Você está na página 1de 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latarbelakang Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan, bagaimana terganggunya kerja jantung Di tengah memerangi penyakit infeksi, Indonesia mesti menghadapi isu penting; ancaman penyakit degeneratif. Pada dasawarsa terakhir populasi geriatri dan angka harapan hidup makin meningkat. Tak pelak, ancaman penyakit degeneratif di Tanah Air menjadi "gajah" di depan mata . Menuanya organ tubuh tak lebih dari sebuah proses alamiah. Namun, "sangat sulit membedakan antara penuaan normal yang tidak bisa dicegah dengan kerusakan organ akibat penuaan yang sebenarnya dapat dicegah," ungkap dr. A. Muin Rahman, Sp.PD, KGer. dari divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Dari seluruh penyakit yang mendera lansia, penyakit kardiovaskular menempati urutan paling atas. Kerusakan akibat penuaan biasanya akan mengalami dua macam interaksi, yang berasal dari penuaan itu sendiri atau proses patologis yang mengikuti penyakit jantung tersebut. Kelompok ini pun sering mengalami kelainan klinis akibat komorbiditas serta polifarmasi

B. Rumusan Masalah a. Bagaimana perubahan anatomi akibat proses degeneratif ? b. Bagaimana perubahan fisiologis akibat proses degeneratif ? c. Bagaimana perubahan patologi anatomi akibat proses degeneratif ? d. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gagal jantung ? C. Tujuan a. Mengetahui perubahan anatomi akibat proses degeneratif ? b. Mengetahui perubahan fisiologis akibat proses degeneratif ? c. Mengetahui perubahan patologi anatomi akibat proses degeneratif ? d. Mengetahui konsep asuhan keperawatan gagal jantung ?

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Penyakit Degeneratif Jantung A. Perubahan Anatomis Penebalan dinding ventrikel kiri jantung kerap terjadi, meski tekanan darah relatif normal. Begitupun fibrosis dan kalsifikasi katup jantung terutama pada anulus mitral dan katup aorta. Selain itu terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node) yang menyebabkan hantaran listrik jantung mengalami gangguan. Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan, bagaimana terganggunya kerja jantung, apalagi jika disertai penyakit jantung lain, seperti penyakit jantung koroner. Sementara itu, pada pembuluh darah terjadi kekakuan arteri sentral dan perifer akibat proliferasi kolagen, hipertrofi otot polos, kalsifikasi, serta kehilangan jaringan elastik. Meski seringkali terdapat aterosklerosis pada manula, secara normal pembuluh darah akan mengalami penurunan debit aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada endotel. Lebih jauh, terdapat pula perubahan arteri koroner difus yang pada awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika muda, kemudian berlanjut pada arteri koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun. B. Perubahan Fisiologis Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring bertambahnya usia adalah perubahan pada fungsi sistol ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran darah sistemik manusia, perubahan sistol ventrikel akan sangat mempengaruhi keadaan umum pasien. Parameter utama yang terlihat ialah detak jantung, preload dan afterload, performa otot jantung, serta regulasi neurohormonal kardiovaskular. Oleh karenanya, orang-orang tua menjadi mudah deg-degan. Akibat terlalu sensitif terhadap respon tersebut, isi sekuncup menjadi bertambah menurut kurva Frank-Starling. Efeknya, volume akhir diastolik menjadi bertambah dan menyebabkan kerja jantung yang terlalu berat dan lemah jantung. Awalnya, efek ini diduga terjadi akibat efek blokade reseptor -adrenergik, namun setelah diberi -agonis ternyata tidak memberikan perbaikan efek. Di lain sisi, terjadi perubahan kerja diastolik terutama pada pengisian awal diastol lantaran otot-otot jantung sudah mengalami penurunan kerja. Secara otomatis, akibat kurangnya kerja otot atrium untuk melakukan pengisian diastolik awal, akan terjadi pula fibrilasi atrium, sebagaimana sangat sering dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol, akibat ketidakmampuan kontraksi atrium secara optimal, akan terjadi penurunan
2

