Você está na página 1de 20

EVALUASI DAN OPTIMASI

SISTEM DRAINASE TAMBANG


STUDI KASUS PADA PT. BUKIT MAKMUR
PROPOSAL KERJA PRAKTEK
Dibuat untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Kerja Praktek (TKB 4702)
Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa Cendana
Oleh:
EDWARD H. TINENTI
0806103310
U N I V E R S I T A S N U S A C E N D A N A
F A K U L T A S S A I N S D A N T E K N I K
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
KUPANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam.
Dalam perkembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang
dipergunakan oleh manusia untuk dapat mengelolanya semaksimal mungkin.
Pertambangan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan manusia dalam
rangka untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang ada khususnya
endapan mineral atau batubara yang meliputi kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, persiapan penambangan, penambangan/
eksploitasi, pengolahan bahan galian, pengangkutan, pemasaran hingga
kegiatan pasca tambang.
Kegiatan penambangan biasa dilakukan dengan beberapa metode yaitu
tambang terbuka (open pit), tambang bawah tanah (underground mining), dan
tambang bawah air (underwater mining). Metode penambangan yang
diterapkan pada PT Bukit Makmur adalah metode tambang terbuka (open
pit). Salah satu ciri utama metode tambang terbuka adalah adanya pengaruh
iklim pada kegiatan penambangan karena dilakukan relatif dekat dengan
permukaan bumi dan langsung berhubungan dengan atmosfer di luar.
Elemen-elemen iklim tersebut antara lain : hujan, panas (temperature),
tekanan udara dan sebagainya, yang dapat mempengaruhi kondisi tempat
1
2
kerja, unjuk kerja alat dan kondisi pekerja, yang selanjutnya dapat
mempengaruhi produktifitas tambang.
Air memiliki pengaruh besar terhadap produktifitas tambang. Pada kegiatan
penambangan terbuka air yang masuk kedalam pit terutama disebabkan oleh
air hujan dan rembesan air yang berasal dari air bawah tanah. Oleh karena itu
diperlukan berbagai metode/cara untuk mengendalikan aliran air yang masuk
ke dalam front kerja.
Sistem pengendalian air ini sering disebut sistem penyaliran atau sistem
drainase yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Mine Drainage
Merupakan upaya untuk mencegah masuk/mengalirnya air ke areal front
kerja. Hal ini umumnya untuk dilakukan untuk menangani air tanah dan
air yang berasal dari sumber air permukaan, misalnya : metode pengalihan
aliran air permukaan (river diversion, pembuatan paritan, dsb).
2. Mine Dewatering
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam
tambang. Cara penanganannya dengan pembuatan sump (sumuran tunda),
sistem paritan, dan sistem pemompaan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari kerja praktek ini adalah :
a. Untuk mengendalikan jumlah air yang masuk ke dalam pit dengan cara
membuat desain mine drainage di sekitar pit.
3
b. Untuk menangani masalah kelebihan kuantitas air yang telah ada dalam
pit agar tidak mengganggu kegiatan produksi di front penambangan.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan
yang akan diteliti pada kerja praktek ini, antara lain :
a. Apa upaya yang dilakukan untuk mencegah air agar tidak masuk ke dalam
pit?
b. Apa upaya yang dilakukan untuk menangani kuantitas air berlebih yang
terlanjur masuk ke dalam pit?
1.4. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada kerja praktek ini antar lain :
a. Desain mine drainage di luar pit untuk mencegah air permukaan agar
tidak masuk ke dalam pit.
b. Desain mine dewatering di dalam pit untuk mengatasi kelebihan kuantitas
air yang sudah berada dalam pit yang berasal dari limpasan air permukaan
maupun rembesan air tanah.
4
1.5. Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian direncanakan selama 3 bulan. Dimana tahapan
kegiatannya sebagai berikut :
I II III IV I II III IV I II III IV
Persiapan
Study Literatur
Pengambilan Data di lapangan
Pengolahan data
Penyusunan Laporan
Seminar
Perbaikan
Tahapan Penelitian
I II
Minggu Minggu
Bulan
III
Minggu
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Dampak Air Tambang :
Dampak yang diakibatkan karena adanya air tambang antara lain :
a. Ongkos pemompaan akan naik (dilihat dari jumlah pumping hours),
dikarenakan volume air yang dipompa semakin besar, apabila tidak
adanya upaya untuk mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam
tambang.
b. Traksi ban alat angkut akan bekurang dikarenakan jalan yang licin atau
becek sehingga akan menimbulkan : produktiftas tambang akan menurun,
borosnya pemakaian bahan bakar, dan tidak safety/ resiko kecelakaan alat
ataupun manusia akan lebih besar.
c. Terjadnya pelunakan jalan tambang sehingga ongkos penggantian ban alat
angkut akan naik
d. Produtifitas alat gali muat akan menurun disebabkan material yang di
