Você está na página 1de 16

Definisi Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya isi perut

kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring dan faring). Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature kedokteran: reflux laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux, pharyngoesophageal reflux, supraesophageal reflux, extraesophageal reflux, atypical reflux. Dan yang paling diterima dari berbagai sinonim terrsebut adalah extraesophageal reflux.

Anatomifisiologi Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Oral cavity, 2. Faring, 3. Esofagus, 4. Lambung, 5. Usus Halus, 6. Usus Besar, 7. Rektum, 8. Anus. 1. Anatomi Mulut. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah

duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang. Faring. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring

berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan melingkar

(sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup

sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot- otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika

lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang dari n. glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar cabang-cabang untuk otot otot faring

kecuali m. stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.

Esofagus. Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi vertebra servikal 6. Di dalam rongga superior toraks. Di

perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke dalam dalam rongga toraks , esofagus berada di mediastinum dan kolumna vertebra terus

antara trakea

ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri

dan menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu dengan lambung di daerah kardia. Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut inferior, nervus torakal dan n. splangnikus. ganglia simpatis servikalis

Fisiologi Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintigrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa factor, yaitu :

1. Ukuran bulus makanan 2. Diameter lumen esofagus 3. Kontraksi peristaltik esofagus 4. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah 5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system neuromuskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja denggan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan dengan lancar. Kerusakan pada pusat menelan atau keruskan pada organ-organ menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esophagus bagian bawah.

Etiologi Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam lambung atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan cidera mukosa. Sehingga terjadi kerusakan silia yang menibulkan pembentukan mucus, aktivitas mendehem (throat clearing) dan batuk kronis yang berakibat iritasi dan inflamasi pada faring.

Patofisiologi Patofisiologi tentang LPR masih menjadi kajian banyak para ilmuan. Sampai saat ini dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan untuk proses terjadinya LPR. Hipotesis yang pertama yaitu asam lambung secara langsunng menciderai laring dan jaringan sekitarnya. Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa asam lambung dalam esofagus distal merangsang reflex vagal yang mengakibatkan bronkokonstriksi dan gerakan mendehem (throat

clearing) dan batuk kronis, yang pada akhirnnya menimbulkan lesi pada mukosa saluran nafas. Dua mekanime ini dapat bertindak secara kombinasi untuk menghasilkan perubahan patologis yang terlihat pada LPR

Manifestasi Klinik Pasien dengan LPR biasanya mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis, tenggorokan terasa kering, sakit tenggorokan dan disfagia.

Gejala tersebut bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR, namun gejala lain yang biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma, otalgia, lender tenggorakan berlehihan, halitosis (bauk mulut), sakit leher, odinofagia, postnasal drip dan gangguan pada suara.

Kelainan pada Laring Pada penelitian terhadap binatang menunjukkan refluks isi lambung yang berulang mengakibatkan peradangan pada laring posterior, ulserasi kontak dan yang terakhir terbentuknya granuloma. Kelainan pada laring yang dianggap umum terkait dengan refluks meliputi edema dan eritema pada mukosa yang melapisi tulang rawan aritenoid, interaritenoid, dan sering juga pada vocal folds (posterior laryngitis).

Otitis Media Otitis media merupakan penyakit yang sering menyebabkan penurunan pendegaran pada anak-anak. Pada kasus LPR seseorang bisa saja bermanifestasi otitis media, hal ini terjadi karena refluks isi lambung sampai ke telingan tengah sehingga menjadi faktor resiko yang besar untuk terjadinya otitis media. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Recently, Tasker et al melaporkan bahwa terdapat kadar konsentrasi yang tinggi dari pepsin/pepsinogen dalam 59 dari 65 sampel anak-anak dengan OME.

Batuk Kronis Proses patogenis batuk kronis orang-orang dengan GERD atau LPR, terjadi kerena adanya mikroaspiration pada saluran pernapasan oleh refluks isi lambung sehingga mengaktifkan reflek batuk.

