Você está na página 1de 12

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Enuresis adalah mengeluarkan urin berulang kali ke dalam pakaian pasien atau tempat tidur mungkin tidak disadari atau disengaja.1 Enuresis merupakan keadaan tidak dapat menahan kencing sesudah umur 3-4 tahun tanpa gangguan organik.2 Enuresis seperti yang didefinisikan oleh DSM-IV-TR merupakan mengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian minimal 2 kali dalam seminggu sekurangnya dalam 3 bulan berturut-turut pada anak di bawah 5 tahun.3 Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia. Jadi, 82 persen anak berusia 2 tahun, 49 persen anak berusia 3 tahun, 36 persen anak berusia 4 tahun, dan 7 persen anak berusia 57 tahun ahun telah di laporkan mengalami enuretik secara teratur. Tetapi, dan sosiekonomi.1 Kontrol kandung kemih yang normal dicapai dengan bertahap dan dipengaruhi oleh perkembangan neuromuskular dan kognitif, faktor prevalensi adalah bervariasi, tergantung pada

populasi yang diteliti dan toleransi untuk gejala dalam berbagai kelompok kultur

sosioekonomi, latihan toilet, dan kemungkinan faktor genetik. Kesulitan pada salah satu atau beberapa bidang tersebut dapat memperlambat kontinesia urin. Walaupun suatu penyebab organik mengeluarkan diagnosis enuresis, koreksi defek anatomis atau menyembuhkan infeksi tidak selalu menyembuhkan enuresis, yang menyatakan bahwa penyebabnya mungkin tidak berhubungan dengan kelainan organik pada beberapa kasus.1 Untuk membuat diagnosis, anak harus menunjukkan usia perkembangan atau usia kronologis sekurangnya 5 tahun. Menurut DSM-IV-TR, untuk dapat memenuhi kriteria diagnosis, perilaku harus terjadi dua kali minggu selama periode sekurangnya tiga bulan atau harus menyebabkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi. Enuresis didiagnosis hanya jika merupakan suatu perilaku, bukan karena kondisi medis.1

Penatalaksanaan enuresis dapat berupa latihan toilet, terapi perilaku, psikoterapi, dan obat-obatan. Farmakoterapi sebaiknya tidak digunakan, beberapa obat yang dapat digunakan adalah Imipramine (Tofranil), Desmopresin (DDAVP), Reboxetine (Edronax, Vestra).1 Enuresis biasanya berhenti sendiri. Anak akhirnya dapat tetap kering tanpa sekuel psikiatrik. Sebagian besar anak enuretik merasakan gejalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga diri dan perbaikan keyakinan sosial jika mereka menjadi kontinen.1

1.2.

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas program pendidikan profesi dokter di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi

Enuresis adalah mengeluarkan urin berulang kali ke dalam pakaian pasien atau tempat tidur mungkin tidak disadari atau disengaja.1 Enuresis merupakan keadaan tidak dapat menahan kencing sesudah umur 3-4 tahun tanpa gangguan organik.2 Enuresis seperti yang didefinisikan oleh DSM-IV-TR merupakan mengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian minimal 2 kali dalam seminggu sekurangnya dalam 3 bulan berturut-turut pada anak di bawah 5 tahun.3,4 Enuresis nokturnal adalah mengeluarkan urin selama tidur. Enuresis diurnal adalah mengeluarkan urin ketika terbangun. Enuresis primer terjadi pada anak yang tidak pernah kering sepanjang malam, sedangkan enuresis sekunder adalah berulangnya kejadian enuresis setelah sekurangnya 6 bulan mengalami kekeringan.3

2.2.

