Você está na página 1de 40

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Dewasa ini banyak aktivitas manusia yang menimbulkan dampak

negative baik bagi kesehatan maupun lingkungan mereka sendiri. Salah satunya aktivitas menggoreng yang menghasilkan limbah berupa sisa minyak goreng yang biasa disebut dengan minyak jelantah. Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik. Senyawa-senyawa karsinogenik dapat terbentuk selama proses penggorengan. Jadi jelaslah bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat lagi ialah dengan mengubahnya menjadi biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan (Anonim, 2009). Selain dari minyak jelantah, biodiesel juga dapat dibuat dari beberapa bahan misalnya, dari minyak biji jarak, minyak sayuran, dan minyak kelapa sawit. Pada penelitian ini menggunakan minyak jelantah karena minyak jelantah mudah didapat dan harganya cenderung lebih murah dibandingkan bahan lainnya. Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan proses tanpa reaksi kimia dan proses dengan reksi kimia. Adapun proses tanpa reaksi terdiri dari proses direct and bleanding dan microemulsion. Proses dengan reaksi terdiri dari proses pyrolisis

dan transesterifikasi. Pada penelitian ini pembuatan biodiesel dari minyak jelantah digunakan proses transesterifikasi karena proses transesterifikasi dapat diterapkan dalam skala laboratorium. Proses transesterifikasi adalah proses reaksi antara minyak lemak dengan alcohol membentuk methyl ester (biodiesel) dan glycerol. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alcohol (misalnya methanol) menjadi alcohol ester atau biodiesel. Reaksi pada proses ini memerlukan panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi dari minyak jelantah menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin. Biodiesel dari minyak jelantah yang sudah terbentuk akan dilakukan proses uji mutu. Proses uji mutu tersebut meliputi uji viskositas (kekentalan) dan uji densitas (berat jenis). Pada uji viskositas, dilakukan analisis pada kekentalan bioodiesel dari minyak jelantah solar. Adapun pada uji density (berat jenis), analisis dilakukan pada berat jenis pertikel akhir produk untuk mengetahui seberapa banyak kandungan-kandungan partikel pada biodiesel dari minyak jelantah. Maka dari seluruh keterangan diatas topik yang diambil dalam karya tulis ini adalah : Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman membuat biodiesel. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Bagaimanakah nilai proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ? Bagaimanakah nilai densitas biodiesel jika dibandingkan dengan densitas solar ? Bagaimanakah nilai viskositas biodiesel jika dibandingkan dengan viskositas solar? Berapakah laba rugi pembuatan dan uji mutu biodiesel dari minyak jelantah ?

1.3 Tujuan 2

Adapun tujuan dilaksanakan penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Mengetahui proses pembuatan biodiesel dari dari minyak jelantah. Mengetahui nilai densitas biodiesel dari minyak jelantah dibandingkan dengan densitas solar. Mengetahui nilai viskositas biodiesel dari minyak jelantah dibandingkan dengan densitas solar. Mengetahui laba rugi pembuatan dan uji mutu biodiesel dari minyak jelantah. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1.4.1 Bagi Siswa Menambah pengetahuan tentang pembuatan dan uji mutu biodiesel dari minyak jelantah. 1.4.2 Bagi Sekolah Mampu Menghasilkan produk baru yang dapat dipasarkan ke masyarakat. 1.4.3 Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan tentang bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak jelantah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif untuk bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati atau lemak hewan (Anonim:2009). Biodiesel merupakan bahan bakar yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini. (Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopidia bebas). 2.2 Jenis-Jenis Biodiesel Biodiesel ini terbuat dari bahan-bahan berserat terutama tumbuhan. Setiap tumbuhan memiliki kandungan asam lemak yang berbeda-beda. Hal itu karena faktor jenis tumbuhan, kondisi lingkungan berkembang dan iklim. Bagian tumbuhan yang paling sering digunakan adalah biji. Bahan bakar jenis ini adalah yang paling mudah dibuat karena bahan baku yang dibutuhkan semuanya terdapat di lingkungan sekitar tetapi memiliki nilai jual yang tinggi karena bahan yang digunakan rata-rata bahan pangan. 2.2.2 Biodiesel Minyak Hewani Jenis ini dibuat dari lemak hewan. Lemak yang didapat berupa lemak padat. Dapat pula menggunakan minyak bekas. Keduanya mengandung senyawa asam lemak yang tinggi sehingga sangat efisien bila digunakan sebagai bahan baku. Namun agar memiliki nilai jual yang tidak begitu tinggi atau dengan kata lain harga sesuai dengan tingkat ekonomi masyarakat sebaiknya digunakan minyak jelantah. Selain lebih mudah untuk mendapatkannya, pamakaian bahan ini akan membantui mengurangi tingkat pencemaran lingkungan. Karena minyak jelantah adalah limbah yang berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi kembali dan juga berbahaya bagi lingkungan bila dibuang langsung.

