjang canalis inguinalis dewasa sekitar 4 cm, terbentuk dari annulus inguinalis profundus/ interna sampai annulus inguinalis superfisialis / eksterna. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamen inguinale. Pada neonatus, annulus inguinalis interna terletak hampir tepat posterior terhadap annulus inguinalis eksterna sehingga canalis inguinalis pada usia ini sangat pendek. Kemudian annulus interna bergerak ke arah lateral akibat pertumbuhan. Saluran ini dilewati nervus ilioinguinalis pada kedua jenis kelamin.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

16

Canalis inguinalis dibentuk oleh dinding anterior, posterior, superior dan inferior. Dinding anterior dibentuk oleh aponeurosis m. obliquus eksternus abdominis yang diperkuat di 1/3 lateralnya oleh serabut-serabut m. obliquus internus abdominis. Seluruh panjang dinding posterior canalis inguinalis dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat oleh conjoint tendon di 1/3 medialnya. Conjoint tendon adalah gabungan tendon insersi m. obliquus internus abdominis dan m. transversus abdominis, yang melekat pada crista pubica dan linea pectinea. Dasar atau dinding inferior canalis inguinalis dibentuk oleh ligamentum inguinale dan ligementum lacunar, sedangkan atapnya dibentuk oleh m. obliquus internus abdominis dan m. transversus abdominis. Canalis inguinalis dibatasi oleh annulus inguinalis internus di craniolateral yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan aponeurosis m.transversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberculum pubicum, canal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus yang merupakan bagian terbuka dari aponeurosis m. obliquus eksternus. Canal berisi funikulus spermatikus pada pria dan ligamentum rotundum pada wanita, n. ilio inguinalis serta filament dari n. genito femoralis. Annulus inguinalis eksterna merupakan defek yang berbentuk segitiga ( Hesselbachs triangle) pada aponeurosis m.obliquus eksternus dan dasarnya dibentuk oleh crista pubica. Pinggir annulus merupakan origo fascia spermatica externa. Batas lateral adalah arteri
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

17

epigastrika inferior, batas medial adalah tepi lateral m. rectus abdominis, batas inferior adalah ligamentum inguinale dan batas posterior adalah fascia transversalis(2). Annulus inguinalis interna adalah suatu lubang berbentuk oval pada fascia transversalis, yang terletak sekitar 3 cm di atas ligamentum inguinale, pertengahan antara SIAS dan symphisis pubis. Di sebelah medial annulus inguinalis interna terdapat a.v.epigastrika inferior. Pinggir annulus merupakan origo fascia spermatica interna pada pria atau pembungkus bagian dalam ligamentum rotundum uteri pada wanita

FISIOLOGI Pada laki laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya hernia ini memerlukan pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan turunnya testis. Mula-mula testis tumbuh sebagai suatu struktur di daerah ginjal dalam abdomen ( retroperitoneal). Selama pertumbuhan fetus, testis akan turun ( descensus testis) dari dinding belakang abdomen menuju ke dalam scrotum. Selama penurunan ini, peritoneum yang ada di depannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube, yang melalui canalis inguinalis masuk ke dalam scrotum. Penonjolan peritoneum ini disebut processus vaginalis. Sebelum lahir, processus ini akan mengalami obliterasi, kecuali bagian yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

18

Jika tunika vaginalis ini tetap ada, akan ditemukan hubungan langsung antara cavum peritonei dengan scrotum di mana berpotensial menyebabkan terjadinya hernia inguinalis. DEFINISI Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia inguinalis merupakan protrusi viscus atau organ dari cavum peritoneal ke dalam canalis inguinalis melalui sebuah defek di dinding perut. Hernia terdiri atas kantong hernia, isi hernia dan cincing hernia.

