Você está na página 1de 12

Dalam Farmakope Indonesia edisi III,Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa.

Kecuali dinyatakan lain,kadar sakarosa,C12H22O11,tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau perngganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat (Ansel, 1989) Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi (sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirop adalah 64-66% , kecuali dinyatakan lain (Syamsuni, 2007). Sirop adalah larutan pekat gula atau gula lain yang cocok yang di dalamnya ditambahkan obat atau zat wewangi, merupakan larutan jerni berasa manis. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol, atau polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud selain untuk menghalangi pembentukan hablur sakarosa, juga dapat meningkatkn kelarutan obat (Anonim, 1978). Komponen sirup Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen-komponen berikut didamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada: 1. Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula igunakan untuk memberi rasa manis dan kental 2. Pengawet anti mikroba. Diantara pengawet-penagawet yang umum digunakan sebagi sirup denga konsentrasi lasim yang efektif adalah : asam benzoat (0,1-0,2 %), natrium benzoat (0,1-0,2 %) dan berbagi campuran metil-,profil,dan butil paraben (total 0,1 %). Sering kali alkohol digunakan dalam pembuatan sirup untuk membantu kelarutan bahanbahan yang larut dalam alkohol, tetapi secara normal alkohol tidak ada dalm produk akhir dalm jumlah yang dianggap cukup sebagai pengawet (15-20 %). 3. Pembau 4. Pewarna. Untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan zat pewarna yang berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan ( misalnya hijau untuk rasa permen, coklat untuk rasa coklat dan sebaginya). Pewarna yang digunakan umum larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup, dan warna stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya yang intensif sirup tersebut mungkin menjadi enounter selama masa penyimpanan. 5. Perasa. Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari alam seperti minyak-minyak menguap (contoh : minyak jeruk), vanili dan lain-lainnya. Untuk membuat sirup jamin yang sedap rasanya. Karena sirup adalah sediaan air, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Akan tetapi, kadang-kadang sejumlah kecill alkohol ditambahkan kesirup untuk menjamin kelangsungan kelarutan dari pemberi rasa yang kelarutannya dalam air buruk.

6. Biasanya untuk untuk sirup yang dibuat dalam perdagangan,mengandung pelarut-pelarut khusus,pembantu kelarutan,kental,dan stabilisator. Jenis Jenis Sirup Ada 3 macam sirup, yaitu : 1. Sirop simpleks : mengandung 65% gula dengan larutan nipagin 0,25% b/v. 2. Sirop obat : mengandung 1 jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan. 3. Sirop pewangi : tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirop ini adalah untuk menutupi rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak Keuntungan 1. Sesuai untuk pasien yang sulit menelan (pasien usia lanjut, parkinson, anak - anak). 2. Dapat meningkatkan kepatuhan minum obat terutama pada anak - anak karena rasanya lebih enak dan warna lebih menarik. 3. Sesuai untuk yang bersifat sangat higroskopis dan deliquescent. Kerugian 1. Tidak semua obat ada di pasaran bentuk sediaan sirup. 2. Sediaan sirup jarang yang isinya zat tunggal, pada umumnya campuran/kombinasi beberapa zat berkhasiat yang kadang-kadang sebetulnya tidak dibutuhkan oleh pasien. Sehingga dokter anak lebih menyukai membuat resep puyer racikan individu untuk pasien. 3. Tidak sesuai untuk bahan obat yang rasanya tidak enak misalnya sangat pahit (sebaiknya dibuat kapsul), rasanya asin (biasanya dibentuk tablet effervescent). 4. Tidak bisa untuk sediaan yang sukar larut dalam air (biasanya dibuat suspense atau eliksir). Eliksir kurang disukai oleh dokter anak karena mengandung alcohol, suspense stabilitasnya lebih rendah tergaantung ormulasi dan suspending egent yang digunakan. 5. Tidak bisa untuk bahan obat yang berbentuk minyak (oily, biasanya dibentuk emulsi yang mana stabilitas emulsi lebih rendah dan tergantung formulasi serta emulsifying agent yang digunakan).

6. Tidak sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil setelah dilarutkan (biasanya dibuat sirup kering yang memerlukan formulasi khusus, berbentuk granul, stabilitas setelah dilarutkan haInya beberapa hari). 7. Harga relatif mahal karena memerlukan formula khusus dan kemasan yang khusus pula.

