Você está na página 1de 16

1

PERSYARATAN UTILITAS RUANG SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERANCANGAN BANGUNAN Sumardjito*)

Abstrak Salah satu komponen kegiatan perancangan bangunan adalah penyusunan tata ruang yang disesuaikan dengan spesifikasi kegiatan yang akan diwadahi ruang tersebut. Pewadahan kegiatan bukan sekedar memberikan tempat pada suatu ruang, namun juga harus mempertimbangkan aspek utilitas ruang sebagai salah satu faktor penentu kenyamanannya. Pada aspek ini dibahas pemanfaatan kondisi alam tropis sebagai upaya perencanaan utilitas ruang, yang salah satunya adalah mengupayakan kelancaran sirkulasi udara di dalam ruang dengan memanfaatkan perbedaan suhu, berat jenis dan tekanan udara di dalam dan atau di luar ruangan. Bukaan-bukaan dinding dan atap sebagai upaya kelancaran sirkulasi udara perlu dimanfaatkan pula sebagai upaya pemanfaatan sinar matahari. Dengan demikian pemikiran perencanaan bukaan dinding untuk ventilasi harus merupakan satu kesatuan pemikiran dengan perencanaan penerangan alami. Salah satu permasalahan yang harus dipecahkan dalam pemanfaatan kondisi alam tropis adalah 1).memanfaatkan terang dari sinar matahari tanpa harus terkena secara langsung efek panasnya, 2).melancarkan sirkulasi udara ke dalam ruang dengan nyaman yaitu dengan kecepatan angin yang tidak terlalu keras. Dari kajian ini, didapatkan bahwa untuk mendapatkan sinar matahari yang nyaman untuk penerangan pada suatu ruang, maka lubang-lubang cahaya harus diletakkan di daerah bayang-bayang. Perbedaan tinggi lubang cahaya lebih berpengaruh terhadap intensitas cahaya di dalam ruangan dibandingkan dengan perbedaan dimensi horisontal. Kecepatan angin yang terlalu keras dapat dikendalikan dengan adanya jalusi yang dipasang pada lubang dinding dengan membentuk sudutsudut tertentu. Selain itu, perletakan lubang ventilasi juga jarus mempertimbangkan arah angin dominan pada suatu lokasi. Kata kunci: Utilitas Ruang, Kenyamanan Pendahuluan Upaya perancangan bangunan, apapun sarana, metode, atau pendekatan yang digunakan, pada akhirnya akan berfungsi sebagai wadah kegiatan manusia. Dengan demikian titik tolak keseluruhan pemikiran dan upaya perancangan tersebut haruslah berdasarkan pada tuntutan dan persyaratan dari manusia calon pemakai yang harus dipenuhi. Dengan demikian diharapkan akan tercipta suatu ruang atau wadah yang secara umum bisa dinikmati dan dirasakan nyaman oleh calon penghuni tersebut.

