Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANALISA STRATEGI
SEKOLAH TINGGI
TEKNOLOGI GARUT
Rinda Cahyana ‐ 23508016
Dibuat untuk memenuhi kewajiban ujian tengah semester matakuliah
Strategi dan Kebijakan Teknologi Informasi pada program Pascasarjana
Teknik Informatika – Institut Teknologi Bandung
PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK INFORMATIKA
SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2009
1 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
ANALISA STRATEGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI GARUT
Oleh : Rinda Cahyana, ST
Program Magister Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung
1. PENDAHULUAN
Sekolah Tinggi Teknologi Garut (STTG) yang bernaung di bawah Yayasan al‐Musaddadiyah adalah
Perguruan Tinggi Swasta, diselenggarakan sejak tahun 1991 berdasarkan keputusan Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi No. 0.167/0/1991 tanggal 28 Maret 1991 [Profil, 2008]. STTG menyelenggarakan
empat program studi yaitu Teknik Industri, Teknik Sipil, Teknik Informatika, dan Teknik Komputer.
Seiring dengan perubahan lingkungan social, ekonomi teknologi, dan politik, maka kompetisi di
antara Perguruan Tinggi (PT) pun berubah. Manajemen STTG telah memikirkan bagaimana
perubahan itu mempengaruhi institusinya dan mencoba membuat strategi untuk dapat berinteraksi
dengan perubahan tersebut, dan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil kompetitif pada
lingkungan kompetitif yang sudah berubah. Salah satu jawaban STTG atas perubahan tersebut
adalah pemanfaatan Teknologi Informasi (TI). Strategi STTG ini tentu saja bukan merupakan hal baru
bagi PT. Dalam sejumlah literature disebutkan bahwa sejumlah usaha telah dilakukan PT dalam
rangka merespon aktif perubahan lingkungan kompetitif, misalnya dengan melakuan reorganisasi
melalui Business Process Reengineering (BPR) di mana TI sebagai enabler‐nya (Adenso‐Diaz dan
Canteli, 2001; Bridges, 2000)
Pengembangan infrastruktur SI/TI, pengelolaan tugas dan fungsi organisasi SI, pembuatan strategi SI,
dan kesiapan STTG untuk menggunakan TI dalam proses bisnis nya, menunjukan pemahaman STTG
akan nilai penting SI/TI bagi pencapaian tujuan bisnisnya. Ward dan Pepard dalam bukunya Strategic
Planning for Information System menyebutkan, bahwa strategi SI/TI diperlukan untuk mendukung
strategi bisnis [Ward, 2002], maka STTG tertuntut untuk mengelola SI/TI agar pemanfaatan SI/TI
selaras dengan strategi bisnisnya. Artikel ini akan menyajikan analisa strategi bisnis dan TI studi
kasus di STTG.
2. METODOLOGI
Kerangka kerja Strategic Management of Information Technology (SMIT) yang dikembangkan oleh
Raquel Flodström (2006) digunakan pada tahap analisa strategi sebelum pemilihan strategi
kompetitif sebagai:
1. Alat komunikasi di antara manajer strategis sepanjang proses analisa strategi dan pemilihan
strategi. Strategi kompetitif yang efektif dikembangkan oleh manajer dengan jalan
memahami factor kompetisi dan keterhubungan antara satu factor yang lainnya, serta
dampak perubahan lingkungan kompetitif. Pemahaman ini dicapai melalui komunikasi di
antara manajer.
2. Alat analisa untuk mengembangkan strategi kompetitif dalam kondisi strategi TI yang selaras
dengan strategi bisnis.
2 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
3. Alat evaluasi dan diskusi dalam analisa strategis. Kerangka kerja SMIT dapat menjelaskan
hubungan kompleks yang merupakan kombinasi interaksi di antara factor relevan seperti
lingkungan kompetitif, strategi kompetitif, factor kompetitif dan hasil kompetitif. Dapat pula
digunakan untuk memahami factor yang berbeda dari proses kompetitif.
Dalam rangka menganalisa manajemen strategi TI di STTG, kerangka kerja SMIT digunakan dengan
tahapan analisa sebagai berikut :
1. Lingkungan kompetitif di STTG;
2. Hasil kompetitif yang dikehendaki oleh STTG;
3. Peran manajemen strategis di STTG dalam kompetisi; dan
4. Faktor yang berhubungan dengan manajemen strategis.
Seiring dengan analisa, dilakukan kegiaan studi literatur terkait perencanaan strategi dan lingkungan
kompetitif PT, untuk mendapatkan gambaran STTG pada kerangka kerja SMIT.
3. LANDASAN TEORI
Landasan teori ini merupakan intisari dari tesis Raquel terkait kerangka kerja SMIT yang disusun
sebagai panduan dalam analisa SMIT di STTG. Penjelasan lebih jauh dari intsari ini dapat dibaca
langsung dari tesis Raquel yang berjudul, a Framework for the Strategic Management of Information
Technology.
SMIT adalah kerangka kerja holistic dari kerangka kerja untuk manajemen strategis yang diperluas
oleh kerangka kerja TI sebagai factor kompetitif.
Gambar 1. Kerangka kerja SMIT, sumber: Raquel, 2006.
3 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
3.1. Lingkungan Kompetitif
Lingkungan kompetitif adalah lingkungan dalam konteks kompetisi yang sedang terjadi yang meliputi
bisnis suatu organisasi. Lingkungan kompetitif atau sering disebut dengan lingkungan atau pasar
mempengaruhi pemilihan strategi oleh manajemen, terkait dengan apakah keuntungan kompetitif
harus ditingkatkan atau dipertahankan. Pemilihan strategi tersebut akan mempengaruh hasil
kompetitif.
Lingkungan kompetitif adalah semua kondisi eksternal yang mungkin mempengaruhi dan
berpengaruh terap kompetisi bisnis suatu organisasi. Lingkungan kompetitif merupakan nilai tinggi
bagi manajemen strategis sehubungan dengan perannya dalam meningkatkan keuntungan
kompetitif sebagaimana disebutkan oleh Pitkethly (2003),
Competitive advantage is in fact meaningless as concept unless it is used in the contect of a
given competitive environtment. An advantage has to be gained over something other than
the prossessor of the advantage, in resect of some criteria relevant to a common objective
and in relation to a given location and competitive environtment
Batasan wilayah meliputi lingkungan internal yang dibatasi oleh wilayah organisasi, dan lingkungan
eksternal yang berada di luar organisasi. Lingkungan kompetiif diklasifikasikan sebagai berikut
1. Lingkungan kompetitif secara umum yang berhubungan dengan semua factor umum yang
mempengaruhi hal terkait dengan organisasi.
