Você está na página 1de 8

THERMOGRAVIMETRIC ANALYSIS (TGA) DAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYSIS (DTA)

I.

TUJUAN PERCOBAAN

1. Mempelajari prinsip analisa termal menggunakan TGA-DTA 2. Menganalisis menganalisis data berupa grafik perubahan temperatur dan massa pada Cu ranitidine dengan menggunakan TGA-DTA II. ALAT 1. Seperangkat STA Linesis PT 1600 2. Komputer Gambar Alat

STA Linesis PT 1600 III. BAHAN 1. Cu ranitidine 6,446 mg

IV. DASAR TEORI DTA dan TGA termasuk teknik analisa termal. Teknik analisa termal adalah analisa yang berkaitan dengan panas. Setiap perubahan akan melibatkan panas atau energi sehingga perubahan panas atau energi dapat dijadikan dasar untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif khususnya dalam bidang kimia. Kelompok teknik analisa ini menggunakan temperatur atau Sains dan Terapan Kimia perubahan temperatur yang dimanipulasi untuk menghasilkan parameter yang dapat diukur. (Sibilia, 1996) Analisis termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisika dan kimia dari material sebagai fungsi temperatur. Ada 2 teknik utama analisis termal, yaitu Thermogravimetric Analysis (TGA) yang secra otomatis mencatat perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dan Differential Thermal Analysis (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur, T antara sampel dengan materi pembanding inert (alumin, aluminium, silikon karbida dan gelas), jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan yang sama dan konstan. Panas yang ditambahkan kemudian dicatat dan perubahan ini sebagai konsekuensi dari proses yang terjadi pada sampel yaitu eksotermis atau endotermis. (Skoog, 1997) Analisis Termogravimetri (TGA) adalah salah satu teknik analisis termal yang digunakan untuk menggambarkan berbagai bahan. TGA menyediakan informasi karakterisasi bebas dan tambahan untuk teknik termal. TGA mengukur jumlah dan laju (kecepatan) perubahan massa sebuah sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dalam suasana yang dikendalikan. Pengukuran yang digunakan terutama untuk menentukan panas dan/atau kestabilan bahan oksidatif serta sifat komposisi mereka. Teknik ini dapat menganalisis bahan yang menunjukkan massa baik kekurangan atau kelebihan karena dekomposisi, oksidasi atau hilangnya bahan mudah menguap (seperti kelembaban). Hal ini terutama berguna untuk mempelajari bahan polimer, termasuk termoplastik, termoset, elastomer, komposit, film, serat, pelapis dan cat. Prinsip penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfir yang terkontrol. Pengukuran digunakan khususnya untuk menentukan komposisi dari suatu bahan atau cuplikan dan untuk memperkirakan stabilitas termal pada suhu diatas 1000oC. Metode ini dapat mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang

dilihat dari kehilangan massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi. Mekanisme perubahan massa pada TGA ialah bahan akan mengalami kehilangan maupun kanaikan massa. Proses kehilangan massa terjadi karena adanya proses dekomposi yaitu pemutusan ikatan kimia, evaporasi yaitu kehilangan atsiri pada peningkatan suhu, reduksi yaitu interaksi bahan dengan pereduksi, dan desorpsi. Sedangkan kenaikan massa disebabkan oleh proses oksidasi yaitu interaksi bahan dengan suasana pengoksidasi,dan absorpsi. ( Mufthi, 2009 ) Hasil TGA biasanya ditunjukkan dalam bentuk grafik kontinu yang merupakan tahap-tahap dari reaksi dekomposisi. Beberapa mg sampel dipanaskan dengan kecepatan konstan,dalam kisaran1-20C min^(-1) dan mempunyai berat konstan sampai mulai terdekomposisi pada temperature tertentu. Padatan fixed adalah zat yang tersisa atau residu setelah pembakaran pada suhu 550C. sedangkan berat sampel yang hilang disebut sebagai padatan volatile. Berat yang hilang diasumsikan sebagai fraksi organic sedangkan berat yang tersisa merupakan fraksi anorganiknya. Pengurangan berat sampel terjadi sesuai dengan kenaikkan temperature. (Tim Kimia Anorganik,2013) Prinsip kerja DTA yaitu apabila temperatur sampel dan zat pembanding dipanaskan pada temperatur konstan makan zat pembanding akan mengalami kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yanh mengenainya, sementara itu pada sampel akan terjadi kenaikan atau penurunan temperatur pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada sampel. Jika perubahan pada sampel telah sempurna maka temperatur sampel akan konstan kembali seiring dengan zat pembandingnya. Ketika peristiwa yang terjadi adalah eksotermal, maka panas akan dilepaskan oleh sampel sehingga dalam sampel akan terjadi kenaikan temperatur yang ditandai dengan suatu puncak maksimum pada kurva DTA. Sedang apabila perubahan yang terjadi pada sampel adalah proses endotermal maka akan terjadi penyerapan panas oleh sampel yang ditandai dengan penurunan temperatur dari sampel sehingga kurva DTA yang diperoleh adalah sebagai puncak minimum. ( Currell, 1997:117 ) Instrumen DTA komersial dapat digunakan pada range suhu -190 sampai 16000C. Ukuran sampel biasanya kecil, beberapa miligram, sehingga mengurangi pemunculan masalah akibat gradien termal dalam sampel yang dapat mengurangi sensitivitas dan akurasi. Laju pemanasan dan pendinginan biasanya berada pada range 1 sampai 500C / menit. Pada penggunaan laju yang lebih lambat, sensitivitas akan berkurang karena T bagi peristiwa termal tertentu akan menurun dengan menurunnya laju pemanasan. Sel DTA biasanya didisain untuk memaksimumkan

