Você está na página 1de 17

ANESTESIA REGIONAL

ANESTESI SPINAL
KASUS BATU URETER KANAN
NUR FATHIHAH BINTI M.HASSAN 11.2012.225

NAMA PEMBIMBING: DR NUNUNG DR KETUT DR ARIF

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 1

KATA PENGANTAR
Rasa puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT,yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga ANESTESI REGIONAL. Adapaun referat ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas dari kepaniteraan klinik anestesi yang sedang berlangsung di RSUD Tarakan. Dalam penulisan referat ini, saya banyak mendapat bimbingan dari banyak pihak. Oleh itu, pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan segala bantuannya kepada: 1. Dr. Nunung, Dr. Ketut, Dr.Arif, sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat, saran dan bimbingannya yang sangat berguna buat saya 2. Keluarga dan kerabat atas doa dan dukungannya. 3. Seluruh teman-teman kepaniteraan klinis yang telah membantu saya Saya menyadari dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan kesalahan, maka saya sangat mengharapkan sumbangan pikiran dan saran untuk kesempurnaan di masa yang akan datang serta saya berharap referat ini dapat berguna buat semua pihak. saya dapat menyelesaikan laporan kasus berjudul

Jakarta, 07 Juni 2013

Nur Fathihah binti M.Hassan

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 2

ANALGESIA SPINAL
Analgesia spinal(intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.1 Indikasi 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum-perineum 4. Bedah obstetri-ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya ikombinasi dengan anestesia umum ringan.1 Indikasi kontra absolut 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat, syok 4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan 5. Tekanan intrakranial meninggi 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anestesi.1 Indikasi kontra relatif
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 3

1. Infeksi sistemik(sepsis, bakteremi) 2. Infeksi sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6. Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronis.1 Persiapan analgesia spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya adanya kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Diperhatikan juga: 1. Informed consent(izin dari pasien) Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal. 2. Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya. 3. Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin, hematokrit, PT(prothrombine time) dan PTT(partial thromboplastine time).1 Peralatan analgesia spinal 1. Peralatan monitor Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut(pulse oximeter) dan EKG. 2. Peralatan resusitasi/anestesi umum
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 4

3. Jarum spinal Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bambu runcing, Quincke-Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil(pencil point,Whitecare).1

Teknik analgesia spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1 1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk. 2. Perpotongan antara gais yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L45. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma pada medula spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol. 4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml. 5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal sebesar 22G, 23 G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum(introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikutnya mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam(Quincke-Babcock) irisan jarum(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan(0.5
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 5

ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter. 6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6 cm.1

Anestetik lokal untuk analgesia spinal Berat jenis cairan serebrospinal(CSS) pada suhu 37 0C ialah 1.003-1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.1

Tabel 1. Anestetik lokal dan berat jenis, sifat dan dosisnya.1 Anestetik lokal Lodokain(Xylokain, Lignokain) 2% plain 5% dalam Dekstrosa 7.5% Bupivakain(Markain) 0,5% dalam air 1.005 Isobarik Hiperbarik 5-20mg(1-4ml) 5-15 mg(1-3 ml) 1.006 1.033 Isobarik Hiperbarik 20-100mg(2-5ml) 20-50 mg(1-2ml) Berat jenis Sifat Dosis

0,5% dalam Dekstrose 8,25% 1.027

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 6

Penyebaran anestetik lokal tergantung: 1. Faktor utama a. Berat jenis anestetika lokal(barisitas) b. Posisi pasien(kecuali isobarik) c. Dosis dan volum anestetika lokal(kecuali isobarik) 2. Faktor tambahan a. Ketinggian suntikan b. Kecepatan suntikan/barbotase. c. Ukuran jarum d. Keadaan fisik pasien e. Tekanan intraabdominal.1

Lama kerja anestetik lokal tergantung: 1. Jenis anestetik lokal 2. Besarnya dosis 3. Ada tidaknya vasokonstriktor 4. Besarnya penyebaran anestetik lokal.1 Komplikasi tindakan 1. Hipotensi berat Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan. 2. Bradikardi
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 7