Epidemiologi

Enuresis adalah salah satu gangguan kebiasaan yang sering dijumpai pada anak (1-5%) dan lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan.2 Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia. Jadi, 82 persen anak berusia 2 tahun, 49 persen anak berusia 3 tahun, 36 persen anak berusia 4 tahun, dan 7 persen anak berusia 57 tahun ahun telah di laporkan mengalami enuretik secara teratur. Tetapi, prevalensi adalah bervariasi, tergantung pada populasi yang diteliti dan toleransi untuk gejala dalam berbagai kelompok kultur dan sosiekonomi.1 Penelian di pulau Wight melaporkan bahwa 15,2 persen anak laki laki berusia 7 tahun kadang-kadang enuretik dan bahwa 6,7 persen anak laki-laki adalah enuretik sekurangnya satu kali dalam seminggu. Penelitian melaporkan bahwa 3,3 persen anak perempuan berusia 7 tahun adalah enuretik sekurangnya satu kali dalam seminggu. Pada usia 10 tahun prevalensi enuresis keseluruhan

telah dilaporkan sebesar 3 persen. Angka dengan cepat menurun untuk remaja, dimana prevalensi sebesar 1,5 persen telah dilaporkan pada anak berusia 14 tahun. Pada orang dewasa, enuresis mengenai kira kira 1 persen.1 Gangguaan mental ditemukan hanya pada kira kira 20 persen anak enuretik dan tersering pada anak perempuan enuretik, pada anak dengan gejala selama siang hari dan malam hari, dan pada anak yang mempertahankan gejala sampai masa anak-anak yang lebih besar.1

2.3.

Etiologi

Kontrol kandung kemih yang normal dicapai dengan bertahap dan dipengaruhi oleh perkembangan neuromuskular dan kognitif, faktor sosioekonomi, latihan toilet, dan kemungkinan faktor genetik. Kesulitan pada salah satu atau beberapa bidang tersebut dapat memperlambat kontinesia urin. Walaupun suatu penyebab organik mengeluarkan diagnosis enuresis, koreksi defek anatomis atau menyembuhkan infeksi tidak selalu menyembuhkan enuresis, yang menyatakan bahwa penyebabnya mungkin tidak berhubungan dengan kelainan organik pada beberapa kasus.1 Genetik secara tidak pasti berperan dalam presentasi klinis enuresis. Penelitian terbaru mengidentifikasikan lokus untuk enuresis pada kromosom 13 (ENUR 1) dan pada kromosom 12 (ENUR 2), namun hubungan lokus terhadap patofisiologi enuresis masih belum jelas.3 Dalam penelitian longitudinal tentang perkembangan anak, anak-anak yang enuretik kira-kira dua kali lebih sering mengalami keterlambatan perkembangan penyerta. Kira kira 75 persen anak-anak enuretik memiliki sanak saudara derajat pertama yang juga atau pernah enuretik. Angka kesesuaian adalah lebih tinggi pada kembar monozigotik. Walaupun mungkin terdapat komponen genetik, banyak yang dapat disebabkan oleh toleransi untuk enuresis pada keluarga tersebut dan oleh faktor psikososial lain.1 Dokter anak meyakini teori dari keterlambatan perkembangan atau imaturitas kontrol pusat dari fungsi kandung kemih merupakan etiologi primer dari enuresis.3 Beberapa penelitian melaporkan bahwa anak-anak enuretik memiliki kandung kemih dengan kapasitas emosional yang normal jika dianestesi tetapi

kandung yang secara fungsional kecil, sehingga anak merasa dorongan untuk miksi dengan urin yang sedikit di dalam kandung kemih. Penelitian lain melaporkan bahwa mengompol terjadi karena kandung kemih adalah penuh dan tidak ada hormon antidiuretik yang tinggi di malam hari. Faktor tersebut memungkinkan curah urin yang lebih tinggi dari biasanya. Enuresis tidak tampak berhubungan dengan stadium tidur tertentu atau di malam hari, tampaknya terjadi secara acak. Pada sebagian besar kasus kualitas tidur normal.1,5 Orang tua dari anak-anak enuretik biasanya menerangkan bahwa anaknya sulit dibangunkan. Penelitian terbaru menunjukkan suara yang keras diperlukan untuk