Resep AETHYLMORPHINIEPHETONINISIRUPUS Sirop Etilmorfina Efetonina Sirop Dionina Efetonina 34 Komposisi Tiap 5 ml mengandung : Aethylmorphini Hydrochloridum Epetonium Thymi sirupi hingga Penyimpanan Dosis 2 mg 5 mg 5 ml

Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, ditempat sejuk. 4 kali sehari 1 sampai 2 sendok teh

Inkompabilitas dan Pengetasannya Inkompabilitas merupakan interaksi yang terjadi secara fisik atau kimia suatu bahan obat yang tidak dapat bercampur dengan obat lainnya, umumnya terjadi di luar tubuh. Definisi lain menyebutkan interaksi ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara bahan obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat yang inkompatibel menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya mengakibatkan inaktivasi obat

Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat dialam. Senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula. Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glikosida dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai berupa senyawa tunggal. Disamping itu sering ditemukan campuran yang terdiri dari flavonoid yang berbeda klas. Misalnya antosionin dalam mahkota bunga yang berwarna merah. Dewasa ini diperkirakan telah berhasil diisolasi sekitar 3000 senyawa flavonoid.Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi yaitu berikut ini.

1. 2. 3. 4.

Sebagai pigmen warna Fungsi fisiologis dan patologi Aktivitas farmakologi Flavonoid dalam makanan

Aktivitas farmotologi dianggap berasal dari rutin (glikesida flavaoid) yang digunakan untuk menguatkan susunan kapiler, menurunkan dan fragilitas pembuluh darah dan lain-lain. Gabor, et.al menyatakan bahwa flavonoid dapat diguakan sebagai obat karena mempunyai bermacam-macam bioaktivitas seperti: antiinflamasi, anti kanker, anti fertilitas, antidiabetes, antidepresent, diuretik dan lain-lain.

2. Identifikasi Flavonoid: Shinoda test/Sianidin test Kira-kira 0,5 gram sampel yang telah dirajang halus, diekstrak dengan 5 ml methanol dan dipanaskan selama 5 menit dalam tabung reaksi. Ekstraknya ditambahkan beberapa tetes asam klorida pekat dan sedikit serbuk magnesium.Bila terjadi perubahan warna
menjadi merah/pink atau kuning menunjukkan sampel mengandung flavonoid.

2.

Identifikasi flavonoid: Shinaida Test/Sianidin test Pada tes ini, daun Tridax procumbens L diekstrak dengan metanol dan dipanaskan. Saat ekstrak ditamba HCl pekat dan sedikit serbuk Mg, maka pada larutan ekstrak terbentuk gelembung fas, karena serbuk Mg sedang bereaksi. Hasil yang

diperoleh adalah terbentuk larutan kecoklatan, maka daun Tridax procumbens Ltidak mengandung flavonoid karena tidak terbentuk larutan merah/pink atau orange.

Daun Daun umumnya bertekstur lunak karena kandungan airnya tinggi, antara 70 %-80 %. Jaringannya tersusun atas sel-sel parenkim, sedang pada permukaan daun kadang-kadang dijumpai lapisan semacam zat lilin, mengilat, dan ada pula yang berbulu halus atau berambut dengan bentuk yang beragam. Beberapa simplisia daun tanaman obat dipanen pada waktu masih muda atau masih berbentuk tunas daun, misalnya kumis kucing dan teh. Namun, ada pula daun yang dipanen pada saat daun mengalami pertumbuhan maksimal atau tua, misalnya daun sirih dan menta. Umur petik daun tidak sama sehingga penanganan dan pengelolaan pascapanennya juga berbeda. Daun yang dipanen muda biasanya dikeringkan secara perlahan mengingat kandungan airnya tinggi, yang memungkinkan reaksi enzimatis masih berlangsung dengan cepat. Disamping itu jaringan yang dimiliki daun muda masih sangat lunak sehingga mudah hancur atau rusak. Sementara daun-daun yang dipanen pada umur tua diberi perlakuan khusus berupa pelayuan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan secara perlahan agar diperoleh warna yang menarik. Pemanenan daun yang mengandung minyak asiri harus ditangani secara hati-hati. Bila hendak memanfaatkan minyaknya maka daun langsung diolah ketika masih segar. Siswanto, Y.W., 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. 99 hlm.