2. Lingkungan kompetitif yang meliputi: 1) Lingkungan industry terkait dengan industry di
mana organisasi berkompetisi padanya dan juga kelompok strategis yang mana organisasi
merupakan bagian dari padanya; dan 2) Lingkungan unit bisnis meliputi lingkungan
kompetitif dekat yang direpresentasikan oleh organisasi, untuk mendapatkan pelanggan dan
nilai tambah.
Gambar 2. Wilayah Lingkungan Kompetitif
Identifikasi lingkungan kompetitif umum dapat dilakukan dengan menggunakan tiga teknik:
1. Identifikasi factor luar yang relevan dengan menggunakan model untuk menganalisa factor
politik, ekonomi, social, dan teknologi (PEST)
2. Identifikasi kecenderungan yang berhubungan dengan kebutuhan strategis untuk
meramalkan bagaimana lingkungan kompetitif akan berubah.
3. Identifikasi lingkungan global terkait dengan cara kerja global dengan memanfaatkan TI.
4 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Lingkungan kompetitif berhubungan secara langsung dengan tiga factor, yakni strategi kompetitif,
factor kompetitif, dan hasil kompetitif. Gambar berikut ini merupakan kerangka kerja yang
mengilustrasikan hubungan di antara ketiga factor
Gambar 3. Kerangka Kerja Untuk Lingkungan Kompetitif
Sebagaimana nampak pada gambar 3, hasil kompetitif didefinisikan berdasarkan kepada lingkungan
kompetitif terkini dan perubahannya di masa datang. Hasil kompetitif dipengaruhi oleh strategi yang
diambil, dan dapat dalam bentuk keuntungan kompetitif sementara, keuntungan kompetiif
berkeanjutan, atau tidak memberikan keuntungan sama sekali. Manajemen stategis menentukan
apakah keuntungan kompetitif yang merupakan hasil kompetitif dipertahankan atau ditingkatkan
sesuai dengan kondisi lingkungan kompetitif. Dengan demikian maka hasil kompetitif dipengaruhi
oleh manajemen strategis dan secara tidak langsung oleh lingkungan kompetitif.
Lingkungan kompetitif dapat dalam keadaan static dan juga dinamik. Dalam kondisi static,
lingkungan kompetisi dalam keadaan tetap. Dalam kondisi ini, tidak ada interaksi antara lingkungan
dan tindakan competitor yang membuat lingkungan stabil. Sementara dalam kondisi dinamik,
lingkungan selalu berubah‐ubah.
3.2. Hasil Kompetitif
Sekalipun tujuan strategi adalah untuk mencapai keuntungan, namun sangat mungkin strategi tidak
berhasil mencapainya. Misalnya apabila organisasi hanya berinvestasi teknologi atau mengikuti
teknologi yang digunakan oleh kompetitornya maka tidak akan memberikan keuntungan apapun,
karena keuntungan hanya diperoleh hanya dengan menggunakan teknologi untuk mendukung bisnis
dan menciptakan nilai lebih.
Porter (1985) mendefinisikan keuntungan kompetitif sebagai berikut, ‘Competitive advantage is the
ability to earn returns on investment persistently above the average for the industry.’ Keuntungan
kompetitif yang berkelanjutan terjadi dalam kondisi competitor tidak menerapkan strategi yang
sama dengan strategi organisasi [Barney, 1991], atau strategi yang dikembangkan organisasi sulit
ditiru.
5 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Menurut Raquel (2006) implementasi teknologi tidak menyediakan keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan karena teknologi tersedia secara umum sehingga memungkinkan memberikan
keuntungan yang sama bagi organisasi dan competitor. Menurut penulis, keuntungan kompetitif dari
teknologi tergantung kepada bagaimana teknologi itu digunakan, yang mungkin saja berbeda‐beda
penggunaannya di setiap orgaisasi, tergantung ketersediaan sumber daya manusia dan sejumlah
kemampuan lainnya, seperti financial dan infrastruktur penunjang.
3.3. Manajemen Strategis
3.3.1. Manajemen Bisnis
Faulkner Et Al. (2003) mendefinisikan strategi kompetitif sebagai, ‘is about finding a strategy that is
better than that of your competitors, and that thus enables you to make repeatable profits from
selling your products and services.’ Strategi kompetitif didasarkan pada analisa lingkungan kompetitif
dimaksudkan untuk mendapatkan strategi unik yang tidak dapat diikuti oleh competitor yang
digunakan oleh organisasi untuk mendapatkan hasil kompetitif (tujuan bisnis) yang
berkesinambungan. Pembangunan strategi dapat menggunakan focus kompetitif berikut ini :
1. Forkus produksi: Economies of scale, di mana perusahaan bersaing dengan biaya rendah jika
dibandingkan dengan kompetitornya, dan oleh karenanya cenderung mendominasi andil
pasar. TI dipertimbangkan sebagai factor strategis dalam pendekatan ini karena dapat
mengurangi biaya sekaligus mengefektifkan proses bisnis produksi. Menuru Christensen
(2001, hal. 107), kompetisi berlandaskan economies of scale tidak akan memberikan
keuntungan lebih besar dalam jangka waktu yang lama;
2. Fokus pemasaran dan distrbusi: Economies of scope yang berhubungan dengan lini produk
yang luas, dengan membuat berbagai jenis produk untuk menghadapi perubahan kebutuhan
pasar. Efisiensi dilakukan pada pemasaran dan distribusi. Pemasaran sejumlah produk dalam
satu kesempatan diharapkan dapat menjaring keuntungan dari pelanggan di bandingkan
menjual hanya satu produk;
3. Fokus sumber daya: Teori resource based view. Strategi yang memanfaatkan kekuatan
internal firma untuk menjawab kesempatan lingkungan (Barney, 1991). Teori ini
memfokuskan pada kombinasi unik faktor stabil internal perusahaan sebagai sumber
keuntungan kompetitif. Menerapkan teori ini untuk TI dapat dilakukan dengan cara
mengintegrasikan TI dengan organisasi dan mengkombinasikannya dengan kemampuan
dalam menggunakan dan mengembangkan TI yang sulit ditiru oleh kompetitor sehingga
menjadi factor kompetiif.
