Você está na página 1de 5

Mengapa Uang Kertas Tidak Bisa Dipakai Untuk Perencanaan Financial Jangka Panjang ?

http://geraidinar.com/2008/01/mengapa-uang-kertas-tidak-bisa-dipakai.html

Bagi para perencana finansial, inflasi adalah faktor ketidak pastian terbesar yang paling sulit diatasi. Betapa tidak, di negeri seperti Indonesia Inflasi terburuk (terbesar) dalam sepuluh tahun terakhir pernah mencapai 78% (tahun 1998). Lebih buruk lagi dalam lima puluh tahun terakhir, di Indonesia inflasi pernah benar-benar tidak terkendali dan mencapai angka 650% (tahun 1965). Inflasi yang berarti menurunnya daya beli uang, ternyata tidak hanya di alami oleh mata uang Rupiah, bahkan mata uang dunia yang selama ini dianggap perkasa yaitu Dollar Amerika, daya beli mata uang Dollar Amerika tersebut terhadap emas telah turun tinggal 29 % dalam 8 tahun terakhir, dalam 40 tahun terakhir daya beli Dollar Amerika terhadap emas tinggal 4 % saja !. Pada umumnya ketika kita merencanakan kebutuhan finansial Kita kedepan, apakah untuk keperluan pensiun yang mungkin masih 20-30 tahun lagi, biaya pendidikan anak di perguruan tinggi yang masih belasan tahun lagi, ataupun kebutuhan biaya lain yang sifatnya jangka panjang, Kita memerlukan asumsi inflasi yang Kita akan hadapi misalnya 10% per tahun. Asumsi kedua adalah hasil investasi dari dana Kita, targetnya tentu selalu diatas angka inflasi tersebut agar pertumbuhan dana Kita tidak kalah cepat dengan kenaikan inflasi. Disinilah problem Kita yaitu menghadapi dua ketidak pastian sekaligus, ketidak pastian inflasi dan ketidak pastian hasil investasi. Contoh konkrit masalah ini saya ambilkan pengalaman seorang kawan dengan asuransi pendidikannya. Kawan ini eksekutif di perusahan telekomunikasi, beliau kecewa berat dengan asuransi pendidikan anaknya yang dibeli tahun 1988. Saat itu ketika anaknya baru lahir, dia membeli produk asuransi pendidikan senilai Rp 22.5 juta yang akan cair pada saat anaknya masuk perguruan tinggi. Saat itu nilai pertanggungan ini sangat besar dan pada tahun-tahun awalnya harus dibayar 20 % dari gaji bulanan dia. Tahun 2006 ketika anaknya masuk ITB dan perlu membayar Rp 45 juta uang pangkal, dana asuransi yang cair ternyata hanya cukup membayar separuh dari uang pangkal tersebut. Siapa yang salah ? perusahaan asuransi sudah membayar kewajibannya dengan benar, kawan saya juga telah konsisten selalu membayar preminya bertahun-tahun dengan benar. Yang salah tidak lain adalah nilai uang kita yang sangat tidak bisa diandalkan. Nilai pertanggungan Rp 22.5 juta tahun 1988 adalah setara dengan 227 Dinar.; ketika cair tahun 2006, nilai asuransi Rp 22.5 juta tersebut tinggal 32 Dinar ! (kalau uang asuransi tersebut cair pada saat tulisan ini saya buat 1 Muharam 1429 Rp 22.5 juta hanya setara dengan 19 Dinar !). Bayangkan kalau dari awal teman saya yang sholeh tersebut membeli produk asuransi pendidikan dengan nilai sebesar 227 Dinar*, maka saat cair tahun 2006 nilai 227 Dinar tersebut setara dengan Rp 161 juta (Kalau jumlah Dinar yang sama ditukar ke Rupiahnya saat ini menjadi Rp 261 juta). Uang ini bukan hanya cukup untuk membayar uang pangkal di ITB, tetapi juga masih cukup untuk membelikan anaknya mobil baru untuk kuliah dan membayar seluruh biaya pendidikan sampai anaknya tamat !. Inilah indahnya kalau produk keuangan jangka panjang dikelola dengan Dinar, mata uang baku yang nilainya tidak pernah terdevaluasi sepanjang jaman....!