komplians ventrikel ketika menerima darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan exercise. Hasilnya, akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi gejala klinis utama pasien lansia. Secara umum, yang sering terjadi dan memberikan efek nyata secara klinis ialah gangguan fungsi diastol. Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk melihat adanya penyakit jantung koroner, gangguan konduksi dan irama jantung, serta hipertrofi bagian-bagian jantung. Beberapa macam aritmia yang sering ditemui pada lansia berupa ventricular extrasystole (VES), supraventricular extrasystole (SVES), atrial flutter/fibrilation, bradycardia sinus, sinus block, A-V junctional. Gambaran EKG pada lansia yang tidak memiliki kelainan jantung biasanya hanya akan menunjukkan perubahan segmen ST dan T yang tidak khas. Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan ekokardiografi sebagaimana prosedur standar bagi para penderita penyakit jantung lainnya. C. Perubahan Patologi Anatomis Perubahan-perubahan patologi anatomis pada jantung degeneratif umumnya berupa degeneratif dan atrofi. Perubahan ini dapat mengenai semua lapisan jantung terutama endokard, miokard, dan pembuluh darah. Umumnya perubahan patologi anatomis merupakan perubahan mendasar yang menyebabkan perubahan makroskopis, meskipun tidak berhubungan langsung dengan fisiologis. Seperti halnya di organ-organ lain, akan terjadi akumulasi pigmen lipofuksin di dalam sel-sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat dan disebut brown atrophy. Begitu juga terjadi degenerasi amiloid alias amiloidosis, biasa disebut senile cardiac amiloidosis. Perubahan demikian yang cukup luas dan akan dapat mengganggu faal pompa jantung. Terdapat pula kalsifikasi pada tempat-tempat tertentu, terutama mengenai lapisan dalam jantung dan aorta. Kalsifikasi ini secara umum mengakibatkan gangguan aliran darah sentral dan perifer. Ditambah lagi dengan adanya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah besar dan degenerasi mukoid terutama mengenai daun katup jantung, menyebabkan seringnya terjadi kelainan aliran jantung dan pembuluh darah. Akibat perubahan anatomis pada otot-otot dan katup-katup jantung menyebabkan pertambahan sel-sel jaringan ikat (fibrosis) menggantikan sel yang mengalami degenerasi, terutama mengenai lapisan endokard termasuk daun katup. Tidak heran, akibat berbagai perubahan-perubahan mikroskopis seperti tersebut di atas, keseluruhan kerja jantung menjadi rusak.