4. Fokus kemampuan: Kemampuan dinamis di mana perusahaan dapat menyesuaikan diri
dengan cepat untuk melakukan perubahan teradap lingkungan kompetitif.
Sejumlah factor kompetitif digunakan dalam mendefinsikan strategi kompetitif. Faktor kompetitif
yang juga dikenal sebagai faktor strategis, adalah faktor yang memberikan beberapa nilai strategis
berupa keuntungan kompetitif bagi organisasi. Bowman (2003) mendefinisikannya sebagai berikut:
Strategic assets [competitive factors] are specific to the firm, and they either help the firm win
business, or they assist in the delivery of products or services at lower costs than competitive firms.
Faktor kompetitif dikategorikan menjadi: 1) Factor internal seperti integrasi, kemampuan,
pengelolaan pengetahuan, dan pembelajaran organisasi sebagai sumber kompetisi; dan 2) Faktor
6 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
eksternal seperti posisi pasar. Kombinasi antara focus kompetitif, lingkungan kompetitif dan factor
kompetitif menentukan hasil kompetitif.
Faktor kompetitif dikategorikan sebagai berikut:
Gambar 4. Faktor Kompetitif
Berikut ini adalah kerangka Strategi Kompetitif dengan memperhatikan penyelarasan strategi TI
dengan strategi bisnis:
Gambar 5. Kerangka Kerja untuk Strategi Kompetitif dan Hasil Kompetitif
3.3.2. Manajemen TI
Strategi TI adalah strategi yang mengatur TI sebagai faktor kompetitif yang dapat memberikan
keuntungan kompetitif berkelanjutan. Definisi Strategi Teknologi Informsi ditemukan di dalam
Cardullo (1996, p. 54)
…a formal set of enterprise technological intentions that allocates available factors and sets
priorities based on clearly stated technological and enterprise objectives and a perceived
environment in which the process is to be embedded.
7 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Strategi TI juga dapat didefinisikan sebagai teknologi spesifik yang diperlukan untuk menyampaikan
dan menjamin aliran informasi, seperti arsitektur TI, standar teknis, tingkat jaminan sekuritas, dan
manajemen risiko.
TI adalah factor penting yang memungkinkan dicapainya keuntungan kompetitif. TI adalah faktor
kompetitif sebab pembangunan TI dan Internet telah memungkinkan pengolahan data di antara
pelanggan, perusahaan, dan pasar. Selain itu, TI menyelesaikan masalah terkait dengan pengiriman
informasi, biaya transaksi yang rendah, ketersediaan dalam waktu yang cepat, dengan tanpa melihat
jarak geografik, dengan penambahan kemungkinan untuk mencapai keuntungan kompetitif.
Sebagai factor kompetitif, TI memeiliki karateristik sebagai berikut:
1. Karakter statis, dimana hanya terjadi perubahan kecil pada TI atau relative stabil.
2. Karakter dinamis, TI yang cenderung selalu berubah dan mempengaruhi kompetisi. Dengan
sifat perubahannya tersebut, sulit bagi manajemen untuk memformulasikan strategi jangka
panjang, dan untuk meramalkan dampak pembangunan TI yang baru pada lingkungan
kompetitif yang secara pasti akan mempengaruhi daya saing organisasi.
Karena TI tidak sendirian dalam mencapai keuntungan kompetitif, factor lain di luar TI ikut andil
dalam pencapaian tersebut. Faktor lain ini disebut factor komplementer yang bersumber dari dalam
organisasi (internalitas) seperti pelatihan penggunaan teknologi, serta berbagi keahlian,
pengetahuan dan informasi. Faktor lainnya berada di luar pengaruh manajemen (eksternalitas)
seperti kejadian yang berdampak global, infrastruktur jaringan luar, dan perubahan lingkungan
kompetitif.
Sebagaimana dengan fakor kompetitif bisnis, maka factor yang diperhatikan adalah dampak
kompetitif dari penggunaan TI dalam skala mikro atau makro. Dalam skala mikro misalnya pengaruh
pengiriman informasi melalui infrastruktur TI di dalam organisasi, dan dalam skala makro misalnya
pengaruh pengiriman informasi melalui infrastruktur TI ke luar organisasi (dunia).
Gambar 6. TI sebagai Faktor Kompetitif
8 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
4. PEMBAHASAN
4.1. Lingkungan Kompetitif
4.1.1. Lingkungan Eksternal
Dalam kerangka pengembangan pendidikan tinggi jangka panjang (KPPTJP) 1996‐2005 disebutkan,
bahwa jumlah mahasiswa pada pendidikan tinggi di Indonesia akan ditingkatkan menjadi 4,05 juta
pada tahun 2020. Peningkatan tersebut dapat dicapai seiring dengan pertumbuhan PT berikut
program studinya. Departemen Pendidikan Nasional mencatat jumlah program studi baru mencapai
761 program studi di 167 perguruan tinggi. Jauh lebih tinggi dari jumlah program studi yang ditutup
pada tahun yang sama, yakni 113 program studi di 64 perguruan tinggi.
Sementara itu, pengamat pendidikan dan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar
(Dikti, 2009) mengatakan bahwa jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 183.629
orang tahun 2006 menjadi 409.890 orang tahun 2007. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I,
II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007 lebih dari 740.000 orang. Hal
tersebut disebabkan karena banyak PTS yang tidak memperhatikan indicator kualitas, seperti
ketersediaan fasilitas dasar seperti pusat sumber belajar seperti perpustakaan, laboratorium, serta
relasi antara mahasiswa dan dosen dalam proses belajar‐mengajar.