Persyaratan utilitas ruang secara umum diartikan sebagai suatu persyaratan fisik lingkungan dan suasana suatu ruang yang mengarah pada terciptanya ruang berkualitas, ditinjau dari aspek kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, yang bisa diformulasikan lagi sebagai suatu ruang yang menyenangkan Kenikmatan (comfort) pada suatu ruangan akan tercipta dari 2 faktor pokok, yaitu adanya 1).kesegaran atau kelancaran sirkulasi udara dan 2). adanya kenyamanan. Dari aspek psikologis, kenikmatan dapat bersifat relatif, namun pada tinjauan aspek fisik, kenikmatan akan lebih banyak bersifat universal, walau untuk inipun masih dibatasi pula oleh kebiasaan manusia dan ciri fisik alam pada suatu batas geografis tertentu. Kesegaran akan banyak menyangkut masalah terpenuhinya kebutuhan udara yang sehat dan bersih bagi penghuni ruang, meliputi kelancaran sirkulasi, kuantitas maupun kualitas udara yang ada, sedangkan kenyamanan, walaupun secara umum tidak bisa dipisahkan dari faktor kesegaran ruang, akan lebih banyak menyangkut faktor distribusi/penyebaran pencahayaan ruang, konstanitas kelembaban dan suhu ruang yang diharapkan. Kedua hal tersebut diatas merupakan faktor pokok pada Persyaratan Utilitas Ruang. Permasalahannya adalah bagaimana memanfaatkan terang sinar matahari tanpa kena efek langsung panasnya dan melancarkan sirkulasi udara ke dalam ruangan dengan nyaman ?. Berikut ini akan diuraikan hal-hal yang terkait dengan permasalahan tersebut. Pemanfaatan Kondisi Alam Iklim Tropis. Daerah dengan iklim tropis didunia terdiri 2 jenis, yaitu daerah dengan iklim tropis kering, sebagai contoh adalah di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya, serta daerah dengan iklim tropis lembab, yang terdapat pada sebagian besar negaranegara di Asia, termasuk Indonesia, walaupun untuk beberapa daerah di Indonesia, misalnya beberapa bagian pulau Nusa Tenggara mengarah pada kondisi tropis kering, namun itupun tidak terjadi sepanjang tahun. Dengan kondisi iklim tropis lembab, dimana potensi angin dan cahaya matahari merupakan sumber daya alam yang cukup berlimpah, maka sewajarnyalah upaya perancangan bangunan selalu berorientasi pada pemanfaatan kondisi dan potensi alam tersebut.

Matahari memberi banyak manfaat kepada kita, memberi sinar dan kehangatan yang merupakan ciri daerah tropis, serta memberi kesehatan dan energi. Anginpun sangat bermanfaat untuk memberikan kesejukan, kesegaran, kebersihan aroma dan kelegaan bernafas pada paru-paru kita. Kondisi suhu udara didaerah tropis lembab biasanya tinggi, namun hal tersebut tidak akan terasa mengganggu apabila ada yang mengimbanginya, yaitu adanya hembusan angin yang cukup. Sebagai contoh apabila kita berada dipantai, walaupun suhu sangat panas, namun perasaan panas tersebut bisa tereduksi dengan berhembusnya angin laut yang mengalir konstan. Dengan demikian faktor penentu ketidaknyamanan terutama bukan disebabkan oleh panasnya udara, namun pada faktor kelembaban yang berlebihan. Hembusan angin akan sangat membantu penguapan kandungan air yang berlebihan pada udara, dengan demikian akan mengurangi derajat kelembaban yang berlebihan, karena hal tersebut akan banyak membawa kerugian bagi fisik bangunan maupun fisik manusia/aspek kesehatan. Menyangkut hal tersebut, Brown (1987:87) menyatakan bahwa pengaruh kelembaban yang berlebihan pada udara akan berpengaruh pada fisik bangunan yaitu akan mempercepat tumbuhnya organisme yang merapuhkan dan membusukkan kayu, menyebabkan tumbuhnya jamur dan lumut pada dinding serta mempercepat proses oksidasi/pengkaratan pada bahan-bahan baja/logam, sedangkan pada fisik manusia bisa menyebabkan timbulnya penyakit rheumatik, pneumonia dan sejenisnya. Hal diatas harus benar-benar diperhatikan dalam suatu upaya perancangan bangunan, yaitu dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan, standard, dan pedomanpedoman perancangan, sehingga diharapkan akan tercapai ruang yang segar dan nyaman, yang berarti terciptanya ruang yang berkualitas. Dari uraian diatas, maka upaya pemanfaatan dan pengelolaan daerah beriklim tropis mencakup: Pengupayaan sarana sirkulasi udara yang memadai, Pengupayaan sarana pemanfaatan sinar matahari, Pengatasan terhadap kelembaban dari air tanah Pengatasan terhadap cuaca/iklim setempat. kondisi alam