Penggunaan bahan tambahan bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan sirup yang stabil (Nash, 1996). Bahan tambahan yang digunakan adalah CMC-Na, alasan menggunakan CMC-Na karena lebih efektif dibandingkan gum arab atau gelatin dan lebih stabil dalam penyimpanan untuk waktu yang relatif lama, sedangkan untuk sorbitol digunakan karena sorbitol memiliki rasa yang lebih manis dari sukrosa, dan memilki nilai gizi karena mengandung kalori 2,6 kkal/g (Rowe dkk., 2006).

a. Kekentalan atau viskositas

Uji sifat alir perlu dilakukan untuk mengetahui viskositas dari sirup. Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya (Martin et al., 1993). Suatu produk yang mempunyai viskositas yang terlalu tinggi umumnya tidak diinginkan karena sukar dituang dan sukar diratakan kembali (Nash,1996). Cara uji sifat alir adalah dalam tabung yang berisi rotor dimasukkan larutan yang terdiri dari pelarut dan bahan-bahan untuk pembuatan sirup. Setelah sirup dimasukkan, rotor digerakkan. Viskositas sediaan yang dapat diperiksa dengan melihat skala pada alat uji. Replikasi tiga kali dan dihitung rata-rata serta standar deviasinya (Anonim, 2000).

b. Mudah tidaknya dituang

Uji mudah tidaknya dituang berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan sediaan cair akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini dapat digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan (Anonim, 2000). Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang besar dapat menyebabkan sirup terlalu kental dan sukar dituang (Ansel et al., 2005).

c. Intensitas warna

Uji intensitas warna bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sirup setelah disimpan selama beberapa hari. Cara uji intensitas warna yaitu dengan mengamati perubahan warna sirup mulai dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4 Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna mula-mula (minggu ke-0) (Anonim, 2000).

d. Tanggap rasa

Uji respon rasa dilakukan dengan tehnik sampling dalam bentuk sampling terhadap 20 orang responden secara acak, masing-masing responden diberi 1 formula sirup dari tiap-tiap formula yang dibuat, dan diminta untuk mencicipi, kemudian mengisi quisioner yang telah disediakan yang berisi tentang tanggapan rasa dari sangat manis pahit, seikit manis sedikit pahit,manis sedikit pahit, manis sekali sedikit pahit, manis sekali tidak pahit. Data disajikan dalam bentuk table menurut jumlah/presentasi responden dengan respon yang diberikan (Nugroho, 1995).

e. Bobot jenis

Bobot jenis dilakkukan untuk mengetahui perbandingan bobot zat terhadap volume air adalah sama saat ditimbang. Bobot jenis suatu zat dilakukan dengan cara membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer. Dimana air digunakan sebagai standar untuk zat cair dan zat padat (Ansel et al., 2005).

f. Derajat keasaman Uji derajat keasaman dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar keasaman dari larutan. Uji derajat keasaman dilakukan dengan mencocokkan waran yang timbul pada kertas pH dengan warna yang menjadi parameter nilai keasaman suatu produk (Lachman dkk., 1994).

g. Efektivitas pengawet Uji efektivitas pengawet dilakukan untuk mengetahui mutu pengawet yang digunakan. Pengawet memiliki mutu yang baik apabila mampu mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Cara uji efektivitas pengawetadalah dalam ruangan steril dibawah laminar air flow. Satu ml larutan diambil menggunakan pipet volume steril. Larutan yang diambil dimasukkan ke dalam tabung yang berisi media. Kemudian media yang berisi larutan diinkubasi. Setelah media diinkubasi, kemudian diamati ada atau tidak kontaminasi pada permukaan media (Jawetz et al., 1996).

6. Monografi bahan

a. Gliserin

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; berbau khas lemah, bersifat higroskopis dan netral terhadap lakmus. Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap (Anonim,1995). Gliserin digunakan sebagai kosolven, yaitu untuk melarutkan ekstrak kental sehingga diformulasikan dalam sediaan, selain itu juga berfungsi sebagai pemanis, anti bakteri, dan dapat meningkatkan kekentalan sediaan (Rowe dkk., 2006). b. Natrium benzoate Natrium benzoat berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau dan stabil di udara. Natrium benzoat mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90% (Anonim,1995). Natrium benzoat merupakan pengawet yang dianjurkan untuk mengawetkan bahan makanan. Secara kualitatif, pengawet yang digunakan dalam sediaan setidaknya memiliki kriteria sebagai berikut : 1) Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme spektrum luas. 2) Pengawet harus stabil secara fisik, kimia, dan mikroorganisme selama waktu berlaku produk tersebut. 3) Pengawet harus tidak toksik, larut dengan memadai, dapat bercampur dengan komponenkomponen formulasi lain, dapat diterima dilihat rasa dan bau pada konsentrasi-konsentrasi yang digunakan. Pada formulasi dalam penelitian ini digunakan pengawet natrium benzoate meskipun dalam formula telah mengandung gula dengan konsentrasi tinggi yang telah memiliki daya tahan

terhadap mikroorganisme. Hal ini dikarenakan formulasi yang telah mengalamipengenceran tetap membutuhkan tamabahan zat pengawet untuk menahan pertumbuhan mikroorganisme dan mempertahankan shelf-life produk tersebut (Lachman dkk., 1994). c. Perasa Hampir semua sirup diberi perasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari alam. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup (Lachman dkk., 1994).

