Você está na página 1de 68

Dalam bab ini diuraikan metodologi pelaksanaan pekerjaan konsultan dalam

melaksanakan pekerjaan:
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat
BPBD
Provinsi Papua Barat
Metodologi dan konsep pendekatan yang diuraikan dalam sub bab - sub bab
ini didasarkan pada hal-hal di bawah ini:
Informasi yang telah dikumpulkan oleh konsultan sejauh ini tentang
daerah penelitian.
Hal-hal yang disyaratkan dalam Kerangka Acuan pekerjaan ini.
Pengalaman Konsultan dalam mengerjakan pekerjaan sejenis.
Keahlian, sumber daya, dan perangkat lunak yang dimiliki Konsultan.
3.1. 3.1. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan
Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang
berdasarkan analisa dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan
tujuan tertentu dengan hasil seoptimal mungkin. Secara garis besar, aspek-
aspek yang berkaitan dengan rekayasa pembangunan dapat dikelompokkan
menjadi empat tahapan, yaitu:
Tahapan Studi
Tahapan Perencanaan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 1
METODOLOGI PELAKSANAAN
PEKERJAAN
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD
Provinsi Papua Barat
BAB III
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan Operasi dan Pemeliharaan
Di dalam keempat tahapan tersebut ada berbagai macam aktivitas yang
dilaksanakan untuk mendukung kegiatan masing-masing tahapan. Secara
makro rekayasa, penjabaran dari kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 3.1. Berdasarkan tahapan rekayasa pembangunan secara
makro seperti yang telah dijelaskan di atas, pekerjaan Perencanaan
Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi
Papua Barat ini, termasuk dalam tahapan perencanaan.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 2
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Tidak
Ya
Ide atau Sasaran/ Tujuan
yang Akan Dicapai
Pra Studi Kelayakan
Analisa Teknis
Analisa Ekonomi
Analisa Sosial
Analisa Lingkungan (AMDAL)
Studi Kelayakan
Analisa Teknis
Analisa Ekonomi
Analisa Sosial
Analisa Lingkungan (AMDAL)
Rekomendasi Beberapa
Alternatif
Seleksi Perancangan
Detail Desain
Pelaksanaan Fisik
Operasi dan Pemeliharaan
Layak
Kajian Ulang
Berhenti
Layak
Kajian Ulang
Berhenti
T
a
h
a
p

S
t
u
d
i
T
a
h
a
p
P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n
T
a
h
a
p
P
e
l
a
k
s
a
n
a
a
n
T
a
h
a
p
O