Dalam kaitannya dengan pengendalian kualitas PT, Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Bambang
Sudibyo, dalam acara Dies Emas ITB di Sabuga Bandung mengatakan bahwa pemerintah dalam
waktu yang dekat ini berencana untuk mengeluarkan peraturan menteri terkait pembatasan jumlah
mahasiswa di perguruan tinggi yang dimaksudkan untuk menjamin kredibilitas mahasiswa dan
kesesuaian dengan kemampuan perguruan tinggi [Galamedia, 2009].
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), Prof. Didi Turmudzi menyambut baik rencana
tersebut dan menganggapnya sebagai kesempatan bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk dapat
mempertahankan keberadaannya dalam lingkungan mekanisme pasar badan hukum pendidikan
(dimana yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan mati) [PR, 2009]. Namun diingatkan oleh
Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, Prof. Abdul Hakim Halim, bahwa
peningkatan penjaringan jumlah mahasiswa hanya dimungkinkan apabila PTS secara signifikan
meningkatkan kualitasnya [PR, 2009].
Peraturan menteri tersebut akan berdampak baik bagi PTS dengan bertambahnya jumlah calon
mahasiswa yang dapat dijaring. Walau demikian, keberhasilan PTS dalam menjaring banyak calon
mahasiswa ditunjang oleh kepercayaan masyarakat terhadap PTS. Dan di antara factor yang dapat
melahirkan kepercayaan masyarakat terhadap PTS adalah prestasi kampus dalam melahirkan lulusan
yang berkualitas dan mampu berkompetisi di bidangnya. Dengan demikian untuk dapat
memanfaatkan peluang baik dari peraturan menteri tersebut, PTS harus membangun kepercayaan
masyarakat, dimulai dari tahap pencarian calon mahasiswa yang berpeluang memiliki prestasi yang
baik.
Dalam proses pencarian tersebut, PTS dihadapkan pada kenyataan di lapangan bahwa ketersediaan
mahasiswa yang berminat menjadi calon mahasiswanya dan memiliki prestasi baik sangat terbatas.
Bahkan proses penjaringannya merupakan suatu kompetisi yang sangat keras mengingat banyaknya
perguruan tinggi di Indonesia. Untuk PTS saja menurut data Kopertis, tecatat 2.065 dan 1.365 di
9 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
antaranya berada di Jawa. Maka segala upaya dilakukan PTS untuk mendapatkan peluang
memperoleh calon mahasiswa sebanyak‐banyaknya, seperti peningkatan kualitas dan prestasi, atau
melakukan kegiatan promo.
Perubahan pada lingkungan kompetitif PT terjadi tatkala UU Badan Hukum Pendidikan (BHP)
dikeluarkan. Undang‐undang kontroversi yang dikeluarkan tanggal 17 Desember 2008 tersebut
menimbulkan ketakutan akan potensi komersialisasi pendidikan oleh PT. Walau demikian, UU BHP
akan menciptakan lingkungan kompetisi baru bagi PT, karena pada akhirnya semua PT, baik negeri
(PTN) ataupun swasta (PTS) memiliki otonomi luas, sementara peran Negara dan system birokrasi
dikurangi. Dengan demikian maka baik PTS maupun PTN dalam lingkunan kompetitif yang tercipta
memiliki kesempatan yang sama dalam pengembangan keilmuan dan menjaring calon mahasiswa.
Di dalam Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (SPTJP) 2003‐2010 disebutkan bahwa kondisi
sistem perguruan tinggi yang diharapkan dengan adanya status BHP adalah:
1. Otonomi dan akuntabilitas yang lebih langsung kepada para pengguna,
2. Meningkatnya efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan;
3. Tumbuhnya kemampuan untuk menggalang dana melalui pemanfaatan aset fisik dan
intelektual; pemupukan dana abadi,
4. Adanya pengaturan tentang kepailitan BHP di dalam anggaran dasar, yang mengacu kepada
peraturan perundang‐undangan yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kelanjutan
pendidikan mahasiswa.
Walau demikian, ketidaseimbangan persaingan antara PTN dan PTS muncul karena dengan
dukungan pemerintah sebelumnya PTN jauh lebih siap dalam melakukan kompetisi dari pada PTS,
dengan kekuatan infrastuktur, sumber daya manusia, dan modal yang dimilikinya. Menurut Drs
Christea Frisdianta Ak MM, Pembantu Rektor III Universis Kanjuruan Malang (Koran Pendidikan,
2009), pengelolaan PTN sangat bergantung kepada pasar. Program keilmuan dibuka pada saat
pangsa pasarnya meningkat. Akibatnya dengan segala kelengkapan dan kekuatannya, pangsa pasar
akan mendekati PTN dari pada PTS. Agar persaingan PTS dengan PTN terjadi secara adil, beliau
mengusulkan agar setelah UU BHP ditetapkan, PTN menjadi Research University, yakni kelembagaan
murni bergerak di bidang pengkajian dan pengembangan keilmuan. Sementara PTS berorientasi
pada keilmuan yang aplikatif dan menunjang kebutuhan dunia kerja.
Selain persaingan antara PTN dan PTS, sejak dikeluarkannya UU No 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang mengijinkan PT Asing masuk ke Indonesia, maka peta persaingan semakin
meluas, dari kompetisi nasional bergeser ke arah kompetisi global. Menurut Rektor Universitas
Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (UHAMKA) Suyatno (Sampoerna, 2006), kebijakan deregulasi
pendidikan yang telah dilaksanakan pemerintah menjadi langkah penting menuju pengembangan
PT. Program hibah kompetisi dari Depdiknas dapat memicu lingkungan kompetitif bagi PT.
Menurut Fathul kecenderungan dan masalah PT di Indonesia sangat mirip dengan apa yang terjadi di
Amerika akhir tahun 1970‐an (Karol dan Ginsburg, 1980). Pada saat itu PT di Amerika dihadapkan
pada masalah:
10 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
1. Hilangnya kepercayaan pada manfaat PT;
2. Perubahan pola minat calon mahasiswa kepada jurusan vokasional;
3. Meningkatnya persaingan di antara PT;
4. Membumbungnya biaya pendidikan;
5. Maraknya pembukaan community collage yang lebih dekat secara geografis dengan
mahasiswa dan berbiaya rendah;
6. Meningkatnya keperdulian terhaap manajemen pendidikan yang lebih efekti; dan
7. Lunturnya semangat kolegialitas.
4.1.2. Lingkungan Internal
Menurut Tejoyuwono (1996), PT adalah penyelenggara pendidikan tinggi yang merupakan
komponen system pendidikan formal nasional yang mengemban tugas universal yakni
mengembangkan kecerdaan anak didik sebagai insan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, dan tugas
nasional yakni mengembangkan keterampilan anak didik sebagai insan teknologi dan pengabdi
bangsanya.