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2. 3. Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas 4. Trauma pembuluh darah 5. Trauma saraf 6. Mual-muntah 7. Gangguan pendengaran 8. Blok spinal tinggi, atau spinal total.1 Komplikasi pasca tindakan 1. Nyeri tempat suntikan 2. Nyeri punggung 3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor 4. Retensio urin 5. Meningitis.1

LAPORAN KASUS
Ny. Agustine, berusia 69 tahun datang ke RS dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu, disertai dengan nyeri pinggang kanan dan perut kanan bawah, mual, muntah dan pegal-pegal badan. Preoperasi Anamnesis Nama: Ny. Agustine Umur: 69 tahun
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 8

Keluhan utama: demam sejak 5 hari yang lalu. Riwayat penyakit sekarang: nyeri pinggang kanan dan perut bawah, mual, muntah dan pegal-pegal badan. Riwayat penyakit dahulu: pernah demam denggi. Riwayat penyakit keluarga: tiada riwayat darah tinggi dan kencing manis, tiada alergi obat. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: compos mentis Nadi: 84 x/menit Pernapasan: 20 x/menit Tekanan darah: 148/96 mmHg Status lokalis: nyeri tekan pada perut kanan bawah, nyeri ketok CVA positif. Pemeriksaan penunjang Nilai didapat Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit GDS BT/CT 10,3 32,0 3,71 12,700 423,000 129 2/12 Nilai rujukan 13.0-18.0 g/dL 40-50% 3.87-5.39 juta/uL 4,000-10,000 mm3 150000-450000 mm3 < 140 mg/dL <5menit/<15 menit

Status fisik ASA: 2- pasien dengan penyakit sistemik ringan. Persiapan analgesia spinal

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 9

1. Pasien diberitahukan mengenai operasi, teknik anestesi yang akan dilakukan, dokter yang melakukan anestesi, risiko anestesi. Didapatkan persetujuan pasien. Dikonfirmasikan lagi kepada pasien namanya, usianya, operasi dan dokter yang melakukan operasi. Pasien mengatakan tidak alergi obat,tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus. Pasien mengatakan dia sudah berpuasa dari jam 11 malam. Nama: Ny Agustine Umur: 69 tahun Diagnosis: batu ureter distal dextra Operasi: uretrolitotomy distal dextra Operator: dr. Abraham Sp Urologi Dokter anestesi: dr. Ketut Sp Anestesi Teknik anestesi: anestesi spinal 2. Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan spesifik pada tulang punggung. Ditemukan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan nyeri ketok CVA positif. 3. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hemoglobin 10,3 g/dL, hematokrit 32,0%, eritrosit 3,71 juta/uL, leukosit 12,700 mm 3, trombosit 423,000 mm3, gula darah sewaktu 129 dan BT/CT 2/12. Peralatan analgesia spinal 1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG. 2. Peralatan resusitasi/anestesia umum 3. Jarum spinal 4. Handskoon steril 5. Kain kasa steril 6. Semprot betadin 7. Spruit 5cc
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 10

8. Plaster Obat-obatan 1. Bunascan 20mg 2. Fentanyl 100mcg 3. Ondansentron 8mg 4. Ketorolac 30 mg 5. Propofol 200 mg

Tindakan anestesi 1. Pasien dibebaskan dari pakaian, diminta duduk dan membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah diraba. 2. Tempat yang mahu ditusuk ditentukan dan ditandakan. Tempat tusukan pada L3-L4. 3. Tempat tusukan disterilkan dengan betadin. 4. Dokter memakai handskoon steril dan mengambil obat Bunascan dan Fentanyl dengan menggunakan spruit 5 cc. 5. Tusukan menggunakan jarum spinal 26G. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluarnya likuor, semprit berisi obat dipasang dan dimasukan pelan-pelan diselingi aspirasi sedikit. Anestesi dimulakan pada jam 0855. 6. Selesai memasukkan obat, jarum dicabut dan luka tusukan ditutup dengan plaster. 7. Pasien dibaringkan kembali. Pasien diminta untuk mengangkat kaki bagi memastikan obat anestesi sudah bekerja. Teknik anestesia/analgesia: SAB posisi duduk,#L3-L4, LCS positif, jernih, tiada darah dan atraucan 26G.
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 11

