Você está na página 1de 5

ANGGARAN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Oleh : Rio Eryco Vebriadi NPM 114060018002 Selama dua puluh enam tahun Indonesia dipimpin oleh kekuasaan otoriter yang dikenal dengan rezim orde baru. Kekuasaan pada masa orde baru bersifat terpusat dan parlemen yang seharusnya menyuarakan aspirasi rakyat, pada saat itu, hanya menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan dan menuruti kemauan penguasa. Pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi di Indonesia, pemerintah gagal mengatasinya dan akhirnya merambat menjadi krisis politik, keamanan dan sosial. Kegagalan itu menyebabkan pemerintahan orde baru harus mengakhiri masa kekuasaannya. Kemudian munculah era reformasi, berbagai perubahan dilakukan pemerintahan yang baru untuk mengoreksi kekurangan dan kesalahan yang terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya, salah satunya dengan amandemen undang-undang dasar negara. Era reformasi juga identik dengan era keterbukaan, maka sejak saat itu pemerintah dituntut untuk lebih terbuka dalam penyelenggaraan roda pemerintahannya. Good governance, akuntabilitas dan transparansi menjadi isu-isu yang sering diperbincangkan. Perubahan-perubahan yang terjadi membawa harapan baru bagi masyarakat akan terciptanya kesejahteraan yang merata bagi mereka. Namun setelah sepuluh tahun berjalannya reformasi, rakyat belum bisa merasakan keterwujudan harapan itu. Kondisi politik yang terjadi dan maraknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) membuat masyarakat bersikap apatis dan pesimis terhadap kinerja pemerintah dan parlemen dalam mewujudkan kesejahteran mereka. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Pemerintah dituntut untuk terbuka dan bertanggungawab dalam pelaksanan anggaran. Hal ini sebagaimana tercantum dalam amandemen undang-undang dasar 1945 pasal 23 ayat 1 yaitu Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kementerian keuangan sebagai pengelola keuangan negara dituntut untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance guna mewujudkan pelaksanaan anggaran yang transparan dan akuntabel.

Good Governance dalam Pelaksanaan Anggaran


Penggunaan kata-kata good governance meningkat seiring dengan tuntutan era keterbukaan di masyarakat. Good governance yang berarti tata kelola pemerintahan yang baik, terdiri dari dua kata yaitu good dan governance. UNESCAP (United Nations Economic and Social Commitee for Asia and the Pacific) mendefiniskan governance sebagai the process of decision-making and the process by which decisions are implemented (or not implemented), proses pengambilan keputusan dan apakah keputusan tersebut diterapkan atau tidak diterapkan. Sedangkan kata good mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, kemandirian, aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Guna mewujudkan suatu good governance maka ada prinsip-prinsip yang harus dipenuhi atau ditaati. Berbagai organisasi mengemukakan prinsip-prinsip good governance yang berbeda namun setidaknya ada tiga prinsip yang harus terpenuhi yaitu1, (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi dan (3) Partisipasi. Selain prinsip-prinsip tersebut, ada tiga pemangku kepentingan dalam konteks good governance yaitu (1) Pemerintah yang berperan untuk menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif, (2) sektor swasta yang berperan sebagai pencipta lapangan pekerjaan dan pendapatan, dan (3) masyarakat yang berperan untuk mendorong interaksi sosial dan partisipasi anggotanya. Ketiga pemangku kepentingan tersebut hendaknya berada dalam tingkat yang sejajar satu sama lain, sebagai bentuk pengawasan dan hubungan yang setara.

Akuntabilitas dan Transparansi Anggaran


Akuntabilitas adalah Kewajiban dari seorang individu atau organisasi untuk menjelaskan kegiatannya, mempertanggungjawabkann kegiatan itu, dan untuk mengungkapkan hasilnya secara transparan. Hal ini juga termasuk tanggung jawab untuk uang atau harta yang dipercayakan lainnya2. Dalam kamus bahasa Inggris, akuntabilitas merupakan bentuk kata benda dari akuntabel yang berarti tanggung jawab. Salah satu prinsip penyelenggaraan negara yang bersih dalam Undanundang No. 28 tahun 1999 diterangkan bahwa asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas memiliki hubungan erat dengan transparansi, karena kedua prinsip ini saling mendukung satu sama lainnya. Transparansi adalah kondisi yang bebas dan terbuka dimana aturan dan alasan di balik penentuan langkah-langkah pengaturan bersifat adil dan jelas untuk semua peserta3. Transparansi pada dasarnya adalah suatu bentuk keterbukaan suatu hal, dalam Undangundang No. 28 tahun 1999 tentang penyelengaraan negara yang bersih dan bebas KKN keterbukaan merupakan salah satu asas penting yang harus diterapkan. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara. Kedua prisnip ini juga di jadikan asas dalam pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Sebagai lembaga yang ikut serta dalam aktifitas penyelenggaraan negara dan memberikan suatu bentuk pelayanan publik bagi masyarakat, Kementerian Keuangan harus menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam setiap keputusan atau informasi yang menyangkut kepentingan publik. Dengan disahkannya paket undang-undang keuangan di tahun 2003, Kementerian Keuangan berusaha untuk dapat menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara secara akuntabel dan transparan, terutama dalam penyelenggaran anggaran yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamantkan dalam undang-undang dasar negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah disusun dan digunakan oleh pemerintah dipertanggung jawabkan melalui Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemerintah juga mengusulkan RAPBN melalui Nota Keuangan Pemerintah yang disampaikan setiap tahun anggaran. Kedua hal tersebut dipublikasikan melalui media massa dan laman web milik Kementerian Keuangan. Hal ini tentu saja dilakukan dalam rangka pemenuhan akuntabilitas dan transparansi yang diamantkan undang-undang.