2.2.1 Biodiesel Minyak Nabati

2.3 Pembuatan Biodiesel berbahan baku minyak jelantah Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah sebagai berikut. 2.3.1 Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan bahan baku pembuatan biodiesel. Di dalamnya mengandung asam lemak yang merupakan senyawa yang berperanan penting dalam pembentukan biodiesel. Selain itu, pemakaian bahan ini akan membantu mengurangi tingkat pencemaran lingkungan. 2.3.2 Metanol Senyawa golongan alkohol ini merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Nama lainnya adalah alkohol kayu. Sifat karakteristiknya antara lain mudah menguap di atas suhu 70C, beracun karena mudah merusak syaraf optik mata jika menguap dan tidak berwarna atau jernih. Untuk mencegah hal tersebut, sebaiknya memakai Alat Pelindung Diri ketika melakukan pemanasan maupun mereaksikan alkohol. 2.3.3 H2SO4 H2SO4 merupakan pemberi suasana asam pada tahap esterifikasi. Jenis yang digunakan adalah H2SO4 p.a. Karena H2SO4 mudah rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi, ketika memanaskan campuran minyak jelantah, metanol dan H 2SO4 dikondisikan agar suhu tetap stabil 50C. Jika melebihi batas, produk yang dihasilkan akan berwarna coklat gelap. 2.3.4 NaOH NaOH yang digunakan tidak dalam bentuk padatan atau larutannya dengan air melainkan dalam bentuk senyawa alkoholnya, yaitu natrium metanolat. NaOH berfungsi sebagai katalis. 2.3.5 Air Hangat Air hangat yang digunakan bersuhu 40C 50C. Tujuan dari penambahan air hangat ini untuk melarutkan sisa pemisahan seperti metanol, H 2SO4, gliserol, air hasil reaksi tahap esterifikasi, dan dari proses pemurnian, yaitu asam pospat. 2.3.6 Asam Pospat Pemberian asam pospat dilakukan pada tahap pemurnian. Tujuannya adalah untuk menstabilkan nilai pH biodiesel agar tetap netral (pH 7). Jumlah yang

diberikan bergantung pada nilai pH yang didapat pada saat uji pH. Jika pH belum mencapai 7 dan masih diatas 10 pemberiannya dalam jumlah banyak 2.4 Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan proses tanpa reaksi kimia dan proses dengan reaksi. Adapun proses tanpa reaksi kimia terdiri dari proses direct and bleanding dan microemulsion. Proses dengan reaksi terdiri dari proses pyrolisis dan transesterifikasi. Pada penelitian ini pembuatan biodiesel dari minyak jelantah digunakan proses tansesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses reaksi antara minyak lemak dengan alkohol membentuk methyl ester (biodiesel) dan glycerol. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah pengeluaran gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misal methanol) menjadi alkohol ester atau bidiesel. Proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ada beberapa tahap. Tahap pertama adalah bleaching, bleaching merupakan proses pemucatan used oil menggunakan bleaching earth yang berfungsi sebagai adsorbant untuk menyerap kotoran yang ada dalam minyak bekas. Tahap kedua adalah proses double esterifikasi, yang dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama (esterifikasi dengan katalis asam) yang bertujuan untuk mengurangi FFA ( Free Fatty Acid). Reaksinya adalah sebagai berikut :

Adapun langkah-langkah pada tahapan ini yaitu masukkan 200 ml minyak jelantah dan methanol sebanyak 50,89 ml kedalam labu leher tiga. Kemudian memanaskan campuran pada suhu 50 C yang disertai pengadukan dengan magnetic stirrer selama beberapa menit., tambahkan katalis H2SO4 sebanyak 0,5005 ml kedalam campuran tersebut. Melanjutkan pemanasan yang disertai

pengadukan selama 120 menit. Memisahakan produk (crude methyl ester) dari methanol dan H2SO4 dengan menggunakan corong pemisah. Tahap kedua(esterifikasi dengan katalis basa). Reaksinya adalah sebagai berikut :

Adapun langkah-langkahnya yaitu memasukan produk tahap satu kedalam labu leher tiga dan dipanaskan pada suhu 60 C. Melarutkan NaOH sebanyak 1,1052 gram ke dalam methanol sebanyak 76,3 ml. Memasukkan larutan NaOH dan methanol kedalam labu leher tiga yang berisi produk tahap satu dan melanjutkan pemanasan selama 30 menit disertai pengadukan. Terakhir memisahkan produk (Biodiesel) dan gliserol dengan menggunakan corong pemisah. Tahap terakhir pemurnian biodiesel (pencucian) yaitu menyiapkan air pencuci sebanyak 100 ml. Menuangkan air pencuci kedalam crude methyl ester yang akan dicuci, dilakukan pengocokan dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara air dan methyl ester. Menambahkan asam phospat pa untuk menetralkan pH biodiesel. Mengulangi pencucian beberapa kali hingga air pencuci tidak keruh. Terakhir memanaskan methyl ester untuk menghilangkan sisa air pencuci. 2.4 Analisis Uji Mutu Biodiesel Minyak Jelantah Analisis uji mutu minyak jelantah adalah : Analisis Densitas Menghitung Densitas Analisis penentuan massa jenis dilakukan dengan cara membandingkan bobot suatu dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Alat yang digunakan adalah piknometer yang tutupnya dilengkapi termometer. Proses pengerjaannya adalah pertama membersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton 7

kemudian dengan dietil ester. Keringkan piknometer dan timbang, dinginkan contoh lebih rendah dari suhu penetapan. Kemudian isi piknometer dengan cairan contoh dan pasang tutupnya. Setelah itu diletakkan piknometer dalam penangas air pada suhu tertentu yang diinginkan. Setelah itu angkat piknometer air dalam penangas air, diamkan pada suhu kamar, keringkan dan timbang (Indonesia, 1992:31) Cara mengukur Densitas dengan Piknometer dapat menggunakan rumus:

Keterangan : m = massa isi (V pikno + isi) (V pikno kosong) v = volume piknometer Analisis Viskositas Analisis viskositas menggunakan alat viscometer kapiler atau ostwald. Proses pengerjaannya adalah viscometer diisi dengan larutan secukupnya. Larutan dinaikkan lebih tinggi dari tanda paling atas. Stopwatch dihidupkan saat melewati tanda paling atas. Biarkan larutan tersebut mengalir sampai tanda paling bawah. Pada saat larutan sampai pada batas ini, stopwatch dimatikan dan waktu alir dapat ditentukan. Cara mengukur Viskositas dengan viscometer Ostwald dapat menggunakan rumus: = Keterangan : = viskositas t = waktu alir massa jenis

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan Bahan Proses Produksi Alat Proses Produksi Adapun alat yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut: 1. Beaker glass 2. Gelas ukur 3. Termometer 4. Timbangan analitik 5. Klem 6. Statif 7. Buret 8. Erlenmeyer 9. Corong pemisah 10. Labu leher tiga 11. Pemanas 12. Kondensor 13. Sumbat karet 14. Magnetik stirrer 15. Kertas lakmus universal Lampiran spesifikasi alat pembuatan dapat dilihat pada lampiran 2 Adapun alat yang digunakan dalam uji mutu biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut 1. Piknometer 2. Viskometer 3. pH Universal 4. Termometer 5. Beaker Glass

6. Neraca analitik digital Lampiran spesifikasi alat uji mutu dapat dilihat pada lampiran 3 Bahan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Adapun bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel minyak jelantah adalah sebagai berikut: 1. Minyak jelantah 2. Metanol teknis 3. NaOH teknis 4. H2SO4 teknis 5. Arang Aktif 6. Aquades 7. Asam Phospat 8. Kertas Saring Adapun tabel spesifikasi bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dapat dilihat pada lampiran 4. 3.2 Prosedur Pembuatan Biodiesel Proses Pembuatan Biodiesel Proses Bleaching Adapun proses bleaching pada biodiesel adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Dituangkan minyak jelantah sebanyak 200 ml ke dalam beaker Ditambahkan bleaching earth sebanyak 1,5% b minyak jelantah Dipanaskan hingga suhu 75C. Didiamkan selama 1 jam. Disaring dengan kertas saring whatman untuk memisahkan glass, kemudian dipanaskan hingga suhu 35-40oC. (2.736 g) ke dalam beaker glass dan dicampurkan pada prosedur no. 1.

kotoran padatannya, sehingga dihasilkan minyak jelantah yang jernih tanpa pengotor. Proses Double Esterifikasi Proses Eksterifikasi dengan Katalis Asam

10

1. Dimasukkan 200 ml minyak jelantah dan methanol sebanyak 50,89 ml kedalam labu leher tiga. 2. 3. 4. Dipanaskan campuran pada suhu 50 C yang disertai pengadukan Ditambahkan katalis H2SO4 sebanyak 0,5005 ml kedalam campuran tersebut Dilanjutkan pemanasan yang disertai pengadukan selama 120 menit. 5. Dipisahkan produk (crude methyl ester) dari methanol dan H2SO4 dengan menggunakan corong pemisah. Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 6. Proses Eksterifikasi dengan Katalis Basa Tahap kedua adalah tahap eseterifikasi digunakan katalis basa untuk memepercepat proses reaksi, dalam hal ini katalis yang digunakan ialah NaOH. 1. Dicampurkan methanol sebanyak 76,3ml dengan katalis basa berupa NaOH sebanyak 1,1052g kedalam labu dasar bulat leher tiga, dengan reaksi : NaOH + CH3OH CH3ONa + H2O 2. Dipanaskan sampai suhu 60C dengan pengadukan mennggunakan magnetik stirrer 3. Dipanaskan produk I dalam beaker glass sampai suhu 60C dengan menggunakan batang pengaduk 4. Dimasukkan produk tahap I kedalam labu dasar bulat leher tiga yang telah berisi larutan methoxida, kemudian dipanaskan selama 30 menit. 5. Dipisahkan antara produk dan gliserol dengan menggunakan corong pisah Formula ini diambil dari jurnal (www.JourneyToForever.com.org) yang dapat dilihat pada lampiran Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran. Proses Pemurnian .1 Disiapkan air hangat ( 40-50C) sebanyak 50% dari volume Crude FAME. dengan magnetic stirrer selama beberapa menit.,

11

.2 Dituangkan air pencuci ke dalam corong pemisah yang berisi Crude FAME. .3 Dilakukan pengocokan dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara air, sabun, dan Crude FAME (air dan sabun di lapisan bawah dan Crude FAME di lapisan atas). .4 Diulangi pencucian beberapa kali hingga air pencuci jernih. .5 Apabila pH Crude FAME masih tinggi maka ditambahkan asam phospat p.a untuk menetralkannya. .6 Dipanaskan Crude FAME untuk menghilangkan sisa air pencuci. Proses Uji Mutu Biodiesel Proses Uji Densitas 1. Dimasukan biodiesel kedalam piknometer yang telah diketahui volumenya 2. Dipanaskan piknometer berisi biodiesel pada water bath dengan suhu 40C selama 120 menit 3. Dimasukkan piknometer yang terlah dipanaskan kedalam desikator selam 5 menit 4. Ditimbang berat piknometer berisi biodiesel mnggunakan timbangan elektrik. Proses Uji Viskositas 1. Dibilas viskositas dengan aseton kemudian dikeringkan 2. Dimasukan viscometer kedalam penangas pada suhu 3. Dimasukan blangko dalam viskometer sampai setengah bola pada alat tersebut. 4. Diletakkan pompa hisap diujung viskometer dan blangko dihisap sampai melebihi tanda batas atas. 5. Dilepas pompa hisap, ketika blangko berada pada tanda batas atas perhitunagn waktu dimulai dan dihentikan sampai tanda batas bawah. 6. Dihitung waktu aliran menggunakan stopwatch. 7. Dilakukan 2-3 kali. Serta dilakukan juga untuk sampel biodiesel