Jangan Biarkan Kekayaan Umat Terus Menyusut Nilainya...


http://geraidinar.com/2008/01/pertahankan-harta-anda-jangan-biarkan.html Angka-angka statistik dan grafik yang saya sajikan di situs ini setiap hari mungkin tidak berarti apa-apa bagi kita, sampai kita melihat dampaknya pada keuangan kita sendiri. Tetapi begitu kita sendiri yang menjadi korban, reaksi spontan kita tentu ingin mempertahankan harta (nilai harta) tersebut. Bahkan dalam suatu Hadits panjang dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda bahwa mati dalam mempertahankan harta kitapun insyaAllah kita sahid. Mengapa sebagian besar kita tidak menyadari bahwa harta kita harta umat Islam Indonesia dan dunia lagi terjarah ?*. Ini karena kita menggunakan timbangan yang rusak untuk menimbang harta kita yaitu uang fiat baik itu Rupiah, Dollar maupun mata uang kertas lainnya. Dengan timbangan atau alat ukur yang rusak

tersebut, kita tidak bisa melihat nilai sebenarnya dari kekayaan kita - kita hanya tertipu oleh angka-angka yang semakin lama semakin besar tetapi tidak memiliki daya beli atau nilai tukar yang sesungguhnya. Nah sekarang marilah kita lihat contoh-contoh angka dan grafik berikut untuk melihat mana timbangan yang seharusnya kita pakai dalam menilai dan mempertahankan harta umat ini. Anggap kita memiliki tabungan Rp 2.46 juta tahun 2000, Apabila kita tukar dengan US$ uang tersebut menjadi US$ 350. dan apabila kita tukar Dinar pada saat itu menjadi 10 Dinar. Jadi uang Rp 2.46 juta tahun 2000 setara dengan US$ 350 dan setara pula dengan 10 Dinar. Sekarang asumsikan uang kita di tabung di Bank Syariah (kalau non syariah sudah no question haram bunganya berdasarkan fatwa MUI) dengan bagi hasil rata-rata 7 %, maka uang tersebut saat ini menjadi Rp 3.95 juta. Apabila ditabung dengan tabungan Dollar di bank syariah yang sama dengan bagi hasil rata-rata 3 %, kemudian uang Dollarnya sekarang ditukar ke Rupiah lagi maka uang kita yang di tabungan Dollar tadi menjadi Rp 4.05 juta. Dari sini mungkin kita senang bahwa uang kita telah tumbuh total 61% (tabungan Rupiah) dan 65% (tabungan Dollar) selama jangka waktu 8 tahun ini. Tapi tunggu dulu seandainya uang tersebut kita belikan Dinar dan sekarang kita tukar ke Rupiah maka uang tersebut menjadi Rp 10.90 juta atau tumbuh total Rp 343% !. Lihat grafik berikut untuk melihat uang kita apabila ditimbang dalam Rupiah.

Kita bisa melakukan exercise yang sama dengan menggunakan mata uang Dollar sebagai referensi atau timbangannya. Hasilnya akan seperti grafik dibawah ini.

Sekarang coba kita gunakan referensi atau timbangan yang adil yang menjadi bagian dari syariat Islam ini yaitu Dinar. Uang kita yang tahun 2000 nilainya setara 10 Dinar, apabila selama 8 tahun terakhir kita pertahankan dalam tabungan Rupiah kemudian baru sekarang kita tukar ke Dinar meskipun dalam nilai Rupiah telah naik 61% - maka dalam Dinar uang tersebut tinggal 3.62 Dinar atau menyusut 64%. Demikian pula seandainya kita simpan di tabungan US$, meskipun nilainya tumbuh 65% - ternyata dalam Dinar tinggal 3.72 Dinar saja atau menyusut 63% !.