Sirkulasi Udara Pada Ruang ruang Kegiatan Prinsip upaya perancangan bangunan pada daerah beriklim tropis yang benar harus mempertimbangkan pemanfaatan sebanyak mungkin kondisi alam, diantaranya adalah pengupayaan pemikiran penghawaan alami untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran sirkulasi udara pada bangunan tersebut. Brown (1987:123) menyebutkan bahwa prinsip terjadinya aliran udara adalah, mengalirnya udara dari daerah bertekanan tinggi kearah daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara terjadi karena adanya perbedaan temperatur pada masingmasing daerah tersebut, dimana secara horizontal akan menimbulkan perbedaan tekanan dan secara vertikal akan menimbulkan perbedaan berat jenis. Dalam upaya pemanfaatan penghawaan alami, perlu diperhatikan bahwa pengaliran udara yang perlahan-lahan namun kontinyu sangat mutlak diperlukan, agar udara didalam ruangan selalu diganti dengan udara yang bersih, sehat, segar dan terasa nyaman. Pada kegiatan rumah tinggal, pergantian udara bisa dikatakan baik apabila udara didalam ruangan dapat selalu berganti sebanyak 15 m3/orang/jam, semakin kecil ukuran ruang, maka frekuensi pergantian udara harus semakin sering. Keterlambatan atau kekurangan volume pergantian udara didalam ruang akan meningkatkan derajat kelembaban ruang, yang akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, disamping itu udara kotor sisa gas buang yang tidak secepatnya tersalur keluar akan sangat merugikan kesehatan pemakai ruang. Sebagai pedoman, suatu ruang akan terasa nyaman untuk tubuh apabila kelembaban didalam ruang tersebut berkisar antara 40 60%. Pada ruang-ruang yang jarang terkena pengaruh panas sinar matahari, maka pengendalian kelembaban sangat ditentukan oleh kelancaran sirkulasi udara yang mengalir didalam ruang tersebut. Kelembaban tinggi, disamping disebabkan oleh kurang lancarnya sirkulasi udara didalam ruang dan kurangnya pengaruh sinar matahari, juga disebabkan oleh faktorfaktor: Air hujan: Akibat merembesnya air hujan dari luar dinding kedalam dinding bangunan, Akibat merembesnya air hujan yang disebabkan oleh sistem talang air hujan yang tidak benar, misalnya talang datar yang teletak diatas dinding memanjang,

Penyusupan air hujan melalui sela daun pintu, jendela dan lain-lain yang tidak rapat sempurna dan masih terkena tampias air hujan. Kondisi air tanah Akibat merembesnya air dari tanah melalui pondasi dan dinding ke lantai secara kapilerisasi. Dengan demikian pemecahan teknis akibat adanya kelembaban tinggi secara rinci juga tergantung dari penyebab utama timbulnya hal tersebut. Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Horisontal. Perancangan tata ruang yang benar harus dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi atau pengaliran udara yang dapat melalui seluruh ruang-ruang yang dirancang. Kelancaran aliran/ sirkulasi udara pada suatu susunan ruang bisa diperoleh dengan: 1. Membuat lubang-lubang ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan (cross ventilation), 2. Memanfaatkan perbedaan suhu pada masing-masing ruang, karena udara akan mengalir dari daerah dengan suhu rendah (yang mempunyai tekanan tinggi) kedaerah dengan suhu tinggi (yang mempunyai tekanan rendah). Dengan memperhatikan dua hal diatas, dalam perancangan tata ruang, perlu dipikirkan 1). Spesifikasi arah angin dominan pada suatu lokasi dimana bangunan akan didirikan, dan 2). Dengan memperhitungkan perancangan tata ruang yang dapat menghasilkan ruang dengan kondisi suhu ruang yang bervariasi, untuk mengarahkan dan memperlancar sirkulasi udara ruang, yaitu dengan upaya pengolahan pelubanganpelubangan yang berbeda-beda. Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi, angin yang datang masuk ke ruangan ternyata terlalu kencang, sehingga justru menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan dan diupayakan adanya semacam louvre atau kisi-kisi yang dipasang pada lubang tersebut. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai sarana untuk membelokkan dan memperlambat kecepatan angin yang masuk ruangan, sehingga ruangan bisa terasa nyaman. Brown (1987:87) menyatakan bahwa dengan dipasangnya louvre atau kisi-kisi tersebut, dapat mengurangi kecepatan angin dari 9 - 40 km/jam menjadi 5 7,5 km/jam.

Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Vertikal. Mangunwijaya (1980:153) menyebutkan bahwa prinsip perancangan ventilasi vertikal adalah berdasarkan suatu teori bahwa udara kotor dan kering akan selalu mengalir keatas secara alamiah, sedangkan udara segar dengan berat jenis yang lebih besar akan selalu mengalir kebawah atau selalu mendekati lantai. Prinsip diatas harus diperhatikan dalam upaya perancangan tata ruang, sehingga pembuangan udara kotor keluar ruangan dan suplai udara segar ke dalam ruangan dapat terpenuhi. Penerapan prinsip-prinsip tersebut pada perancangan fisik ruang mencakup: 1. Pelubangan dan atau kisi-kisi pada langit-langit, yang memungkinkan udara kotor dan kering bisa menerobos keluar ruangan secara vertikal, 2. Adanya pori-pori pada atap, aplikasinya pada susunan genting yang masih mempunyai sela-sela. 3. Penerapan skylight, yaitu upaya memanfaatkan sinar matahari dengan sistem pencahayaan dari atap, yang dikombinasikan dengan lubang-lubang ventilasi vertikal pada daerah tersebut, dengan demikian panas akibat adanya radiasi sinar matahari dari skylight bisa berfungsi sebagai penyedot udara, hal ini disebabkan didaerah tersebut terjadi tekanan udara rendah akibat timbulnya kenaikan suhu udara, Mangunwijaya juga menyebutkan bahwa, perencanaan penghawaan alami pada perencanaan bangunan akan lebih efektif apabila merupakan penggabungan antara sistem ventilasi horisontal dengan sistem ventilasi vertikal, karena kedua sistem tersebut akan saling menunjang. Berdasarkan penelitian, upaya tersebut ternyata bisa menaikkan tingkat keberhasilan 10% dibandingkan apabila sistem tersebut diterapkan secara terpisah. Pemanfaatan Sinar Matahari. Secara umum sinar matahari yang masuk kedalam ruangan bisa dibedakan dalam beberapa jenis: 1. Sinar Matahari Langsung, yang masuk kedalam ruang tanpa terhalang oleh apapun, 2. Sinar matahari yang berasal dari pantulan awan,