&

P
Ya
Tidak

Gambar 3. 1. Tahapan Kegiatan Umum Proyek.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 3
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Berdasarkan acuan yang telah digariskan dalam Kerangka Acuan
Pekerjaan/TOR, maka dalam menyiapkan rencana kegiatan akan dilakukan
pendekatan teknis dan metodologi pelaksanaan yang optimal, ekonomis,
tepat guna dan solusinya dapat diandalkan. Oleh karena itu dalam
melaksanakan pekerjaan ini, pihak konsultan akan menyajikan pendekatan
teknis dan metodologi pelaksanaan dari masing-masing kegiatan yang
dimulai dari tahap awal hingga penyelesaian akhir pekerjaan. Lingkup
pelaksanaan serta metode yang digunakan di setiap tahapan digambarkan
dalam Gambar 3.2. Lingkup kegiatan di atas akan dilaksanakan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan.
2. Tahapan Pengumpulan Data Sekunder.
3. Tahapan Pelaksanaan Survei Lapangan.
4. Tahapan Analisa Data.
5. Tahapan Detail Desain.
6. Tahapan Pelaporan.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 4
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
SPMK
Persiapan
Permasalahan :
- Latar Belakang Perencanaan
- Kebutuhan Pembangunan
Pelabuhan
- Penyusunan Metodologi
Kerja Detail
Pengumpulan data
Sekunder dan survey
Pendahuluan
Survey Lapangan
Topografi dan
Bathymetri
Hidro
Oceanografi
Penyelidikan
Tanah
Analisa Data
Perencanaan Detail
Optimasi Lay Out
Perencanaan
Teknis
Prakiraan Biaya
Draft Detail Disain
Setuju?
Perbaikan Draft
Detail Desain
Final Detail Disain
SELESAI
No
Yes
Diskusi I
Diskusi II
Laporan
Pendahuluan
- Laporan Inerim
- Preliminary Design
Draft Final Report
- Laporan Final
- Gambar Rencana
- Boq & Rab
- Spesifikasi Teknis
- Executive Summary
Gambar 3. 2. Bagan Alir Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 5
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.2. 3.2. Tahapan Persiapan
Pekerjaan persiapan ini meliputi penyelesaian administrasi, mobilisasi
personil dan peralatan, persiapan pekerjaan lapangan, dan pengumpulan
data tahap awal.
1. Penyelesaian Administrasi
Masalah administrasi yang harus diselesaikan terutama meliputi
administrasi kontrak dan legalitas personil yang akan ditugaskan untuk
melaksanakan pekerjaan ini, baik di lingkungan intern konsultan maupun
untuk berhubungan dengan pihak lain.
2. Mobilisasi Personil dan Peralatan
Bersamaan dengan penyelesaian administrasi, konsultan akan melakukan
mobilisasi personil dan peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan ini.
Kemudian setelah semua personil dimobilisir, dilakukan rapat koordinasi
untuk menentukan langkah-langkah guna penyelesaian pekerjaan ini agar
didapatkan hasil kerja yang maksimal.
3. Persiapan Pekerjaan Lapangan
Selain persiapan-persiapan yang dilakukan di kantor, dilakukan juga
persiapan di lapangan. Persiapan pekerjaan lapangan ini meliputi penyiapan
kantor di lokasi proyek dan pekerjaan persiapan untuk survei-survei.
Sedangkan pekerjaan persiapan untuk survei meliputi pembuatan program
kerja (jadwal kerja lebih rinci) dan penugasan personil, pembuatan peta
kerja, penyiapan peralatan survei dan personil, penyiapan surat-surat
ijin/surat keterangan, dan pemeriksaan alat-alat survei.
4. Pendefinisian Kebutuhan Pengguna
Pendefinisian ulang kebutuhan pemakai sangat penting untuk dilakukan. Hal
ini penting mengingat penjelasan pekerjaan sebelumnya belum dijelaskan
secara teknis dan bagaimana hasil (produk) yang mencerminkan keinginan
pengguna jasa dan kualitas pekerjaan yang harus dihasilkan oleh konsultan.
Pendefinisian ulang kebutuhan pemakai ini harus sudah diselesaikan
sebelum laporan pendahuluan dibuat. Dengan demikian, laporan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 6
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
pendahuluan yang dibuat oleh konsultan akan menjadi acuan konsultan dan
pemilik pekerjaan (pengguna jasa) dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
3.3. 3.3. Tahapan Pengumpulan Data Sekunder
3.3.1 Tujuan
Mengumpulkan semua data yang ada (data sekunder), yang berkaitan
dengan kondisi fisik teknis, sosial ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah,
untuk selanjutnya dianalisa guna memperoleh gambaran tentang daya
dukung terhadap pembangunan Pelabuhan.
3.3.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pekerjaan pengumpulan data sekunder ini adalah sebagai
berikut:
1. Laporan Studi Terdahulu yang Terkait
Pekerjaan ini bersifat studi literatur yang komprehensif. Literatur yang
digunakan dalam studi ini harus mencakup berbagai sasaran teknis
sehingga tidak terjadi tumpang tindih data (Data Redundancy) dan tumpang
tindih literatur (Overlap Literacy).
2. Peta Terbaru
Peta digunakan sebagai salah satu acuan referensi dalam perencanaan
khususnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan topografi dan geologi. Peta-
peta yang dikumpulkan sebagainya merupakan peta-peta keluaran terbaru
dari instansi yang terkait. Jenis-jenis peta yang diperlukan antara lain:
Peta Topografi rupa bumi dari BAKOSURTANAL atau Direktorat
Topografi.
Peta Bathimetri dari Direktorat Oceanografi.
Peta Geologi dari Direktorat Geologi.
Peta tata guna lahan.
3. Data Hidro-Oceanografi
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 7
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Data-data sekunder Hidro-Oceanografi merupakan data pendukung sebagai
referensi dalam perencanaan terutama pengecekan hasil survei Hidro-
Oceanografi yang akan dilakukan. Kebutuhan data antara lain:
Data pasang surut.
Data arus dan gelombang.
4. Data Meteorologi
Dalam perencanaan pelabuhan, kebutuhan data meteorologi adalah salah
satu unsur yang sangat penting terutama untuk menentukan layout
rencana. Data meteorologi yang digunakan sebaiknya merupakan hasil
pengamatan dari stasiun yang terdekat sehingga dapat dianggap mewakili
kondisi di lokasi perencanaan. Data meteorologi yang diperlukan adalah:
Data angin harian maksimum stasiun terdekat.
Data curah hujan harian maksimum stasiun terdekat.
Data iklim stasiun terdekat.
5. Data Sosial Ekonomi Penunjang
Parameter sosial dan ekonomi menjadi sangat penting mengingat
peruntukkan dan fungsi pelabuhan tidak terlepas dari perkembangan sosial
lingkungan dan ekonomi wilayah tersebut. Data-data yang diperlukan antara
lain:
Data kependudukan (Demografi).
Data sarana dan prasarana pendukung wilayah yang ada.
Data fasilitas dan utilitas yang tersedia.
Data potensi sumberdaya alam.
Data pendapatan ekonomi wilayah (PDRB/GDP/GRDP).
Data perdagangan dan industri.
Data bahan bangunan/material dan upah.
6. Data Eksisting Pelabuhan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 8
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Perencanaan pelabuhan baru maupun rencana pengembangan pelabuhan
yang ada tidak terlepas dari kondisi pelabuhan yang telah ada sebelumnya.
Oleh sebab itu dalam perencanaan diharapkan selalu melihat kondisi yang
ada pada pelabuhan yang lama. Data-data eksisting pelabuhan yang
diperlukan antara lain:
Data pergerakan serta jenis kapal yang ada.
Data jenis dan jumlah komoditas/barang yang dilayani.
Data fasilitas sarana dan prasarana yang ada serta waktu
pelayanannya.
Data tarif jasa angkutan dan penyimpanan barang.
Data-data kepelabuhan lainnya.
7. Data Lingkungan Penunjang
Kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung akan
membawa dampak terhadap lingkungan. Perubahan ini akan berpengaruh
terhadap kehidupan sekitarnya.
8. Data Kebijakan/Peraturan Pemerintah
Perencanaan pelabuhan selalu terkait dengan strategi perkembangan
wilayah lokasi rencana pembangunan baik dalam skala kabupaten maupun
propinsi. Dengan demikian, berbagai rekomendasi strategi pengembangan
pelabuhan diusahakan tidak menyimpang dari kebijakan-kebijakan yang
telah ada sebelumnya. Data-data yang diperlukan, yaitu:
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Rencana Strategi (RENSTRA) pemerintah propinsi.
Rencana kawasan pertumbuhan ekonomi propinsi, kabupaten, kota.
Rencana strategi pengembangan pemerintah
pusat/propinsi/kabupaten/kota dalam bidang transportasi laut.
Kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan pelabuhan.
Peraturan-peraturan/kebijakan-kebijakan lain yang terkait.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 9
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.3.3 Output
File data base, statistik, rencana kerja survei lapangan.
3.4. 3.4. Tahapan Pelaksanaan Survei Lapangan
3.4.1 Survei Sosial Ekonomi
3.4.1.1 Tujuan
Mengumpulkan data primer tentang aspek sosial ekonomi yang berkaitan
dengan perencanaan kepelabuhan baik mikro (masyarakat sekitar) maupun
makro (pengguna jasa dan pihak pengelola), dengan melakukan survei
langsung di lapangan.
3.4.1.2 Ruang Lingkup
Masyarakat di sekitar lokasi rencana.
Instansi yang terkait (Syah Bandar Pelabuhan, Perhubungan Laut,
Bappeda, Industri dan Perdagangan).
Pihak-pihak pengguna jasa (pengusaha angkutan, industri, pedagang,
dll).
3.4.1.3 Metodologi Survei
Survei lapangan sosial ekonomi dilakukan dengan cara:
Diskusi dengan nara sumber.
Penyebaran quistioner dan wawancara dengan responden.
Pengamatan langsung di lapangan.
Sebelum survei dilakukan, konsultan akan mempersiapkan quistioner yang
berisi daftar pertanyaan dan format isian data yang sesuai dengan yang
dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya konsultan akan mengunjungi instansi-
instansi yang terkait dengan masalah-masalah kepelabuhan. Pada setiap
kunjungan tersebut konsultan akan mengadakan diskusi dengan pejabat
yang bersangkutan sebagai narasumber.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 10
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Questioner akan disebarkan kepada para responden yang dipilih baik yang
ada di sekitar lokasi maupun pengguna jasa pelabuhan, yang selanjutnya
diikuti dengan wawancara langsung dengan yang bersangkutan.
3.4.1.4 Peralatan Survei
Format wawancara dan diskusi.
Questioner.
Buku catatan.
3.4.1.5 Output
File data sosial ekonomi dan statistik.
3.4.2 Survei Topografi dan Bathimetri
3.4.2.1 Tujuan
Survei topografi dan bathimetri ini adalah memperoleh data lapangan
sebagai gambaran bentuk permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian
serta posisi kenampakan yang ada baik untuk area darat maupun area
perairan laut di depan calon pelabuhan.
Hasil dari survei ini kemudian disajikan dengan peta dasar skala 1 : 2.500
dan peta kerja skala 1 : 1.000 dengan interval kontur 1 m.
3.4.2.2 Ruang Lingkup
1. Survey Topografi
Pemasangan Bech Mark (BM) dan patok kayu
Pengukuran poligon (kerangka dasar horizontal).
Pengukuran sipat datar (kerangka dasar vertikal).
Pengukuran situasi detail.
Perhitungan hasil pengukuran.
2. Survey Bathimetri
Menentukan patok-patok tetap referensi.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 11
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Pengukuran kedalaman menggunakan echosounder dan pengukuran
posisi menggunakan satelit GPS (Global Positioning System).
Perhitungan dan pengolahan hasil pengukuran.
3.4.2.3 Metodologi Survei Topografi
Secara garis besar, survei topografi yang dilakukan terdiri dari kegiatan
sebagai berikut:
1. Pekerja Pengukuran
Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek
terhadap koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran
untuk pelaksanaan (stake out) mudah dilakukan.
Data koordinat dan ketinggian titik triangulasi diperoleh dari jawatan
Topografi angkatan darat (JANTOP-AD) atau dari BAKOSURTANAL. Referensi
ketinggian titik triangulasi adalah permukaan laut rata-rata, sedangkan data
koordinat triangulasi berupa koordinat geografis lintang dan bujur dalam
sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) yang kemudian
ditransformasi ke dalam sistem koordinat Cartesian (x, y).
Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu
titik pada kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah
pemetaan berada dalam satu sistem referensi yang sama. Apabila titik
triangulasi tidak ada/berada jauh sekali dari lokasi proyek, maka dapat
digunakan titik referensi lokal.
Setelah dilakukan pengukuran pengikatan untuk menentukan titik awal
proyek, selanjutnya dilakukan pengukuran titik-titik kontrol, baik titik kontrol
horizontal maupun vertikal. Pengukuran titik-titik kontrol (control survey)
adalah pekerjaan pengukuran untuk pemasangan patok-patok yang kelak
akan digunakan sebagai titik-titik dasar dalam berbagai macam pekerjaan
pengukuran. Pengukuran yang dilakukan untuk memperoleh hubungan
posisi di antara titik-titik dasar disebut pengukuran titik-titik kontrol dan
hasilnya akan dipergunakan untuk pengukuran detail.
2. Orientasi Medan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 12
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah
melakukan orientasi medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a. Melacak letak dan kondisi existing BM (BM yang telah terpasang
sebelumnya) dan pilar beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai
titik-titik kontrol pengukuran.
b. Meninjau dan mengamati kondisi sungai beserta keadaan daerah
sekitarnya.
c. Melacak serta mengamati keadaan di dalam lokasi.
d. Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar
lokasi.
e. Melakukan konsolidasi internal terhadap kesiapan personil, peralatan,
perlengkapan, material, serta logistik.
f. Melakukan konsultasi teknis serta meninjau lokasi secara bersama-
sama dengan Pengawas Lapangan.
3. Pemasangan BM (Bench Mark) dan Patok Kayu
BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari.
Setiap BM akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode.
Penentuan koordinat (x, y, z) BM dilakukan dengan menggunakan
pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada setiap pemasangan BM akan
dipasang CP pendamping untuk memudahkan pemeriksaan.
Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang
terdekat.
Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark besar berukuran (20x20x100)
cm dengan jumlah BM sebanyak t 2 buah. Bench Mark besar dipasang
seperti berikut:
a. BM harus dipasang pada jarak setiap 2,5 km sepanjang jalur poligon
utama atau cabang. Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam
tanah sepanjang kurang lebih 50 cm (yang kelihatan di atas tanah
kurang lebih 20 cm) ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 13
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
mudah dicari. Pembuatan tulangan dan cetakan BM dilakukan di Base
Camp. Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan. Pembuatan
skets lokasi BM untuk deskripsi. Pemotretan BM dalam posisi "Close
Up", untuk lembar deskripsi BM.
b. Baik patok beton maupun patok-patok polygon diberi tanda benchmark
(BM) dan nomor urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan
mudah pencariannya.
c. Untuk memudahkan pencarian patok sebaiknya pada pohon-pohon
disekitar patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.
d. Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran
(3x5x50) cm3 ditanam sedalam 30 cm, dicat merah dan dipasang paku
di atasnya serta diberi kode dan nomor yang teratur.
40
2
0
1
5
6
5
2
0
1
0
0
Beton 1:2:3
Pasir dipadatkan
Pen kuningan
Tulangan tiang 10
Sengkang 5-15
Pelat marmer 12 x 12
20
1
0
2
0
1
0
6 cm
Pipa pralon PVC 6 cm
Nomor titik
Dicor beton
Dicor beton
7
5
2
5
Benchmark Control Point
Gambar 3. 3. Konstruksi BM.
4. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal
Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran
titik kerangka dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan
pengukuran dengan menggunakan satelit GPS (Global Positioning System)
dan dengan pengukuran poligon. Keuntungan menggunakan metoda GPS
untuk penentuan titik kerangka dasar horizontal yaitu:
Waktu pelaksanaan lebih cepat.
Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 14
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.
Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu
datum global yaitu World Geodetic System 1984 yang menggunakan
ellipsoid referensi Geodetic Reference System 1980.
Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan
cuaca.
Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.
Sedangkan kerugiannya antara lain:
Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola
satelit. Pemakai harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak,
ia harus mentransformasikannya ke datum yang digunakannya
(transformasi datum).
Pemakai tidak mempunyai kontrol dan wewenang dalam
pengoperasian sistem. Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana
adanya beserta segala konsekuensinya.
Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif
tidak mudah. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik
dan hati-hati.
Spesifikasi pengamatan GPS untuk memperoleh titik kerangka utama ini
adalah:
Pengamatan dilakukan secara double difference dengan metode static
atau rapid static.
Lama pengamatan 30-45 menit setiap sesi pengamatan.
Panjang tiap baseline maksimal 2.5 kilometer.
Masking angle adalah sebesar 15 derajat.
GPS receiver yang digunakan adalah GPS single frekuensi baik L1 atau
L2.
RMS error dari setiap koordinat hasil perhitungan maksimum adalah 1
mm.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 15
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon,
harus terikat pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua
unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan.
Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara
mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran
poligon ini, titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran.
Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar
sudut yang akan dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut.
Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan dikoreksikan
terhadap azimut magnetis.
a. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter.
Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur,
sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan
permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring
dilakukan dengan cara seperti di Gambar 3.4.
Jarak AB = d1 + d2 + d3
d1
d2
d3
A
B
2
1
Gambar 3. 4. Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring.
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga
pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
b. Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal
alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut
jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 16
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut
lihat Gambar 3.5.
= sudut mendatar