loading berupa mud/lumpur serta dudukan dari alat yan tidak stabil/alat
mudah amblas difront kerja yang tegenang air.
e. Ongkos blasting akan naik, dikarenakan kegiatan blasting tidak efektif
apabila lubang bor basah.
f. Mengurangi kestabilan dari lereng penambangan maupun timbunan
5
6
g. Kualitas komoditi menurun, contohnya batubara. Parameter total moisture
dan ash akan meningkat apabila pada saat pengambilan (coal getting)
dalam kondisi basah, akibat terendam oleh air.
h. Bobot materal (OB dan Coal) akan meningkat akibat dari penambahan air
di dalam rongga-rongga material tersebut, sehingga produtifitas yang
dinyatakan dalam tonnase (untuk coal) ataupun BCM (untuk OB) akan
menurun.
2.2. Pengertian Drainase
Pengertian drainase adalah suatu usaha untuk mencegah, mengeringkan, dan
mengeluarkan air yang masuk atau menggenangi suatu daerah tertentu.
Drainase diperlukan sebagai penunjang kelancaran dalam kegiatan
penambangan.
Tujuan drainase tambang adalah :
1. Mencegah terjadinya korosi pada peralatan tambang.
2. Mencegah terjadinya akumulasi (genangan) air di dalam tambang.
3. Menciptakan kondisi kerja yang aman dan nyaman di dalam tambang.
Secara hidrologi air dibawah permukaan tanah dapat dibedakan menjadi air
pada daerah tak jenuh dan air pada daerah jenuh. Daerah tidak jenuh air
umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dan dicirikan oleh
gabungan tiga fasa, yaitu :
1. Fasa padat (material atau butiran padatan).
2. Fasa cair ( air adsorbsi, air kapiler dan air infiltrasi).
7
3. Fasa gas.
Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh air oleh jaringan kapiler. Daerah
jenuh merupakan bagian dibawah zona tak jenuh. Air yang terdapat pada
zona atau daerah jenuh inilah yang disebut Ground Water.
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Drainase Tambang
Beberapa faktor yang memengaruhi Perencanaan drainase tambang dan yang
perlu diperhatikan antara lain daerah tangkapan hujan, curah hujan, debit
limpasan, dan dimensi drainase.
2.3.1. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Catchment area adalah merupakan suatu area atau daerah tangkapan
hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik
elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup
yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan
mengikuti kecenderungan arah gerak air (E.M Wilson).
Hujan yang terjadi dipermukaan bumi merupakan hasil dari suatu daur
air. Daur air di muka bumi secara garis besar terdiri dari penguapan,
presipitasi dan pengaliran. Air yang menguap terutama air laut, akan
naik ke atmosfir berubah menjadi awan dan setelah mengalami
berbagai proses kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke
permukaan bumi.
Air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) dan sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi) dan
8
sebagian lagi akan mengisi cekungan dan lekukan dipermukaan bumi
dan mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Air hujan yang akan mempengaruhi secara langsung sistem drainase
adalah air hujan yang mengalir pada permukaan tanah (run off)
ditambah sejumlah air yang keluar dari proses infiltrasi air tanah.
DAUR HIDROLOGI
Awan Kondensasi
Presipitasi
Intersepsi Uap air
Infiltrasi Limpasan permukaan Evapotranspirasi
Aliran air tanah Perembesan air tanah
Gambar 2.1. Daur Hidrologi
9
2.3.2. Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu
satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu . Curah hujan
merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem drainase,
karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya
air limpasan (Sayoga, R). Besar kecilnya curah hujan dapat
dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal
tertentu dalam jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya
curah hujan dapat dinyatakan dalam m
3
/satuan luas, secara umum
dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan 10 mm berarti tinggi
hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m
2
adalah 10 liter. Angka-angka
curah hujan yang diperoleh sebelum diterapkan dalam rencana
pengendalian air permukaan harus diolah terlebih dahulu. Data curah
hujan yang akan dianalisis adalah Curah hujan harian maksimum
dalam satu tahun selama 10 sampai 20 tahun, dinyatakan dalam
mm/24 jam.
Analisis data curah hujan meliputi:
a. Periode Ulang Hujan (PUH)
Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan
terjadi pada setiap n tahun (Soewarno). Jika suatu data curah
hujan mencapai harga tertentu (x) yang diperkirakan terjadi satu
kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai periode
ulang dari x. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan dengan
10
beberapa metode, tetapi metode yang paling banyak dipakai di
Indonesia adalah Metode Extreem Gumbel atau lebih lazim
disebut Metode Gumbel.
Rumus metode Gumbel adalah :
( ) Yn Yr
n
x
X Xr +