Sinusitis Kronik Banyak studi observasional yang menyatakan bahwa anak-anak dan orang dewasa dengan kelainan refluks gastroesofangeal sering kali disertai dengan penyakit sinusitis kronik. GERD dan LPR dapat berkontribusi dalam proses pathogenesis sinusitis kronis dengan menyebabakan sinonasal congestion, compromised sinus drainage (gangguan pada drainase sinus) dan proses inflamasi

Diagnosis Laringofaringeal Refluk Anamnesis 1. Refluks larigofaringeal ditegakkan berdasarkan gejala klinis. 2. Gejala khas LPR, seperti tercantum di atas, dapat disebabkan oleh iritasi kronis dari pita suara karena terlalu banyak digunakan, merokok, iritasi, alkohol, infeksi dan alergi jadi penyebab-penyebab tersebut perlu ditayakan untuk menyingkirkan diagnosis. 3. Dokter THT kebanyakan lebih bergantung kepada gejala, bukan atas tanda-tanda laringoskopi, dalam mendiagnosis LPR.

Pada tahun 2002 belafsky dkk, membuat acuan dalam menentukan gejala LPR dan derajat sebelum dan sesudah terapi. Indeks gejala refluks digambarkan table dibawah ini :

Pemeriksaan Fisik/Endoskopi Laring

Pemeriksaan laringoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis LPR. Sebagaimana dinyatakan di atas, tanda-tanda beberapa iritasi laring posterior biasanya terlihat, dengan adanya edema dan eritema yang paling berguna untuk diagnosis. Pemeriksaan laring dengan Laringoskopi fleksibel lebih umum digunakan karena lebih sensitive tetapi tidak kurang spesifik dari pada langoskopi kaku dalam menentukan jaringan yang mengalami iritasi pada kasus curiga LPR. Visualisasi laring dan pita suara untuk tanda-tanda LPR memerlukan pemeriksaan laringoskopi. Tanda-tanda yang paling berguna dari GERD yang berhubungan dengan radang tenggorok atau LPR adalah eritema, edema, adanya gambaran bar commissure posterior, cobblestoning, pseudosulcus vocalis, ulkus, obliterasi ventricular, nodul, polip dan lain-lain. Pada tahun 2002 Belafsky dkk, mengembangkan skala refluks berdaarkan temuan keparahan klinis. Berikut 8 item yang dinilai untuk membantu dalam mendiagnosis LPR.

Gambar 04. A). Pseudosulkus vokalis bilateral (panah). Perhatikan edema subglotis meluas melewati plika vokalis. Juga tampak adanya hipertopi commissure posterior, edema plika vokalis, edema laring diffuse. B). True sulkus vokalis dari lipatan vocal kanan (panah). Sulkus terbentuk dari zona midportion dan terhenti prosesnya pada arytenoid.

Pseudosulcus vocalis telah dilaporkan bahwa 90% kasus LPR didapatkan gambaran tersebut. Dalam studi terpisah, pseudosulcul memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 77% pada pasien dengan LPR. Hal ini semakin mndukung bahwa dengan adanya pseudosulcus vocalis dapat menandakan LPR

Gambar 05. A). Ventrikel laring terbuka, perhatikan ventrikel band yang tajam. B). Ventrikular olbliterasi, lipatan plika vokalis mengalami pembengkakan, sehingga menutupi ventrikel. Juga tampak pada bagian posterior commissure mengalami hipertropi ringan Pemeriksaan Penunjang A. Endoskopi Esofagus Esophagogastroduodenoscopy (EGD) berguna untuk visualisasi langsung dari saluran cerna bagian atas, bersama dengan biopsy dan merupakan standar untuk pasien dengan esofagitis dan gastritis. Pada pasien dengan GERD mungkin pemeriksaan ini bermakna dalam mencari iritasi mukosa esofagus dan untuk menyingkirkan esophagitis Barret.