B. Penyakit Jantung Degeneratif A. Gagal Jantung Sekitar 83 persen penderita gagal jantung merupakan lansia. Gagal jantung diastolik merupakan masalah utama disfungsi pendarahan pada orang gaek. Dari para lansia berusia di atas 80 tahun yang menderita gagal jantung, 70 persen di antaranya memiliki fungsi sistolik yang normal. Sedangkan para penderita gagal jantung yang berusia di bawah 60 tahun hanya kurang dari 10 persen yang fungsi sistoliknya masih bagus. Artinya, sebagian besar penderita lansia tidak memiliki kelainan pada fungsi sistolik, namun mengalami kelainan diastol. Sementara itu, hampir 75 persen pasien geriatri menderita gagal jantung, hipertensi dan atau penyakit arteri koroner. Sedangkan para lansia penderita gagal jantung diastolik akan mengalami gagal jantung dekompensasi karena biasanya tekanan darahnya relatif tinggi dan tidak terkontrol. Selain itu, sulit membedakan secara klinis antara gagal jantung diastol atau sistol karena keduanya sering bercampur pada orang tua. Gejala yang mendadak merupakan tanda umum gagal jantung akibat kelainan fungsi diastol. Gejala dan tanda gagal jantung akibat penuaan relatif sama pada gagal jantung orang muda, namun biasanya gejala klinis dan keluhan utama pasien tua seringkali berbeda dan sangat tersembunyi. Biasanya pasien tidak sadar dengan penyakitnya, yang dia alami ialah sebuah perasaan yang tidak berharga, tidak berguna, dan relatif menerima keadaan apa adanya seiring dengan bertambahnya usia. Namun biasanya, karena gagal jantung orang tua cenderung berupa kegagalan diastol, maka gejalanya akan timbul tiba-tiba dan membuat orang tua jadi uring-uringan. Secara umum, lansia dengan gagal jantung mesti bed rest agar mengurangi risiko tromboemboli dan kondisi lain yang membuat fisik menjadi lemah. Penggunaan stocking untuk kompresi dibarengi antikoagulan (terbatas sampai gejala dekom berkurang) dapat dilakukan guna menghindari emboli dan trombosis vena. Diet restriksi cairan tidak perlu dilakukan karena biasanya orang tua yang sedang sakit akan sangat sulit untuk makan secara normal. Lansia pun cenderung cardiac cahexia dengan mekanisme yang belum jelas, namun menyebabkan sangat rendahnya absorbsi dan penimbunan lemak pada lansia dengan penyakit jantung. Sebelum sampai pada tata laksana farmakologis, sangat penting peran dokter untuk menyemangati hidup para lansia ini, mengajak keluarganya untuk merawat bersama, serta meyakinkan bahwa mereka akan mendapatkan penanganan yang prima. Sebab, kekuatan psikologis jauh lebih berarti mengingat banyaknya obat yang cenderung menjadi 'tidak mempan' untuk orang-orang tua akibat penurunan fungsi organ yang hampir total. Tata laksana gagal jantung lansia relatif sama dengan pasien muda. Diuretik loop lebih sering digunakan karena Thiazide tidak efektif pada GFR orang tua yang relatif rendah (kurang dari 30-40 ml/min). Penggunaan diuretik hemat kalium sebaiknya dihindari karena lebih sering terjadi retensi kalium ketimbang hipokalemia pada lansia. Orang-orang tua relatif lebih irritable, sehingga pemberian diuretik, terutama diuretik loop sebaiknya dilakukan gradual dengan
4

titer yang meningkat. Alih-alih menjadi sembuh, tak jarang para pasien malah menjadi kesal dengan dokternya. Penggunaan ACE-I dengan kaptopril dosis standar merupakan prosedur standar tata laksana gagal jantung pada lansia. Asalkan fungsi ginjal senantiasa dimonitor, ACE-I memberikan efek yang baik pada hemodinamik dan fungsi jantung. Para lansia yang telah mengalami aterosklerosis sistemik dapat menjadi pencetus stenosis arteri renal yang mengakibatkan peningkatan risiko gagal ginjal akibat ACE-I. Selain itu, ACE-I juga sering mengakibatkan batuk. Kadang batuk ini menjadi saru dengan gejala paroxysmal nocturnal dyspnoea yang umum menyerang lansia. Jika pasien intoleransi dengan ACE-I, dapat digunakan hidralazine dengan kombinasi isosorbid mononitrat. Selain obat-obatan tersebut di atas, inotropin (digoxin) dapat pula digunakan meskipun memiliki rentang keamanan yang relatif sangat sempit. Tidak digunakannya beta blocker dan spironolakton untuk gagal jantung lansia menjadikan terapi gagal jantung degeneratif menjadi sangat spesial. B. Penyakit Kardiovaskular Lainnya Lansia sangat rentan menderita penyakit jantung dengan manifestasi yang beraneka ragam. Penyakit Jantung Koroner (PJK), aritmia, dan hipertensi merupakan penyakit lazim yang berkaitan dengan jantung pada lansia. Sekitar 75 persen penderita infark miokard akut (IMA) merupakan lansia, 5 persen lansia sehat (tanpa penyakit jantung) ternyata mengalami fibrilasi atrium, sedangkan setengah dari populasi lansia mengalami hipertensi. Tekanan sistolik dan diastolik akan meningkat linear dari mulai dewasa hingga 65 tahun, sedangkan di atas usia tersebut tekanan sistolik akan tetap bertambah namun justru terdapat penurunan pada tekanan diastolik. Akibatnya, terjadi hipertensi sistolik pada sebagian besar lansia. Manajemen penyakit jantung pada lansia relatif sama dengan penyakit jantung pada umumnya. Menurut dr. Czeresna Hendriawan S, Sp.PD. KGer. yang juga dari divisi Geriatri IPD FKUI-RSCM, penekanan konsep geriatri diperlukan agar penegakan diagnosis lebih tepat dan penanganan lebih komprehensif.