membangunkan anak enuretik dibandingkan anak non-enuretik. Enuresis juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan gangguan tidur spesifik, termasuk narkolepsi dan sindrom sleep apnea, yang diperkirakan menjadi gangguan sadar atau bangun dari tidur yang dalam.3 Stesor psikososial tampaknya mencetuskan beberapa kasus enuresis. Pada anak kecil gangguan terutama berhubungan dengan kelahiran adik, perawatan di rumah sakit antara usia 2 dan 4 tahun, mulai sekolah, kehancuran keluarga karena perceraian atau kematian, dan pindah ke rumah baru.1,6

2.4.

Diagnosis dan Gambaran Klinis Untuk membuat diagnosis, anak harus menunjukkan usia perkembangan

atau usia kronologis sekurangnya 5 tahun. Menurut DSM-IV-TR, untuk dapat memenuhi kriteria diagnosis, perilaku harus terjadi dua kali minggu selama periode sekurangnya tiga bulan atau harus menyebabkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi. Enuresis didiagnosis hanya jika merupakan suatu perilaku, bukan karena kondisi medis. Anak dengan enuresis berisiko tinggi ADHD dibandingkan dengan populasi umum. Anak-anak tersebut juga dapat memiliki komorbid berupa enkopresis. DSM-IV-TR membagi gangguan menjadi tiga tipe; [1] nokturnal saja, [2] diurnal saja, [3] nokturnal dan diurnal (Tabel 2.1.).1

Tabel 2.1. DSM-IV-TR Kriteria Diagnosis untuk Enuresis1 A Mengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian (baik tidak disadari atau disengaja) B Perilaku bermakna secara klinis yang dimanifestasikan oleh frekuensi 2 kali seminggu selama sekurangnya 3 bulan berturut-turut atau adanya penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan), atau fungsi penting lain. C Usia kronologis kurang dari 5 tahu (atau tingkat perkembangan ekuivalen) D Perilaku bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti diuretik) atau suatu kondisi medis umum (seperti diabetes, spina bifida, atau gangguan kejang) Sebutkan tipe: Hanya nokturnal Hanya diurnal Nokturnal dan diurnal Tabel 2.2. ICD-10 Kriteria Diagnosis untuk Non-Organik Enuresis1 A B Usia kronologis dan usia mental kurang dari 5 tahun Tidak disadari atau disengaja mengeluarkan urin di tempat tidur atau pakaian, terjadi sekurangnya 2 kali dalam 1 bulan untuk anak di bawah 7 tahun, dan sekurangnya 1 kali dama 1 bulan untuk anak usia 7 tahun atau lebih. C Enuresis bukan karena efek dari serangan epilepsi atau inkontinensia neurologik, dan bukan karena efek langsung dari keabnormalan struktur dari traktus urinarius atau kondisi medis non-psikiatrik lain. D Tidak ditemukan bukti dari gangguan psikiatrik lain yang dijumpai untuk kriteria lain dari kategori ICD-10. E Durasi dari gangguan sekurangnya 3 bulan.

Gambar 2.1. Digram Diagnosis Enuresis4

Tidak ada temuan laboratorium tunggal yang patognomonik untuk enuresis. Tetapi, klinisi harus menyingkirkan faktor organik, seperti adanya infeksi saluran kemih yang mungkin mempredisposisikan seorang anak untutk enuresis. Kelainan obstruktif struktrual mungkin ditemukan pada sampai 3 persen anak-anak yang datang dengan enuresis yang jelas. Pemeriksaannya radiografik canggih biasanya tidak dilakukan pada kasus enuresis sederhana tanpa tanda infeksi berulang atau masalah medis lain.1

2.5.

