Você está na página 1de 18

ASKEP EMFISEMA

Disusun untuk memenuhi Tugas KMB II

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Disusun Oleh : Umi Atiqoh G01.2005.01777 Ika Nurjayanti G01.2005.01776 Rizka Chairinisa G01.2005.01794 Khambali G01.2005.01801 Ida Susanti G01.2005.01807 Sukma Rizki R. G01.2005.01808 Erna Afrilia G01.2005.01809 Efi Irawati G01.2005.01817

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2007

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Di dunia kesehatan, telah ditemukan banyak penyakit. Contoh yang diambil dari penyakit misalnya, penyakit Emfisema yaitu penyakit obstruktif kronis yang disebabkan karena adanya dilatasi asinus yang tidak dapat pulih yang merusak dinding alveolar, terjadi kolabsi bronkeolus pada ekspirasi. Yang pada akhirnya penderita Emfisema, harus memerlukan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Meskipun penyakit ini tidak dapat disembuhkan tetapi penderita masih terdapat perawatan tersebut untuk menjaga kesehatan atau keadaan tubuh yang stabil. Perawat di RS yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya seperti dari yang memberi advis untuk pemberian tindakan dan pemberian obat, perawat yang melakukan tindakan dan memantau kondisi pasien selama 24 jam, dan juga ahli gizi yang memberikan diit untuk penderita, serta ahli radiology yang memeriksa Foto Rontgent untuk mengetahui lebih lanjut keadaan pasien disini adalah keadaan pasien. Tim kesehatan inilah yang berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk kondisi pasien. Di samping itu dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam proses perawatan pasien. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan dari karya tulis ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya emfisema. 2. Untuk mengetahui dampak / efek yang ditimbulkan akibat emfisema. 3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan emfisema. 4. Untuk memenuhi tugas perkuliahan Keperawatan Medikal Bedal II.

C. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, atau referensi yang berkaitan dengan Emfisema dari berbagai sumber dan dikumpulkan menjadi satu dan saling berkaitan. D. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut : BAB BAB I Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan. II Konsep dasar Emfisema meliputi : Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan, Pengkajian Fokus, Pathway Keperawatan, Fokus Intervensi dan Rasional. BAB III Penutup terdiri dari : Kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka

BAB II KONSEP DASAR EMFISEMA

A. Pengertian Ada beberapa pengertian Emfisema menurut beberapa ahli : 1. Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveolus (Elisabeth J.Corwin). 2. Emfisema adalah dilatasi asinus yang tidak dapat pulih yang diperberat oleh perubahan obstruksi dinding asinor dengan penurunan Recoil elastis dari paru (Barbara M.Eallo : 1997). 3. Emfisema adalah bentuk paling berat dari PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alvioler menyebabkan banyak bleb atau bula (Ruang udara) kolabs bronkeolus pada ekspirasi (jebakan udara). Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis yang disebabkan karena adanya dilatasi asinus yang tidak dapat pulih yang akhirnya merusak dinding alvioler dan menyebabkan banyak bleb / bula, kolabs bronkeolus pada ekspirasi. B. Etiologi Hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus, elastisitas berkurang akibat destruksi serat-serat elastin dan kalogen yang terdapat di seluruh paru. Penyebab pasti emfisema belum jelas, tetapi penyakit ini biasanya timbul setelah bertahun-tahun merokok (Merokok merupakan penyebab utama emfisema) juga dapat menyebabkan emfisema. Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam persentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara

genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (polusi udara, agen-agen infeksius allergen) pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis. C. Patofisiologi Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paruparu yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus alveoltaris dan dekstraksi hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dinding-dinding mulai berlubang, membesar menjadi satu ruang waktu, dinding mengalami disintegrasi, mula-mula duktus alverolaris dan sukus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) hal ini mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ditandai oleh peningkatan tahanan jalan nafas ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Sesak nafas pasien harus terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada Barrel Chest pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang. Penyakit ini sering menyerang bagian atas paru-paru lebih berat, tetapi akhirnya cenderung tersebar. Sedangkan emfisema parilobular (PLE) mempunyai bentuk morfologi yang kurang jamak dimana alveolus yang terletak distal dari bronkidus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. Bila penyakit ini makin parah semua komponen dari