12

BAB IV TEMUAN 4.1 Keterlaksanaan Adapun faktor pendukung dan penghambat dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut: Faktor Pendukung 1. Harga bahan baku utama (minyak jelentah) relatif murah. 2. Bahan baku utama mudah didapat Faktor Penghambat 1. Keterbatasan alat yaitu hot plate milik sekolah hanya memiliki satu,sehingga membutuhkan waktu produksi yang cukup lama. 2. Harga Alat produksi pembuatan biodiesel mahal, sehingga membebani biaya produksi. 4.2 Manfaat Manfaat pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut: 1. Memanfaat limbah minyak goreng (minyak jelantah) sebagai bahan bakar alternatif. 2. Mengurangi kadar limbah minyak di lingkungan. 3. Memberikan informasi tentang bahan bakar alami yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. 4.3 Pengembangan Tindak Lanjut Adapun tindak lanjut yang seharusnya dilakukan dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah, sebagai berikut : 1. Penjernihan minyak jelantah dengan cara yang lebih sederhana dan murah yaitu mengganti bentonik dengan proses pemanasan dengan media air. 2. Melakukan inovasi terhadap proses pembuatan biodiesel. 3. Melakukan uji coba lansung pada mesin diesel.

13

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa minuman adalah bahan bakar alternatif pengganti solar yang dibuat dari bahan alami melalui proses esterifikasi dan tranesterifikasi. Dari kegiatan ini didapatkan biobiesel yang memiliki ciri-ciri fisik, berupa larutan yang berwarna kuning jernih, dan berbau biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan memiliki densitas (massa jenis) 885 kg/m3, viskositas (derajat kekentalan) 2,93 cSt, dan hasil rendemennya adalah 97,5%. 5.2 Saran Ditinjau dari laba yang tidak begitu tinggi dan proses produksi yang agak rumit, sebaiknya perlu dilakukan kerja sama dengan instansi-instansi lain yang lebih ahli dalam bidang ini dan pemerintah daerah, agar bahan bakar ini lebih mendapatkan simpati dan dikenal masyarakat sehingga bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan dapat diperbarui ini dapat dilestarikan. Serta pemanfaatan kembali hasil samping pembuatan biodiesel berupa gliserol agar memperoleh keuntungan yang lebih besar.

14

Tabel Mutu Biodiesel Sesuai Dengan SNI

15

Perhitungan pada Tahap I (Esterifikasi) Minyak jelantah Vminyak jelantah = 200 ml 1. Perhitungan Densitas Minyak Jelantah minyak jelantah = (Piknometer + minyak) = 38,5618 g = 23,0258 g 2. KalibrasiAalat tabel 400C 0,992 = Vpikno + air Vpikno kosong = (piknometer kosong) 15,5306 g

V V UO UO 3.

= = 24,9892 ml = = 0,921g/ml

Menghitung Massa Minyak Jelantah Massa UO =V 0,921 g/ml

= 200 ml

= 184,2 g

4. Menghitung Mol Minyak Jelantah dan Metanol dengan Perbandingan 1:6 16

Mol UO

= 0,2094 mol (1 mol rasio)

Mol Methanol

0,2094

= 1,2564 mol (6 mol rasio)

5.

Menghitung Metanol yang Dibutuhkan Massa methanol = mol Mr 32

= 1,2564

= 40,2048 g

V methanol

= 50,89 10-3 = 50,89 ml

6.

Menghitung H2SO4 yang Dibutuhkan

17

Massa H2SO4 0,5%

= 0,921 gr

Volume H2SO4

= 0,5005 ml

Perhitungan tahap II (Transesterifikasi) 1. Menghitung NaOH yang Dibutuhkan =


0,6 massa minyak 100

NaOH 0,6% b

18

0,6 184,2 100

= 1,1052 g 2. Menghitung Metanol yang Dibutuhkan = =


9 mol used oil 1 9 0,2094 (dari tahap 1) 1

Metanol

= 1,8846 mol Massa metanol = mol Mr = 1,8846 32 = 60,3072 g

Volume metanol =
3 = 60,3072 . 10 / 0,79 3 = 76,338 . 10 L

= 76,34 ml

Perhitungan Rendemen Biodiesel

% Rendemen

= = = 97,

x 100%

19

Perhitungan Densitas Biodiesel Piknometer kosong Piknometer kosong + air Piknometer + solar Piknometer + sampel air pada suhu 40oC = 15,7520 g = 40,6192 g = 37,6718 g = 37,9582 g = 992 kg/m3

V air

= 25,0677 g/ml V air = V piknometer

Massa jenis biosolar standar =

= = 874,4 kg/m3

Massa jenis biodiesel

= 20

= 885,3 kg/m3

Perhitungan Viskositas Biodiesel

Air pada suhu 400C t = 0,95 s = 992 kg/m3

Biosolar standar pada suhu 40oC t = 3,83 s = 861kg/m3

21

= 2,27 cSt

Air pada suhu 40oC t = 0,95 s = 992 kg/m3

Biosolar produk pada suhu 40oC t = 4,93 s = 864,9 kg/m3 =

2,93 cSt

22

MAKALAH PEMBUATAN BIODIESEL dari MINYAK JELANTAH

Untuk memenuhi salah satu persyaratan Dalam memenuhi nilai Ujian Akhir Semester

OLEH: RESKI TRYA PUTRI NIM 1031410030

23

POLITEKNIK NEGERI MALANG Februari 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena dengan taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang proses pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah. Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Yanty Maryanty selaku dosen bioproses yang telah membimbing kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini, dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman

24

kami yang telah mendukung dan mengarahkan kami apabila kami ada kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan tentang Pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah bagi para pembacanya.