AB
= bacaan skala horisontal ke target kiri

AC
= bacaan skala horisontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B)
dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
Selisih sudut antara dua pembacaan 5 (lima detik).
Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

( )
000 . 5 : 1
2 2

d
f f
KI
y x
Bentuk geometris poligon adalah loop.
A
B
C

AB

AC

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 17
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Gambar 3. 5. Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.
c. Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif
pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak
terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:
Alat ukur yang digunakan Theodolite T2
Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar
3.6, Azimuth Target (T) adalah:

T
=
M
+ atau
T
=
M
+ (
T
-
M
)
di mana:

T
= azimuth ke target

M
= azimuth pusat matahari
(
T
) = bacaan jurusan mendatar ke target
(
M
) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke
target
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 18
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Matahari
U (Geografi)
Target
A

M

T
Gambar 3. 6. Pengamatan Azimuth Astronomis.
5. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat
datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup
(loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama.
Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh
ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan
terhadap BM
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan
melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang
referensi (BM) seperti digambarkan pada Gambar 3.7.
Bidang Referensi
Slag 1
Slag 2
b1
b2
m1
m21
D
D
Gambar 3. 7. Pengukuran Waterpass.
Pengukuran waterpas mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 19
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka.
Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu
lengkap.
Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sanpai longgar.
Sambungan rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu
garis bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.
Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.
Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang
tengah, benang atas dan benang bawah.
Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang
bawah (BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.
Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.
Jarak rambu ke alat maksimum 50 m
Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
Toleransi salah penutup beda tinggi (T).
T = 10 D mm dimana:
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu kilo meter.
6. Pengukuran Situasi
Dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi dan detail lokasi pengukuran.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu:
Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri.
Ketelitian alat yang dipakai adalah 20.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 20
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai
dan Vorstraal.
Ketelitian poligon raai untuk sudut 20 n, dimana n = banyaknya titik
sudut.
Ketelitian linier poligoon raai yaitu 1 : 1000.
Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk
topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai
dengan keadaan lapangan.
Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga
memudahkan penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
Sudut poligon raai dibaca satu seri.
Ketelitian tinggi poligon raai 10 cmD (D dalam km).
Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
Azimuth magnetis.
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
Sudut zenith atau sudut miring.
Tinggi alat ukur.
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses
hitungan, diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah
diketahui koordinatnya (X, Y, Z).
7. Perhitungan Hasil Pengukuran
a. Semua pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan
sehingga kalau ada kesalahan dapat segera diulang untuk dapat
diperbaiki saat itu pula.
b. Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.
c. Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan
metode yang ditentukan oleh Direksi.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 21
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
d. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan
: Salah penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon
beserta harga toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar
beserta harga toleransinya, serta jumlah jaraknya.
e. Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.
3.4.2.4 Metodologi Survey Bathimetri
Survey Bathimetri atau seringkali disebut dengan Pemeruman (sounding)
dimaksudkan untuk mengetahui keadaan topografi dasar laut. Cara yang
dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi
kedalaman laut pada jalur tegak lurus pantai ke arah laut dan jalur sejajar
pantai untuk cross check. Penentuan posisi-posisi kedalaman dilakukan
menggunakan GPS. GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi
menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem
yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini,
serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang
teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia.
Dalam kaitannya dengan aktivitas pemetaan laut, metode penentuan posisi
yang digunakan umumnya adalah metode kinematik diferensial
menggunakan data pseudorange untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut
ketelitian menengah (level meter) dan menggunakan data fase untuk
ketelitian yang lebih tinggi (level cm).
Penentuan posisi secara kinematik adalah penentuan posisi dari titik-titik
yang bergerak dan receiver GPS tidak dapat atau tidak punya kesempatan
untuk berhenti pada titik-titik tersebut.
Penentuan titik lajur sounding setiap 10 meter (disekitar rencana dermaga)
dan 20 meter di luar itu, dilaksanakan dengan cara pengukuran traverse
sepanjang sungai/pantai. Titik lajur sounding ini diikatkan pula dengan
jaringan poligon (dari pekerjaan topografi).
Untuk lebih jelasnya, metode pelaksanaan survei bathimetri dijelaskan
sebagai berikut:
1. Persiapan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 22
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Dalam pekerjaan persiapan ini dilakukan pengukuran polygon dan
waterpass untuk pengukuran garis pantai, pemasangan patok untuk jalur
sounding tiap 10 m dan 20 m.
Sebelum pemeruman dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemeruman
global secara visual dan dibantu dengan tali. Hal ini dimaksudkan supaya
dapat menentukan distribusi pemeruman dengan teliti dan efisien. Pada
posisi dimana pola dasar laut relatif landai, pemeruman dilakukan dengan
lintasan-lintasan yang relatif jarang, sedang pada pola dasar laut relatif
dalam dilakukan pemeruman dengan lintasan-lintasan yang relatif rapat.
2. Pengukuran Titik-titik Ikat Posisi Kedalaman
Pengukuran dimaksudkan untuk mendapatkan titik-titik ikat bagi posisi
kedalaman. Pada pelaksanaan di lapangan, titik ikat posisi kedalaman
memakai sistem koordinat lokal. Sistem pengukuran untuk pengikatan
digunakan pengukuran polygon.
3. Haluan Pemeruman
Haluan Pemeruman yang dilaksanakan semaksimal mungkin tegak lurus
garis pantai, sesuai dengan ketentuan, isobath (isometric-depth) hampir
sejajar garis pantai.
a. Cara Penentuan Fix Point (Posisi Kedalaman)
Penentuan fix point dilakukan dengan cara ikatan kemuka. Untuk cara ini
diperlukan dua buah theodolite yang ditempatkan di darat, pada titik
kerangka dasar peta (poligon), dibantu dengan minimal dua buah titik
referensi.
Seorang surveyor hidro-oceanografi berada di motor boat memberi
aba-aba kepada surveyor topografi melalui handy talky, pada saat
yang bersamaan, di baca sudut jurusan ke arah posisi motor boat.
Satu surveyor memberi tanda pada kertas rekaman sounding.
Dua orang buruh lokal yang memegang bendera di darat pindah ke
jalur selanjutnya sesudah satu jalur selesai.
Untuk pengecekan kedalaman pada jalur sounding, dibuat beberapa
jalur cross sounding atau sounding silang.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 23
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Jarak antara ray (jalur) sounding dekat darat sampai perairan di depan
dermaga 10 m dan di laut 25 m.
Sounding dilakukan pulang-pergi, pergi dengan jalur-jalur ganjil dan
pulang dengan jalur-jalur genap.
b. Alat Apung (Kapal Perum atau Sekoci Perum)
Kapal perum yang digunakan diusahakan supaya:
Ruangan cukup untuk peralatan (echosounder, tempat memplot fix
point dan personil),
Kecepatan dapat dipertahankan konstan selama pemeruman
berlangsung, dan
Untuk lebih jelasnya metoda penentuan posisi fix point dapat dijelaskan
seperti pada Gambar 3.8. Berdasarkan gambar tersebut posisi fix point
dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

( ) ( ) ( )
1 2 3
Sin
D
Sin
D
Sin
D
S B S A B A

Menentukan jarak A-S dan B-S

3
2

Sin
Sin D
D
AB
AS

3
1

Sin
Sin D
D
AB
BS

A
B
S1 S2
bergerak

1
1

2
2
D
(A-B)
D
(A-S1) D
(A-S2)
D
(B-S1)
D
(B-S2)
Gambar 3. 8. Penentuan Posisi Kedalaman.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 24
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Menentukan sudut
3 . , 2 . , 1 .

( ) 2 1 . 180 3 .
2 .
1 .