Untuk nomor 1 dan 2 biasa disebut sinar langit. 3. Sinar matahari refleksi luar, yaitu sinar matahari hasil pantulan (refleksi) cahaya dari benda-benda yang berada diluar bangunan, dan masuk kedalam ruangan melalui lubang-lubang cahaya. Termasuk disini adalah sinar matahari yang terpantul dari tanah, perkerasan halaman, rumput, pohon yang selanjutnya terpantul kebidang kerja didalam ruangan (bidang kerja adalah suatu bidang khayal atau anggapan, setinggi 75 cm dari lantai, yang dipergunakan sebagai titik tolak perhitungan penyinaran). 4. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu sinar matahari pantulan cahaya dari benda-benda atau elemen-elemen didalam ruang itu sendiri. Sinar matahari yang bermanfaat karena terangnya, juga akan mendatangkan panas, atau setidak-tidaknya akan menaikkan suhu ruang, dengan demikian perlu diperhatikan kenyataan: 1). Bahwa gangguan sinar matahari datang dari silau sinarnya, dan kemudian sengatan panasnya, 2).Sinar matahari disamping memberi terang juga memberi panas. Dari kedua kenyataan diatas, perlu diambil langkah-langkah dalam upaya perancangan tata ruang sebagai berikut: Dalam memanfaatkan sinar matahari, seoptimal mungkin kita memanfaatkan sinarnya, namun sekaligus mengupayakan langkah-langkah untuk bisa mengurangi panas yang timbul, Dalam memanfaatkan potensi sinar matahari, kita tidak mengupayakan cahaya langsung, tapi cukup cahaya pantulan atau cahaya bias. Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, lubang cahaya harus diletakkan didaerah bayang-bayang. Pemanfaatan cahaya langsung didalam ruang biasanya hanya dipergunakan pada suatu kasus atau keadaan khusus, yang memerlukan suatu effek arsitektural khusus, kesan aksentuasi, atau untuk suatu fungsi-fungsi tertentu saja. Menurut Dirjend Cipta Karya, (1987:12), disebutkan bahwa standard minimal lubang cahaya untuk ruang-ruang kegiatan sehari-hari adalah 1/8-1/10 dari luas lantai. Dalam ungkapan fisik, biasanya disain lubang cahaya merupakan pemikiran yang tidak terpisahkan dari disain lubang ventilasi, dengan demikian rincian bentuk maupun perletakannya perlu dijabarkan lagi dengan lebih detail dengan mempertimbangkan kedua aspek tersebut.

Derajat / tingkat Penyinaran. Dalam kegiatan perancangan bangunan, upaya pemikiran pemanfaatan sinar matahari perlu memperhitungkan 3 faktor yang akan mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran suatu ruang, yaitu: Ketinggian lubang cahaya Yang dimaksud ketinggian lubang cahaya adalah jarak vertikal yang diperhitungkan dari bidang kerja kearah ambang atas maupun ambang bawah lubang cahaya. Kedalaman ruang Kedalaman ruang adalah jarak batas ruang terluar dengan batas datang sinar (misalkan: panjang oversteck dimuka ruang). Berkaitan dengan ketiga faktor tersebut, menurut Soetiadji, (1986;23), ternyata terdapat kaitan antara ketinggian lubang cahaya dengan tingkat/derajat penyinaran pada ruangan berdasarkan tabel dibawah ini: KETINGGIAN LUBANG CAHAYA 1. Dikurangi 15 % 2. Dikurangi 30 % 3. Dikurangi 40 % DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN JENDELA SATU SISI JENDELA DUA SISI Turun 19 % Turun 9,5 % Turun 38 % Turun 25 % Turun 63 % Turun 44 %

Lebar lubang cahaya Lebar lubang cahaya merupakan dimensi horizontal dari lubang cahaya tersebut. Menurut Soetiadji, lebar lubang cahaya juga memberi pengaruh pada derajat/tingkat penyinaran sesuai tabel dibawah ini: LEBAR LUBANG CAHAYA 1. Dikurangi 22 % 2. Dikurangi 50 % DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN Turun 7 % Turun 25 %

Dari tabel diatas, dapat dinyatakan bahwa ketinggian lubang cahaya ternyata lebih berperan dalam menentukan derajat/tingkat penyinaran ruang dibandingkan dengan kelebaran (dimensi horisontal) lubang cahaya. Ungkapan diatas bisa dijabarkan lebih jelas sebagai berikut:

1. Bahwa walaupun lubang cahaya sudah cukup lebar, namun apabila ketinggian lubang tersebut kurang memenuhi syarat, tidak akan menghasilkan tingkat penyinaran ruang yang efektif. 2. Makin tinggi lubang cahaya, akan makin efektif tingkat penyinaran yang dihasilkan pada suatu ruang. Sedangkan pengaruh antara panjang/lebar oversteck dimuka lubang cahaya terhadap derajat/tingkat penyinaran didalam ruang adalah sebagai berikut: DERAJAT/TINGKAT PENYINARAN SISI DEKAT SISI JAUH Turun 14 % Turun 7,5 % Turun 24 % Turun 39 % Turun 15 Turun 22 % %

PANJANG OVERSTECK 1. 60,00 CM 2. 120,00 CM 3. 180,00 CM .