Selain pemenuhan akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat melalui media massa dan media informasi lainnya, dalam penyelenggaraan anggaran, kedua prinsip tersebut juga diterapkan pada kementerian dan lembaga lainnya dalam pemerintahan. Maka melalui undangundang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sebagian fungsi pengelolaan keuangan yang sebelumnya terpusat di Kementerian Keuangan didistribusikan ke kementerian dan lembaga lainnya. Melalui undang-undang ini pula Kementerian keuangan berfungsi sebagai manajer keuangan pemerintah sementara fungsi opersional dalam penggunaan anggaran dilakukan oleh kementerian dan lembaga lain. Implementasi ini diharapkan dapat memenuhi asas check and balance guna menuju akuntabilitas dan transparansi antar lembaga pemerintahan. Pemerintah merasa bahwa dengan dipenuhinya ketentuan perundang-undangan penganggaran atau pengelolaan keuangan negara maka telah terpenuhi pula penyelenggaraan yang akuntabel dan transparan. Namun masyarakat merasa bahwa apa yang dilakukan pemerintah belum mencerminkan kedua hal tersebut. Masih adanya praktik-praktik pencaloan dan mafia anggaran di lingkungan kementerian dan lembaga serta palemen menimbulkan ketidakterbukaan anggaran dan celah KKN. Haedar Nasir (2011) berpendapat bahwa masyarakat harus mengetahui bagaimana

anggaran dialokasikan, bukan saja untuk apa alokasinya. Bagaimana pengalokasian anggaran menjadi penting karena masyarakat dapat mengetahui dengan jelas cara, ketepatan, pendistribusian dan penggunaan anggaran tersebut.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Anggaran


Ketidakterbukaan penyelenggaraan anggaran menyebabkan kesadaran masyarakat akan petingnya anggaran bagi kesejahteraann hidup mereka menjadi menurun. Masyarakat cenderung bersikap apatis terhadap kebijakan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah. Selain itu penyimpangan anggaran menyebabkan alokasi anggaran yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat , belum dapat dirasakan hasil atau manfaatnya. Anggota parlemen yang secara konstisusi merupakan wakil dari masyarakat belum bisa menyuarakan aspirasi masyarakat yang memilihnya. Para anggota parlemen cenderung mengedepankan kepentingan kelompok atau golongan mereka sendiri. Hal ini menyebabkan munculnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat sebagai bentuk pengawasan masyarakat terhadap jalannya penyelenggaraan anggaran. Tingkat pendidikan dan budaya masyarakat ikut berperan dalam menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam penyelengaraan anggaran. Minimnya kesadaran masyarakat, timbulnya sikap apatis dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi membuat partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan anggaran menjadi kecil. Seharusnya dengan tingkat partisipasi masyarakat yang baik maka fungsi perencanaan, pengawasan dan evaluasi anggaran yang ada di masyarakat bisa terakomodasi dengan baik sehingga terwujud suatu APBN yang dapat memenuhi kepentingan umum masyarakat.

Reformasi : Suatu Harapan Masyarakat


Sebagaimana diterangkan di atas, reformasi telah menjadi suatu harapan bagi masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Oleh sebab itu agenda-agenda reformasi yang telah