+


anBS SudutJurus anBA SudutJurus
anAS SudutJurus anAB SudutJurus
Menentukan azimuth (a)
1

AB AS
( )
2
180 + +

AB BS
di mana:

AB
= azimuth A ke B
A B
A B
Y Y
X X
ArcTan

AS
= azimuth A ke S

BS
= azimuth B ke S
Menentukan koordinat titik S
Koordinat titik S dihitung dari titik A
X
s.1
= X
A
+ D
AS
Sin
AS
Y
s.1
= Y
A
+ D
AS
Cos
AS
Koordinat titik S dihitung dari titik B
X
s.2
= X
B
+ D
BS
Sin
BS
Y
s.1
= Y
B
+ D
BS
Cos
BS
Koordinat titik S rata-rata

2
2 1
X X
X
rata Rata
+

;
2
2 1
Y Y
Y
rata Rata
+

Untuk mengukur kedalaman akan digunakan echosounder merk Raytheon


atau Furuno. Bersamaan dengan pengukuran kedalaman (sounding)
dilakukan juga pembacaan pasang surut dengan maksud untuk koreksi
kedalaman. Untuk menghitung elevasi titik-titik sounding dipakai elevasi
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 25
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
muka air dari hasil pembacaan pasang surut di lokasi proyek. Untuk harga
kedalaman, diperhitungkan juga koreksi dari hasil bar check (tesbar)
terhadap alat echosounder.
3.4.2.5 Peralatan Survei
Peralatan yang digunakan dalam survei topografi:
Wild T - 0 Theodolit.
Wild NAK 1 Waterpass.
Rambu ukur.
Pita ukur 50 meter.
Jalon.
Rol meter.
Echosounder Raytheon DE-719B.
Sextant.
Waterpass Kern.
Kompas Sestrel.
Handy Talky AICOM.
Perahu Motor.
Peilschaal.
3.4.2.6 Output
Data pengukuran asli dan perhitungan semua hasil pengukuran di
lapangan baik topografi maupun bathimetri.
Daftar koordinat dan ketinggian dari semua patok BM yang dipasang di
lapangan dan berikut data triangulasi yang dipakai sebagai titik ikat
pengukuran.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 26
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.4.3 Survei Hidro-Oceanografi
3.4.3.1 Tujuan
Mendapatkan data pengukuran, pengamatan dan sampel sebagai gambaran
yang sebenarnya tentang kondisi oceanografi dari perairan di sekitar lokasi
yang meliputi kondisi pasang surut, arus, gelombang dan sedimen.
3.4.3.2 Ruang Lingkup
Pengamatan pasang surut (15 hari).
Pengukuran arus.
Pengamatan gelombang.
Pengambilan contoh air.
Pengambilan contoh sedimen.
3.4.3.3 Metodologi Survei
1. Pengamatan Pasang Surut (15 hari)
Pengamatan pasang surut dilakukan pada lokasi yang representatif dengan
lama pengamatan 15 hari x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara
memasang alat duga muka air yang dibaca setiap jam. Alat pengamatan
pasut yang dipakai adalah peilschaal dengan interval skala 1 (satu) cm.
Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya diikatkan pada titik tetap
yang ada (Bench Mark). Data hasil pengamatan akan digunakan untuk
analisa tinggi muka air rata-rata dan konstanta-konstanta pasang surutnya.
Hasil pengamatan ini diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi
terdekat seperti Gambar 3.9 untuk mengetahui elevasi nol peilschaal
dengan menggunakan waterpass sehingga pengukuran topografi, bathimetri
dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang sama. Rumus
pengikatan adalah sebagai berikut:
Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 BT.2
di mana:
T.P = tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal
BT.1 = bacaan benang tengah di patok
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 27
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
BT.2 = bacaan benang tengah di peilschaal

BT. 1 BT. 2
Nol Peilscaal
T.P
Gambar 3. 9. Pengikatan (levelling) Peilschaal.
2. Pengukuran Arus
Untuk mengetahui arah dan kecepatan arus yang terjadi di perairan
tersebut akan dilakukan pengukuran arus di 2 (dua) titik pada lokasi.
Pengukuran arus terdiri atas pengukuran arus tetap dan arus bergerak.
a. Pengukuran Arus Tetap
Pengukuran arus tetap akan dilakukan di suatu tempat yang telah
ditetapkan dengan cara menjangkar perahu di titik tersebut. Pengukuran
akan dilakukan selama 25 jam pada saat spring tide. Pengukuran harus
dilakukan pada kedalaman 0,2; 0,4 dan 0,8 d (d = kedalaman laut). Data
hasil pengukuran berupa kecepatan dan arah arus.
b. Pengukuran Arus Bergerak
Pengukuran arus bergerak akan dilakukan 2 (dua) kali yaitu pada saat spring
tide dan neap tide. Lama pengukuran masing-masing t 8 jam yaitu dari saat
surut sampai dengan saat surut berikutnya atau dari saat pasang ke saat
pasang berikutnya atau disebut 1 siklus pasang surut. Pengukuran dilakukan
dengan cara melepaskan alat pelampung dan resistant body pada
kedalaman 0,5 d (d = kedalaman laut).
Posisi saat peluncuran (posisi pertama) diukur kedudukannya, selang
beberapa waktu kemudian misalnya 10 atau 15 menit posisi pelampung
diukur kembali. Jarak antara posisi pertama dan posisi kedua berikut
arahnya diketahui sehingga kecepatan dan arah arus dapat dihitung.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 28
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3. Pengamatan Gelombang
Pengamatan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan menggunakan alat
ukur otomatis atau secara visual. Pengamatan dilakukan selama 15 hari.
4. Pengambilan Contoh Air
Contoh air diambil pada beberapa titik di sekitar lokasi proyek. Contoh
diambil pada saat spring tide dan neap tide, masing-masing pada saat air
tinggi dan air rendah. Contoh air dimasukkan kedalam wadah/botol-botol
plastik yang terlindung dari pengaruh luar yang telah disediakan dan akan
diperiksa di laboratorium untuk mendapatkan kadar sedimen, salinitas dan
kadar sulfat.
5. Pengambilan Contoh Sedimen
Contoh sedimen yang di ambil adalah sedimen dasar (bed load) dan
sedimen layang (suspended load). Pengambilan contoh sedimen dasar dan
sedimen suspensi diperlukan untuk mengetahui diameter butiran dan
kecepatan endap butiran sedimen yang mengendap di sepanjang pantai.
Lokasi pengambilan contoh sedimen diusahakan sama dengan lokasi
pengambilan contoh air pada beberapa titik di lokasi. Contoh sedimen
dimasukkan kedalam wadah/botol-botol plastik yang terlindung dari
pengaruh luar yang telah disediakan dan akan diperiksa di laboratorium.
3.4.3.4 Peralatan Survei
Theodolite T0.
Peilschaal.
Currentmeter.
Alat pelampung.
Resistant body.
Kompas.
Waverecorder.
Tabung-tabung sampel.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 29
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.4.3.5 Output
Data pengamatan pasang surut 15 hari
Data kecepatan dan arah arus
Data pengamatan gelombang
Sampel air dan sedimen.
3.5. 3.5. Tahapan Analisa Data
3.5.1 Analisa Sosial Ekonomi
3.5.1.1 Tujuan
Merumuskan hasil pengumpulan data sekunder sosial ekonomi dan data
hasil survei sosial ekonomi sehingga dapat memberikan gambaran tingkat
pengembangan pelabuhan berdasarkan kondisi sosial ekonomi dan arahan
kebijakan pemerintah serta melakukan prediksi sosial ekonomi guna
penentuan arah kebijakan pengembangan untuk masa yang akan datang.
3.5.1.2 Ruang Lingkup
Analisa kebutuhan pihak pengelola dan pengguna jasa pelabuhan.
Analisa dan prediksi pertumbuhan ekonomi.
Analisa dan prediksi pergerakan kapal.
Analisa dan prediksi kegiatan bongkar muat barang/komoditas.
3.5.1.3 Metodologi Analisa
Pertumbuhan tingkat kebutuhan pergerakan (dalam hal ini yang melalui
pelabuhan) sangat tergantung kepada beberapa faktor. Karena itu prediksi
pergerakan yang membutuhkan pelayanan di rencana Pelabuhan harus
didasarkan kepada pertimbangan terhadap beberapa faktor sebagai berikut:
Peranan dan fungsi rencana Pelabuhan Container Arar, baik secara
nasional maupun secara lokal (bagi Kabupaten Sorong itu sendiri).
Rencana Pengembangan kawasan ekonomi dan industri yang ada.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 30
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Pola kecenderungan pergerakan yang ada pada pelabuhan lama
selama ini.
Pola kegiatan sosial ekonomi di Kabupaten Sorong.
3.5.1.4 Output
Hasil prediksi pertumbuhan ekonomi.
Hasil dan prediksi pergerakan kapal.
Hasil prediksi kegiatan bongkar muat barang/komoditas.
3.5.2 Analisa Topografi dan Bathimetri
3.5.2.1 Tujuan
Pengolahan dan perhitungan data lapangan hasil pengkuran topografi dan
bathimetri sehingga dapat dihasilkan suatu peta lengkap yang dapat
memberikan gambaran bentuk permukaan tanah berupa situasi dan
ketinggian serta posisi kenampakan yang ada baik untuk area darat maupun
area perairan laut di depan calon pelabuhan.
3.5.2.2 Ruang Lingkup
Hitungan kerangka horizontal.
Hitungan kerangka vertikal.
Hitungan situasi detail.
Penggambaran topografi dan bathimetri.
3.5.2.3 Metodologi Analisa
1. Hitungan Kerangka Horizontal
Dalam rangka penyelenggaraan Kerangka Dasar Peta, dalam hal ini
Kerangka Dasar Horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon.
Dalam perhitungan poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan
yaitu jarak dan sudut jurusan yang akan diuraikan berikut ini:
a. Perhitungan Koordinat Titik Poligon
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 31
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Prinsip dasar hitungan koordinat titik poligon B dihitung dari koordinat titik
poligon A yang telah diketahui sebagai berikut:

AP AP A P
Sin d X X

+
AP AP A P
Cos d Y Y

+
Dalam hal ini:
X
A
, Y
A
= koordinat titik yang akan ditentukan
d
AP
Sin
AP
= selisih absis ( XAP) definitif (telah diberi koreksi)
d
AP
Cos
AP
= selisih ordinat ( YAP) definitif (telah diberi koreksi)
d
AP
= jarak datar AP definitif

AP
= azimuth AP definitif
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan
rumus sebagai berikut:
( )
( )
( )
( )
( )

180 4
180
180 3
180
180 2
180
180 1
4 3 2 1 A 43
4 34 4 43 B 4
3 2 1 A AP
3 23 3 32 34
2 1 A AP
2 12 1 21 23
1 A AP
1 A 1 12
+ + + + +
+ +
+ + + +
+ +
+ + +
+ +
+ +
+









Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith.
Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai
berikut:
Sarat geometriks sudut

Akhir
-
Awal
- + n.180
0
= f
di mana:
= sudut jurusan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 32
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
= sudut ukuran
n = bilangan kelipatan
f = salah penutup sudut
Syarat geometriks absis

( )


m
i
i Awal Akhir
X X X
1
0
di mana:
D
i
= jarak vektor antara dua titik yang berurutan
d
i
= jumlah jarak
X = absis
X = elemen vektor pada sumbu absis
m = banyak titik ukur
Koreksi ordinat

Y f
d
Y K
di
i


di mana:
d
i
= jarak vektor antara dua titik yang berurutan
d
i
= jumlah jarak
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan
besarnya kesalahan linier jarak (KL)
( )
2 2
Y f X f SL +
( )
000 . 5 : 1
2 2

D
Y f X f
KL
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 33
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
b. Pengamatan Azimuth Astronomis
Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai
berikut:
m Cos Cos
Sinm Sin Sin
Cos
M
. .
.

di mana:

M
= azimuth matahari
= deklinasi matahari dari almanak matahari
m = sudut miring ke matahari
= lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi)
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut
Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
i p d r m m
atau i p d r Z Z
u d
u d
t + t
t t +
2
1
2
1

di mana:
Z
d
= sudut zenith definitif
M
d
= sudut miring definitif
Z
u
= sudut zenith hasil ukuran
M
u
= sudut zenith hasil ukuran
R = koreksi refraksi
1/2
d
= koreksi semidiameter
p = koreksi paralax
I = salah indeks alat ukur
2. Hitungan Kerangka Vertikal
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 34
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan
melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang
referensi (BM).
Syarat geometris

t FH H H H
Awal Akhir
( )mm D T 8
Hitungan beda tinggi
Btm Btb H
2 1
Hitungan tinggi titik
KH H H H + +
12 1 2
di mana:
H = tinggi titik
H = beda tinggi
Btb = benang tengah belakang
Btm = benang tengah muka
FH = salah penutup beda tinggi
KH = koreksi beda tinggi
FH
d
d


T = toleransi kesalahan penutup sudut
D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (kilo meter)
3. Perhitungan Situasi Detail
Data-data hasil pengukuran situasi detail sebagai berikut:
Azimuth magnetis
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
Sudut zenith atau sudut miring
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 35
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Tinggi alat ukur
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat
(X, Y, Z), digunakan rumus sebagai berikut:
H T T
A B
+
( ) Bt TA m Sin Bb Ba H +
1
]
1

2 100
2
1

D
d
= D
O
Cos
2
m
D
d
= 100(B
a
- B
b
)Cos
2
m
di mana:
T
A
= titik tinggi A yang telah diketahui
T
B
= titik tinggi B yang akan ditentukan
H = beda tinggi antara titik A dan B
B
a
= bacaan benang diafragma atas
B
b
= bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = jarak optis (100(Ba-Bb))
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya
kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan
diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat
sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi
perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta
sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi
Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi
boussole (C) adalah:
C = g - m
di mana:
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 36
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
g = azimuth geografis m = azimuth Magnetis
3.5.2.4 Output
Peta dasar topografi dan bathimetri skala 1 : 2.500 dan skala 1 : 1.000
dengan interval kontur 1 m.
3.5.3 Analisa Hidro-Oceanografi
3.5.3.1 Tujuan
Melakukan analisa data hasil survei hidro-oceanogafi sehingga dapat dilihat
gambaran kondisi hidro-oceanogafi dari perairan di sekitar lokasi yang
nantinya akan digunakan untuk perencanaan fasilitas-fasilitas pelabuhan.
3.5.3.2 Ruang Lingkup
Analisa pasang surut.
Analisa arus.
Analisa angin.
Analisa gelombang.
Analisa contoh air.
Analisa contoh sedimen.
3.5.3.3 Metodologi Analisa
1. Analisa Pasang Surut
Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air rencana
bagi perencanaan fasilitas laut, mengetahui tipe pasang surut yang terjadi
dan meramalkan fluktuasi muka air. Urutan analisa pasang surut adalah
sebagai berikut:
a. Menguraikan Komponen-komponen Pasang Surut
Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan
fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi 9 (sembilan) komponen-
komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah
amplitudo dan fasa setiap komponen. Metode yang biasa digunakan untuk
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 37
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metode Admiralty
dan Least Square. Sebelum dilakukan perhitungan, data hasil pengamatan
terlebih dahulu diikatkan pada referensi topografi yang ada.
Tabel 3. 1. Komponen Harmonik Pasang Surut.
Komponen Simbol
Periode
(jam)
Keterangan
Utama bulan M2 12.4106
Utama matahari S2 12.0000
Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan N2 12.6592
Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan K2 11.9673
Matahari-bulan K1 23.9346
Utama bulan O1 25.8194
Utama matahari P1 24.0658
Utama bulan M4 6.2103
Matahari-bulan MS4 6.1033
Pasang Surut Semi Diurnal
Pasang Surut Diurnal
Perairan Dangkal
b. Penentuan Tipe Pasang Surut
Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat
ditentukan tipe pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan
melakukan perhitungan Formzall (F) dengan persamaan sebagai berikut:
F =
2 AS 2 AM
1 AK 1 AO
+
+
di mana:
AO = amplitudo komponen O1
AK1 = amplitudo komponen K1
AM2 = amplitudo komponen M2
AS2 = amplitudo komponen S2
Tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. 2 Tipe Pasang Surut.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 38
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Bilangan Formzall
(F)
Tipe Pasang Surut Keterangan
F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal)
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnal
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
ketinggian dan periode yang berbeda.
1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan
ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang
dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.
F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal)
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit
c. Menghitung Elevasi Muka Air Rencana
Dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah dihasilkan dapat
ditentukan beberapa elevasi muka air penting. Dari beberapa elevasi muka
air tersebut, dipilih salah satu muka air yang akan digunakan sebagai acuan
dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air rencana.
Tabel 3. 3 Elevasi Muka Air Penting.
Elevasi Muka Air Keterangan
HHWL (Highest High Water Level) Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
MHWS (Mean High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.
MHWL (Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.
MSL (Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
MLWL (Mean Low Water Level) Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
MLWS (Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.
LLWL (Lowest Low Water Level) Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
2. Analisa Arus
Data hasil pengukuran arus adalah berupa posisi serta waktu pencapaian
dari pelampung percobaan yang bergerak. Dari data dapat dihitung arah
dan besar kecepatan arus.
3. Analisa Angin
Angin merupakan pembangkit gelombang laut. Oleh karena itu data angin
dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi.
Data angin yang diperlukan adalah data angin maksimum harian tiap jam
berikut informasi mengenai arahnya yang diperoleh dari Badan Geofisika
dan Meteorologi setempat. Data angin diklasifikasikan berdasarkan
kecepatan dan arah yang kemudian dihitung besarnya persentase
kejadiannya. Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 39
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
mata angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat
dan Barat Laut). Kecepatan angin disajikan dalam satuan knot, di mana:
1 knot = 1 mil laut / jam
1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter
1 knot = 0,515 meter / detik
Dalam bentuk tabel angka-angka statistik klasifikasi angin tersebut dapat
disajikan secara visual dalam bentuk windrose. Penyajian statistik total
(semua tahun data yang berhasil dikumpulkan) kadang-kadang tidak
mempunyai banyak arti karena musim angin dari bulan ke bulan bervariasi.
Yang justru lebih sering dibutuhkan adalah statistik angin bulanan untuk
mengetahui perilaku angin dan gelombang yang ditimbulkan menurut bulan
kejadiannya.