sensitivitasnya terhadap perubahan termal, namun hal ini sering berakibat pada kehilangan respon kalorimetrik; sehingga tinggi puncak hanya berhubungan dengan besar perubahan entalpi secara kualitatif saja. Dimungkinkan untuk mengkalibrasi peralatan DTA sehingga harga entalpi yang kuantitatif dapat diperoleh, namun kalibrasi ini cukup rumit. Apabila diperlukan data kalorimetrik, maka lebih mudah untuk memakai DSC sebagai komplementer. (Belcher, 1970)

V.

PROSEDUR KERJA 1. Menyalakan alat power supply dan pemutar air. Adanya sirkulasi air ditandai dengan lampu hijau. 2. Menyalakan alat STA Linesis PT 1600, tanpa menyalakan komputer terlebih dahulu. 3. 4. 5. 6. Melihat layar TG dan suhu ( + -80 sampai -90 ). Menaikkan furnace dan memasang krus kosong untuk TG-DTA. Mengatur timbangan pada alat. Menyalakan komputer dan membuka program STA pada dekstop dan pada layar TG menunjukan nilai -23 mg (total massa krus). 7. Menimbang sampel 20 25 mg dan memasukkannya ke dalam krus kemudian memasangnya pada sensor. 8. 9. Mensetting program STA, mengklik acquisition/type : pilih TG-DTA. Mengatur identitas, berat sampel, temperatur, kecepatan pemanasan, waktu running, dan zero line. 10. Mengatur suhu, pada temperatur profile : isi speed 20 deg/min dan maksimum temperatur. 11. Menekan actual value, memasukkan speed dan maksimum temperatur. 12. Menekan option/setup scale, menekan automatic zero dan membiarkan timbangan nol. 13. Menekan start (running sampel), selama proses pengukuran meminimalisir getaran karena alat sangat sensitif.

VI. HASIL PENGAMATAN Terlampir

VII. PEMBAHASAN Percobaan kali ini adalah Thermogravymetric Analysis dan Differential Termal Analisis. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari analisa termal menggunakan TGA-DTA serta menganalisis data berupa grafik perubahan temperatur dan massa pada Cu ranitidine dengan menggunakan TGA-DTA. Prinsip penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfir yang terkontrol. Prinsip kerja dari DTA adalah apabila temperatur sampel dan zat pembanding dipanaskan pada temperatur konstan maka zat pembanding akan mengalami kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yang mengenainya, sementara pada sampel akan terjadi kenaikan suhu atau penurunan suhu pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada sampel. Jika perubahan pada sampel telah sempurna maka temperatur sampel akan konstan kembali, seiring dengan zat pembandingnya. TGA DTA digunakan untuk menganalisis ligan yang hilang dalam suatu senyawa yang ditandai dengan menurunnya massa sampel pada temperatur serta menganalisis proses yang terjadi pada senyawa tersebut,apakah melakukan proses eksoterm atau endoterm. Dari data grafik TG DTA yang diperoleh, dapat dilihat bahwa pada grafik tersebut terdapat 2 kurva yang terbentuk. Garis warna merah merupakan garis analisis TGA, sedangkan garis biru adalah garis hasil analisis DTA. Senyawa yang dianalisa adalah Cu Ranitidine, senyawa yang terdiri dari atom pusat Cu dan Ranitidine adalah ligan dari golongan senyawa histamin. Dari analisis TGA dapat diketahui dekomposisi yang terjadi pada sampel (Cu Ranitidine). Dekomposisi senyawa Cu Ranitidine ditandai dengan terjadinya penurunan massa pada senyawa tersebut. Alat yang digunakan sangat sensitif tehadap getaran, jadi apabila terjadi getaran akan mempengaruhi hasil percobaan. Pemanasan dilakukan pada rentang suhu 300 4000C , untuk mendapatkan data yang maksimal dan akurat, pada percobaan diusahakan meminimalkan kesalahan. Untuk meminimalisir kesalahan,rentang suhu dilakukan dengan interval 100 C tiap menitnya. Hal ini dikarenakan semakin lambat waktu analisis,maka data yang didapat akan

semakkin tepat.