asinus sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhirnya tertinggal beberapa lembar jaringan saja yang kebanyakan terdiri dari pembuluh-pembuluh darah. D. Manifestasi Klinis Menurut Issel Bacher (2000) manifestasi klinis pada pasien emfisema adalah : 1. Dispnea 2. Pergerakan tenaga yang sudah berlangsung lama dengan gejala batuk yang ringan dan hanya menghasilkan sedikit sputum. 3. Bentuk tubuh pasien saat duduk cenderung ke depan dengan kedua tangga memegang pinggang. 4. Pengunaan otot aksesori (tambahan) pernafasan sehingga pada saat inspirasi, sternum terangkat ke arah anterior superior. 5. Pembuluh vena leher dapat terlihat mengembang pada saat inspirasi. 6. Bernafas dengan bibir dirapatkan. 7. Suara pernafasan ronkhi, weezing dan cracles yang samar menjelang akhir ekspirasi. 8. Rongga interkortalis bawah memperlihatkan retraksi setiap kali pasien menarik nafas dengan palpasi dinding dada lateral bawah dapat terasa gerakan ke dalam. E. Penatalaksanaan Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah pemburukan keadaan. Emfisema tidak dapat disembuhkan, pengobatan mencakup : a. Mendorong pasien agar berhenti merokok. b. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap. c. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara menyimpan energi. d. Dukungan psikologis.

e. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan bernafas. f. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar dapat menjalankan tugas sehari-hari. F. Pengkajian Fokus 1. Demografi a. Jenis kelamin Biasanya laki-laki lebih sering terserang penyakit emfisema daripada perempuan. b. Usia Biasanya sering terjadi pada usia 50 tahun keatas. c. Pekerjaan Jenis pekerjaan yang beresiko menyebabkan emfisema adalah pengolahan baja dan penambangan batu bara atau batu tulis. d. Lingkungan Emfisema lebih sering terjadi di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Sebab di perkotaan intensitas polusi udaranya lebih besar daripada di pedesaan. 2. Pola Pemeriksaan Kesehatan a. Pola Nutrisi Biasanya pada saat belum sakit individu makan teratur ( 3x1 hari) tetapi pada saat terkena / sakit emfisema pada individu terjadi anoreksia (tidak nafsu makan) ; berat badan (BB) akan menurun saat sakit dan adanya kebiasaan merokok. b. Pola Eliminasi Pola eliminasi pada individu saat sakit biasanya menjadi berkurang daripada saat belum / tidak sakit. (Contoh : Biasanya 4-6 x / hari menjadi 3-5 x / hari).

c. Pola Aktivitas Pola aktivitas / aktivitas terganggu karena individu pada saat sebelum sakit bisa aktif tetapi individu selama sakit emfisema biasanya pola aktivitasnya menurun hal ini terjadi karena individu mengalami sesak nafas, lemah, mudah cepat lelah, malaise dan gelisah. d. Pola Istirahat dan Tidur Sebelum sakit biasanya penderita emfisema istirahat / tidurnya tidak ada gangguan tetapi pada saat sakit biasanya penderita dengan emfisema pola istirahat / tidurnya terganggu hal ini terjadi karena sesak nafas. e. Pola Persepsi Sensori Pada individu yang sakit emfisema biasanya persepsi sensorinya menurun karena terjadinya kecemasan yang berlebihan. 3. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi 1) Individu tampak mempunyai barrel chest. 2) Pernafasan dengan bibir dirapatkan. 3) Individu tampak bernafas dengan pernafasan dada. 4) Individu bernafass menggunakan otot-otot aksesori pernafasan (sternokleido mastoid) b. Perfusi 1) Ketika dada di periksa ditemukan hipersonan. 2) Terjadi penurunan frekmitus biasanya ditemukan pada seluruh bidang paru. c. Auskultasi Tidak terdengarnya bagi nafas dengan krekles, Ronki,dan perpanjangan ekspirasi. 4. Pemeriksaan Penunjang Pada individu / pasien yang terkena emfisema biasanya dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1) Rontgen Dada Menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma pelebaran margin interkosta dan jantung normal. 2) Pemeriksaan Fungsi Pulmonari (terutama spirometri) Menunjukkan naiknya kapasitas paru total (TLC) dan Volume Redual (RV) 3) Gas darah arteri Untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas purmonari. 4) Menghitung darah lengkap (HDL) Untuk mengetahui jumlah hemoglobin dan hematokrit. 5) Pemeriksaan kadar -1 antitripsin serum Untuk menunjukkan perubahan radiologis terutama pada zona bawah.