ditetapkan bersama harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. Reformasi mungkin akan memakan waktu yang lama dan energi yang besar, namun dengan kerja sama dan interaksi yang baik antara ketiga pemegang kepetingan, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, dapat memudahkan jalannya reformasi dan proses perubahan itu sendiri. Kajian dan penelitian dilakukan guna menemukan bentuk-bentuk dan cara-cara yang tepat untuk memperbaiki dan menata sistem dan sumber manusia yang ada. Tidaklah mungkin hanya memperbaiki sistem saja tanpa adanya perbaikan manusia pengguna sistem atau sebaliknya, karena keduanya saling terkait dan bergantung satu sama lainnya. Penerapan good goverance yang menyeluruh juga diperlukan untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pembuatan aturan perundang-undangan, perbaikan standard prosedur operasi (SOP), dan maklumat pelayanan publik merupakan bentuk-bentuk perbaikan dalam sistem, termasuk pembentukan badan-badan regulator dan komisi ombudsman yang berfungsi sebagai pusat aduan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan. Perbaikan sumber daya manusia juga dilakukan guna menunjang sistem yang telah diperbaiki. Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencipatakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah dengan reformasi birokarsi. Menurut Eko Prasojo (2006) ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai prasyarat reformasi birokrasi yaitu (1) Komitmen dan National Leadership, (2) de-kooptasi dan netralisasi birokrasi dari partai politik, (3) profesionalisasi birokrasi, (4) pengaturan prosedur administrasi pemerintah dan (5) pakta integritas dan komitmen semua pihak dalam melakukan reformasi birokrasi tersebut. Reformasi birokrasi yang terus digulirkan oleh kementerian dan lembaga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan publik bagi masyarakat. Di masa mendatang pemerintah masih perlu memperhatikan dan mengedepankan alokasi APBN untuk kebutuhan primer rakyat, seperti kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi hambatan dalam pemahaman arti kepentingan umum, seperti halnya masalah APBN. Kepentingan umum masyarakat kerap kali diperjualbelikan dengan kepentingan politik suatu golongan atau kelompok. Penelitian yang dilakukan Srinivas Madhav menunjukan bahwa makin maju tingkat pendidikan masyarakat suatu negara makin tinggi pemahaman dan kesadaran masyarakat akan kepentingan umum di negara tersebut. Peningkatan alokasi dana pendidikan menjadi penting karena dengan peningkatan anggaran dan pengawasan penggunaanya diharapkan dapat menghasilkan output generasi yang unggul sekaligus merupakan bentuk edukasi kepada masyarakat tentang pemahaman kepentingan umum terutama dalam hal APBN. Sosialisasi dan edukasi masyarakat perlu dilakukan terus menerus, misalnya dengan membuat acara-acara sosialisasi program atau proyek kementrian dan lembaga berikut anggaran dan output yang dihasilkan. Hendaknya sosialisasi dan edukasi tersebut jangan dijadikan alat propaganda kepentingan penguasa atau golongan tertentu, tetapi dijadikan sebagai penggugah kesadaran masyarakat akan pemenuhan kepentingan umum. Selain itu pemerintah juga perlu membuat saluran-saluran pengaduan di tiap kementerian atau lembaga yang proyek atau programnya bersinggungan langsung dengan kepentingan umum. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran pemerintahan khusunya sebagai bentuk pengawasan penggunaan anggaran. Advokasi mental juga harus dilakukan untuk meningkatkan kekuatan moral agar mampu mengerem atau menekan keinginan melakukan korupsi (Haedar Nashir : 2011). Semua pihak baik pemerintah, anggota parlemen, swasta dan masyarakat harus melakukanya dan mendahulukan kepentingan umum demi terciptanya kesejahteraan rakyat. Masyarakat juga perlu diberikan

pendidikan politik yang benar terutama proses pemilihan umum agar mereka dapat memilih calon anggota parlemen yang bisa mewakili suaranya dengan baik. Sehingga nantinya setiap kebijakan dan aturan yang diputuskan dapat bersesuaian dengan keinginan rakyat, termasuk dalam penyusunan, penetapan, dan pengawasan APBN. Perbaikan sistem, penerapan good governance, reformasi birokrasi yang terus digulirkan dan penerbitan aturan perundang-undangan yang melindungi dan mengakomodasi kepentingan umum serta partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan anggaran menjadi suatu hal yang diperlukan guna mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945.

Mahasiswa STAN semester VII Program DIV Akuntansi Kurikulum Khusus Tahun 2012

Catatan Kaki: 1. Krina, Laina Lalolo.2003.Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi.Jakarta:Sekertariat Good Governance BAPPENAS. 2. Kamus bisnis online http://www.businessdictionary.com/definition/accountability.html 3. Ibid Referensi : Prasojo,Eko.2006.Reformasi Birokrasi di Indonesia: Beberapa Catatn Kritis.Jurnal FISIP UI:Depok Madhav,srinivas.2006.The right to Information and Public Interest Krina, Laina Lalolo.2003.Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi.Jakarta:Sekertariat Good Governance BAPPENAS Pedoman Umum Good Governance.2008.Komite Nasional Kebijakan Governance Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelengaraan negara yang bersih dan bebas

KKN Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan Publik Undan-undang No. 1 tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara
Nashir,Haedar.2011.Rakyat harus selalu mengktirisi penggunaan anggaran http://www.muhammadiyah.or.id/news-536-detail-haedar-nashir-rakyat-harus-selalu-mengkritisipenggunaan-anggaran-pemerintah.html www.unescap.org/huset/gg/governance.htm

Você também pode gostar