Gambar 3. 10. Contoh Windrose.
4. Analisa Gelombang
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan
pengolahan data angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika
dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lalu dan disebut
forecasting jika berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur
perhitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data
meteorologinya. Metode perhitungan gelombang dengan cara hindcasting
menggunakan metode SMB (Sverdrup-Munk-Brechneider).
Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang laut dalam yang
dibangkitkan oleh angin di laut dalam suatu perairan, kemudian merambat
ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan dekat
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 40
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi gelombang signifikan (H
S
)
dan perioda gelombang signifikan untuk tiap arah angin utama (T
S
). Untuk
peramalan gelombang dengan cara pengolahan data angin ini diperlukan
data angin minimal 10 tahun. Data yang diperlukan untuk peramalan
gelombang terdiri dari:
Kecepatan angin.
Arah angin.
Durasi/waktu bertiupnya angin.
Langkah-langkah analisa gelombang yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan Fetch Efektif
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki
kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Penghitungan panjang fetch
efektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi
dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat terlihat pulau-
pulau/daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu
lokasi. Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari perairan
yang diamati. Ini karena gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin
terbentuk di laut dalam suatu perairan, kemudian merambat ke arah pantai
dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan dekat pantai.
Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan
rumus berikut:

i
i i
i
cos
cos . Lf
Lf
di mana:
Lf
i
= panjang fetch ke-i

i
= sudut pengukuran fetch ke-i
i = jumlah pengukuran fetch
Jumlah pengukuran i untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi
pengukuran-pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22,50 searah jarum
jam dan 22,50 berlawanan arah jarum jam).
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 41
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

TL BL
U
T
B
22.5
0
22.5
0
Gambar 3. 11. Daerah Pengaruh Fetch Untuk Arah Utara.
Panjang daerah pembentukan gelombang atau fetch ditentukan sebagai
berikut:
Pertama ditarik garis-garis fetch setiap selang sudut lima derajat.
Tiap penjuru angin (arah utama) mempunyai daerah pengaruh selebar
22,5 derajat ke sebelah kiri dan kanannya.
Panjang garis fetch dihitung dari wilayah kajian sampai ke daratan di
ujung lainnya. Jika sampai dengan 200 km ke arah yang diukur tidak
terdapat daratan yang membatasi maka panjang fetch untuk arah
tersebut ditentukan sebesar 200 km.
Masing-masing garis fetch dalam daerah pengaruh suatu penjuru angin
(arah utama) diproyeksikan ke arah penjuru tersebut.
Panjang garis fetch diperoleh dengan membagi jumlah panjang
proyeksi garis-garis fetch dengan jumlah cosinus sudutnya.
b. Perhitungan Gelombang Rencana
Penentuan gelombang rencana didasarkan atas gelombang di laut dalam.
Pada peramalan gelombang, perlu ditentukan kondisi pembentukan
gelombang yang terjadi di lokasi. Pembentukan gelombang oleh angin dapat
dikategorikan:
Terbatas Waktu
Pada pembentukan gelombang terbatas waktu, waktu angin bertiup
kurang lama. Kondisi gelombang yang terbentuk adalah fungsi dari
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 42
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
kecepatan angin dan durasi. Penghitungan parameter gelombang
untuk jenis ini menggunakan bantuan grafik.
Terbatas Fetch
Pada pembentukan gelombang terbatas fetch, angin bertiup cukup
lama dan kondisi gelombang yang terbentuk adalah fungsi dari
kecepatan dan panjang fetch. Penghitungan parameter gelombang
terbatas fetch ini dapat menggunakan persamaan berikut ini:

'

,
_

0,42
2 2
S
v
gF
0,0125 tanh 0,283
v
gH
;

'

,
_

0,25
2
S
v
gF
0,077 tanh 1,2
v 2
gT
di mana:
H
S
= tinggi gelombang signifikan (m)
T
S
= periode gelombang signifikan (m)
v = kecepatan angin (m/det)
Pembentukan Sempurna
Gelombang ini terbentuk bila angin bertiup cukup lama dan dengan
kecepatan yang cukup besar. Persamaan-persamaan yang digunakan
untuk kondisi pembentukan gelombang sempurna adalah:
0,283
v
gH
2
S
; 1,2
v 2
gT
S

di mana:
H
S
= tinggi gelombang signifikan (m)
T
S
= periode gelombang signifikan (m)
v = kecepatan angin (m/det)
Untuk menentukan kondisi pembentukan gelombang di lokasi, dilakukan
prosedur perhitungan sebagai berikut:
Gunakan data kecepatan angin maksimum.
Tentukan durasi x (untuk Indonesia diambil t = 3 jam).
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 43
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Hitung kecepatan angin untuk durasi 3 jam dengan langkah sebagai
berikut:
t
U
1609
t

'

,
_

+
t
45
log 0,9 tanh 0,296 1,277
U
U
3600
t
1,5334 logX 0,15
U
U
3600
X
+
di mana:
U
X
= kecepatan angin 3 jam
U
t
= kecepatan angin dari data angin
Hitung durasi minimum (tmin).

'

,
_

+
1
1
]
1

+
,
_

,
_

,
_

2
2
1
2
2
2
V
gF
ln 0,8798 2,2024
V
gF
ln 0,3692
V
F g
ln 0,0161
min
e 6,5882
g
V
t
di mana:
v = kecepatan angin = U
X
g = percepatan gravitasi
F = panjang fetch efektif
Periksa harga dari tmin.
Jika x > tmin : gelombang terbatas fetch
Jika x < tmin : gelombang terbatas waktu
Hitung tinggi dan periode gelombang signifikan berdasarkan kondisi
yang ada.
Dari tinggi dan periode gelombang (H
S
dan T
S
) yang didapatkan dari
perhitungan masing-masing data angin kemudian dilakukan analisa
frekuensi dengan menggunakan metode Gumbell untuk memperoleh tinggi
dan periode gelombang untuk periode ulang H2, H5, H10, H25, H50 dan
H100 menurut arah datang gelombang. Hasil penentuan gelombang
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 44
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
berdasarkan analisa frekuensi ini yang digunakan untuk perencanaan teknis
fasillitas selanjutnya.
c. Pembuatan Waverose
Tinggi dan perioda gelombang yang diperoleh dari hasil peramalan
gelombang dengan menggunakan data angin yang ada kemudian
dikelompokkan menurut bulan kejadian. Langkah selanjutnya dicari
persentase kejadian tinggi dan periode gelombang setiap bulannya menurut
besar dan arahnya yang disajikan dalam tabel dan wave rose.

Gambar 3. 12 Contoh Waverose.
5. Analisa Contoh Air
Untuk pemeriksaan terhadap contoh air dilakukan test laboratorium untuk
masing-masing sampel air yang diambil. Analisa dilakukan untuk
mendapatkan kadar sedimen, salinitas dan kadar sulfat di lokasi rencana
pelabuhan.
6. Analisa Contoh Sedimen
Contoh sedimen yang diambil di lokasi akan dianalisa dengan test
laboratorium. Jenis sedimen yang diambil adalah sedimen dasar (bed load)
dan sedimen layang (suspended load). Dari hasil test laboratorium tersebut
akan dihasilkan diameter butiran dan kecepatan endap butiran untuk
masing-masing jenis sedimen.
Analisa sedimentasi dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
metoda dimana masing-masing metoda mempunyai kekurangan dan
kelebihan masing-masing. Dalam hal ini keseluruhan metoda yang
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 45
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
didetailkan telah terangkum dalam satu paket program SEDDISCH yang
dikembangkan oleh Chih Ted Yang.
3.5.3.4 Output
Komponen pasang surut dan tipe pasang surut.
Hasil peramalan pasang surut.
Elevasi muka air rencana.
Besar dan arah kecepatan arus.
Besar dan arah kecepatan angin dominan.
Gambar windrose lokasi.
Fetch efektif lokasi.
Tinggi dan periode gelombang rencana.
Gambar waverose lokasi.
Hasil test laboratorium kualitas air.
Hasil test laboratorium sedimentasi.
3.5.4 Analisa Data Hidrologi
3.5.4.1 Tujuan
Menganalisa dan mengevaluasi data iklim dan curah hujan dari stasiun iklim
terdekat guna kebutuhan perencanaan fasilitas khususnya sistem drainase
di lokasi.
3.5.4.2 Ruang Lingkup
Analisa frekuensi curah hujan rencana.
Uji kecocokan (Smirnov-Kolmogorov).
Intensitas curah hujan rencana.
3.5.4.3 Metodologi Analisa
1. Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 46
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Curah hujan rencana adalah curah hujan dengan periode ulang tertentu
yang kemudian dipakai untuk perencanaan fasilitas drainase. Penentuan
curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung
menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat
dikenal antara lain adalah Metoda Normal, Log Normal, Pearson III dan , Log
Pearson Type III. Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan
melihat karakteristik distribusi hujan daerah setempat. Periode ulang yang
akan dihitung pada masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5,
10, 25, 50 serta 100 tahun.
2. Uji Kecocokan (Smirnov-Kolmogorov)
Pengujian kecocokan sebaran dengan metode Smirnov-Kolmogorov adalah
untuk menguji apakah sebaran yang dipilih dalam pembuatan duration
curve cocok dengan sebaran empirisnya. Prosedur dasarnya mencakup
perbandingan antara probabilitas kumulatif lapangan dan distribusi kumulat
teori.
3. Intensitas Curah Hujan Rencana
Bermacam-macam metoda untuk menentukan intensitas hujan, terutama
untuk intensitas hujan dalam waktu yang pendek. Ditinjau sifat data yang
dipakai, metoda tersebut terbagi atas:
Memakai data intensitas hujan yang dicatat dalam waktu yang pendek.
Memakai curah hujan harian maksimum untuk berbagai periode ulang
sebagai data basis.
Untuk memperoleh kurva IDF (Intensity Duration Frequency), digunakan
metoda dari Prof. Talbot yang menggunakan data harian maksimum untuk
mendapatkan intensitas hujan dengan rumus sebagai berikut:

b t
a
I
+

di mana:
a,b = konstanta tak berdimensi
t = durasi hujan (menit)
I = intensitas hujan (mm/jam)
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 47
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Untuk memperoleh konstanta a dan b digunakan rumus sebagai berikut:
[ ] [ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ] I x I I Nx
I x t I I x It
a
2
2 2