Dari tabel tersebut bisa dinyatakan bahwa oversteck dimuka lubang cahaya sangat mempengaruhi derajat/tingkat penyinaran pada suatu ruang, dengan demikian perlu perhitungan yang matang dalam perencanaan oversteck diatas/dimuka lubang cahaya, supaya tidak merugikan kwalitas penyinaran pada ruang tersebut. Radiasi Panas Sinar Matahari. Disamping memancarkan sinar/cahaya, matahari juga akan mengeluarkan panas. Panas inilah yang harus ditanggulangi dalam upaya perancangan bangunan, setidaktidaknya dikurangi sehingga suhu ruangan bisa sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa pemikiran perancangan ruang sebagai upaya untuk mengurangi efek panas yang disebabkan oleh radiasi panas sinar matahari adalah berdasarkan suatu prinsip memasang lubang cahaya didaerah bayang-bayang/bias cahaya matahari. Aplikasinya dalam ungkapan fisik sebagai berikut: 1. Memasang tabir sinar matahari pada bagian luar ruang/lubang cahaya. Cara ini bisa mereduksi radiasi panas sebesar 90 95 % 2. Memasang tabir sinar matahari dibagian dalam ruang/lubang cahaya. Cara ini dapat mereduksi radiasi panas sinar matahari sebesar 60 70 %

10

Tabir sinar matahari bisa berupa tabir horisontal (horizontal blind), atau tabir sinar matahari vertikal (vertical blind), yang pemasangannya bisa dengan cara pemasangan dengan bentuk permanen, atau yang bersifat adjustable/moveable, yang bisa diatur sesuai kebutuhan. Pada penerapannya dalam ungkapan fisik, fungsi tabir sinar matahari bisa berfungsi ganda, yaitu disamping sebagai sarana untuk mereduksi radiasi panas sinar matahari, juga sebagai sarana pengatur derajat/tingkat penyinaran ruang, dengan demikian sebaiknya tabir sinar matahari tersebut diberi warna yang terang/cerah untuk dapat memberi effek bias yang maksimal. Upaya Utilitas Ruang Pada Perancangan Fisik. a. Untuk merancang suatu tata ruang bangunan, perlu dipikirkan suatu organisasi dan pola perletakan ruang yang mengikuti pola pergerakan pemakai yang selalu bersambung (continous space), sehingga disamping melancarkan arus sirkulasi pergerakan, juga memperlancar sirkulasi udara didalam ruang. b. Pemasangan pelubangan-pelubangan pada dinding-dinding ruang sebaiknya diletakkan dengan ketinggian yang sama dengan plafond atau sedikitnya mendekati sama dengan tinggi plafond, untuk ketinggian ambang bawah setinggi-tingginya 75 cm dari lantai (merupakan ketinggian bidang kerja), dengan demikian diharapkan: 1. Dari aspek penghawaan, akan lebih menyempurnakan kelancaran sirkulasi udara, dengan menghindari kantong-kantong udara kering didalam ruang, serta memperlancar distribusi udara segar masuk kedalam ruang. 2. Dari aspek penyinaran, efek penetrasi sinar matahari akan sangat efektif, karena tingkat/derajat penyinaran kedalam ruang bisa maksimal. c. Untuk perancangan langit-langit, sebaiknya pada tempat-tempat tertentu diberi kisikisi untuk memudahkan pengaliran udara kering keatas, sedangkan pada ruang-ruang yang membutuhkan aksen-aksen khusus, lubang/kisi-kisi tersebut bisa dikombinasikan dengan lubang-lubang cahaya atas (skylight). Dengan demikian didapatkan manfaat dari upaya diatas, yaitu: 1. Sirkulasi udara arah vertikal bisa berjalan lancar mengalir keatas, karena hal ini juga dibantu dengan panas yang timbul dari radiasi sinar skylight.