Dari grafik-grafik tersebut sekarang tergantung kita sendiri - apakah kita akan terus merelakan harta hasil kerja keras kita terus tergerus nilainya oleh timbangan yang rusak yang bernama uang kertas...?. Wallahu a'lam bis showab.

Mengenal Dinar dan Dirham Islam


http://geraidinar.com/2008/02/mengenal-dinar-islam.html Karena banyaknya pengunjung yang mengira bahwa Dinar Iraq dan lain sebagainya adalah sama dengan Dinar Islam. Maka perlu saya buat penjelasan yang sangat jelas bahwa Dinar Iraq dan sejenisnya adalah tidak sama dan bukan Dinar Islam. Dinar Iraq adalah uang kertas biasa, sedangkan Dinar Islam adalah uang emas 22 karat 4.25 gram. Lebih jauh agar kita mengenal Dinar Islam ini lebih dekat, berikut saya petikkan uraian dari buku saya (Mengembalikan Kemakmuran Islam Dengan Dinar dan Dirham) yang menjelaskan detil tentang Dinar Islam.

Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM 2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12 : 1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204. Di belahan dunia lainnya di Dunia Islam, uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham juga

digunakan sejak awal Islam baik untuk kegiatan muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat sampai berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924. Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham. Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma. Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram . Sampai pertengahan abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non Islam sejarah menunjukan bahwa mata uang emas yang relatif standar tersebut secara luas digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkembangannya-pun kaum muslimin banyak melakukan perjalanan perdagangan ke negeri yang jauh. Keaneka ragaman mata uang di Eropa kemudian dimulai ketika Republik Florence di Italy pada tahun 1252 mencetak uangnya sendiri yang disebut emas Florin, kemudian diikuti oleh Republik Venesia dengan uangnya yang disebut Ducat. Pada akhir abad ke 13 tersebut Islam mulai merambah Eropa dengan berdirinya kekalifahan Usmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel dan terjadilah penyatuan dari seluruh kekuasan Kekhalifahan Usmaniyah. Selama tujuh abad dari abad ke 13 sampai awal abad 20, Dinar dan Dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan. Penggunaan Dinar dan Dirham meliputi seluruh wilayah kekuasaan Usmaniyah yang meliputi tiga benua yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian Asia. Pada puncak kejayaannya kekuasaan Usmaniyah pada abad 16 dan 17 membentang mulai dari Selat Gibraltar di bagian barat (pada tahun 1553 mencapai pantai Atlantik di Afrika Utara ) sampai sebagian kepulauan nusantara di bagian timur, kemudian dari sebagian Austria, Slovakia dan Ukraine dibagian utara sampai Sudan dan Yemen di bagian selatan. Apabila ditambah dengan masa kejayaan Islam sebelumnya yaitu mulai dari awal kenabian Rasululullah SAW (610) maka secara keseluruhan Dinar dan Dirham adalah mata uang modern yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah manusia. Selain emas dan perak, baik di negeri Islam maupun non Islam juga dikenal uang logam yang dibuat dari tembaga atau perunggu. Dalam fiqih Islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman khalqi) sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan menjadi alat tukar berdasar kesepakatan atau thaman istilahi. Dari sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai intrinsik sebesar nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal sampai sekarang . Dinar dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar (Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh Rasulullah SAW maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan Dirham masuk kategori ini.

Di Indonesia di masa ini, Dinar dan Dirham hanya diproduksi oleh Logam Mulia - PT. Aneka Tambang TBK. Saat ini Logam Mulia-lah yang secara teknologi dan penguasaan bahan mampu memproduksi Dinar dan Dirham dengan Kadar dan Berat sesuai dengan Standar Dinar dan Dirham di masa awal-awal Islam. Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association (LBMA). Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang. Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..

Você também pode gostar