;
[ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ] I x I I Nx
xN t I I x It
b
2
2

dengan:
N = jumlah data
I = intensitas curah hujan (mm)
Bila tidak didapatkan data intensitas hujan, karena di daerah tersebut tidak
ada penakar hujan otomatis, maka kurva IDF dengan cara
membandingkannya dengan intensitas hujan daerah lainnya yang paling
lengkap data pengamatannya.
3.5.4.4 Output
Curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu.
Kurva intensitas hujan rencana.
3.6. 3.6. Penentuan Pola Kegiatan di Pelabuhan
3.6.1 Tujuan
Merencanakan pola kegiatan yang akan dilakukan atau dioperasikan pada
rencana Pelabuhan serta rencana kegiatan penanganan barang.
3.6.2 Ruang Lingkup
Pola operasional pelabuhan (darat dan laut).
Pola penanganan barang.
3.6.3 Metodologi Analisa
1. Pola Operasional Pelabuhan
Pola operasional adalah siklus-siklus kegiatan yang akan diterapkan di
pelabuhan agar pelabuhan tetap mampu melayani berbagai kegiatan yang
ada dengan optimal sesuai dengan fungsinya. Penentuan pola operasional
pelabuhan didasarkan rencana strategi pengembangan yang telah
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 48
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
ditetapkan. Secara garis besar, pola operasional yang ada di pelabuhan
mencakup hal sebagai berikut:
Pola operasional di laut.
Pola operasional di darat.
2. Pola Penanganan Barang
Dalam perencanaan pelabuhan container dan barang perlu diperhatian
untuk mempertahankan agar barang yang akan dimuat atau dibongkar
tidak rusak dan dapat sampai ke konsumen. Untuk itu perlu direncanakan
suatu pola penanganan barang yang baik dan benar.
3.6.4 Output
Pola kegiatan pelabuhan yang meliputi pola operasi dan pola penanganan
barang.
3.7. 3.7. Analisa Kebutuhan Fasilitas
3.7.1 Tujuan
Membuat analisa jenis dan kebutuhan fasilitas bagi Pelabuhan sesuai
dengan strategi pengembangan dan pola kegiatan pelabuhan yang
direncanakan.
3.7.2 Ruang Lingkup
Penentuan jenis fasilitas pelabuhan.
Penentuan kebutuhan fasilitas (kapasitas).
3.7.3 Metodologi Analisa
1. Penentuan Jenis Fasilitas Pelabuhan
Secara garis besar, pengelompokkan jenis fasilitas dalam pelabuhan
meliputi:
Fasilitas dasar
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 49
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Fasilitas yang harus ada agar pelabuhan dapat beroperasi.
Fasilitas fungsional
Fasilitas yang berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat
langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional.
Fasilitas penunjang
Fasilitas tambahan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan
pelabuhan.
2. Penentuan Kebutuhan Fasilitas (kapasitas)
Kebutuhan kapasitas fasilitas-fasilitas pelabuhan diharapkan
3.7.4 Output
Daftar jenis dan kapasitas fasilitas-fasilitas pelabuhan yang diperlukan.
3.8. 3.8. Tahapan Detail Desain
3.8.1 Permodelan Optimasi Layout
3.8.1.1 Tujuan
Optimasi layout Pelabuhan terpilih.
3.8.1.2 Ruang Lingkup
Simulasi transformasi gelombang (refraksi/difraksi).
Simulasi hidrodinamis arus.
Simulasi transport sedimen.
Simulasi perubahan garis pantai.
3.8.1.3 Metodologi Permodelan
Permodelan dilakukan untuk memprediksi keadaan gelombang, arus dan
sedimentasi pada layout serta dampak yang mungkin ditimbulkan. Data-
data yang dibutuhkan untuk permodelan sebagai berikut:
Peta bathimetri perairan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 50
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Peta bathimetri perairan dengan skala 1 : 2.000, kemudian dibuatkan
grid perairan dengan interval 25 m.
Tinggi Gelombang
Tinggi gelombang yang digunakan sebagai data masukan adalah tinggi
gelombang yang diperoleh dari hasil pasca-kiraan gelombang
berdasarkan data angin.
Arah datangnya gelombang
Untuk daerah kajian, arah yang ditinjau adalah arah-arah yang
menghadap ke laut bebas atau relatif bebas.
Perioda Gelombang
Perioda gelombang harus ditetapkan perencana. Dasar penetapan
dalam hal ini adalah informasi yang diperoleh dari inventarisasi
gelombang terbesar.
Permodelan yang dilakukan dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Simulasi Transformasi Gelombang (refraksi/difraksi)
a. Refraksi Gelombang
Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.
Perubahan arah gelombang karena refraksi menghasilkan konvergensi
(penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang seperti
yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 51
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

Kontur
d
Ortogonal
0.5
Gelombang pecah
L
a
u
t

d
a
l
a
m
b
0
0
L
Puncak gelombang
dasar laut
gelombang
0.4
0.3
0.2
L
0
_
= 0.1
Gambar 3. 13. Refraksi Gelombang.
Penurunan persamaan refraksi gelombang dengan menganggap dua garis
ortogonal yang melintas dari laut dalam menuju pantai dan dianggap tidak
ada energi gelombang yang keluar dari lintasan tersebut sehingga dianggap
konstan (Gambar 3.14). Besarnya tinggi gelombang yang terjadi akibat
pengaruh refraksi adalah:
0
0 0 0
H
b
b
nL
L n
H
H = K
s
K
r
H
0

dengan:
K
s
= koefisien pendangkalan
K
r
= koefisien refraksi
H = KsKrH
0

Koefisien pertama adalah pengaruh pendangkalan sedangkan yang kedua
adalah pengaruh garis ortogonal konvergen atau divergen yang disebabkan
oleh refraksi gelombang.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 52
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan

Kontur kedalaman
x
0

Ortogonal gelombang
0
b
b
L
0
L

x
Pantai
Gambar 3. 14. Refraksi Gelombang Pada Kontur Lurus dan Sejajar.
Untuk gelombang yang tidak mengalami shoaling, dengan Ks = H/H0, maka
persamaan tinggi gelombang menjadi:
H
0
= K
r
H
0
di mana:
H
0
= tinggi gelombang dalam ekivalen
Penyelesaian masalah refraksi gelombang karena perubahan kedalaman
dapat menggunakan hukum Snell seperti dilihat pada Gambar 3.15.


Garis puncak gelombang
L
T
C
1
=
1
2
T
L
2
C
=
x
d

2
1

Ortogonal gelombang
1
2
d
1
d >
2
d
C >
1
C
2
L >
1
L
2
Gambar 3. 15. Hukum Snell untuk Refraksi Gelombang.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 53
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Gelombang menjalar dari laut dengan kedalaman d1 menuju kedalaman d2
dengan perubahan kedalaman mendadak (seperti anak tangga) dan
dianggap tidak ada refleksi gelombang. Karena adanya perubahan
kedalaman maka cepat rambat dan panjang gelombang berkurang dari C1
dan L1 menjadi C2 dan L2. Berdasarkan Hukum Snell, berlaku:
1
1
2
2
sin
C
C
sin

,
_


di mana:

1
= sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di
mana gelombang melintas

2
= sudut yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintas
dasar kontur berikutnya
C
1
= kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama
C
2
= kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua
Apabila ditinjau di laut dalam dan pada titik yang ditinjau, maka persamaan
di atas menjadi:
0
0
sin
C
C
sin

,
_


Jarak ortogonal di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau adalah b
0
dan
b. Apabila kontur dasar laut lurus dan sejajar maka jarak x di titik O dan titik
berikutnya adalah:
cos
b
cos
b
x
0
0

Sehingga koefisien refraksi adalah:

cos
cos
b
b
K
0 0
r

b. Difraksi gelombang
Difraksi adalah fenomena di mana energi dialihkan secara lateral sepanjang
puncak gelombang apabila gelombang datang terhalang oleh suatu
rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau. Pada Gambar 3.16.a
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 54
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
menunjukkan apabila tidak terjadi difraksi gelombang maka daerah di
belakang rintangan akan tenang. Bila terjadi difraksi (Gambar 3.16.b),
maka daerah di belakang rintangan akan terpengaruh oleh gelombang
datang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan akan membelok dan
mempunyai busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Pada
daerah ini, tinggi gelombang akan berkurang, semakin jauh dari ujung
rintangan maka berkurangnya tinggi gelombang akan semakin besar.
Sedangkan untuk daerah di depan rintangan akan terjadi superposisi antara
gelombang datang dan gelombang balik yang dikenal dengan short crested
waves (gelombang hasil superposisi beberapa gelombang yang sudut
datang/perginya tidak sama).