d. Asam tartat Asam tartat adalah serbuk hablur tidak berwarna atau bening atau serbuk hablur halus sampai granul berwarana putih; tidak berbau; rasa asam dan stabil diudara. Kelarutan asam tartat sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Asam tartrat banyak terdapat di dalam buah-buahan sebagai asam bebas atau di dalam kombinasi dengan kalsium, magnesium, dan kalium (Vaughan, 2006). Keunggulannya lebih mudah larut dibandingkan asam sitrat, lebih higroskopis, kekuatan asamnya sama dengan asam sitrat, akan tetapi lebih disarankan untuk digunakan untuk mencapai konsentrasi asam yang ekivalen (Mohrle, 1996). e. Sorbitol

Sorbitol merupakan serbuk, granul atau lempengan yang higroskopis berwarna putih, dan berasa manis. Sorbitil sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, metanol, dan dalam asam asetat (Anonim, 1995). ). Sorbitol merupakan serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, rasanya manis, kompaktibel dengan bahan pengisi lain, sejuk dimulut, sangat higroskopis, daya kompresibilitasnya baik, pH 4,5-7,0, dan sifat alirnya kurang baik. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan sekitar 50-60% lebih dari tingkat kemanisan sukrosa dan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 Kj/g. Kelarutan sorbitol sangat mudah larut dalam air, larut dalam larutan basa, sukar larut dalam etanol (Rowe dkk., 2006).

f. CMC-Na (Natrium karboksimetilselulosa) Karboksimetilsolulosa (CMC-Na) merupakan garam sodium dari polimer selulosa yang larut serta stabil pada pH antara 5-10. Sehingga larutan ini mempunyai pH netral. CMC merupakan anionik yang inkompaktibel dengan beberapa elektrolit, senyawa amonium kuartener, senyawa kompleks, dan surfaktan tertentu (Aulton, 2002). CMC-Na merupakan garam natrium dari

polikarboksi metil eter dari selulosa Nama lain dari karboksimetil solulosa adalah akucell, aquasorb, celulosa gum. Sebagai bahan pengental sediaan sirup digunakan konsentrasi 20-30% (Rowe dkk., 2006).

g. Aquades

Aquades berupa cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau (Anonim, 1995). Aquades merupakan pelarut yang umum digunakan dalam sediaan oral karena tidak toksik, mudah didapat, dan murah. Aquades untuk pengolahan sediaan farmasi harus digunakan air minum yang sempurna (Voigt, 1984).

Pembuatan sirup memerlukan bahan tambahan yaitu bahan pengental dan bahan pemanis. CMCNa sebagai bahan pengental paling banyak digunakan karena lebih efektif dibandingkan gum arab atau gelatin dan lebih stabil dalam penyimpanan untuk waktu yang relatif lama (Ganz, 1997). Sorbitol memiliki rasa yang lebih manis dari sukrosa, dan zat ini dikenal sebagai pemanis yang memiliki nilai gizi karena mengandung nilai kalori 2,6 kkal/g. https://docs.google.com/viewer?url=http://etd.eprints.ums.ac.id/12664/2/BAB_1.pdf&chrome=tr ue

Viskositas suatu sediaan cair perlu diukur untuk mengetahui tingkat kekentalan sediaan tersebut. Kekentalan suatu sediaan cair perlu dikontrol untuk memperbaiki kemampuan tuangnya dari botol (Murrukmihadi, dkk., 2011).

Kecepatan tuang menggambarkan kemudahan sirup untuk dituang dan berkaitan dengan kemudahan penggunaan sediaan oleh konsumen. Waktu tuang sediaan sirup berkaitan dengan viskositasnya(Murrukmihadi, dkk., 2011).

Menurut Costello (2007), viskositas sediaan menjadi parameter fisik kritis dan harus diamati karena perubahan viskositas dapat mempengaruhi redispersi dan kemudahan untuk dituang, serta dosis. Suhu (pendinginan atau penguapan pelarut yang mudah menguap) dapat mempengaruhi viskositas dan menginduksi pengendapan zat aktif atau eksipien seperti pengawet, yang akan mempengaruhi dosis dan kualitas obat. Costelllo, et all. 2007. Pediatric Drug Handling. Pharmaceutical Press.

Você também pode gostar