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 Latar Belakang Masalah..............................................................1 Rumusan masalah........................................................................2 Tujuan..........................................................................................3

25

1.4 BAB II 2.1 2.2 2.3 2.3 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 BAB V 5.1 5.2

Kegunaan penelitian....................................................................3 Definisi Biodiesel........................................................................4 Jenis jenis Biodiesel ..4 Pembuatan Biodiesel....................................................................5 Proses Pembuatan Biodiesel........................................................6 Alat dan Bahan.............................................................................9 Prosedur pembuatan biodiesel.....................................................10 Keterlaksanaan..13 Manfaat.13 Pengembangan Tindak Lanjut..13 Kesimpulan...14 Saran.....14

KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV TEMUAN

PENUTUP

DAFTAR RUJUKAN...........................................................................................

DAFTAR RUJUKAN

Prakoso, Tirto. 2010. Potensi Biodiesel Indonesia.Bandung: Departemen Teknik Kimia ITB

26

Pratama, Angga.2009. Laporan Uji Kompetensi SMK Kimia Industri Prakoso, Tirto. 2006.Biodiesel dari minyak jarak.Bandung: Departemen Teknik Kimia ITB Destianna, Mescha. 2007.Bioenergi.Jakarta: Penebar Swadaya

Alternatif lain pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah dengan bantuan Enzim Lipasae Pengertian secara umum enzim

27

Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik). Sifat sifat enzim Enzim mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi. Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60 C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang. Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim), contoh ektoenzim: amilase,maltase. Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, meng-katalisis pembentukan dan penguraian lemak.

Lipase Lemak + H2O Asam lemak + Gliserol Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif (permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan substrat tertentu.

28

Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor. Mekanisme kerja enzim Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu dengan yang lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, substrat akan menempel pada enzim. Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut dengan sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk. Banyak enzim yang dapat bekerja bolak-balik (reversible). Enzim dapat mengubah substrat menjadi hasil akhir dan juga dapat mengubah hasil akhir menjadi substrat jika lingkungannya berubah. Misalnya, enzim lipase dapat berfungsi katalisator dalam perubahan lemak menjadi asam lemak dan glilserol. Enzim lipase juga dapat mengubah kembali asam lemak dan gliserol menjadi lemak (lipid). Enzim juga bekerja secara spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi yang khusus. Jika enzim berbeda maka hasilnya akan berbeda pula. Misalnya, pemecahan rafinosa (suatu trisakarida). Jika dilakukan oleh enzim sukrase rafinosa akan terurai menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan jika dilakukan dengan oleh enzim emulsion rafinosa akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa. Ada dua teori mengenai mekanisme kerja enzim, yaitu lock and key theory dan induced fit theory. 1) Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci) Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1988). Menurutnya, enzim diumpamakan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan dengan substrat yang disebut dengan sisi aktif, sedangkan substrat sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim. Substrat dapat berikatan dengan enzim jika sesuai dengan sisi aktif enzim. Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja, hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif akan berubah

29

sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama. 2) Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi) Teori ini dikemukakan oleh Daniel Koshland. Menurutnya, sisi aktif enzim bersifat fleksibel. Akibatnya, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat. Teori ini sesuai dengan mekanisme kerja enzim yangt sesungguhnya. Reaksi antara substrat dengan enzim berlangsung karena adanya induksi molekul substrat terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat fleksibel dalam menyesuaikan stuktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, maka enzim akan terinduksi dan kemudian mengubah bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi aktif yang semula tidak cocok menjadi cocok (fit). Kemudian terjadi pengikatan substrat oleh enzim yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk kemudian dilepaskan dan enzim kembali pada keadaan semula dan siap untuk mengikat substrat baru. Lase adalah enzim Orlistat, merupakan anti obesitas pertama yang tidak bekerja sebagai penekan nafsu makan, tetapi bekerja secara lokal dengan cara menghambat enzim lipase saluran cerna. Dengan cara kerja sebagai penghambat lemak tersebut, maka 30% dari lemak yang dikonsumsi tidak dapat diserap. Dengan demikian, terjadi defisit kalori yang akan menghasilkan penurunan berat badan secara signifikan. Seperti yang kita ketahui, lemak diserap dalam bentuk trigleserida yang mengandung satu molekul monogliserida dan 2 molekul asam lemak bebas. Sebagian besar proses pencernaan lemak terjadi pada bagian pertama usus kecil, duodenum yang benyak mengandung cairan pankreatik - dimana reaksi ezimatik akan berlangsung. Di sini, lemak akan diemulsifikasi (dipecah menjadi butiranbutiran kecil) membentuk tiny fat globules yang berdiameter 200 sampai 5000nm.

