Rhesa Sigarlaki Aristoteles dalam membangun pemahaman-nya tentang kebahagiaan sebagai mekarnya kehidupan insaniah, sepertinya terombang-ambing antara

penekanan entah kepada kehidupan reflektif atau kehidupan sosial, itu membuat saya meng-amini rumusan Rick Warren, katanya "Happiness is seeing my wife smile" : )

Martin L Sinaga Dan di dunia modern, maka kebahagiaan itu tak bisa difiksasi lagi dan tak bisa ditetapkan jalur atau metodenya-, tetapi terus masuk ke dalam "terombangambing" itu... Rhesa Sigarlaki Pak Martin L Sinaga, saya rasa tema kebahagiaan dalam pandangan Kristen yang kita Peru harapan & gumuli adalah dari perspective hari Sabat, yang secara kaya sudah dipaparkan Heschel dan juga bisa kita alami secara konkret ataupun simbolik (mencegah "fiksasi" istilah bapak) : ) Martin L Sinaga Tapi Heschel -seingat saya- dalam renungannya ttg Sabat, tetap tidak beristirahat (dan kurang bahagia); bukankah bagi Heschel Sabat adalah pergulatan waktu (yang semua orang punya secara egaliter) melawan ruang (yang sebagian orang saja menguasainya)? Atau memang kebahagiaan kita (yang Alkitabiah ini) ialah kerinduan "yang tidak mungkin", sebab kata Yesus -kurang lebih- kita hanya bisa bahagia kalau domba terakhir yang terluka itu dibalut kakinya dan dibawa masuk dalam kesanggrahan persekutuan? Kapankah...??!! Rhesa Sigarlaki Pak Martin L Sinaga, secara khusus saya meng-garis bawahi pemaknaan Heschel bahwa bagi kalangan yang me-rayakan-nya, Sabbath merupakan sebentuk pernyataan (sekaligus praktek-nya) bahwa mereka tidak tunduk kepada sistem dunia yang me-mekanisasi kehidupan demi melayani kepentingan-kepentingan tertentu semata, sabbath menawarkan sebentuk emansipasi parsial dalam antisipasi bagi pemenuhan-nya yang menyeluruh, olehnya kebahagiaan sabbath bolehlah dipandang bersifat konkret dan revolusioner. Dalam doa bersama sebelum pemecahan roti, pemilahan atas apa yang "partikuler" dan apa yang "total" habis sudah, ke-tak-mungkinan mendekat bagai sahabat. Semoga ini juga bisa membuat istri kita tersenyum : )