Você está na página 1de 15

BAB I PENDAHULUAN

Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar. Anestesi regional dibandingkan dengan anestesi umum mempunyai banyak keuntungan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang kecil, menghasilkan analgesi yang adekuat dan mampu mencegah respon stress secara lebih sempurna. Anestesi spinal saat ini sering digunakan untuk pembedahan perut bagian bawah, urologi dan ekstremitas bawah. Obat yang paling sering digunakan pada anestesi spinal yaitu bupivacaine 0,5% karena memiliki kecenderungan yang lebih menghambat sensoris dari pada motoris. Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Anestesi spinal atau blok subarkhnoid adalah salah satu teknik anestesi dengan cara menyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang subaraknoid di regio lumbal antara L2-3, L34 atau L4-5, untuk menimbulkan atau menghilangkan sensai dan blok motorik. Faktor yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis obat, berat jenis obat, penyebaran obat, posisi tubuh, efek vasokonstriksi, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, dan usia pasien. Anestesi spinal diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul dan perineum, serta pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi dan urologi. Obat anestesi spinal ideal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat berikut : blokade sensorik dan motorik yang dalam, efek kerja cepat, pemulihan blokade motorik cepat sesudah pembedahan sehingga mobilisasi lebih cepat diperbaiki, toleransi baik dalam dosis tinggi dengan resiko toksisitas sistemik yang rendah. Indikasi: 1. Bedah ekstremitas bawah. 2. Bedah panggul. 3. Tindakan sekitar rektum perineum. 4. Bedah obstetrik-ginekologi. 5. Bedah urologi. 6. Bedah abdomen bawah. 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesia umum ringan.

Kontra indikasi absolut: 1. Pasien menolak. 2. Infeksi pada tempat suntikan. 3. Hipovolemia berat, syok. 4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan. 5. Tekanan intrakranial meningkat. 6. Fasilitas resusitasi minim. 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif: 1. Infeksi sistemik. 2. Infeksi sekitar tempat suntikan. 2

3. Kelainan neurologis. 4. Kelainan psikis. 5. Bedah lama. 6. Penyakit jantung. 7. Hipovolemia ringan. 8. Nyeri punggung kronik.

Persiapan analgesia spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: 1. Informed consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal. 2. Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung. 3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hb, ht,pt,ptt.

Peralatan analgesia spinal : 1. Peralatan monitor : tekanan darah, pulse oximetri, EKG. 2. Peralatan resusitasi. 3. Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).

Teknik analgesia spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. 1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk. 3

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol. 4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml 5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kirakira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter. 6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm. 3 Posisi anestesia spinal : Posisi duduk : Pasien duduk di atas meja operasi, dagu di dada, tangan istirahat di lutut. Posisi lateral : Bahu sejajar dengan meja operasi, posisikan pinggul di pinggir meja operasi, memeluk bantal / knee chest position.

Faktor yang memperngaruhi tinggi blok analgesia spinal : Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

Manuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke kranial. Berat jenis larutan: hiperbarik, isobarik atau hipobarik. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang diperlukan. (BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat). Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

Anastetik lokal untuk analgesia spinal : Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 oC adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. Golongan obat anestesi lokal : 1. Golongan Amide : - Lidokaine/ xylocaine. - Bupivacaine (marcaine). - Etidokaine. - Levobupivacaine 2. Golongan Ester : - Procaine (novocaine). - Tetrakaine (pantocaine). - Kokain. Obat spinal anestesi memiliki 3 tipe : 1. Tipe isobarik : Berat jenis obat sama dengan berat jenis liquor cerebro spinal. Pada tipe ini, kerja obat di daerah penyuntikan. 2. Tipe hipobarik Berat jenis obat lebih kecil dari pada berat jenis liquor cerebro spinal. Pada tipe ini, kerja obat di atas daerah penyuntikan. 5

3. Tipe hiperbarik Berat jenis obat lebih besar dari pada berat jenis liquor cerebro spinal. Pada tipe ini, kerja obat di bawah daerah penyuntikan. Obat Anestesi Golongan Ester : 1. Kokain Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin. Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya yang membantu. 2. Prokain Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak begitu toksik dibandingkan Kokain. Prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya. Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan efek samping yang lebih ringan. Berlainan dengan kokain zat ini tidak memberikan adiksi. 3. Tetrakaine Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara toikal pada mata adalah Tetrakain Hidroklorida. Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih. Obat Anestesi Golongan Amide: 1. Bupivacain Bupivacain adalah derivat butil dari mepivacain yang tiga kali lebih kuat dari pada asalnya. Bupivacain memiliki kecenderungan yang lebih menghambat sensoris dari pada motoris, sehingga obat ini banyak digunakan. Bupivacain isobarik biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4ml dan dosis total 15-20mg, sedangkan hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5mg. Bupivacain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Pada dosis 0,250,375% merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik pasca bedah. Konsentrasi 0,50,75% digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25-0,5%, blok saraf tepi 0,250,5%, epidural 0,5-0,75%, spinal 0,5%. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175mg. Dosis rata-ratanya 3-4mg/kgBB. Bupivacaine efektif untuk pengelola nyeri, akan tetapi obat ini memiliki efek samping berupa hipotensi, bradikardi, mual, muntah, kejang, alergi, sakit kepala, nyeri pinggang, retensi urin dan henti nafas. Metabolismenya di hepar dengan mulai kerja lambat 5-10 menit dan lama kerja panjang 75-150 menit, sehingga menguntungkan untuk pembedahan bagian bawah, urologi dan ekstremitas bawah. Farmakologi : bupivacain bekerja menstabilkan membran neuron dengan cara menginhibisi perubahan ionik secara terus menerus yang diperlukan dalam memulai dan menghantarkan impuls. Hidrasi cairan (10-20ml/kg larutan NS atau RL), obat vasopresor dapat digunakan sebagai profilaksis hipotensi. Berdasarkan penelitian, bupivacain isobarik mempunyai efek kerja 5 menit lebih cepat dibandingkan hiperbarik, lama kerja blokade sensorik dan motorik 2 kali lebih panjang. 2. Lidokain 6

