Você está na página 1de 10

Askep Asma

Posted by dwixhikari pada 1 November 2009 Oleh : Niken Jayanthi, S.Kep Sumber :

http://rentalhikari.wordpress.com/2009/11/01/askep-asma/

PENGERTIAN Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar kelenjar di mukosa bronchus II. ETIOLOGI Faktor Ekstrinsik Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk serbuk dan bulu binatang Faktor Intrinsik Infeksi : - virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) - bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus - jamur, misalnya aspergillus cuaca : perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari III. PATOLOGI Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah: Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan) Selaput lendir bronkus udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen

bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental. Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah: a. Histamin - Kontraksi otot polos - Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema - Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata b. Bradikinin - Kontraksi otot polos bronchus - Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah - Vasodepressor (penurunan tekanan darah) - Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah c. Prostaglandin - bronkokostriksi (terutama prostaglandin F) IV. MANIFESTASI KLINIK Wheezing Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan pernapasan cuping hidung batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit diaphoresis sianosis nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara V. STADIUM ASMA Stadium I Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk Stadium II Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini

anak akan mulai merasa sesak napas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal. Stadium III Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi. VI. KOMPLIKASI 1. Status asmatikus 2. Bronkhitis kronik, bronkhiolus 3. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender 4. Pneumo thoraks Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi 5. Kematian VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik Foto rontgen dada Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST) Analisa gas darah pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik) VIII. PENATALAKSANAAN Pencegahan terhadap pemajanan alergi Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker Terapi cairan parenteral Terapi pengobatan sesuai program

- Beta 2-agonist untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial Albuterol (proventil, ventolin) Tarbutalin Epinefrin Metaprotenol - Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi - Antikolinergik, seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek bronchodilator yang sangat baik - Kortikosteroid diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi (deksametason) KONSEP KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan masalah pernapasan 2. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan 3. Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya 4. Pemeriksaan fisik Pernapasan - Napas pendek - Wheezing - Retraksi - Takipnea - Batuk kering - Ronkhi Kardiovaskuler Takikardia Neurologis Kelelahan Ansietas Sulit tidur Muskuloskeletal Intolerans aktifitas Integumen Sianosis pucat Psikososial Tidak kooperatif selama perawatan

Kaji status hidrasi - Status membran mukosa - Turgor kulit - Output urine II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan Perubahan proses keluarga b.d. kondisi kronik Kurang pengetahuan b.d. proses penyakit dan pengobatan] III. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa Tujuan : - anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan : tidak ada wheezing dan retraksi batuk menurun warna kulit kemerahan - anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang ditandai dengan saturasi oksigen 95 % Intervensi: a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler R/; mengembangkan ekspansi paru c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi d. Lakukan suction jika perlu R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak sendiri e. Lakukan fisioterapi R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru f. Berikan oksigen sesuai program R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi Monitor peningkatn pengeluaran sputum

R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi 2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas Intervensi : Kaji tanda tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan HR, peningkatan RR R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih lanjut Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan Minta orang tua untuk selalu menemani anak R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan Berikan istirahat cukup dan tidur 8 10 jam tiap malam R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi Ajarkan teknik manajemen stress R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress 3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan: Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake Intervensi: a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan meningkatkan intake b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral Tujuan : Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa

lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam Intervensi: a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat badan anak R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan Tujuan : Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya Intervensi: a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya DAFTAR PUSTAKA Betz L. Cecily. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Dina Dr,dr,. Penatalaksanaan Penyakit Alergi. Speer Kathleen Morgan.Pediatric Care Planning Ashwill, Ngastiyah. Perawatan anak Sakit. Corwin, J. Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Suriadi, SKp., Rita, SKp. Asuhan Keperawatan pada Anak.

Sumber : http://ayosz.wordpress.com/2009/01/07/patofisiologi-asma/ Patofisiologi Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 ) Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ). Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).

Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah : (1) Alergen Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya. (2) Infeksi saluran nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991). (3) Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994). (4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga. (5) Obat-obatan Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. (6) Polusi udara Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam. (7) Lingkungan kerja Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).

Sumber : http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/12/faktor-pencetus-tanda-gejala-asma.html B. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala yang dialami penderita asthma antara lain: Pernafasan terasa sesak dan sulit Pada bagian tekak terasa tertekan Ruang dada agak mengembung Terdengar bunyi mengi (wheezing) saat mengeluarkan nafas Badan terasa lemah dan kadang-kadang wajahnya kebiruan

Você também pode gostar