Você está na página 1de 11

PROPOSALPLENARY DISCUSSION BLOK 19 KEDOKTERAN TROPIS

TUTORIAL

Disusun Oleh:

Tutorial 13

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011

Kelompok Tutorial 13

1. Mirza Sanjaya 2. M. Edi Prasetyo 3. Septi Wahyu Arifianto 4. Fenty Iswaningtyas 5. Fetty Theralisa 6. Priyangga Setio N. 7. Nopi Purnamasari 8. Nur Rachmawati H. 9. Retno Cahyani 10. 11. 12. 13. Devy Chatrin Deas Primeita Arum Annisa Muarandari

Scenario plenary discussion Block 19th A 35-year-old carpenter is brought to an emergency unit of a hospital because of mouth stiffness that it can not be opened. Ten days ago his right hand finger was pricked by a wood fiber. Using a safety pin, the wood fiber was pulled out. The right hand has got swollen and suppurated since 7 days ago. The patient has tried to cure it with iodine solution. His mouth and his body have got stiff, but there is no fever and convulsion. Since seven hours before going to the hospital, he has felt that his mouth and neck has become stiffer, his tongue has become rigid and difficult to swallow, but his body is not feverish. Physical examination : Compos mentis, trismus (+), risus sardonicus (+), neck stiffness (+), opisthotonus (+), 1st digiti on right hand look swallen and pus (+) VS : BP : 110/80 mmHg, HR : 100 x/min, RR : 24 x/min, t : 36,8C Laboratory examination : WBC : 15.000/mm3 (Normal : 5.000-11.000/mm3) Segmented neutrophils : 90% (Normal 40-60%) Band neutrophils : 4% (Normal 4-8%) Basophils : 1 % (Normal 0-1%) Eosinophils : 2% (Normal (1-5%) Lymphocytes : 35% (Normal 20-40%) Monocytes : 3% (Normal 2-6%) PaCO2 (arterial blood) : 36 mmHg (Normal 30-40 mmHg) PaO2 (arterial blood) : 88 mmHg (Normal : 85-95 mmHg) pH : 7,1 (Normal 7.35-7.45 HCO3 : 14 (Normal 20)

1. Clarifying Unfamiliar Terms


a. Iodine solution : larutan iodine; biasa digunakan sebagai antiseptik pada luka luar atau larutan yang digunakan sebagai disinfektan. b. Trismus : gangguan motorik nervus trigeminu, terutama spasme otot pengunyah dengan kesulitan dalam membuka mulut (rahang terkunci(lock-jaw)); khas sebagai gejala dini tetanus c. Risus sardonicus : ekspresi menyeringai akibat akibat spasme otot-otot wajah d. Neck Stiffness : kaku leher e. Opisthotonus : bentuk hiperekstensi tubuh yang hebat dimana kepala dan tumit melengkung ke belakang dan badan membungkuk ke depan. f. Convulsion : kejang kontraksi involunteer atau serangkaian kontraksi dari otot-otot volunteer.

2. Problem Definitions
1. Bagaimana Langkah menegakkan diagnosa pada pasien di atas? 2. Apa saja Differensial Diagnosis pada pasien di atas berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan? 3. Bagaimana etiologi dan epidemiologi kemungkinan penyakit pada pasien di atas? 4. Bagaimana patogenesis kemungkinan penyakit pada pasien di atas? 5. Bagaimana Patofisiologi kemungkinan penyakit tersebut? 6. Bagaimana Penatalaksanaan yang perlu dilakukan untuk pasien dengan kasus di atas? 7. Bagaimana Prognosis penyakit tersebut?

3. Analyzing The Problems


1. Langkah diagnostik

Anamnesis Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi. Jika pada anak, Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS. Pemeriksaan fisik Adanya kekakuan lokal atau trismus. Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan. Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit: Pada pasien ini ditemukan sardonicus, opisthotonus. Pemeriksaan laboratorium WBC : 15.000/mm3 (Normal : 5.000-11.000/mm3) meningkat Segmented neutrophils : 90% (Normal 40-60%) meningkat Band neutrophils : 4% (Normal 4-8%)normal Basophils : 1 % (Normal 0-1%)normal Eosinophils : 2% (Normal (1-5%) normal Lymphocytes : 35% (Normal 20-40%)dbn Monocytes : 3% (Normal 2-6%) dbn PaCO2 (arterial blood) : 36 mmHg (Normal 30-40 mmHg) dbn PaO2 (arterial blood) : 88 mmHg (Normal : 85-95 mmHg) dbn pH : 7,1 (Normal 7.35-7.45) turun HCO3 : 14 (Normal 20) turun Dari hasil pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan AL dan Hitung jenis Netrofil segmen meningkat, merupakan indikasi infeksi bakteri serta adanya gejala acidosis metabolik karena pH turun. Pemeriksaan Penunjang: kultur C.tetani Diusulkan untuk pasien
2. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratory examination maka diagnosis bandingnya adalah : Tetanus Leptospirosis

gejala

klinis

trismus,

risus

Working Diagnosis kami lebih mengarah ke tetanus melihat manifestasi klinis pasien yaitu adanya trismus, risus sardonicus dan

opisthotonus yang khas pada gejala infeksi tetanus serta didukung dengan adanya riwayat terluka. Perlu pemeriksaan penunjang untuk lebih menegakkan pernyataan ini.

3. Etiologi Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas,antiseptic, dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batangini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka (5). Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik, dapat larut dan O2 labil (6). Epidemiologi Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di manamana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui : 1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar. 2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik. 3. OMP, caries gigi. 4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril. 5. Penjahitan luka robek yang tidak steril (1).
Pada kasus kali ini pada pasien terdapat luka tusuk karena kayu dan kemudian diintervensi oleh tusukan jarum juga di ujung jari tangannya. Sehingga dimungkinkan menjadi port de entry masuknya kuman tetanus.

4. Patogenesis dari penyakit Tetanus

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot. b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord. c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas . Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu: 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. 5. Patofisiologi Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang. Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada

masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagidalam tiga tahap, yaitu : -Tahap awal Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung. -Tahap kedua Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otototot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas. -Tahap ketiga Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering. Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan

6. Penatalaksanaan kasus pada pasien ini A. UMUM Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb : 1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: -membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. 2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. 3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita 4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. B. Obat- obatan B.1. Antibiotika : Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan B.2. Antitoksin Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar. 7. Komplikasi 1. Laserasi otot 2. Fraktur 3. Eksitasi syaraf simpatis 4. Infeksi sekunder oleh kuman lain 5. Dehidrasi 6. Aspirasi

4. Conclusion
Pada kasus pasien dengan skenario seperti di atas, kami mencondongkan diagnosis tegak kami ke arah tetanus. Dengan didukung oleh informasi hasil pemeriksaan anamnesis , pemeriksaan fisik dan laboratorium. Namun, masih diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain seperti kultur kuman. Penatalaksanaan pasien tetanus ini dapat dilakukan secara umum dan medik yaitu dengan obat-obatan. Yaitu dengan merawat luka setelah diintervensi dengan terapi antibiotik dan antitoksoid. Untuk pencegahan prinsipnya adalah menjaga kebersihan luka sehingga kuman dapat mati dan pasien diisolasi di tempat gelap dan sunyi sebagai upaya preventif terjadinya kejang pada pasien.

Daftar Pustaka Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, FK UI : Jakarta Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th, McGrawHill. Inc,New York Ritarwan, Kingking. Tetanus. Bagian neurologi FK USU.

Você também pode gostar