11

2. Penyinaran alami pada ruang tersebut akan mempunyai nilai khusus sebagai Eye Catcher atau Point of Interest, yang biasanya pada skylight tersebut dibuat disain khusus berupa kaca warna ornamental (glass in lood). d. Warna/cat pada bidang-bidang pembatas ruang sebaiknya diatur sebagai berikut: 1. Warna langit-langit diusahakan memakai warna terang/cerah, karena bidang ini berfungsi sebagai bidang pantul pokok. 2. Warna dinding diusahakan warna terang/cerah terutama bidang dinding yang berseberangan dengan lubang cahaya, namun bisa dipilih dengan intensitas terang dibawah warna langit-langit. 3. Warna lantai/tegel bisa dipilih sesuai selera (bisa warna gelap ataupun terang), karena bidang lantai bukan merupakan unsur pokok yang mempengaruhi pemantulan cahaya didalam ruang, kecuali apabila bidang lantai tersebut terletak diteras, yang biasanya terkena langsung sinar matahari, perlu dipertimbangkan pemilihan warna-warna yang teduh. e. Pemilihan bahan lantai harus benar-benar dari bahan kedap air. Makin baik bahan tersebut bisa mengisolir air akan makin baik dalam menjaga stabilitas suhu dan kelembaban ruang yang diinginkan, karena dengan tertahannya air dari tanah yang akan merambat keatas dengan cara kapiler, maka suhu dan kelembaban didalam ruang akan tetap stabil. Disamping itu perlu diperhatikan juga pemasangan pasangan kedap air sampai dengan dinding setinggi 30 cm dari lantai untuk dinding-dinding umumnya, dan setinggi minimal 150 cm untuk dinding-dinding yang langsung berhubungan dengan tempattempat basah. f. Supaya dihindari pemasangan talang datar yang terletak sejajar diatas dinding, karena rembesan dan pengembunan pada seng talang tersebut akan meresap ke dinding yang mengakibatkan tumbuhnya jamur dan pelapukan. g. Penutup atap dari bahan genting akan lebih baik dibandingkan dari bahan-bahan lain yang berupa lembaran-lembaran besar (seng, asbes dsb), karena susunan genting pada atap merupakan elemen yang cukup baik sebagai sarana ventilasi vertikal. h. Pemasangan tabir sinar matahari, cukit, jalusi atau pergola dimuka atas lubang jendela sangat dianjurkan untuk mereduksi silau dan panas sinar matahari. Untuk

12

memperlambat kecepatan angin yang masuk ruangan perlu dipasang kisi-kisi/jalusi yang dipasang dimuka lubang jendela. i. Sejauh mungkin diupayakan, supaya pada salah satu sisi ruangan atau bangunan, bisa dinaungi oleh rimbunnya gerumbul atau pepohonan, upaya tersebut bermanfaat untuk: 1. Menetralisir/mereduksi panas yang akan masuk ruangan. 2. Perbedaan suhu pada masing-masing sisi ruangan atau bangunan juga akan mengarahkan dan mempermudah pengaliran sirkulasi udara didalam ruangan. Kendala Kendala Yang Biasa Dijumpai Persyaratan Utilitas Ruang bisa diterapkan dalam ungkapan fisik secara ideal apabila tidak ada keterbatasan yang meliputi; keterbatasan lahan, keterbatasan dana dan rendahnya kesadaran masyarakat. Pada penerapannya, justru ketiga hal itulah yang menjadi kendala utama sehingga persyaratan utilitas ruang tersebut tidak bisa secara maksimal diterapkan. Secara teknis, kendala akibat keterbatasan lahan mencakup : Pada kondisi tata ruang yang tersusun berjubel, mengakibatkan tidak lancarnya sirkulasi udara serta menyulitkan sinar matahari masuk ruangan. Pada penerapan rehabilitasi terhadap kondisi tersebut, ternyata sulit dalam menerapkan sistem ventilasi dan pelubangan sinar sesuai pedoman. Upaya perancangan pada lahan yang relatif sempit dengan dana pembangunan yang sangat terbatas, juga sulit untuk bisa menghasilkan penataan ruang yang bisa memanfaatkan penghawaan alami dan sinar matahari, karena dengan pertimbangan penghematan biaya, bangunan-bangunan dari klas ini biasanya mempunyai penataan ruang yang sangat sederhana, yang sering menimbulkan kesulitan pada upaya pemanfaatan penghawaan alami dan sinar matahari secara optimal. Bukaan-bukaan ruang ditengah ruang/rumah (inner court) yang berfungsi sebagai sarana sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari sering dipandang sebagai suatu pemborosan, karena seolah-olah ruang tersebut tidak bermanfaat, sehingga hal tersebut sering diabaikan, dan dipakai sebagai ruang pada umumnya. Akibatnya ruang-ruang menjadi pengap dan panas karena tidak terdapat sirkulasi udara yang baik dan lancar.