Diagnosis banding Penyebab organik yang mungkin harus disingkarkan. Ciri organik paling

sering ditemukan pada anak-anak dengan enuresis nokturnal maupun diurnal yang dikombinassikan dengan frekuensi dan urgensi urin. Ciri organik adalah (1)

patologi genitourinariusstruktural, neurologis, dan infeksiseperti uropati obstruktif, spina bifida okulta, dan sistitis; (2) gangguan organik lain yang dapat menyebabkan poliuria dan enuresis, seperti diabetes melitus, dan diabetes insipidus; (3) gangguan kesadaran dan tidur, seperti kejang, intoksikasi, dan gangguan tidur sambil jalan, sejauh mana pasien miksi; dan (4) efek samping terapi dengan antipsikotiksebagai contoh, thioricazine (Mellaril).1

2.6.

Terapi Karena tidak ada penyebab enuresis yang dapat dikenali dan karena

gangguan cenderung menghilang dengan spontan, kendatipun tidak diobati, beberapa keberhasilan telah dicapai dengan sejumlah metode.

2.6.1. Latihan Toilet Latihan toilet yang tepat dengan dorongan dari orangtua harus diusahakan, terutama pada enuresis dimana gangguan tidak didahului oleh periode kontinensia urin. Jika latihan toilet belum pernah dicoba, orangtua dan pasien harus dibantu dalam melakukannya. Catatan dapat menolong dalam menentukan keadaan dasar dan mengikuti perkembangan anak dan catatan sendiri dapat menjadi pendorong. Kartu bintang mungkin cukup menolong. Teknik lain yang berguna adalah membatasi asupan cairan sebelum tidur dan latihan pergi ke toilet di malam hari bagi anak-anak.1

2.6.2. Terapi Perilaku Pembiasaan klasik dengan perangkat bel (atau buzzer) dan pelapis biasanya merupakan terapi yang paling efektif untuk enuresis. Kekeringan dihasilkan pada lebih dari 50 persen kasus. Terapi adalah sama efektifnya pada anak-anak dengan dan tanpa gangguan mental penyerta, dan tidak terdapat bukti substitusi gejala. Kesulitan dapat berupa ketidakpatuhan anak dan keluarga, pemakaian perangkat yang tidak tepat, dan relaps.1,6 Latihan kandung kemih, mendorong atau menghadiahi untuk menunda miksi dengan waktu yang semakin panjang selama terbangun juga dapat

digunakan. Walaupun kadang-kadang efektif, metode tersebut dinyatakan di bawah bel dan pelapis.1

2.6.3. Psikoterapi Psikoterapi berguna dalam mengobati masalah psikiatrik penyerta dan kesulitan emosional dan keluarga yang timbul sekunder akibat gangguan.Walaupun banyak teori psikologis dan psikoanalitik tentang enuresis telah diajukan, penelitian terkendali telah menemukan bahwa psikoterapi saja bukan merupakan terapi efektif untuk enuresis.1

2.6.4. Farmakoterapi Obat harus jarang digunakan untuk mengobati enuresis dan hanya sebagai usaha terakhir pada kasus yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan kesulitan emosional serius bagi penderitanya. Imipramine (Tofranil) bermanfaat dan telah diizinkan untuk digunakan dalam mengobati enuresis masa anak-anak, terutama atas dasar jangka pendek. Awalnya, sampai 30 persen pasien enuretik mulai menjadi kering, dan sampai 85 persen adalah lebih jarang basah dibandingkan sebelum terapi. Tetapi, keberhasilan jarang bertahan lama. Toleransi berkembang setelah enam minggu terapi. Jika obat dihentikan, relaps dan enuresis dengan frekuensi sebelumnya biasanya terjadi dalam beberapa bulan. Masalah yang serius adalah efek merugikan dari obat, yang termasuk kardiotoksisitas.1,5 Desmopresin (DDAVP), suatu senyawa antidiuretik yang tersedia sebagai sprai intranasal, telah menunjukkan keberhasilan awal dalam mengobati enuresis. Penurunan enuresis bervariasi mencapai 10-90% dengan penggunaan

desmopresin. Pada kebanyakan penelitian, enuresis akan muncul kembali setelah penghentian obat ini. Efek samping yang terjadi adalah nyeri kepala, kongesti nasal, epistaksis, dan nyeri perut. Telah dilaporkan efek samping yang paling serius dari penggunaan desmopresin untuk enuresis adalah kejang hiponatremia pada anak.1 Reboxetine (Edronax, Vestra), merupakan norepinephrine reuptake inhibitor tanpa efek samping kardiotoksisitas. Obat ini lebih aman dibandingkan