Dalam Rencana Strategis STTG tahun 2008, disebutkan bahwa peran perguruan tinggi antara lain:
1. Pusat pemeliharaan, penelitian, serta pengembangan ilmu, teknologi, dan/ atau kesenian
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
2. Tempat mendidik mahasiswa agar berjiwa penuh pengabdian dan memiliki jiwa besar yang
bertanggung jawab terhadap masa depan dan negara Indonesia.
4. Bersikap terbuka dan tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu, teknologi dan/ atau
kesenian.
Fungsi utama PT adalah menjalankan tridarma PT yang meliputi pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Peningkatan fungsi dan makna Tridharma Perguruan Tinggi yang
dilakukan STTG adalah melalui upaya penelitian, pengembangan dan evaluasi terhadap kegiatan‐
kegiatan di bawah ini (Profil, 2008):
2. Menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi unsur pendorong penegakkan nilai‐
nilai kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia secara berkelanjutan.
11 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
3. Mengimbangi tekanan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi negara maju serta dampak
globalisasi dan arus pluralisme yang semakin meluas bersamaan dengan berkembangnya
arus informasi saat ini disertai dengan mengantisipasi setiap perkembangan yang makin
pesat dan dalam persaingan antar bangsa yang makin kompetitif.
4. Menjaga kemantapan lingkungan, agar benturan teknologi dan kehidupan modern tidak
menimbulkan berbagai kerusakan, sehingga menghancurkan keseimbangan sosial dalam
kehidupan.
5. Mengembangkan aspirasi untuk meningkatkan berfungsinya ilmu, teknologi, seni dan ilmu‐
ilmu kemanusiaan dalam masyarakatnya, serta mengembangkan sikap untuk selalu
mengabdikan diri kepada masyarakat dan memelopori pembangunan.
6. Berupaya untuk senantiasa memelihara dan meningkatkan kapasitas serta kapabilitas diri,
agar selalu dapat menanggapi dinamika dan memberikan sumbangan ke arah kondisi dan
dinamika lingkungannya dalam menghadapi kebutuhan terhadap ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan ilmu‐ilmu kemanusiaan.
7. Menghasilkan lulusan yang berjiwa patriotik, iman, taqwa, berbudaya, terpercaya, memiliki
potensi untuk berkembang, manusia pembangunan, memiliki jiwa kejuangan, mandiri,
berkemampuan sebagai problem solver, memiliki informasi, keterampilan berkomunikasi
dan berkerja sama, serta memiliki moral dan etika yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan TI, STTG telah menerapkan otomatisasi kantor jauh sebelum tahun 2000.
Otomatisasi tersebut menyebabkan pergeseran cara pekerjaan menuju cara digital. Sejumlah arsip
mulai berubah wujudnya menjadi file digital yang disimpan pada simpanan data cakram padat (hard
disk). Pembuatan dan perubahan dokumen menjadi lebih mudah dan hemat kertas karena dukungan
program aplikasi pengolahan kata yang dijalankan pada komputer. Bahkan saat itu Sistem Informasi
Manajemen (SIM) telah dikomputerisasi untuk menunjang kegiatan akademik.
Walau demikian, rencana strategi umum pengembagan sistem informasi (SI) baru ditetapkan oleh
STTG pada tahun 2008 melalui Surat Keputusan Ketua STTG Nomor: 016/STTG/A‐1/X/2004 Tentang
Rencana Strategis 2004‐2009 Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Organisasinya diakui dan masuk ke
dalam struktur organisasi STTG setelah ditetapkannya Surat Keputusan Ketua STTG Nomor:
170/STTG/A‐1/III/2008 Tentang: Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Garut.
Dan diakui menjadi bagian STTG tatkala SI diberi ruang khusus (bab 6) dalam Profil STTG serta
disosialisasikan kepada masyarakat luas setelah bulan September 2008.
Sebelum strategi SI dibuat, otomatisasi telah dilakukan secara luas oleh STTG. Sejumlah SIM telah
dikembangkan di sejumlah unit kerja, seperti SIM Akademik (SIMAK), SIM Pembayaran Uang Kuliah
Mahasiswa (SIYAR), SIM Perkuliahan Dosen (SIMDOS), dan SIM Perpustakaan (SIMPUS). Dalam
profilnya (2008), STTG menegaskan bahwa maksud penggunaan SIM dengan komputerisasi adalah :
Maksud STTG tersebut selaras dengan sejumlah tujuan yang ditetapkan oleh PT terkemuka di
Amerika menyangkut penggunaan TI yang ditemukan oleh Alavi dan Galluve (2003):
1. Memperbaiki posisi kompetitif;
2. Meningkatkan brand image;
3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;
4. Meningkatkan kepuasan mahasiswa;
5. Meningkatkan pendapatan;
6. Memperluas basis mahasiswa;
7. Meningkatkan kualitas pelayanan;
8. Mengurangi biaya operasi; dan
9. Mengembangkan produk dan layanan baru.
Sejak perubahan arsitektur data base SIM STTG dari local data base menjadi client‐server pada tahun
2003, keberadaan computer server dan jaringan menjadi kunci sukses operasional SIM. Selain itu,
STTG memahami peran penting jaringan dalam menyebarluaskan informasi di dalam ataupun di luar
organisasi. Bukti pemahaman ini dapat ditelusuri dari rangkian pengembangan infrastuktur jaringan
di STTG:
1. Untuk mendistribusikan informasi ke luar, STTG membuka akses ke internet melalui Dial‐up /
Telkomnet Instan (sekitar tahun 2004), satelit / VISAT (sekitar tahun 2007), dan ADSL /
Speedy (sekitar tahun 2008), serta mendirikan portal / web kampus di internet (sekitar
tahun 2008).