Fase intraoperasi 1. Pasien diberikan oksigen 2 L/menit secara nasal dan diberikan cairan infus Ringer Asetat. 2. Operasi dimulakan pada jam 0900. 3. Sepanjang operasi, diperiksa tekanan darah, nadi, cairan dan oksigen. 4. Propofol IV dan inhalasi sevofluran 1,5vol % diberikan jam 1050. 5. Operasi selesai jam 1100. Sevofluran 1,5 vol% dihentikan jam 1100. 6. Ondansentron IV diberikan jam 1105 dan ketorolac IV diberikan jam 1110. 7. Pasien dibangunkan dan diberitahukan bahwa operasi telah selesai. Jumlah medikasi: Fentanyl 75 mcg, Bunascan 20 mg, Propofol 200 mg, Ondansentron 8 mg dan Ketorolac 30 mg. Jumlah cairan/infus: Ringer Asetat 2000cc. diberikan pada 1045. Fentanyl

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 12

Gambar 1. Catatan anestesi Fase postoperasi Pasien diobservasi di recovery room. Tekanan darah, nadi dan pernapasan pasien normal.

Pembahasan 1. Pada pemeriksaan fisik pasien, dinilai juga keadaannya dari sudut ASA: Tabel 2. Status fisik American Society of Anaesthesiology.1,2 Kelas ASA I Status Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia II Paasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang III Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas IV Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat V Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam VI Pasien yang dinyatakan mati otak dimana

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 13

organnya diambil untuk keperluan donor Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E. 2. Dinilai juga AMPLE pada pasien pada saat preoperasi: A: tiada alergi obat M:ceftriaxon 1 gram P: riwayat HT(-), DM(-) L: puasa 8 jam. Makanan terakhir jam 11 malam E: nyeri tekan pada perut bawah, nyeri ketok CVA positiff. 3. Fentanyl Indikasi: anestesia pembedahan Dosis: dosis 1-3 mcg/kgBB analgesinya kira-kira berlangsung 30 menit. Dosis besar 50-150 mcg/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan anestesia dengan kombinasi bensodiazepin dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Efek samping: kekakuan otot punggung yang sebenarnya tidak dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya.1 4. Bunascan(Bupivacaine) Indikasi: anestesi spinal untuk operasi abdomen, urologi dan tungkai bawah. Dosis: dosis bersifat individual Kontraindikasi: meningitis, tumor, polio mielitis, perdarahan kranial, TBC aktif atau lesi metastatik pada kolumna vertebra, septikemia, anemia pernisiosa dengan degenerasi subakut dari medula spinalis, infeksi piogenik pada kulit atau pada tempat injeksi, syok kardiogenik atau hipovolemik, gangguan koagulasi darah atau sedang menjalani terapi dengan antikoagulan.
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 14

Perhatian: gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular, hamil dan laktasi. Eefk samping: hipotensi, bradikardi, dakit kepala pasca anestesi spinal.3 5. Propofol Indikasi: induksi dan pemeliharaan anestesi umum, sedasi selama perawatan intensif. Dosis: induksi anestesi umum dewasa < 55 tahun awal 40 mg bolus IV perlahan dengan interval 10 detik; dosis normal 2-2,5 mg/kgBB. >55 tahun 1-1,5 mg/kgBB. Anak >8 tahun 2.5 mg/kgBB bolus IV perlahan. Anak >3 tahun 9-15 mg/kgBB/jam. Perhatian: insufisiensi jantung, pernapasan, ginjal, hati. Pasien hipovolemik dan dengan kondisi yang memburuk. Kelainan metabolisme lemak berat. Epilepsi, kehamilan dan laktasi. Dapat menganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin. Efek samping: nyeri di tempat suntikan, hipotensi, apneu, gerakan epilepsi, kejang, reaksi distonik, edema pulmonal, sakit kepala, mual, muntah, henti jantung, perubahan warna urin, perubahan perilaku seksual. Interaksi obat: opiat menimbulkan depresi pernapasan.3 6. Ondansentron Indikasi: mencegah mual dan muntah sesudah kemoterapi, bedah dan radioterapi. Dosis: pencegahan mual dan muntah pasca op, awal 8mg 1 jam sebelum anestesi, diikuti pemberian 2 dosis 8 mg tiap 8 jam. Pengobatan mual dan muntah pasca oop 4 mg IM sebagai dosis tunggal atau inj IV lambat. Pemberian obat: diberikan bersama atau tanpa makanan Perhatian: pasien yang menjalani pembedahan abdomen atau mengalami mual dan muntah karena kemoterapi, gangguan fungsi hati, hamil dan laktasi Efek samping: sakit kepala, rasa panas, hangat pada kepala dan

epigastrium,konstipasi, reaksi hipersensitivitas, penglihatan kabur, pusing.3 7. Ketorolac


KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 15

Indikasi: terapi jangka pendek nyeri post operasi akut sedang hingga berat. Dosis: inj IM/IV bolus. IV bolus diberikan dalam 15 menit. Durasi terapi maksimal 2 hari. Dosis total harian maksimal, dewasa 90 mg/hr, lansia, pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau BB <50 kg 60 mg/hr. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap aspirin atau AINS lain, riwayat tukak peptik atau perdarahan GI, sindrom polip nasal angioedema, bronkospasme, hipovolemia, gagal ginjal, asma, perdarahan serebrovaskular, diatesis hemoragik, hemostasis inkomplit, risiko tinggi perdarahan, sindrom Stevens-Johnson atau lesi vesikulobulosa , hamil, laktasi, anak <18 tahun. Perhatian: riwayat perdarahan GI, tukak peptik, gangguan ginjal atau hati, perdarahan, gangguan pembekuan darah, retensi cairan(edema) Efek samping: diare, disepsia, nyeri GI, mual, sakit kepala, mengantuk, pusing, konvulsi, asma, dispnea, pruritus, urtikaria, vasodilatasi, pucat Interaksi obat: warfrin, ACE inhibitor, diuretik, obat nefrotoksik, antiepilepsi, obat psikoaktif.3 8. Sevofluran Indikasi: induksi dan pemeliharaan anestesi umum pada dewasa dan anak. Dosis: dosis bersifat individual. Dosis pemeliharaan: 0,5-3% dengan atau tanpa disertai penggunaan nitrogen oksida. Kontraindikasi: sensitivitas terhadap zat terhalogenasi lain; diketahui atau diduga rentan mengalami hipertermia maligna Perhatian: penyakit arteri koroner, gangguan ginjal atau hati; pasien dengan risiko peningkatan tekanan intrakranial, hamil dan laktasi Efek samping: depresi jantung-pernapasan yang tergantung besarnya dosis, mual, muntah, hipotensi Interaksi obat: relaksan otot non depolarisasi, benzodiazepin, opiat, nitrogen oksida.3

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 16

9. Setelah operasi, pasien diletakkan di recovery room di mana dinilai tingkat pulihsadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang perawatan biasa.1 Tabel 3. Skala pulih dari anestesia.1 Nilai Kesadaran 2 Sadar, orientasi baik Warna Merah muda(pink) Tanpa O2 SaO2 >92% Pucat atau kehitaman Perlu O2 agar SaO2 >90% Aktivitas 4 ekstremitas bergerak 2 ekstremitas bergerak Tak ada ekstremitas bergerak Respirasi Dapat napas dalam batuk Kardiovaskular Tekanan darah berubah <20% Napas dangkal Sesak napas Berubah 20-30% Apnu atau obstruksi Berubah >50% 1 Dapat dibangunkan 0 Tak dapat dibangunkan Sianosis Dengan O2 SaO2 tetap <90%

DAFTAR PUSTAKA 1. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R. Anestesia regional. Dalam: Petunjuk klinis anestesiologi. Ed 2. Jakarta:Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI; 2002.h. 30-1. 881-2.107-12.123.
2. ASA physical status classification system. 2013. Diunduh dari http://www.asahq.org/Home/For-Members/Clinical-Information/ASAPhysical-Status-Classification-System. 07 Juni 2013.

3. MIMS petunjuk konsultasi. Ed 12 2012/2013. Jakarta: MIMS Pharmacy Guide UBM Medica Asia; 2012.h. 28-9.124-5.328-9.

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA, RSUD TARAKAN Page | 17

Você também pode gostar