C. Asuhan Keperawatan Gagal Jantung (Hearth Failuer) A. Pengertian Suatu kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Purnawan Junadi, 1982). Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada erbagai organ (Ni Luh Gede Yasmin, 1993). B. Insiden Gagal jantung dapat di alami oleh setiap orang dari berbagai usia. Misalnya neonatus dengan penyakit jantung kongenital atau orang dewasa dengan penyakit jantung arterosklerosis, usia pertengahan dan tua sering pula mengalami kegagalan jantung (Ni Luh Gede Yasmin, 1993). C. Patofisiologi Jantung yang normal dapat berespons terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme yang menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak output. Ini mungkin meliputi: respons sistem syaraf simpatetik terhadap baro reseptor atau kemoreseptor, pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuikan terhadap peningkatan volume, vasokonstyrinksi arteri renal dan aktivasi sistem renin angiotensin serta respon terhadap serum-serum sodium dan regulasi ADH dari reabsorbsi cairan. Kegagalan mekanisme kompensasi di percepat oleh adanya volume darah sirkulasi yang di pompakan untuk menentang peningkatan resisitensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendeka waktu pengisian ventrikel dan arteri koronaria, menurunnya kardiak ouput menyebabkan berkurangnya oksigenasi pada miokard. Peningkatan tekanan dinding pembuluh darah akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tunutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertropi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan, yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.

Kegaglan jantung dapat di nyatakan sebagai kegagalan sisi kiri atau sisi kanan jantung. Kegagalan pada salah satu sisi jantung dapat berlanjut dengan kegagalan pada sisi yang lain dan manifestasi klinis yang sering menampakan kegagalan pemompaan total. Manifestasi klinis dari gagal jantung kanan adalah: edema, distensi vena, asites, penambahan berat badan, nokturia, anoreksia, peningkatan tekanan atrium kanan, peningkatan tekanan vena perifer. Manifestasi klinis dari gagal jantung sisi kiri adalah: dispnea on effort, orthopnea, sianosis, batuuk, dahak berdarah, lemah, peningkatan tekanan pulmonari kapiler, peningkatan tekanan atrium kiri. D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner. Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darah mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehingga ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahun lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekanan dalam beberapa cara terlibat langsung. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal Jantung 1. Pengkajian A. Aktivitas dan istirahat
7

Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas). B. Sirkulasi Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus. Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara jantung , suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku. C. Eliminasi Bising usus mungkin meningkat atau juga normal. D. Nutrisi Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan. E. Hygiene perseorangan Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas. F. Neoru sensori Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation. G. Kenyamanan Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.

Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran. H. Respirasi Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged. I. Interaksi sosial Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol. J. Pengetahuan Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok. K. Studi diagnostik ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis. Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam. Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia. Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan. Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis atau akut. Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis. peningkatan yang

Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler. Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.

Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

2. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d iskemia jaringan jantung 2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
10

3. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah.

11

3. Rencana Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi. Rencana: 1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri. 2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran). 3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada. 4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman. 5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi. 6. Kolaborasi dalam: - Pemberian oksigen. - Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic) 7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard. Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina. Rencana: 1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas. 2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu. 3. Anjurkan pada pasien agar tidak ngeden pada saat buang air besar. 4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.

12

c. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia. Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan. Rencana: 1. Kaji adanya perubahan kesadaran. 2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer. 3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema. 4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan). 5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi). 6. Monitor intake dan out put. 7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan, bagaimana terganggunya kerja jantung Kerusakan akibat penuaan biasanya akan mengalami dua macam interaksi, yang berasal dari penuaan itu sendiri atau proses patologis yang mengikuti penyakit jantung tersebut. Kelompok ini pun sering mengalami kelainan klinis akibat komorbiditas serta polifarmasi B. Saran Menjalani pola hidup sehat sejak dini merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit-penyakit degeneratif.

14

Você também pode gostar