2. STTG membangun jaringan menggunakan media transmis coaxial di sejumlah computer
sebelum tahun 2000, menghubungkan seluruh computer melalui media transmisi UTP
sekitar tahun 2004, mengembangkan arsitektur three layer campus network pada tahun
2008 beriringan dengan pembangunan infrastruktur jaringan wifi, dan mengkonversi
jaringan kabel di kantor dengan nirkabel sekitar awal tahun 2009.
Pemahaman STTG tentang pentingnya jaringan bagi SIM diutarakan dalam profilnya (2008) sebagai
berikut:
Sistem informasi manajemen tidak hanya menghubungkan unit‐unit yang berada dalam
lembaga juga antara lembaga dengan dunia luar. Sistem jaringan informasi yang digunakan
selain dengan menggunakan sistem LAN (Local Area Network), juga telah dilengkapi dengan
sistem jaringan internet. [Profil, 2008]
Internet memfasilitasi hubungan antar lembaga yang berbeda, baik di dalam maupun di luar
lingkungan Universitas, bahkan dengan lembaga luar negeri (Applebee, Clayton, Pacoe, dan Bruce,
2000). Dalam pemahamannya tersebut, STTG telah menggambarkan tujuan akhir arsitetur SIM,
yakni Integrated System yang menghubungkan semua komponen bisnis.
13 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Dengan memperhatikan dukungan jaringan bagi SIM, maka pada tahun 2009 Laboratorium
Komputer (LABKOM) sebagai koordinator pengembangan SI membangun Network Operations Center
(NOC) yang bertugas untuk memonitor, merawat, serta mengembangkan jaringan dan server. NOC
beroperasi dibawah kendali kepala LABKOM.
Gambar 7. Peta jaringan computer dan media informasi
Jaringan lain yang belum disebutkan dalam profil tersebut adalah sebagaimana tampak pada gambar
berikut ini:
Gambar 8. Framework Media Transmisi SIM STT‐Garut tahun 2009
14 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Tabel 1. Jaringan SIM dan media infromasi digital tahun 2009 berdasarkan framework
1 SIMAK √ √ √ √ √ √ √
2 SIYAR √ √ √ √ √ √ √
3 SIMDOS √ √ √ √
4 SIMPUS √ √ √ √ √ √
STTG bersikap terbuka terhadap pergeseran ke arah budaya digital dan cara pengelolaan institusi ke
dalam bentuk electronic enterprise. Hal tersebut terlihat dengan harapannya bahwa di masa yang
akan datang semua proses bisnis di STTG didukung oleh atau melalui media digital sebagaimana
tersirat dalam profilnya (2008), ‘Pada masa yang akan datang diharapkan STTG dapat menggunakan
media informasi elektronik, baik visual maupun audio’. Terlebih multimedia membantu membuat
lingkungan belajar yang menyenangkan (Butler, 2000; Edling, 2000; Peled, 2000). Penggunaan
multimedia ini telah terbukti menjadikan proses pembelajaran lebih atraktif dan meningkatkan
keterserapan materi ajar.
STTG telah mempersiapkan kedatangan masa itu dengan mengimplementasikan TI seperti dengan
mengembangkan SIM terkomputerisasi sebelum tahun 2000, mendampingi papan tulis dengan
proyektor sebelum tahun 2007, menghadirkan cara‐cara digital seperti SMS Center sebagai portal
informasi akademik dan keuangan bagi mahasiswa pada tahun 2007, menyewa domain di internet
sebagai lingkungan operasi SIM dan Campus Online dan pendirian situs elearning sebagai media
simpan sumber daya pengetahuan dan penyelenggaran kegiatan keilmuan ekstra kampus pada
tahun 2008, pembangunan media publikasi informasi melalui papan informasi multimedia / digital
dan realisasi one staff one PC pada tahun 2009.
4.2. Hasil Kompetiif
Hasil kompetif yang dikehendaki oleh STTG dari aktivitasnya antara lain sebagai berikut:
1. Tercetaknya mahasiswa yang memiliki kualitas manusia Indonesia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja
keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani, memiliki rasa cinta air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan
social, yang memiliki rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan
kreatif.
3. Anak didik yang berbakat istimewa diperhatikan dan dikembangkan sesuai dengan tingkat
pertumbuhan pribadinya.
4. Meningkatnya kegiatan penulisan, penerjemahan serta penyebaran buku karya ilmiah dan
hasil penelitian di dalam maupun di luar negeri dalam rangka pengembangan dan
memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Terciptanya suasana lingkungan kampus yang sehat jasmani dan rohani.
4.3. Peran Manajemen Strategis
Manajemen strategis bertindak sebagai kordinator yang menyesuaikan strategi dan factor kompetitif
sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Manajemen strategis menyediakan gambaran menyeluruh
organisasi yang disederhanakan untuk memudahkan proses pemilihan strategi kompetitif.
Berikut ini adalah strategi bisnis kompetitif STTG (Restra STTG, 2008) yang dibuat sesuai dengan
kondisi lingkungan kompetitif pada saat itu:
1. Wawasan kemampuan terpadu untuk pertumbuhan STTG.
2. Menciptakan kondisi kerja yang kondusif. Kondisi yang kondusif perlu diciptakan agar civitas
akademika dapat memberikan kemampuan terbaiknya bagi operasi dan pengembangan
STTG. Upaya yang dilakukan dalam menciptakan akademik atmosfer yang kondusif
mencakup:
memberikan penghargaan pada saat yang tepat baik kepada mahasiswa, tenaga
akademik dan administratif.
memberikan arahan dan peraturan yang jelas agar setiap pihak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik,
3. Pengembangan kurikulum dan materi pendidikan tinggi.
4. Pembinaan staf pengajar baik melalui pendidikan formal Magister, Spesialis dan Doktor
maupun melalui kegiatan pelatihan. Program ini dijalankan STTG secara rutin dan akan
ditingkatkan kualitasnya melalui sistem seleksi dan pembinaan yang lebih intensif.
Pengembangan sistem pengelolaan pendidikan dan administrasi perguruan tinggi.