B. Monitoring pH Faringoesofangeal Ambulatory 24 Jam Pemantauan pH faringofaringeal ambulatory 24 jam pernah dianggap sebagai standar kriteria untuk mendiagnosis refluks. Penelitian telah menunjukkan bahwa

pemantauan pH distal proksimal dan hipofaringeal hanya sensitivitas 70%, 50% dan 40% dalam mendeteksi refluks Pemantauan pH esofagus, probe pH distal diletakkan 5 cm di atas lower esophangeal spincter (LES) dan probe pH proksimal diletakkan 20 cm di atas LES, tepat

dibawah spingter esofagus bagian atas. Pemeriksaan pH ke tiga ditempatkan dalam faring yang secara stimultan merekam perubahan yang berhubungan dengan asam yang sampai ke faring. Pembacaan pH dicatat selama 24 jam saat pasien menunjukkan onset, makan terakhir, tidur dan saat kambuhnya refluks. Informasi yang disediakan oleh tes ini

meliputi frekuensi, durasi dan lokasi kejadian refluks. Sebuah pemeriksaan esophagus dengan kontras barium yang dapat

mmendemonstrasikan kelainan pada esophagus seperti pada GERD ( misalnya : adnya hernia hiatus esophagus distal atau penyempitan atau striktur) Pemeriksaan esofagografi dengan kontras barium memiliki sensitivitas hanya 33% dalam mendiagnosis refluks.

C. Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi pada laringitis posterior ditandai oleh hyperplasia dari sel epitel skuamosa dengan inflamsai kronik pada submukosa. Perkembangan penyakit menjadi epitel menjadi atropi dan ulserasi dengan defosit fibrin, jaringan granulasi dan fibrosis pada submukosa

Diagnosis Banding Berikut ini adalah beberapa penyakit sebagai diagnosis banding untuk LPR sesuai dengan kemiripan tanda dan gejala. Berikut penyakit-penyakit tersebut :

Functional voice disorder Stenosis laring

Postcricoid area

Penatalaksanaan 1. Non Medikamentosa A. Diet Kurangi porsi makan. Makan harus 2-3 jam sebelum tidur. Hindari makanan yang merangsang aktivitas otot LES (lower spicter esofagus) misalnya; gorengan atau lemak, coklat, alkohol, kopi, minuman bersoda, buah jeruk atau jusnya, saus tomat, cuka dan lain sebagainya. Makan lebih lambat untuk mengurangi udara masuk bersama makanan ke dalam saluran penernaan.

B. Aktivitas Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan. Tinggikan kepala saat tidur kira-kira 4-6 inci. Hindari pakaian ketat. Berhenti merokok.

C. Pembedahan Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/barier pada daerah pertemuan esofagus dang aster sehingga dapat mencegah refluks seluruh isi gaster kearah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang terus menerus harus mendapat terapi obat atau dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung. Berikut model pembedahan pada GRED :

2. Medikamentosa a. Proton Pump Inhibitor Menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat enzim Na K ATPase pada sel parietal gaster. Contoh : Omeprazole, Lansoprazole, Pantoprazole. b. Promotility agents Metoclopramide merupakan antagonis dopamin, dan efektif terhadap GERD. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan tekanan LES (lower esophagus spincters), meningkatkan pengosogan lambung dan dapat meningkatkan mekanisme pembersihan esofagus. Metoclopraminde adalah agen prokinitik yang saat ini tersedia di pasaran, meskipun serotonis agonis baru sedang dievaluasi oleh FDA (Food and Drug Administration). Sayangnya, hingga sepertiga pasien mungkin mengalami efek samping dari obat ini. c. Gastrointestinal agents
Obat golongan ini dapat melindungi gastrointestinal terhadap asam lambung. Contoh : Sulcralfate

Prognosis Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang tepat. Dari salah satu kepustakaan

menyebutkan angka keberhasilan pada pasien dengan laryngitis posterior berat sekitar 83% setelah diberikan terapi selama 6 minggu dengan Omemprazole, dan sekitar 79% kasus mengalami kekambuhan setelah berhenti berobat. Sedangkan prognosis keberhasilan dengan menggunakan Lansoprazole selama 8 minggu memberikan angka keberhasilan 86%.

Você também pode gostar