EPIDEMIOLOGI Insiden hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25% dan bilateral 15%. Kejadian hernia bilateral pada anak perempuan dibanding laki-laki sama walaupun frekuensi processus vaginalis yang tetap terbuka lebih tinggi pada perempuan. Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya usia mungkin disebabkan meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. 75% dari seluruh hernia abdominal yang terjadi di inguinal ( lipat paha) di mana yang lain dapat terjadi di umbilikus atau daerah perut lainnya. Hernia inguinalis dibagi menjadi dua antara lain medialis dan lateralis dimana hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi dibanding medialis dengan perbandingan 2:1 dan di antaranya ternyata pria lebih sering terkena 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

19

ETIOLOGI Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita dan lebih sering pada sisi kanan dibanding kiri disebabkan ukuran ligamentum rotundum dan persentase obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil dibanding obliterasi canalis nuck. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di annulus inguinalis internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di samping itu, diperlukan juga faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. Canalis inguinalis adalah canal yang normal pada fetus (5). Pada masa perkembangan embrional, testis awalnya berada di dalam rongga peritoneum. Pada bulan ke 8 kehamilan, testis turun melalui canalis inguinalis untuk masuk ke dalam scrotum (decensus testis), penurunan testis ini akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut processus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, testis turun ke dalam scrotum, processus vaginalis akan mengalami obliterasi dan menjadi sejenis tali fibrosa tanpa lumen sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui canalis tersebut. Ujung distal dari processus vaginalis tetap bertahan menjadi suatu membran yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Namun dalam beberapa hal, seringkali canalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dulu maka canalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila canalis inguinalis kiri terbuka biasanya canalis inguinalis kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, canalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (5). Jika ada processus vaginalis yang tetap terbuka ( paten) maka akan ada hubungan antara rongga peritoneum dan regio inguinal dan scrotum. Jika ukuran processus vaginalis paten kecil, maka hanya cairan saja yang dapat masuk melewatinya sehingga terbentuk hidrokel komunikantes. Jika ukurannya cukup besar, maka usus, omentum dan isi rongga peritoneum lain dapat masuk sehingga terbentuk hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua, canalis tersebut telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistant maka keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdomen meningkat akan menyebabkan canal dapa terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Pada orang sehat, ada 3 mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis antara lain canalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m. obliquus abdominis internus yang menutup annulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fascia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

20

transversa yang kuat di mana menutup trigonum Hesselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini menyebabkan hernia. Faktor yang dianggap berperan causal adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia(2). Pada neonatus kurang lebih 90% processus vaginalis tetap terbuka sedangkan bayi umur 1 tahun sekitar 30% processus vaginalis belum tertutup. Tapi tidak sampai 10% anak dengan processus vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari setengah populasi anak, dapat dijumpai processus vaginalis paten kontralateral tapi insiden hernia tidak lebih dari 20%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa adanya processus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tapi diperlukan faktor lain seperti annulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan intra abdomen yang meningkat secara kronik misalnya batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan ascites sering disertai hernia inguinalis. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus internus akan ikut kendor sehingga tekanan intra abdomen tidak tinggi dan canalis inguinalis berjalan lebih vertikal dan sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, canalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam canalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n. ilioinguinalis dan n. iliofemoralis setelah appendiktomi. Faktor-faktor yang dianggap mempermudah terjadinya hernia antara lain : mengangkat barang yang terlalu berat obesitas banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahan kelemahan otot serta terjadi relaksasi dari annulus.Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan mengurangi volume rongga abdomen sehingga terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. batuk kronik sering mengejan saat buang air besar kehamilan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

21

aktivitas fisik yang berlebihan kongenital, dll

PATOFISIOLOGI Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke 8 dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. 1,2 Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi kerana usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi protat, asites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua. 2,3,4 Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

22

muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. 3,4,5 Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses. Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis. 1,2,3

KLASIFIKASI A.Hernia Inguinalis Direkta (Medialis) Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan oleh faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Jalannya langsung (direct) ke ventral melalui annulus inguinalis subcutaneous. Hernia ini sama sekali tidak berhubungan dengan pembungkus tali mani, umumnya terjadi bilateral, khususnya pada laki-laki tua. Hernia jenis ini jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan strangulasi. *Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas: Inferior: Ligamentum Inguinale. Lateral: Vasa epigastrikainferior. Medial:Tepi m.rectus abdominis. Dasarnya dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat serat aponeurosis m.transversus abdominis. B. Hernia Inguinalis Indirekta (lateralis) Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralisakan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi secara kongenital atau akuisita: Hernia inguinalis indirekta congenital.

Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan dengan rongga tunika

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

23

vaginalis propria testis. Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam kantong peritoneum tersebut. Hernia inguinalis indirekta akuisita.

Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja. Sehingga masih ada kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak menutup pada waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kentung peritonei ini dapat terisi dalaman perut, tetapi isi hernia tidak berhubungan dengan tunika vaginalis propria testis.1,2,3

Gambar. Perbedaan hernia inguinalis lateralis dan medialis C. Hernia Pantalon Merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada satu sisi. Kedua kantung hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior sehingga berbentuk seperticelana. Keadaan ini ditemukan kira-kira 15% dari kasus hernia inguinalis. Diagnosis umumnya sukar untuk ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dan biasanya baru ditemukan sewaktu operasi.5,6

DIAGNOSIS Untuk menegakkan suatu diagnosis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang cermat dan teliti. a. ANAMNESIS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

24

Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Sebagian besar hernia asimptomatik dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi pada annulus inguinalis superfisialis. Pada hernia reponibel, keluhan satu- satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah berbaring. Setelah beberapa tahun, sejumlah hernia turun ke dalam scrotum sehingga scrotum membesar. Omentum yang terperangkap di dalam kantong hernia dapat menyebabkan nyeri abdomen yang kronis. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi incarserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau ganggren. Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam cavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi. Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominal, lalu scrotum diangkat perlahan. Gambaran klinis hernia Jenis Reponible Irreponible Incarserata Strangulata Reponible + Nyeri + ++ Obstruksi + + Tampak sakit + ++ Toksik ++

b.

PEMERIKSAAN FISIK Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia, omentum yang terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks bagian bagian lain

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

25

dari colon, lambung, dan bahkan hepar pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum teraba relatif bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti hidrokel, tetapi tidak tembus cahaya. Kadang kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik. Dalam keadaan penderita berdiri, gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan lebih mudah melakukan pemeriksaan raba. Bila terdapat hernia, lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan tungkai) lebih mudah dilakukan. 1. Inspeksi Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai labium majus atau sampai dasar scrotum, selalu merupakan hernia inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kita lihat, penderita disuruh batuk atau mengedan. Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak benjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia medialis tonjolan berbentuk bulat. 2. Palpasi Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa lipatan paha kiri digunakan tangan kiri, lipatan paha kanan dipakai tangan kanan. Caranya antara lain Ziemans test Jari ke 2 diletakkan di atas annulus internus ( terletak di atas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS dan tuberculum pubicum ). Jari ke 3 diletakkan di atas annulus inguinalis eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale sebelah lateral tuberculum pubicum ). Jari ke 4 diletakkan di atas fossa ovalis ( terletak di bawah ligamentum inguinale di sebelah medial dari a. femoralis ). Lalu penderita disuruh batuk atau mengejan, bila terdapat hernia akan terasa impuls atau dorongan pada ujung jari pemeriksa.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

26

Teknik ini dikerjakan bila tidak didapatkan benjolan yang jelas. Posisi penderita berbaring, bila ada benjolan dimasukkan terlebih dahulu ( biasanya oleh penderita). Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada jari ke 2 berarti hernia inguinalis lateralis, jari ke 3 berarti hernia inguinalis medialis dan jari ke 4 berarti hernia femoralis.

Thumb test Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas. Benjolan dipegang diantara ibu jari dan jari lain, kemudian cari batas atas dari benjolan tersebut. Bila batas atas dapat ditentukan, berarti benjolan berdiri sendiri dan tidak ada hubungan dengan canalis inguinalis ( jadi bukan merupakan suatu kantong hernia). Bila batas atas tidak dapat ditentukan berarti benjolan itu merupakan kantong yang ada kelanjutannya dengan canalis inguinalis. Selanjutnya pegang leher benjolan ini dan suruh penderita batuk untuk merasakan impuls pada tangan yang memegang benjolan itu. Annulus inguinalis internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan. Bila keluar benjolan berarti hernia inguinalis medialis. Bila tidak keluar benjolan berarti hernia inguinalis lateralis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

27

Finger test Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan kiri untuk hernia sisi kiri.Pemeriksaan finger test antara lain menggunakan jari kedua atau jari kelima lalu dimasukkan ke atas lateral dari tuberculum pubicum melalui scrotum. Ikuti funikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta untuk batuk atau mengejan dan rasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa massa pada ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba massa pada sisi jari(5).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

28

Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tapi umumnya tanda ini sulit ditentukan(7). Jika kantong hernia berisi organ maka tergantung isinya, pada palpasi mungkin akan teraba usus, omentum seperti karet atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit scrotum melalui annulus inguinalis eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus inguinalis eksternus, pasien diminta mengedan. 3. 4. Perkusi Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani. Auskultasi Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi usus.