13

Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan diatas, maka bisa diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Bahwa dengan potensi alam yang sudah cukup melimpah di Indonesia ini, sebenarnya sangat dianjurkan untuk memanfaatkannya seoptimal mungkin pada upaya perancangan maupun pembuatan bangunan, karena dengan cara tersebut, sebenarnya kita telah mengupayakan langkah-langkah hemat energi yang saat ini sedang giat dicanangkan. b. Dengan mengetahui pedoman, ketentuan dan patokan-patokan persyaratan utilitas ruang tersebut, dapat menghindari adanya bentuk-bentuk bangunan yang berlebihan , yang tidak diperlukan, atau bahkan mungkin malahan merugikan bangunan atau penghuninya sendiri. c. Untuk terciptanya ruang yang berkualitas, komponen-komponen pada persyaratan utilitas ruang tidak bisa berdiri sendiri, terpisah dari komponen lainnya , namun komponen-komponen tersebut akan berfungsi dengan saling terkait dan menunjang, dengan demikian upaya perancangannya harus merupakan satu kesatuan pemikiran. d. Untuk menerapkan persyaratan utilitas ruang pada upaya perancangan bangunan secara optimal, diperlukan 3 faktor pokok yang salah satunya harus ada, yaitu: 1. Ketersediaan lahan yang relatif cukup, 2. Ketersediaan dana untuk membiayai upaya tersebut, 3. Kesadaran masyarakat penghuni/calon penghuni bangunan terhadap upaya hidup secara sehat dan nyaman.

SKYLIGHT

KISI-KISI

SKYLIGHT DI DALAM RUANG (TERUTAMA PADA RUANG DENGAN BENTANG LEBAR)

14

BAYANG2

RUANG-RUANG FUNGSIONAL

BAYANG2

PEMANFAATAN TERAS LEBAR PADA BANGUNAN KUNO

DAERAH BAYANG2 /BIAS

+
DAERAH BAYANG2 /BIAS

UPAYA PENEMPATAN LUBANG CAHAYA DI DAERAH BAYANG2 DENGAN MENGGUNAKAN PERGOLA ATAUPUN SUN SCREEN

NORMAL

HANGAT

NORMAL

SKYLIGHT PADA 'COURT' (TAMAN DALAM)

15

Daftar Pustaka Brown. GZ, 1987. Matahari, Angin dan Cahaya. Bandung: Intermatra. Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1979. Penerangan Alami Siang Hari. Jakarta: Yayasan LPMB. Mangunwijaya, YB, Dipl. Eng. 1981. Pasal-Pasal Penghantar Fisika Bangunan. Jakarta: Gramedia. Soetiaji, Setyo, Ir. 1986. Anatomi Utilitas. Jakarta: Jambatan _____, 1990. Lubang-Lubang Angin dan Cahaya. Jakarta, Majalah Konstruksi edisi September 1990.

16

Você também pode gostar