Lidokain (xylocaine) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus ) yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. ; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL. Efek samping lildokain berupa perasaan mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. 3. Etidokain Etidocaine HCl digunakan untuk anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbal atau Caudal epidural blok). 4. Levobupivacaine Jika dibandingkan dengan buvicaine, levobupivacaine menyebabkan lebih sedikit vasodilatasi dan memiliki duration of action yang lebih panjang. Obat ini memiliki sekitar 13 persen daya potensil (melalui molaritas) lebih rendah daripada golongan buvicaine. Levobupivacaine`didindikasikan untuk loakl anestesi meliputi infiltrsi,blok nervus, ophtalmic, dan anestesi epidural. Penyebaran anastetik lokal tergantung: 1. Faktor utama: a. Berat jenis anestetik lokal(barisitas). b. Posisi pasien. c. Dosis dan volume anestetik lokal. 2. Faktor tambahan : a. Ketinggian suntikan. b. Kecepatan suntikan/barbotase. c. Ukuran jarum. d. Keadaan fisik pasien. e. Tekanan intra abdominal. Lama kerja anestetik lokal tergantung: 1. Jenis anestetia lokal. 2. Besarnya dosis. 3. Ada tidaknya vasokonstriktor. 4. Besarnya penyebaran anestetik lokal.

KOMPLIKASI ANESTESIA SPINAL Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.

A. Komplikasi tindakan : 1. Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan. 2. Bradikardia Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2. 3. Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas. 4. Trauma pembuluh saraf. 5. Trauma saraf. 6. Mual-muntah. 7. Gangguan pendengaran. 8. Blok spinal tinggi atau spinal total. B. Komplikasi pasca tindakan : 1. Nyeri tempat suntikan. 2. Nyeri punggung. 3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor. 4. Retensio urine. 5. Meningitis.

C.Komplikasi intraoperatif : a. Komplikasi kardiovaskular Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin. Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini, 8

hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.

b. Blok spinal tinggi atau total Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung, yang cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal total. Walau bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya aliran darah ke serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius, termasuk pemberian cairan, vasopressor, dan pemberian oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

c. Komplikasi respirasi 1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal. 2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi. 9

3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla. 4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.

D. Komplikasi postoperatif :

Komplikasi gastrointestinal

Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.

Nyeri kepala

Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tanda yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila pasien dipindahkan atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 48 jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan oral atau intravena), analgesic, dan suport yang kencang pada abdomen. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan terjadi perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal dengan meningkatkan tekanan extradural. Jika terapi konservatif tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam epidural untuk menghentikan kebocoran. 10

Nyeri punggung

Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang singkat sahaja.

Komplikasi neurologik Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah. Komplikasi

neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari. Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas bawah. Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang progresif. Pada penyakit ini terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi dari vasculature korda spinal. Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke korda spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupun epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku. Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar yang menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom spinal-arteri anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda utamanya adalah kelemahan motorik pada tungkai bawah karena iskemia pada 2/3 anterior bawah korda spinal. Kehilangan sensoris biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari nekrosis iskemia pada akar posterior saraf dan bukannya 11

akibat dari kerusakan didalam korda itu sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri : kekurangan bekalan darah ke arteri spinal anterior karena terjadi gangguan bekalan darah dari arteri-arteri yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari arteri karena hipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama ada dari kongesti vena mahu pun obstruksi aliran. Anestesi regional merupakan penyebab yang mungkin yang menyebabkan terjadinya sindrom spinal-arteri anterior oleh beberapa faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat anestesi lokal yang dicampurkan dengan epinefrin. Jadi kemungkinan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi pada arteri spinal anterior atau pembuluh darah yang memberikan bekalan darah. Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regional dapat menyebabkan kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah sangat jarang kecuali dari penyebaran bacteria secara hematogen yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain. Jika anestesi spinal diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat kemungkinan terjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang demikian, penggunaan anestesi spinal pada pasien dengan bakteremia merupakan kontra indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di dalam ruang subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda dan symptom yang paling prominen pada komplikasi ini adalah nyeri punggung yang berat, nyeri lokal, demam, leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika menggunakan anestesi regional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka pada area lumbar atau yang menderita selulitis. Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan pemberian antibiotik dan drenase jika perlu.

Retentio urine / Disfungsi kandung kemih

Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun regional. Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal,umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf pemanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.

Pencegahan: 1. 2. 3. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan: 1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam 12

2. Hidrasi adekuat 3. Hindari mengejan 4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

BAB III KESIMPULAN

13

Walaupun komplikasi-komplikasi yang timbul ini bisa mengancam jiwa, tetapi harus di ingat bahwa insiden komplikasi ini adalah sangat rendah. Dengan tehnik modern dan persiapan yang rapih, insiden sequel neural mayor selepas anestesi subarakanoid telah dilaporkan kurang dari 1 dalam 10,000 pasien. Ramai anestesiologi berpendapat bahwa jika dibandingkan dengan anestesi umum, komplikasi yang muncul dari anestesi regional adalah minimum sehingga anestesi regional menjadi pilihan utama jika sesuai dengan kebutuhan pada saat operasi

DAFTAR PUSTAKA

14

Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal of Medicine. JanMar 2002. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg Am. 2010; 62:1219-1222. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009; 107-112.

15

Você também pode gostar