Você está na página 1de 2

8

AgroinovasI

Ameliorasi Tanah Gambut Meningkatkan Produksi Padi Dan Menekan Emisi Gas Rumah Kaca
Saat ini gambut dan pemanasan global merupakan isu yang menjadi perhatian dunia. Sampai tahun 2004, berdasarkan publikasi UNDP (2007), Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton (Mt) CO2-e. Akan tetapi pada tahun 2007, Indonesia dikejutkan oleh sebuah hasil penelitian Wetlands Internasional yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Cina dengan kuantitas emisi yang dihasilkan mencapai 3.000 Mt karbon per tahunnya atau menyumbang 10% dari emisi karbon di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa sekitar 2.000 Mt dari total emisi tersebut berasal dari lahan gambut. Kerberhasilan usaha pertanian dan mitigasi GRK dari lahan gambut sangat dipengaruhi oleh berbagai sifat tanah gambut dan cara pengelolaan air, tanah dan lingkungannya. 1) Teknologi pengelolaan air harus disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis tanaman. Untuk mendukung pertumbuhan tanaman pangan pada lahan gambut diperlukan pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10-50 cm sedangkan untuk tanaman padi sawah di tanah gambut membutuhkan parit sedalam 10-30 cm. Tujuan dari pembuatan parit/drainase adalah untuk membuang kelebihan air sehingga akan tercipta keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik. Akan tetapi fungsi drainase justru akan mempercepat laju dekomposisi dan subsidensi apabila salurannya semakin dalam dan lebar karena tanah gambut bersifat tak balik (irreversible) sehingga daya retensi air menurun dan peka terhadap erosi, yang mengakibatkan hara tanaman mudah tercuci; selain itu juga akan menyebabkan penurunan permukaan tanah (subsidence) setelah dilakukan pengeringan atau dimanfaatkan untuk budidaya tanaman; 2) Pengelolaan tanah dalam upaya pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian harus berdasarkan pada konsep menyehatkan tanah terlebih dahulu.

Edisi 6-12 Maret 2011 No.3400 Tahun XLI

Ameliorasi Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asam organik. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999). Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik beracun. Penambahan kation Fe3+ sebagai bahan amelioran digunakan untuk menekan emisi metana pada lahan gambut (Sulistyono, 2000; Situmorang dan Untung, 2001). Berdasarkan percobaan Murnita (2001), pertumbuhan tanaman lebih baik dengan

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

Pengamatan GRK dengan penambahan bahan amelioran di Kalimatan Selatan

Pengamatan GRK dengan menggunakan sungkup otomatis di KP Balingtan

adanya penambahan bahan amelioran Fe3+ pada tanah gambut pantai saprik hingga dosis 2.5% erapan maksimum Fe3+ yang ditunjukkan oleh bobot kering tanaman tertinggi 13.73 g/pot. Menurut Ali et al. (2008), penambahan pupuk silikat yang mengandung besi, berpengaruh nyata menurunkan emisi CH4 pada lahan sawah, yaitu 1620% dibandingkan kontrol, dan secara nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi, yaitu 1318% pada dosis 4 mg/ha. Dari percobaan Saragih (1996) dijelaskan bahwa kation Fe3+ mempunyai ikatan kation yang kuat dan mempunyai kestabilan yang tinggi berdasarkan urutan kestabilan kompleks antara kation logam dengan organik. Fe3+ dapat mengikat asam-asam organik yang merupakan sumber energi dari bakteri penghasil metan (metanogen). Menurut Setyanto (2004), semakin kaya kandungan oksidan dalam tanah, CH4 semakin lama dibentuk. Pada umumnya untuk menghemat biaya, upaya petani dalam meningkatkan kesuburan tanah dengan membakar seresah tanaman dan sebagian lapisan gambut kering sebelum bertanam. Dengan pembakaran tersebut petani mendapatkan bahan amelioran berupa abu yang dapat memperbaiki produktivitas gambut. Namun abu hasil pembakaran mudah hanyut dan efektivitasnya terhadap peningkatan kesuburan tanah tidak berlangsung lama. Akan tetapi upaya tersebut meningkatkan emisi CO2. Berdasarkan Supriyo (2009), rehabilitasi tanah gambut bongkor perlu didekati dengan kombinasi pengaturan air (pemanfaatan air pasang) dengan pembenahan tanah dengan amelioran seperti pupuk organik maupun kaptan dan pupuk setara 4,850 t pupuk kandang + 5,960 t kaptan + 119 kg urea + 119 SP 36 + 80 kg KCl dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut meliputi kenaikan pH tanah, P-tsd, Ca66, Mg-dd penurunan kemasaman tertukar (H-dd + AL-dd), dan meningkatkan hasil padi IR 66 lebih tinggi dibanding padi var. Martapura. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), 2007; 2008; 2009; 2010 pemberian amelioran mampu menurunkan emisi GRK dolomit sebesar 7-47%, zeolit sebesar 21%, terak baja sebesar 29%, pupuk kandang sebesar 16-31% dan pupuk silikat sebesar 18%. Kenaikan hasil padi sebesar dolomit sebesar 0,3-37%, terak baja sebesar 14%, pupuk kandang sebesar 10-31% dan pupuk silikat sebesar 10%.

H.L. Susilawati (HP 08155613898, email : helenalina_s@yahoo.com)1, M. Ariani1, R. Kartikawati1 dan P. Setyanto2 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Jakenan-Jaken Km 5 Pati 2 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar 1A Cimanggu Bogor
Edisi 6-2 Maret 2011 No.3400 Tahun XLI

Badan Litbang Pertanian

Você também pode gostar