Keterangan :
Xr = Hujan Harian rencana maksimum (mm/24 jam)
X = Curah hujan rata rata
x = Standar deviasi
=
2 / 1
2
1
) (
1
]
1


n
Xi
n = Expected standar deviasi
Yr = Variasi reduksi untuk PUH
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi valid, tergantung dari jumlah
data
Nilai curah hujan maksimum rata-rata (x) dapat dihitung
dengan
rumus :
x =

n
Xi

Dimana :
Xi = Curah hujan maksimum pada tahun x
N = Lama tahun pengamatan
11
b. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah besarnya air hujan yang jatuh
kepermukaan bumi pada satuan luas (Kensaku Takeda dan
Suyono .S). Dengan demikian apabila diketahui curah hujan 1
mm berarti curah hujan tersebut adalah sama dengan 1 liter/m
2
.
Jadi curah hujan merupakan jumlah air hujan yang jatuh pada
satu satuan luas. Satuan curah hujan dinyatakan dalam mm
sedangkan derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per-
satuan waktu dan disebut juga dengan intensitas hujan.
Besarnya intensitas hujan yang mungkin terjadi dalam kurun
waktu tertentu dihitung berdasarkan persamaan mononobe.
Rumus menyatakan bahwa nilai tingkat intensitas curah hujan
yang diperbolehkan yaitu curah hujan perbandingan rata-rata
perhari terhadap lamanya hujan rata-rata perhari. hujan dapat
dihitung
dengan rumus mononobe :
3 / 2
24
24
Rt