10

imipramine dan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan enuresis pada anak. Sebuah penelitian yang diikuti 22 anak yang mengalami enuresis yang tidak menggunakan enuresis alarm, desmopresin, atau antikolinergik, diberikan 48mg reboxetine sebelum tidur. Dari 22 anak, 13 orang (59%) mengalami kekeringan atau sembuh dengan penggunaan reboxetine saja, atau kombinasi dengan desmopresin.1

2.7.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Enuresis biasanya berhenti sendiri. Anak akhirnya dapat tetap kering tanpa

sekuel psikiatrik. Sebagian besar anak enuretik merasakan gejalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga diri dan perbaikan keyakinan sosial jika mereka menjadi kontinen.1 Kira-kira 80 persen anak yang terkena tidak pernah mencapai periode kekeringan selama setahun. Enuresis setelah sekurangnya satu tahun kering biasanya dimulai antara usia 5 dan 8 tahun; jika terjadi lebih lambat, terutama selama masa dewasa, penyebab organik harus dicari. Beberapa bukti menyatakan bahwa onset enuresis yang lambat pada anak-anak lebih sering berhubungan dengan kesulitan psikiatrik penyerta dibandingkan enuresis tanpa sekurangnya satu tahun kering. Relaps terjadi pada penderita enuretik yang menjadi kering secara spontan dan pada mereka yang sedang diobati.1 Kesulitan emosional dan sosial yang bermakna pada anak enuretik biasanya adalah citra diri yang buruk, rendah diri, rasa malu sosial dan pengekangan, dan konflik dalam keluarga.1

11

BAB III KESIMPULAN

3.1.

Kesimpulan

Enuresis merupakan mengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian minimal 2 kali dalam seminggu sekurangnya dalam 3 bulan berturut-turut pada anak di bawah 5 tahun. Enuresis didiagnosis hanya jika merupakan suatu perilaku, bukan karena kondisi medis. Penatalaksanaan enuresis dapat berupa latihan toilet, terapi perilaku, psikoterapi, dan obat-obatan. Farmakoterapi sebaiknya tidak digunakan, beberapa obat yang dapat digunakan adalah Imipramine (Tofranil), Desmopresin (DDAVP), Reboxetine (Edronax, Vestra).

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Sadock B.J., Sadock V.A. Elimination Disorders. In: Kaplan & Sadocks: Synopsis of Psychiatry. 10th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 1427-1249. 2. Maramis W.F., Maramis A.A. Enuresis. Dalam: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. 2009. 5005. 3. AACP Official Action. Practice Parameter for the Assessment and Treatment of Children and Adolescents With Enuresis. J. Am. Acad. Child Adolesc. Psychiatry. 2004: 43(12); 1540-1550. 4. Kay J, Tasman A. Childhood Disorders: Elimination Disorders and Childhood Anxiety Disorders. In: Essential of Psychiatry. USA: John Wiley & Sons. 2006. 353-358. 5. Boris N.W. Elimination Disorders. In: Kliegman E.M. et al (Ed). Nelson Textbook of Pediatric. 18th edition. Philadelphia: Saunders Elseviers. 2007. 6. Lask B., Taylor S., Nunn K.P. Enuresis and Encopresis. In: Practical Child Psychiatry: the Clinicians Guide. London: BMJ Publishing Group. 2003. 107-108.

Você também pode gostar