PENATALAKSANAAN KONSERVATIF
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 29

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Namun pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat menyebabkan hernia kambuh kembali. 1. Reposisi Merupakan suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hatihati dan dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan (bimanual). Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Reposisi ini kadang dilakukan pada hernia inguinalis irreponibel pada pasien yang takut operasi. Caranya bagian hernia dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan memasukkan isi hernianya. Bila ini berhasil, anak dipersiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera. Reposisi ini tidak boleh dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pasien anak-anak. 2. Suntikan Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan sclerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia sehingga menyebabkan pintu hernia mengalami sclerosis atau penyempitan dan isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum peritoneum. 3. Sabuk hernia Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang masih kecil dan menolak dilakukan operasi. Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah di reposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup. Sebaiknya cara ini tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan komplikasi seperti merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak, cara ini bisa menyebabkan atrofi testis karena tekanan pada funikulus spermatikus yang mengandung pembuluh darah testis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 30

OPERATIF Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada saat diagnosis ditegakkan. Pada hernia inguinalis reponible dan irreponible dilakukan tindakan bedah elektif karena ditakutkan terjadinya komplikasi. Bila terjadi proses strangulasi, tindakan bedah harus segera dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus. Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis antara lain: - untuk mendapatkan keberhasilan maka faktor faktor yang menyebabkan terjadinya hernia harus dicari dan diperbaiki dan defek yang ada direkonstruksi tanpa tegangan - saccus hernia indirect harus diisolasi, dipisahkan dari peritoneum dan diligasi. Pada bayi dan anak yang memiliki anatomi inguinal normal, repair hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan saccus dan mengecilkan cincin ke ukuran yang seharusnya. Pada sebagian besar hernia dewasa, dasar inguinal juga harus direkonstruksi. Cincin inguinal juga dikecilkan. Pada wanita, cincin inguinal dapat ditutup total untuk mencegah rekurensi dari tempat yang sama. - hernia rekuren yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya menunjukkan adanya repair yang tidak adekuat. Sedangkan rekuren yang terjadi setelah 2 tahun atau lebih cenderung disebabkan timbulnya kelemahan yang progresif pada fascia pasien. Rekurensi berulang setelah repair hati-hati menunjukkan adanya defek dalam sintesis kolagen.

Indikasi diadakan operasi: 1. Hernia inguinalis yang mengalami incarserata meskipun keadaan umum jelek. 2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat anastesi lokal berupa procain dengan dosis maksimum 200 cc. Jika digunakan anastesi lokal, digambarkan incisi berbentuk belah ketupat dan diberikan kira-kira 60 ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin(4).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

31

Operasi hernia ada 3 tahap: 1. Herniotomy Merupakan tindakan yang dilakukan dengan cara pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan lalu direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. 2. Hernioraphy Tindakan yang dilakukan dengan cara mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint tendon. 3. Hernioplasty yaitu tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang canalis inguinalis. Hernioplasty lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan herniotomi. Teknik operasi Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik herniorraphy dapat diklompokkan dalam 4 kategori utama : Kelompok 1: Open Anterior Repair Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdomins ekternus danmembebaskan funikulus spermatikus. fascia transversalis kemudian dibuka,dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia biasanya diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi. Teknik Bassini Komponen utama dari teknik bassini adalah: Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis ingunalis hingga ke cincin ekternal Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk mencari hernia direct. Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis (fascia transversalis) Melakukan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

32

Rekonstuksi didinding posterior dengan menjahit fascia tranfersalis, otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum inguinalis lateral.

McVay open anterior repair. Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam rekontruksi,tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis, kelemahannyayaitu tegangan yang tejadi akibat jahitan tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan menyebabkan jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan. Kelompok 2: Open Posterior Repair Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar dan masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemuabagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanyadilakukan dengan anastesi regional atau anastesi umum.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

33

Kelompok 3: Tension - FreeRepair WithMesh Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow ) menggunakan pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek , tetapi menempatkan sebuah prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen.