G. Pathways Keperawatan
Etiologi dan faktor predisposisi PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) Bronkitis kronik & bronkiektasis Emfisema Asma

Emfisema sentrilobular Menyerang bronkhiolus Dinding bronkhiolus berlubang membesar Dinding bronkhiolus bergabung antara satu dengan yang lain

Emfisema panlobular Pembesaran alveoli Terbentuk bleb / bula

Pembesaran alveoli Kesulitan respirasi Pola nafas yang tidak efektif Ekspresi tegang Keringat dingin >> Lemas, gelisah, ketakutan Dispnea Anvietas

Gangguan elastisitas paru Gangguan pengembangan paru Penurunan perfusi dispnea, hipoksia, AGD abnormal Gangguan pertukaran gas

Kolap jaringan nafas parsial Peningkatan kerja pernafasan Atelektasis Tachipnea Sianosis

Sesak nafas Produksi sputum berlebih Batuk (produktif / non produktif) Dispnea, wheezing Bersihan jalan nafas tidak efektif

Peningkatan kerja silia Sekret menetap Mal nutrisi Penurunan daya imun Resiko infeksi

Mual, muntah BB , anorexia HB , albumin Dispnea Gangguan nutrisi

Mudah cepat lelah Sesak nafas Malaise, gelisah Intoleransi aktifitas

Doengoes, ME. Moorhouse, M.F, Geissler, A.C. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care.

H. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan secret, penurunan energi / kelemahan ditandai dengan kesulitan bernafas, perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan peroral, metabolik yang berkaitan dengan Dispnea, anoreksia dan letih yang ditandai dengan BB menurun, kehilangan masa otot. 4. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan yang ditandai dengan pasien cemas, gelisah dan ketakutan. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan kelemahan dan mudah letih. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya secret), tidak adekuatnya imunitas, proses penyakit dan Malnutrisi. I. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan secret, penurunan energi / kelemahan ditandai dengan kesulitan bernafas, perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori. a. Tujuan : Bersihkan jalan nafas menjadi efektif. b. Kriteria Hasil : 1) Sesak nafas berkurang / hilang. 2) Retraksi dada berkurang. 3) Wheezing hilang / berkurang. 4) Krekels hilang / berkurang.

c. Intervensi 1) Ajarkan pasien untuk posisi yang nyaman (semi fowler) Rasional : agar pasien tidak sesak nafas 2) Kaji sekresi, catat jumlah, warna Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda infeksi 3) Auskultasi bunyi nafas Rasional : untuk mengetahui bunyi nafas 4) Bantu pasien untuk melakukan batuk efektif Rasional : untuk mengeluarkan secret yang ada di jalan nafas 5) Bantu latihan nafas abdomen Rasional : melatih pasien lebih rileks 6) Colaborasi dengan dokter Rasional : mempercepat penyembuhan pasien dengan advis dokter 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli. a. Tujuan : Pertukaran gas adekuat. b. Kriteria Hasil c. Intervensi 1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan Rasional : mengetahui frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien 2) Kaji TTV dan tingkat kesadaran Rasional : mengetahui keadaan umum pasien 3) Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi tambahan yang timbul Rasional : mengetahui bunyi tambahan yang timbul pada saat bernafas : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.

4) Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi yang nyaman Rasional : pasien merasa nyaman dan tak sesak 5) Dorong pasien untuk mengeluarkan sputum Rasional : agar sputum keluar sehingga pasien dapat bernafas dengan baik 6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian oksigen tambahan Rasional : agar pasien mendapat oksigen tambahan untuk bernafas 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan peroral, metabolik yang berkaitan dengan dispnea, anoreksia dan letih yang ditandai dengan BB menurun, kehilangan massa otot. a. Tujuan : Status nutrisi kembali normal. b. Kriteria Hasil : 1) BB menjadi naik. 2) Nafsu makan meningkat. 3) Tonus otot bagus. c. Intervensi 1) Auskultasi bunyi nafas Rasional : mengetahui bunyi nafas 2) Berikan makan dengan porsi kecil tapi sering Rasional : agar nutrisi pasien tercukupi 3) Berikan perawatan oral, buang secret Rasional : kebersihan mulut terjaga dan pasien nyaman 4) Timbang BB sesuai indikasi Rasional : mengetahui status nutrisi 5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet yang tepat. Rasioal : untuk memenuhi nutrisi pada untuk menaikkan berat badan

4. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan yang ditandai dengan pasien cemas, gelisah dan ketakutan. a. Tujuan : Ketakutan pasien menurun secara bertahap. b. Kriteria Hasil : 1) Rasa gelisah, cemas, dan ketakutan berkurang. 2) Ekspresi wajah rileks. c. Intervensi 1) Kaji tingkat ansietas Rasional : mengetahui kecemasan pasien 2) Beri dorongan untuk mengungkapkan ketakutan Rasional : agar mengurangi beban pasien 3) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan emosional Rasional : pasien merasa tenang dengan lingkungan sekitar 4) Berikan dukungan dari keluarga dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien Rasional : pasien mendapat dorongan dari keluarga dan pasien merasa tenang dengan adanya keluarga yang menemani. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan kelemahan dan mudah letih. a. Tujuan : Ketakutan pasien meningkat b. Kriteria Hasil : 1) Tidak menunjukkan keletihan ekstrim / dispnea 2) Aktivitas minimal c. Intervensi 1) Kaji tingkat respon terhadap aktivitas Rasional : mengetahui tingkat aktifitas pasien 2) Monitor TTV Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

3) Pantau nadi dan pernafasan selama dan sesudah aktivitas Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nafas selama / sesudah aktifitas 4) Berikan istirahat yang optimal Rasional : untuk memulihkan tenaga seperti semula 5) Dorong pasien untuk mobilisasi diri Rasional : untuk melatih pasien untuk berlatih mandiri untuk bermobilisasi / bergerak 6) Kolaborasi dengan dokter Rasional : melakukan tindakan advis dari dokter mempercepat kesembuhan dengan pemberian obat 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya secret), tidak adekuatnya imunitas, proses penyakit dan Malnutrisi. a. Tujuan : tidak terjadi inveksi b. Kriteria Hasil : 1) Tidak ada tanda-tanda infeksi 2) Luka kering c. Intervensi 1) Kaji tanda-tanda infeksi Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi 2) Kaji perhitungan latihan nafas Rasional : mengetahui keadaan umum pasien 3) Kaji TTV Rasional : mengobservasi sputum-sputum penelitian lebih lanjut penyakit 4) Observasi bau, warna dan karakter sputum 5) Latih pasien batuk efektif Rasional : untuk mengeluarkan secret pada pasien 6) Kolaborasi pemberian antibiotik dan anti mikrobiol Rasional : untuk mengurangi rasa sakit / majelis pada daerah dada

BAB III PENUTUP

i.

Kesimpulan Emfisema adalah dilatasi asinas yang tidak dapat pulih yang diperberat oleh perubahan obstruksi dinding asing dengan penurunan recoil elastis dari paru. Empisema biasanya timbul setelah bertahun-tahun merokok (merokok merupakan penyebab utama), tapi perokok pasif juga dapat menyebabkan emfisema. Selain itu terdapat juga faktor yang mempengaruhi timbulnya emfisema, seperti faktor lingkungan (polusi udara, agen-agen infeksius alergi pada waktu mengalami gejala-gejala obstruksi kronis, faktor pekerjaan (beberapa pekerjaan seperti pengolahan baja dan perombongan batu bara / batu tulis). Dampak yang ditimbulkan akibat emfisema yaitu dapat merusak dinding alvioler dan menyebabkan bleb / bula, kolabs bronkeolus pada ekspirasi. Pada pasien emfisema didapatkan data sebagai diagnosa keperawatan yaitu : bersihkan jalan nafas tidak efektif, gangguan disebabkan adanya nafas tidak efektif yang disebabkan adanya penumpukan spuntum, dan intoleransi aktivitas yang dialami pasien yang disebabkan karena kelemahan fisik. Resiko tinggi infeksi karena adekuatnya pertahanan utama (kerja silia, menetapnya secret). Ansietas atau ketakutan karena adanya perubahan dalam status kesehatan yang ditandai pasien, cemas, gelisah, dan ketakutan. Gangguan pertukaran gas karena suplai oksigen dan kerusakan alveoli. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan karena penurunan masukan peroral.

ii. Saran Hendaknya pengelolaan pasien emfisema sangat perlu diperhatikan tentang munculnya masalah pertukaran gas dan bersihan jalan nafas. Maka dalam pengkajian perlu difokuskan pada proses dan status respiratorinya tanpa mengabaikan pengkajian pasien secara menyeluruh. Kita juga harus memperhatikannya adanya luka supaya tidak terjadi infeksi. Dan hendaknya dalam menyusun intervensi keperawatan diusahakan secepat mungkin sehingga pada saat intervensi itu dilaksanakan maka hasil yang diharapkan, yang tercantum dalam kriteria hasil dapat terpenuhi dan itu berarti tindakan yang kita laksanakan bisa mengatasi masalah yang muncul.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Corwin, J. Elisabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Doengoes, ME. Moorhouse, M.F, Geissler, A.C. 2000. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Edisi 3. Ahli Bahasa I Made Kariasa, S.Kp, Ni Made Sumarwati, S.Kp. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Stork, John E. 1992. Manual Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Binarupa Aksara. Sunddarth & Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Você também pode gostar