Rentang pemanasan yang dilakukan cukup tinggi hingga 4000 C,

sehingga dapat disimpulkan bahwa kompleks tidak mengandung senyawa air karena analisis TGA DTA terhadap molekul air dilakukan pada rentang suhu 00-1000 C. Untuk grafik TGA, dimulai dari % massa 100%. Sampel kehilangan sedikit demi sedikit massanya, yang berarti sampel tersebut melepaskan suatu molekul atau dengan kata lain terjadi dekomposisi pada molekul tesebut, hingga pada suhu sekitar 95O C, kurva mengalami penurunan kecil massa berkurang sekitar 8% menjadi sekitar 92% dari massa awal. Hal ini berarti satu molekul tertentu telah dilepaskan. Pada keadaan tersebut, dapat dilihat bahwa pada garis DTA menunjukkan perubahan kearah bawah dengan puncak minimum yang cukup kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelepasan molekul yang terjadi tersebut berlangsung secara endoterm atau dengan kata lain sampel menyerap panas sehingga suhunya mengalami sedikit penurunan. Setelah itu,grafik menunjukkan bahwa kurva mengalami nilai yang konstan pada penurunan massa dan temperaturnya hingga pada suhu sekitar 218O C. Massa kompleks mengalami penurunan cukup signifikan dari sekitar 87% hingga sekitar 46% atau terjadi pengurangan massa sebesar 54% dari massa awal. Jika dilihat dari grafik DTA, kurva menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu terjadi kenaikan temperatur yang ditandai dengan terbentuknya suatu puncak maksimum pada kurva DTA. Hal ini menunjukkan bahwa pada keadaan tersebut proses berlangsung secara eksoterm dengan kata lain sampel tersebut melepas panas. Tingginya puncak pada kurva DTA dapat dikatakan bahwa sampel tersebut terjadi pelepasan panas dengan entalpi yang besar, sehingga kemungkinan senyawa yang terdekomposisi adalah suatu ligan. Hal ini ditandao dengan penurunan massa yang sangat signifikan. Penurunan massa yang sangat signifikan terjadi pada suhu sekitar 2180C, sehingga kemungkina senyawa yang hilang adalah ligan ranitidine, karena menurut literatur, ligan ranitidine mempunyai titik leleh 2180C. Pada grafik tersebut menunjukkan nilai konstan pada rentang suhu sekitar 3000C hingga 4000C. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut sudah tidak dapat terdekomposisi lagi menjadi molekul yang lebih kecil.

VIII.

KESIMPULAN 1. TGA merupakan metode analisa yang digunakan untuk mengukur perubahan massa suatu sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu. 2. DTA merupakan metode analisa yang digunakan untuk mengukur perubahan temperatur pada suatu sampel dengan suatu zat pembanding dalam temperatur konstan. 3. Prinsip penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfir
yang terkontrol.

4. Prinsip kerja dari DTA adalah apabila temperatur sampel dan zat pembanding
dipanaskan pada temperatur konstan maka zat pembanding akan mengalami kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yang mengenainya, sementara pada sampel akan terjadi kenaikan suhu atau penurunan suhu pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada sampel. Jika perubahan pada sampel telah sempurna maka temperatur sampel akan konstan kembali, seiring dengan zat pembandingnya.

5. Hasil analisa pada data: a) Terjadi peristiwa endotermal dan diperoleh puncak minimum yang terjadi pada suhu 95OC b) Terjadi peristiwa eksotermal dan diperoleh puncak maksimal yang terjadi pada suhu 218OC c) terjadi dua kali degradasi pada suhu 95OC dengan penurunan massa 8% dan pada suhu 218OC dengan penurunan massa 46% d) senyawa Cu ranitidine dapat terdekomposisi menjadi ion Cu2+

IX.

DAFTAR PUSTAKA

Belcher, R. 1970. Quantitative Inorganic Analysis. Butterworths. Currel. 1997. Analytical Instrumentation: Performance Characteristics and Quality. John Willey and Sons: England Mufthi M. 2009. Metode analisis thermal. [terhubung berkala] http://banemo. wordpress.com/2009/12/27/metode-analisis-thermal/ (21 april 2013) Sibilia, J. P. 1996. Materials Characterization and Chemical Analysis, second edition. New York : VCH Publishers. Skoog, Douglas A , F. James Holler and Timothy A. Nieman. 1997. Principles of Instrumental Analysis 5th Edition. New York : Sunders College Publishing Tim Kimia Anorganik. 2013. Modul Praktikum Kimia Anorganik II. Surakarta : Jurusan Kimia FMIPA UNS

X.

LAMPIRAN 1. Grafik

Mengetahui, Asisten

Surakarta, 20 Mei 2013 Praktikan

Wahru

Diah Permatasari

Você também pode gostar