Sementara strategi TI berdasarkan lingkungan kompetitif STTG selaras dengan strategi bisnisnya
meliputi (Renstra TI, 2009):
1. Meningkatkan mutu layanan USI.
2. Menguatkan SI dan infrastrukturnya
16 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
4.4. Faktor Kompetitif
4.4.1. Eksternal
Faktor kompetitif ekternal yang memengaruhi hasil kompetitif STTG antara lain sebagai berikut:
1. PP. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, sebagai landasan pengembangan organisasi.
2. UU BHP yang membukakan lingkungan kompetitif baru di antara PTN dan PTS. Faktor
penunjangnya adalah semua factor kompetitif internal.
3. UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang membukakan lingkungan
kompetitif global.
5. SK Mendiknas No. 234/U/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman Pendirian
Perguruan Tinggi, sebagai pedoman penyusunan kurikulum.
7. Hibah kompetensi Depdiknas yang dapat meningkatkan kualitas dosen sebagai factor
kompetitif. Faktor penunjangnya adalah ketersediaan dosen peneliti.
8. Hibah Inherent Dikti yang dapat meningkatkan dukungan TI sebagai factor kompetitif
terhadap bisnis PT. Faktor penunjangnya adalah kualitas PT dan infrastruktur TI.
9. Terbukanya kesempatan kerja sama atau kemitraan dengan instansi pemerintahan atau
swasta, melalui kegiatan penelitian, seminar/ pelatihan
4.4.2. Internal
Sementara faktor kompetitif internal STTG meliputi :
4.4.2.1. Faktor ketersediaan sarana
STTG terus mengupayakan ketersediaan sarana / fasilitas yang dapat mendukung keberhasilan
penyelenggaraan proses pembelajaran dalam rangka mencapai hasil kompetitif, dengan cara
memperbaiki sarana yang ada dan menambah sarana baru yang dibutuhkan. Faktor kompetitif
komplementernya adalah upaya untuk mengalokasikan sebagian pendapatan sebagai dana investasi,
dan mencari dukungan dana lain baik dari bantuan pemerintah, yayasan dan lembaga‐lembaga
lainnya. Dampak yang diharapkan dari factor kompetitif ini adalah peningkatan kualitas
kelembagaan, dan terselenggarakannya proses pembelajaran yang lebih baik.
Factor kompetitif staticnya adalah pengembangan sarana dan prasarana senantiasa diselaraskan
dengan perkembangan pendidikan yang telah ada. Sementara factor dinamiknya adalah
pengembangan sarana dan prasarana diproyeksikan terhadap kebutuhan di masa mendatang, sesuai
17 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang teknologi informasi
dan rekayasa engineering.
4.4.2.2. Faktor ketersediaan dana
Faktor kompetitif terkait dengan keuangan adalah:
1. Sistem pengelolaan terpusat di bawah pengelolaan bagian keuangan
2. Sumber pendapatan yang berasal dari beberapa pos, antara lain:
Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) dari mahasiswa, sumber penerimaan
ini merupakan prosentase terbesar yang mencapai 80% dari total penerimaan.
Dana bantuan Yayasan Al‐Musaddadiyah, dengan prosentase mencapai kurang lebih
sebesar 10% dari total penerimaan.
Dana bantuan pemerintah (DBO), dengan prosentase mencapai kurang lebih sebesar
5% dari total penerimaan.
Sumber‐sumber lain yang tidak mengikat, seperti dari alumni dan lembaga lainnya
dengan prosentase mencapai kurang lebih sebesar 5% dari total penerimaan.
3. Rencana Pendapatan dan Belanja
4. Struktur Pengeluaran
4.4.2.3. Faktor ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
Faktor kompetitif terkait SDM antara lain:
1. Unsur pimpinan dan staf akademik
2. Sistem rekrutment dosen dan karyawan yang bersifat sentralistk, di mana syarat, proses
seleksi, dan keputusan penerimaan dilakukan oleh pimpinan institusi.
3. Sistem pembinaan karir dosen dan karyawan didasarkan kepada merit system, di mana
setiap dosen dan karyawan diberi kesempatan dan kebebasan untuk berprestasi sesuai
dengan keahlian maupun tingkat kompetensinya.
4. Pengembangan dosen di STT Garut yang dilakukan melalui pengiriman dosen untuk studi
lanjut, pelatihan, partisipasi dalam forum ilmiah, lokakarya, seminar, simposium, dan
partisipasi dalam organisasi profesi.
6. Sistem penghargaan dan sanksi, dimana penghargaan diberikan dalam bentuk gaji beserta
tunjangan yang menjadi komponennya dan honorarium, yang diatur oleh Keputusan Ketua,
serta penghargaan lain sesuai dengan prestasinya. Sanksi diberikan bagi dosen dan
karyawan yang terbukti melanggar peraturan yang berlaku di institusi sesuai dengan jenis
18 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
pelanggaran. Sanksi tersebut dapat berupa teguran, peringatan, skorsing, ganti rugi, sampai
dengan pemecatan.
7. Sistem penerimaan mahasiswa baru melalu jalur seleksi dan pindahan.
8. Kurikulum yang mengacu kepada SK Mendiknas No. 234/U/2000 tanggal 20 Desember 2000
tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi.
9. Keterserapan lulusan
10. Pengabdian kepada masyarakat
4.4.2.4. Faktor ketersediaan TI
Faktor kompetitif terkait kersedian TI antara lain (Renstra TI, 2009):
4. Pusat Informasi (Information Center / IC) yang berfungsi mencari, mengolah, dan
mentransmisikan informasi serta pengembangan SI.
5. Pusat Pendidikan Komputer (Learning Center / LC) yang berfungsi sebagai Human Research
Development (HRD) yang mengelola sumber daya manusia USI.
6. Pusat Operasi Jaringan (Network Operations Center / NOC) yang berfungsi membangun,
merawat, dan mengembangkan jaringan dan server.
7. Administrasi yang menangani registrasi layanan SI/TI dan helpdesk.
8. Dukungan teknik (Technical Support / TS) yang menangani perawatan perangkat komputer.
9. Arsitektur pengembangan sumber daya manusia di lingkungan organisasi TI Pemantapan SI,
TI, dan MSI yang ada.
10. Kesiapan, dukungan, dan keikutsertaan civitas akademika dalam merealisasikan dan
mengikuti cara hidup digital culture.