30

Enzim lipase yang berperan pada emulsifikasi ini, akan memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dan monogliserida. Untuk dapat menembus dinding usus, monogliserida dan asam lemak bebas ini harus berikatan terlebih dahulu dengan garam empedu untuk membentuk micelle. Bagian dalam usus kecil diselimuti dengan apa yang disebut villi yang berfungsi memperluas permukaan, guna mempercepat penyerapan hasil-hasil pencernaan. Saat lemak diabsorpsi, akan melewati small lymph vessels , yang disebut lacteal, untuk kemundian didisstribusikan ke dalam sistem limpa dan masuk ke dalam sistim sirkulasi. Bagaimana Orlistat bekerja Orlistat bekerja secara lokal di saluran cerna dengan cara menghambat kerja enzim lipase dan mencegah 30% penyerapan lemak. Orlistat mempunyai struktur molekul unik yang akan mengikat bagian aktif dari enzim lipase dan menghambat aktivitasnya. Dengan demikian, enzim ini tidak dapat memecah trigliserida menjadi komponen penyusunnya maka 30% lemak tidak dapat dicerna dan diserap. Sedangkan, sebanyak proporsi yang signifikan dari sisa asupan lemak yang tidak tercerna dan tidak terabsorpsi akan melewati saluran pencernaan dalam keadaan tidak berubah. Sedangkan 70% lemak tetap dapat mengalami penyerapan secara normal, hal ini penting guna memastikan kelarutan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Dengan cara kerja yang lokal (non sistemik) ini, orlistat tidak menimbulkan efek samping terhadap sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti pada golongan appetite supresant.

31

Dengan rata-rata 40% asupan lemak dari asupan total energi per hari, walaupun angka yang direkomendasikan adalah 30% per hari. Orlistat - dosis 120 mg tiga kali sehari - dapat mengurangi penyerapan lemak sebesar kurang lebih 30%. Dengan menghambat penyerapan lemak tersebut, akan terjadi defisit kalori secara nyata, namun demikian, zat-zat gizi lain yang larut dalam lemak tetap akan diserap - guna memastikan kecukupan zat-zat gizi tersebut bagi tubuh. Berkurangnya jumlah lemak yang diserap, secara efektif dapat mengurangi masukan energi, sehingga penurunan berat badan secara nyata dapat dicapai. yang dapat larut dalam air dan bekerja dengan mengkatalisis hidrolisis ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut air seperti trigliserida berantai panjang.[1] Dengan demikian, lipase tergolong dalam enzim esterase.[1] Enzim ini juga mampu mengkatalisasi pembentukan ikatan ester (esterifikasi) dan pertukaran ikatan ester (transeterifikasi) pada media bukan air.[2] Lipase diproduksi pada karbon berlipid, seperti minyak, asam lemak, dan gliserol.[3] Lipase dari bakteri kebanyakan diproduksi secara ekstraselular.[3] Kebanyakan lipase dapat bekerja pada kisaran pH dan temperatur yang bervariasi, walaupun lipase dari bakteri yang bersifat basa lebih umum.[3] Lipase adalah serin hidrolase dan mempunyai stabilitas yang tinggi dalam larutan organik.[3] Lipase dari fungi dan bakteri memainkan peranan yang penting dalam kehidupan manusia seperti pembuatan yoghurt dan keju.[4] Lipase juga digunakan sebagai katalis yang murah dan serbaguna untuk mendegradasi lipid dalam

32

aplikasi modern seperti penggunaan enzim lipase untuk pembuatan deterjen dan biokatalis, serta juga dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk mengubah minyak tumbuhan menjadi bahan bakar Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas. Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini. Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar. Biodiesel rute nonalkohol dari minyak goreng bekas dapat menyiasati semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar berbasis minyak bumi.

33

Bahan bakar alternatif itu bisa diproduksi dalam skala rumah tangga dan industri. Tingginya kebutuhan bahan bakar sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk semakin mempertipis persediaan minyak bumi di dunia. Jika minyak bumi terus- menerus dieksplorasi tanpa batas, lama-kelamaan sumber daya alam tersebut akan habis. Pasalnya, minyak bumi merupakan sumber daya yang tidak bisa diperbarui. Salah satu solusi untuk menjaga ketersediaan minyak bumi ialah dengan mengembangkan energi alternatif. Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki sumber daya hayati yang bisa dijadikan bahan bakar alternatif. Beberapa sumber daya hayati itu antara lain tanaman jarak dan kelapa sawit yang bisa diolah menjadi biodiesel. Saat ini, produksi biodiesel pada skala industri dilakukan melalui reaksi transesterifi kasi trigliserida minyak nabati dengan metanol menggunakan katalis alkali. Namun, penggunaan katalis alkali itu memiliki kelemahan, yakni pemurnian produk dari katalis yang bercampur homogen relatif sulit dilakukan. Selain itu, katalis bisa ikut bereaksi sehingga memicu reaksi penyabunan. Reaksi sampingan yang tidak diinginkan itu pada akhirnya membebani proses pemurnian produk dan menurunkan yield biodiesel sehingga berdampak pada tingginya biaya produksi. Untuk mengatasi masalah masalah tersebut, diperlukan katalis yang tidak bercampur homogen dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik guna menghasilkan produk yang diinginkan tanpa reaksi samping. Belakangan ini, riset sintesis biodiesel menggunakan enzim lipase semakin banyak dilakukan. Enzim lipase yang bisa menjadi biokatalis dalam sintesis biodiesel tersebut mampu memperbaiki kelemahan katalis alkali, yakni tidak bercampur homogen sehingga pemisahannya lebih mudah.