Open mesh repair Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi pengalaman yang luas dengan mesh hernia telah mulai menghilangkan anggapan ini, dan teknik ini terus populer. Teknik ini dapat dilakukan dengan anastesi local, regional atau general. Operasi hernia Laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir,tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini,hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar diregion inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi obstruksi usus halus dan pembentukan fistel karena paparan usus terhadap mesh. Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorrhaphies dilakukan menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan trokar laparoscopic dalam cavum abdomen dan memperbaiki region inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan peritoneum, sedangkan pendekatan TAPP
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 34

adalah prosedur laparoskopic langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi. Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cidera selama operasi.

Hernioplasty ada bermacam-macam menurut kebutuhannya: 1. Ferguson yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari m. obliquus externus dan internus abdominis dan m. obliquus internus dan transversus dijahitkan pada ligamenturn inguinale dan meletakkan funikulus spermaticus di dorsal, kemudian aponeurosis m. obliquus eksternus dijahit kembali sehingga tidak ada lagi canalis inguinalis. 2. Bassini m.obliquus internus dan m. transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus diletakkan ventral dari muskulus tadi tetapi dorsal dari aponeurosis m. obliquus eksternus sehingga canalis inguinalis kedua muskulus tadi memperkuat dinding belakang dari canalis inguinalis, sehingga lokus minoris resistant hilang. 3. Halstedt dilakukan untuk memperkuat atau menghilangkan lokus minonis resistant di mana m.obliquus eksternus abdominis, m. obliquus internus abdominis, m. obliquus transversus abdominis serta funikulus spermatikus diletakkan di subkutis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

35

Pada hernia kongenital yang disebabkan processus vaginalis yang tidak menutup hanya dilakukan herniotomi karena annulus inguinalis internus cukup elastis dan dinding belakang canalis cukup kuat. Terjadinya residif lebih banyak dipengaruhi oleh teknik reparasi dibandingkan dengan faktor konstitusi. Pada hernia inguinalis lateralis, penyebab residif yang paling sering adalah penutupan annulus inguinalis yang tidak memadai misalnya karena diseksi kantong yang kurang sempurna, adanya lipoma preperitoneal atau kantong hernia tidak ditemukan. Pada hernia inguinalis medialis, penyebab residif umumnya karena tegangan yang berlebihan pada jahitan plastik atau kekurangan lain dalam teknik. Pada operasi hernia secara laparoskopi diletakkan prostesis mesh di bawah peritoneum di dinding perut.

KOMPLIKASI Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponible di mana dapat terjadi bila hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal atau hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala kecuali benjolan. Isi hernia juga bisa tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus. Sumbatan bisa terjadi parsial atau total. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku seperti hernia femoralis dan obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

36

Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia akan makin bertambah sehingga peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Jika isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akan menyebabkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika berhubungan dengan rongga perut. Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila terjadi strangulasi, terjadi keadaan toksik akibat ganggren dan gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat serius. Pasien mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia dan nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia, dapat ditemukan peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat dan perlu mendapat pertolongan pertama. Diagnosis banding hernia incarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang menyebabkan nekrosis atau gangren.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI 37

Gejala / tanda

Obstruksi usus pada hernia Nekrosis/ incarserata

gangren

pada

hernia strangulata Menetap Normal / meningkat Meningkat / tinggi sekali Leukositosis Jelas Berat sekali / toksik

Nyeri Suhu badan Denyut nadi Leukosit Rangsang peritoneum Sakit

Kolik usus Normal Normal / meningkat Normal Tidak ada Sedang / berat

PROGNOSIS Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan 1-3% dalam jangka waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan dikarenakan tegangan yang berlebihan saat perbaikan, jaringan yang kurang, hernioplasty yang tidak adekuat dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang sudah diperkirakan lebih umum pada pasien hernia inguinalis direct terutama bilateral. Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal kantong. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio tuberculum pubicum, di mana tegangan garis jahitan adalah yang terbesar.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

38

1. Sabiston (1994), Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230, EGC, Jakarta. 2. Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 706710, EGC, Jakarta. 3. Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara, Jakarta. 4. Sabiston and Lyerly, (1997), Text Book of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders Company, London. 5. Kuijjer, P. J, prof. Dr, (1991), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62- 66, EGC, Jakarta. 6. Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (1980), Pemeriksaan Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta. 7. Sabiston and Lyerly, (1997), Text Book of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders Company, London.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta FK UNIVERSITAS TRISAKTI

39

Você também pode gostar