19 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
11. Program kerja, sumber daya manusia, tempat dan perangkat kerja, serta dana untuk setiap
aktivitas pelayanan USI.
12. Ketersediaan tenaga professional yang mengelola layanan USI.
13. Kordinasi, laporan, dan evaluasi pelaksanaan tugas.
STT-Garut
UNIT SI
Learning Center
/ HRD
Information
Center
Technical
Administrasi
Support
n Inf PUBLIC
orm
atio Ce atio
orm er
Inf ent nte n
r
C
Network
Operations Center
Gambar 9. Wilayah Layanan USI STT‐Garut 2009
N
TIO
NA
DO
N
IO
AT
DIC
DE
N
IO
AT
UC
ED
Gambar 10. Arsitektur Pengembangan Sumber Daya Manusia USI STT‐Garut 2008
20 Analisa Strategi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
5. PENUTUP
Analisa strategi dengan kerangka kerja SMIT berhasil mengelompokan berbaga komponen strategis
sehingga bangunan strategi organisasi yang kompleks berhasil disederhanakan (sebagaimana tujuan
dari analisa), untuk kemudian ditindaklanjuti dengan pemilihan strategi kompetitif yang paling sesuai
dengan kondisi lingkungan kompetitif saat itu dan ketersediaan factor kompetitif di dalam dan di
luar organisasi.
Strategi yang dibuat oleh STTG telah meliputi seluruh komponen strategis, dibuat dengan
memperhatikan lingkungan dan factor kompetitif, sehingga cukup kuat mendorong organisasi untuk
mendapatkan hasil kompetitif. Perubahan yang terjadi pada lingkungan kompetitif disiasati dengan
pembaharuan rencana strategi setiap 5 tahun sekali, sehingga organisasi mampu menghadapi
kompetisi, mempertahankan dan bahkan meningkatkan keuntungan kompetitif.
DAFTAR PUSTAKA
Adenso‐Diaz, B., dan Canteli, A. F. (2001). Business Process Reengineering and University
Organisation: A Normative Approach from The Spanish Case. Journal of Higher Education
Policy and Management, 23(1), 63‐73.
Alavi, M., dan Gallupe, R. B. (2003). Using Information Technology in Learning: Case Studies in
Business and Management Education Programs. Academy of Management Learning and
Education, 2(2), 139–153.
Applebee, A., Clayton, P., Pacoe, C., dan Bruce, H. (2000). Australian Academic Use of the Internet:
Implications for University Administrator. Campus‐Wide Information Systems, 10(2), 141‐
149.
Barney, J. 1991. Firm Factors and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management. Vol.
17, No.1, pp. 177–200.
Bowman, C. (2003). Formulating Strategy. In Faulkner, David Campbell, Andrew (Eds.). The Oxford
Handbook of Strategy. Vol. 1: A Strategy Overview and Competitive Strategy. (pp. 404–436).
Oxford New York. Oxford University Press.
Bridges, D. (2000). Back to The Future: The Higher Education Curriculum in The 21st Century.
Cambridge Journal of Education, 30(1), 37‐55.
Butler, J. C. (2000). Is the Internet Helping to Create Learning Environments? Campus‐Wide
Information Systems, 17(2), 44‐48.
Cardullo, M. (1996). Introduction to Managing Technology. Engineering Management Series. (282
pp.). England. Research Studies Press LTD.
Christense, C. (2001). The Past and Future of Competitive Advantage. Sloan Management Review.
Winter 2001.Vol. 42,. No. 2, pp.105–109.
Edling, R. J. (2000). Information Technology in the Classroom: Experiences and Recommendations.
Campus‐Wide Information Systems, 17(2), 10‐15.
Faulkner, D., & Campbell, A. 2003. The Oxford Handbook of Strategy. Vol. 1: A Strategy Overview and
Competitive Strategy. Oxford New York ‐ Oxford University Press.
Galamedia. 3 Maret 2009. Segera Terbit Permendiknas Pembatasan Jumlah Mahasiswa . http: //
www.klik‐galamedia.com / indexnews.php? wartakode = 20090303075513 & idkolom=
opinipendidikan. Diakses tanggal 10 Maret 2009.
Koran Pendidikan. http://www.koranpendidikan.com/index.html. Diakses tanggal 28 Maret 2009
Peled, A. (2000). Bringing the Internet and Multimedia Revolution to the Classroom. Campus‐Wide
Information Systems, 17(1), 16‐22.
Profil Sekolah Tinggi Teknologi Garut (Profil). 2008. Sekolah Tinggi Teknologi Garut
Pikiran Rakyat (PR). Aptisi Sambut Baik Kuota Mahasiswa PTN. http: // newspaper.pikiran‐
rakyat.com / prprint.php? mib = beritadetail & id=60913. Diakses tanggal 10 Maret 2009.
Pitkethly, R. 2003. Analysing the Environment. In Faulkner, D., & Campbell, A. (Eds.). The Oxford
Handbook of Strategy. Vol. 1: A Strategy Overview and Competitive Strategy, 226‐260.
Oxford New York: Oxford University Press.
Porter, M. 1985. How Information Gives you Competitive Advantage. Harvard Business Review. (July‐
Augusty). pp. 149–60.
Raquel Flodström. 2006. A Framework for the Strategic Management of Information Technology.
Department of Computer and Information Science Linköpings universitet, Linköping, Sweden
Rinda Cahyana. Rencana Strategis Unit Sistem Informasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut (Renstra TI).
2009. Sekolah Tinggi Teknologi Gatrut.
Rencana Strategis Sekolah Tinggi Teknologi Garut (Renstra STTG). 2008. Sekolah Tinggi Teknologi
Gatrut.
Sampoerna Fondation Education Research (Sampoerna). 20 November 2006. Perguruan Tinggi Lokal
Terancam Persaingan Global. http://www.sfeduresearch.org/content/view/65/67/lang,id/.
Diakses tangal 30 Maret 2008.
Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1996. Tugas Perguruan Tinggi. Ilmu Tanah Universitas Gajah Mada.
Ward, J and Pepard Joe. Strategic Planning for Information System, third Edition, John Wiley &Sons
Ltd, England. 2002.