34

Selain itu, enzim tersebut juga mampu mengarahkan reaksi secara spesifik tanpa adanya reaksi samping yang tidak diinginkan. Meski mengandung kelebihan, penggunaan lipase sebagai biokatalis menyisakan satu persoalan. Lingkungan beralkohol seperti metanol menyebabkan lipase terdeaktivasi secara cepat dan stabilitas enzim tersebut dalam mengatalisis reaksi menjadi buruk. Hal itulah yang mengilhami Heri Hermansyah, peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, untuk mengembangkan sintesis biodiesel menggunakan rute non-alkohol.Tujuannya, untuk menjaga aktivitas dan stabilitas enzim tetap tinggi selama reaksi berlangsung. Dalam penelitian itu, Heri menggunakan metil asetat yang menggantikan metanol sebagai penyuplai gugus metil serta memanfaatkan minyak jelantah (minyak goreng bekas) sebagai sumber trigliserida. Heri menambahkan penggantian alkohol dengan alkil asetat itu diharapkan mampu mencegah deaktivasi dan meningkatkan stabilitas biokatalis selama berlangsungnya proses reaksi. Adapun penggunaan limbah, yakni minyak jelantah, ditujukan untuk lebih menghemat biaya produksi karena harganya lebih murah daripada minyak kelapa sawit. Dilihat dari sisi ekonomi, produk sampingan rute nonalkohol, yaitu triacetilglycerol memunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk sampingan rute alkohol berupa glycerol. Umumnya metode yang digunakan dalam produksi biodiesel ialah reaksi transesterifi kasi atau alkoholisis. Namun, pada penelitian tersebut Heri mengaplikasikan rute baru untuk menyintesis biodiesel yang disebut dengan rute non-alkohol. Dalam sintesis biodiesel rute alkohol, senyawa alkohol (metanol) berfungsi untuk menyuplai gugus alkil (metil).

35

Sementara itu, dalam sintesis biodiesel rute non-alkohol, metanol bisa digantikan dengan metil asetat sebagai penyuplai gugus metal. Penggantian alkohol dengan alkil asetat itu mampu meningkatkan stabilitas enzim lipase selama proses reaksi. Pada prinsipnya semua minyak yang mengandung trigliserida bisa dijadikan bahan baku biodiesel. Pertimbangan lain Heri menggunakan minyak goreng bekas sebagai bahan dasar biodiesel ialah agar limbah tersebut memiliki nilai tambah. Pembuatan biodiesel rute non-alkohol dengan bahan baku minyak goreng bekas itu dilakukan dengan reaksi interesterfikasi menggunakan biokatalis terimmobilisasi. Reaksi itu bertujuan mengubah senyawa trigliserida dalam minyak goreng bekas menjadi biodiesel sebagai produk utama dan triasetilgliserol sebagai produk sampingnya. Sesuai Harapan Dengan menggunakan katalis berupa enzim, reaksi dapat diarahkan menuju produk yang diinginkan sehingga minyak goreng bekas dapat terkonversi menjadi biodiesel tanpa reaksi samping yang menyulitkan pemurnian produk. Untuk mencapai tujuan itu, teknologi yang digunakan cukup sederhana, yakni rekayasa reaksi enzimatis yang diimobilisasi dalam reaktor (reactor fixed bed). Reaksi menggunakan enzim memang terbilang lebih efektif, namun hal itu tidak berarti bebas dari kendala sama sekali. Kendala utama dalam proses enzimatis ialah harga enzim yang mahal.Namun, Heri menyiasati hal tersebut dengan metode imobilisasi enzim yang bisa meregenerasi enzim berulang kali. Proses reaksi pengolahan biodiesel minyak goreng bekas tersebut dilangsungkan di reaktor PBR (Packed Bed Reactor). Wadah yang disebut umpan itu berisi campuran minyak goreng bekas dan metil asetat. Kedua bahan itu akan dipompa menuju dasar kolom reaktor dengan laju konstan. Temperatur reaksi dijaga tetap berada pada kisaran 37 hingga 40 derajat celcius. Campuran berupa minyak goreng bekas dan metil asetat akan direaksikan dengan enzim lipase yang telah diimobilisasi menghasilkan biodiesel. 36

Air yang digunakan pada jacket bath akan disirkulasi melalui thermal bath untuk menjaga stabilitas suhu kolom reaktor. Proses pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas terbagi menjadi beberapa tahap, yakni persiapan, reaksi, dan pemurnian hasil. Pada tahap persiapan, minyak goreng bekas dimurnikan dari pengotornya berupa asam lemak bebas. Biodiesel Dengan Enzim Di tengah krisis bahan bakar yang berasal dari fosil, banyak penelitian dilakukan untuk menemukan energi alternatif. Pencarian energi alternatif yang ramah lingkungan diharapkan mampu menjadi solusi atas kelangkaan energi yang terjadi akhir-akhir ini. Belakangan, bahan bakar biodiesel menjadi salah satu jawaban dari permasalahan kelangkaan energi itu. Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, semisal sawit, jarak, atau bunga matahari. Setelah melalui proses pengolahan yang panjang, tumbuhan-tumbuhan itu akan menghasilkan minyak yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Biodiesel selama ini diartikan sebagai bahan bakar dari campuran mono alkyl ester yang berasal dari rantai panjang asam lemak. Untuk membuat biodiesel, diperlukan bahan-bahan seperti minyak goreng atau minyak jelantah, metanol, dan soda api (NaOH).Sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, banyak dimanfaatkan minyak goreng bekas pakai atau jelantah. Pertimbangannya, kedua bahan itu mengandung asam lemak bebas yang tidak baik bagi kesehatan sehingga tidak selayaknya digunakan untuk keperluan konsumsi. Ketika minyak digunakan untuk menggoreng bahan makanan, terjadi peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam. Proses itu bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan. Selain tidak baik bagi kesehatan, asam lemak bebas dapat menjadi ester jika bereaksi dengan metanol. Apabila bereaksi dengan soda, asam lemak akan membentuk sabun. Produk biodiesel harus dimurnikan dari produk samping, gliserin, sabun sisa metanol, dan soda. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat menghidrolisis dan memecah biodiesel menjadi asam lemak bebas yang kemudian terlarut dalam 37