,
_

t
I
Dimana :
I

= Intensitas curah hujan (mm/jam)
R
t
= Curah hujan rencana
t = Lama hujan (menit)
12
c. Debit Limpasan (Run Off)
Limpasan adalah semua air yang bergerak dari daerah pengaliran
ke suatu aliran permukaan (surface stream) tidak memandang
rutenya, apakah lewat rute permukaan atau lewat dibawah
permukaan tanah (surface atau sub surface ).
Debit limpasan dapat dihitung dengan persamaan rasional
berikut :
Q = 0.278 x C x I x A
dimana :
Q = Debit limpasan (m
3
/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (m/jam)
A = Luas catchment area (km
2
)
2.4. Sistem Drainase Tambang Terbuka
Terapat dua metode untuk mengendalikan air yang masuk ke dalam front
penambangan, yaitu:
a. Metode Mine Drainage
Metode ini dibuat di bagian luar pit dan digunakan untuk
mencegah/meminimalisir jumlah air yang masuk ke dalam pit. Metode ini
terdiri atas beberapa jenis, antara lain :
13
1. Metode Siemens
Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor
kemudian ke dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah
pipa tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam
lapisan akuifer, sehingga air tanah terkumpul pada bagian ini dan
selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke luar daerah
penambangan.
Gambar 2.2. Metode Siemens
2. Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)
Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas
rendah dan jenjang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor
kemudian dimasukkan pompa ke dalam lubang bor dan pompa akan
bekerja secara otomatis jika tercelup air. Kedalaman lubang bor 50
meter sampai 60 meter.
14
Gambar 2.3. Metode Deep well pump
3. Metode Elektro Osmosis
Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana
elemen-elemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada
katoda (disumur besar) dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada
sumur lalu dihisap dengan pompa.
Gambar 2.4. Metode electro osmosis
4. Small Pipe With Vacuum Pump
15
Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang inpermiabel (jumlah air
sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian dimasukkan pipa
yang ujung bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan
dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai
penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih besar dari diameter
lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat supaya
saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap udara
sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.
Gambar 2.5. Metode Small Pipe With Vacuum Pump
b. Metode Mine Dewatering
1. Sistem Kolam Terbuka
Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke
daerah penambangan. Air dikumpulkan pada sumur (sump), kemudian
dipompa keluar dan pemasangan jumlah pompa tergantung kedalaman
penggalian.
2. Cara Paritan
16
Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling
mudah, yaitu dengan pembuatan paritan (saluran) pada lokasi
penambangan. Pembuatan parit ini bertujuan untuk menampung air
limpasan yang menuju lokasi penambangan. Air limpasan akan masuk
ke saluran-saluran yang kemudian di alirkan ke suatu kolam
penampung atau dibuang langsung ke tempat pembuangan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.
3. Sistem Adit.
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang
terbuka yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang
dibuat dari tempat kerja menembus ke shaft yang dibuat di sisi bukit
untuk pembuangan air yang masuk ke dalam tempat kerja.
Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan oleh biaya
pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.
Gambar 2.6. Sistem Adit
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode langsung (data
primer) dan metode tidak langsung (data sekunder). Metode langsung yaitu
pengamatan secara langsung dilapangan sedangkan metode tidak langsung yaitu
pengambilan data-data yang sudah ada (data perusahaan). Tahapan penelitian
mencakup beberapa hal antara lain:
3.1. Studi Literatur
Tahapan yang dilakukan sebelum atau selama penelitian. Literatur yang
digunakan sebagai acuan tidak hanya sebatas buku namun dapat pula bahan-
bahan lain misalnya artikel, tulisan ilmiah, data perusahaan dan internet
ataupun informasi dari penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan.
3.2. Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode langsung (data
primer) dan metode tidak langsung (data sekunder).
Adapun data-data yang diperlukan antara lain:
a. Letak dan luas daerah tangkapan hujan (catchment area)
b. Data curah hujan sebanyak-banyaknya
c. Peta topografi, dsb.
17
18
3.3. Teknik Analisis Data
Hasil data lapangan yang berupa hasil pengamatan lapangan dan data
sekunder akan dianalisis berdasarkan studi literatur yang ada yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
3.4. Diagram Alir Tahapan Kerja Praktek
18
Mulai
Pengambilan
data
Data Primer
Letak dan
luas
catchment
Data
Sekunder
Peta
Topografi
Data Curah
Hujan
Debit air
limpasan
Sistem Drainase
Letak dan
Dimensi saluran
Drainase
Pekerjaan
Pemanfaatan
Selesai
DAFTAR PUSTAKA
1. http://hco02.wordpress.com/2009/11/18/sistem-penyaliran-tambang/
2. http://hmtpumi.blogspot.com/2010/10/sistem-penyaliran-tambang.html
3. http://www.scribd.com/doc/26334521/Isi-Proposal-Penyaliran-Tambang
4. http://tambangunsri.blogspot.com/2011/02/metode-penyaliran-
tambang.html

Você também pode gostar