biodiesel. Asam lemak bebas dalam biodiesel tidak baik karena dapat menyumbat filter atau saringan dengan endapan dan menjadi korosi pada logam mesin diesel. Selama ini, pembuatan biodiesel dalam skala kecil menggunakan katalis berupa soda api. Contohnya, untuk penggunaan minyak goreng (baik baru maupun bekas) sebanyak satu liter, diperlukan metanol sebanyak 200 mililiter, soda api sebanyak 3,5 gram untuk minyak goreng baru, dan sebanyak 4,5 gram soda api-bisa juga lebih-untuk minyak goreng bekas. Untuk memperoleh biodiesel, soda api dilarutkan ke dalam metanol. Larutan itu lalu dipanaskan dalam suhu sekitar 55 derajat celcius dan diaduk dengan kecepatan tinggi selama 15 hingga 20 menit. Selanjutnya larutan itu dibiarkan selama 12 jam. Setelah 12 jam, akan terlihat larutan berwarna jernih kekuning-kuningan pada bagian atasnya. Pada lapisan di bawahnya, terdapat asam lemak bebas dan bahan sabun dari sisa metanol yang tidak bereaksi.

Larutan pada bagian atas yang berwarna kekuning-kuningan itu kemudian dipisahkan dengan cara menuangkannya ke tempat lain dengan menyisakan unsur gliserin dan bahan pembuat sabun. Menurut Achmadin Luthfi, peneliti bioproses dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), cara pemisahan itu dipandang terlalu konvensional dan tidak efektif. Katalis berupa soda api masih menghasilkan limbah berupa gliserin dan bahan baku sabun sehingga belum ramah lingkungan. Sekarang ini, ada motede baru dalam pembuatan biodiesel, yaitu dengan memanfaatkan enzim sebagai biomolekul yang berfungsi sebagai katalis. Katalis adalah senyawa yang mempercepat reaksi dan si katalis itu sendiri tidak habis bereaksi. Enzim yang dipakai dalam reaksi pembuatan biodiesel adalah enzim lipase atau enzim pemecah lemak. Enzim itu dapat mengatalisis, menghidrolisis, serta menyintesis bentuk ester dari gliserol dan asam lemak rantai

38

panjang seperti halnya minyak goreng dan jelantah. Berbeda dengan katalis soda api yang masih menghasilkan limbah, katalis enzim tidak menghasilkan limbah. Pasalnya, dengan menggunakan enzim lipase, asam lemak bebas akan larut dan menjadi biodiesel. Yang diperlukan hanya menyaring kotoran-kotoran berupa kerak yang sering ada, khususnya pada minyak jelantah, kata Luthfi. Untuk membuat biodiesel dengan katalis enzim lipase, hal yang harus dilakukan pertama kali adalah menyiapkan enzim lipase ke dalam sebuah penampang berupa membran tertentu. Dalam beberapa uji coba, Achmadin menggunakan dua filter lipase sebagai katalisnya. Filter pertama digunakan untuk menyaring 60 persen kotoran, dan sisa kotoran yang sebanyak 40 persen disaring oleh filter kedua. Alhasil, total kotoran yang berhasil disaring mencapai 100 persen. Enzim saya tempelkan di filter. Ketika minyak lewat, berarti telah menjadi biodiesel, jelasnya. Filter dari bahan setipis kertas itu digunakan untuk jangka waktu tiga hari dengan kapasitas penyaringan sebanyak satu liter. Jangka waktu yang terbilang pendek itu disebabkan Luthfi masih mengkhawatirkan kalau-kalau enzim hasil percobaannya akan larut. Nantinya proses itu diperbesar, dan jangka waktu penggunaan filter diperpanjang sesuai dengan umur keefektifan enzim melakukan proses katalisis yang umumnya mencapai enam bulan. Percobaan itu ternyata masih teradang persoalan harga enzim yang cukup mahal. Sekarang ini harga enzim masih berkisar satu juta hingga tiga juta rupiah per kilogram. Untuk filter berukuran satu meter persegi, dibutuhkan tiga gram enzim. Mengenai sumber minyak bekas yang menjadi salah satu bahan biodiesel, Luthfi menerangkan minyak bekas dapat diperolah dari restoran-restoran cepat saji, hotel-hotel berbintang, dan industri makanan. Penggunaan minyak bekas dari tempat-tempat itu dimaksudkan agar sumber bahan pembuat biodiesel tidak mengganggu industri pangan. Teknik katalisasi enzim terbilang sederhana sehingga bisa dilakukan oleh

39

masyarakat awam. Hanya menggunakan tabung penyaring yang telah diberi enzim, maka teknik penyaringan dapat dilakukan dengan mudah.

40

Você também pode gostar