Puncak gelombang
P
L
Arah Gelombang
Rintangan
Titik tinjau
K'

Perairan tenang
Arah Gelombang
Puncak gelombang

P
L
Rintangan
a. Tidak Terjadi Difraksi b. Terjadi Difraksi
Gambar 3. 16. Pola Gelombang di Belakang Rintangan.
Perhitungan difraksi gelombang berdasarkan jenis rintangan yang dilalui
dapat dibedakan menjadi:
Difraksi gelombang melewati celah tunggal
Contoh diraksi gelombang melewati celah tunggal dapat dilihat pada
Gambar 3.16.a. Tinggi gelombang di suatu tempat di daerah
terlindung tergantung kepada:
Jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r.
Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik
tersebut dengan ujung rintangan .
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 55
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan .
Dengan demikian koefisien difraksi dapat didefinisi sebagai:
i
H K'. H
di mana:
H = tinggi gelombang setelah difraksi
H
I
= tinggi gelombang datang
K = koefisien difraksi = f(,,r/L)
Nilai K untuk ,,r/L tertentu dapat dicari dengan menggunakan
diagram difraksi. Langkah-langkah untuk menggunakan diagram
difraksi adalah:
Hitung panjang gelombang (L).
Hitung jarak lokasi dari ujung rintangan (r).
Hitung r/L.
Tentukan arah gelombang.
Gunakan diagram difraksi untuk arah gelombang yang sesuai.
Bila arah gelombang tidak sama dengan yang ada pada diagram,
lakukan interpolasi.
Difraksi gelombang melewati dua celah
Untuk menentukan koefisien difraksi gelombang yang melewati dua
celah digunakan grafik yang dikembangkan oleh Jonhson (1952, 1953;
dalam Wiegel 1964) yang menunjukkan kurva difraksi yang sama
untuk arah gelombang datang tegak lurus sisi celah dan untuk
berbagai perbandingan antara lebar celah B dan panjang gelombang L
(B/L). Apabila lebar celah sama dengan lima kali panjang gelombang
atau lebih, maka difraksi oleh kedua ujung celah tidak saling
mempengaruhi sehingga teori difraksi untuk gelombang melewati
celah tunggal dapat digunakan untuk kedua sisi.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 56
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Simulasi perambatan gelombang menggunakan aplikasi program REF/DIF.
Program ini mengadopsi basis finite difference dalam algoritma numeriknya
dengan input tinggi gelombang jam-jaman dengan arah tertentu.
2. Simulasi Hidrodinamis Arus
Simulasi hidrodinamis arus menggunakan program SMS 7.0 dengan modul
RMA2. Program ini mempunyai basis finite element sehingga grid
simulasinya, lazim juga disebut sebagai mesh, mempunyai elastisitas dalam
batas-batas tertentu sehingga mampu mengikuti kondisi fisik garis pantai
ataupun struktur yang disimulasikan. Simulasi ini dijalankan simultan
dengan simulasi transportasi sedimen untuk periode tahunan tertentu.
Asumsi yang digunakan sebagai berikut:
Arus yang disimulasikan adalah dua dimensi dengan penyeragaman
kecepatan untuk setiap kedalaman (vertically uniform).
Arus yang disimulasikan merupakan tidal induced current atau arus
yang dibangkitkan oleh pergerakan elevasi pasang surut, sehingga
besar kecepatan arus juga mempunyai periode harmonik yang
berulang seiring dengan elevasi pasang surut yang terjadi.
Untuk memudahkan analisis, maka diberikan titik tinjauan arus.
3. Simulasi Transport Sedimen
Transportasi sedimen merupakan sebuah proses yang sangat berkaitan
dengan simulasi hidrodinamis karena pada prinsipnya simulasi ini
menumpangkan konsentrasi sedimen melayang pada hasil simulasi
hidrodinamis. Program yang digunakan adalah modul SED2D dari SMS 7.0.
4. Simulasi Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai sebagian besar disebabkan oleh adanya pergerakan
sedimen sejajar garis pantai, lazim dikenal sebagai littoral drift atau littoral
sediment transport. Pergerakan ini terjadi sebagai akibat adanya fenomena
nearshore wave induced current. Sesuai dengan namanya, maka elemen
dominan yang menimbulkan fenomena ini adalah gelombang laut berarah
relatif terhadap garis pantai (obligued wave). Elemen lainnya adalah kondisi
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 57
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
fisik dan geomorfologi setempat yang pada prinsipnya mencakup kontur
batimetri kawasan pantai serta keberadaan struktur perlindungan pantai
alami maupun buatan. Struktur alami melingkupi gugusan karang atau
hutan bakau, sedangkan struktur buatan adalah konstruksi yang dibangun
oleh manusia (man-made).
Simulasi ini menggunakan program GENESIS. Seperti halnya program
REF/DIF, program ini mempunyai basis finite difference.
3.8.1.4 Output
Pola distribusi tinggi gelombang dalam bentuk plot garis kontur tinggi
gelombang.
Pola distribusi arah perambatan gelombang.
Kondisi arus di lokasi layout rencana pelabuhan
Penyebaran konsentrasi sedimen pada perairan yang disimulasikan.
Perubahan posisi garis pantai.
Gross sediment transport relatif sepanjang garis pantai.
Net sediment transport relatif sepanjang garis pantai.
3.8.2 Penyelidikan Tanah
3.8.2.1 Tujuan
Pekerjaan penyelidikan tanah dilakukan untuk mendapatkan parameter-
parameter tanah yang akan digunakan dalam perencanaan detail desain,
khususnya yang berkaitan dengan perencanaan struktur bawah bangunan.
3.8.2.2 Ruang Lingkup
Pengujian di lapangan.
Pengujian di laboratorium.
3.8.2.3 Metodologi Penyelidikan
1. Pengujian di Lapangan
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 58
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Pengujian di lapangan dilakukan untuk memperoleh kondisi daya dukung
tanah langsung di lokasi yang nantinya diperkuat dengan hasil analisa
laboratorium.
a. Cone Penetrasion Test (CPT)
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan lapisan-lapisan tanah
berdasarkan tahanan ujung konus q
c
(kg/cm
2
) dan nilai lekatan L
f
(kg/cm
2
)
setiap kedalaman pada alat sondir dengan kapasitas 2,5 ton dengan
kedalaman penetrasi 20 cm. Analisa perhitungan yang dapat dilakukan
adalah:
Hambatan lekat:
HL = (JP PK) C
f
di mana:
JP = jumlah perlawanan
PK = perlawanan penetrasi konus
C
f
= faktor koreksi/kalibrasi alat
C
f
= A/B
A = tahap pembacaan 20 cm
B = luas konus/luas torak = 10
Jumlah hambatan lekat:
JHL
i
= SHL
i = kedalaman lapisan yang ditinjau
b. Pemboran Inti (Core Drilling)
Tujuan pemboran ini adalah untuk mendapatkan contoh-contoh tanah dasar
yang akan digunakan untuk analisa laboratorium. Pemboran dilaksanakan
dengan mesin bor sistem putaran dan pengambilan sampel dilakukan
memakai tabung.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 59
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
c. Uji Penetrasi Standar (SPT)
Uji Penetrasi Standar (SPT) dilakukan untuk memperoleh nilai N yang dipakai
untuk membuat perkiraan kondisi lapisan tanah bawah untuk perhitungan
kapasitas dukung pondasi. Harga N didefinisikan sebagai jumlah pukulan
dengan palu seberat 140 lb (63 kg) yang dijatuhkan bebas setinggi 30 in (75
cm), untuk memasukan tabung standar (split spoon sampler) sepanjang 24
in (60 cm) kedalaman tanah. Nilai N dihitung sebagai jumlah 2 x 6 inches
pukulan akhir dari 3 x 6 inches penetrasi. Hasil pengujian SPT ini kemudian
digambarkan dalam grafik bor log.
2. Pengujian di Laboratorium
Untuk mendapatkan informasi data perencanaan, maka terhadap contoh-
contoh tanah dilakukan pengujian laboretorium, meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. Penetapan Berat Jenis
Pengujian dilaksanakan untuk mendapatkan perbandingan antara berat
satuan butir tanah dengan berat satuan air. Pengujian ini sesuai ASTM D-
854.
b. Pengukuran Kadar Air (Natural Water Conten)
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kelembaban contoh-contoh tanah.
Pekerjaan dilakukan sesuai ASTM D-2116.
c. Pengukuran Berat Volume ( Bulk Density)
Pengukuran dimaksudkan untuk mendapatkan berat persatuan volume dari
contoh tanah, sesuai ASTM D-29. Berat volume digunakan dalam
menghitung daya dukung tanah, perhitungan stabilitas talud, dll.
d. Pengukuran Batas-batas Konsistensi (Atterberg Limits)
Pengukuran dilakukan sesuai ASTM D-423 dan D-424 dimaksudkan untuk
menetapkan batas cair dan batas plastis tanah yang dipakai pada banyak
klasifikasi tanah, antara lain : USCS, AASHTO, dll.
e. Kuat Geser Tanah dengan Triaxial Test
Pengujian kekuatan tanah dengan triaxial test, ASTM D-2850 ini bertujuan
untuk mendapatkan sudut perlawanan geser dalam dan kohesi tanah.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 60
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Pengujian dilakukan atas contoh-contoh tanah dengan kondisi tanpa
pengaliran air pori tanah dan tanpa menunggu proses konsolidasi contoh
tanah.
f. Pengujian Konsolidasi (Consolidation test)
Pengujian ini dilakukan dengan alat konsolidometer yang dilengkapi dengan
dial pencatat penurunan, pencatat waktu serta pembebanan, dimaksudkan
untuk mengetahui perilaku pemampatan tanah akibat pembebanan, dan
waktu yang dibutuhkan untuk pemampatan tersebut. Pengujian ini sesuai
dengan ASTM D-2435.
g. Distribusi Ukuran Butir
Dimaksudkan untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir tanah.
Pengujian dilakukan berdasarkan standard ASTM D-421 dan D-422. Untuk
contoh tanah berbutir dilakukan dengan analisa ayakan, sedangkan untuk
contoh tanah kohesive dilaksanakan dengan metode hidrometer.
3.8.2.4 Output
Data sondir dan grafik sondir.
Bor log.
Hasil test laboratorium
3.8.3 Perencanaan Detail Desain
3.8.3.1 Tujuan
Membuat perencanaan detail semua struktur bangunan fasilitas laut dan
darat yang dilengkapi dengan perhitungan-perhitungan teknis dan disajikan
dalam gambar konstruksi.
3.8.3.2 Ruang Lingkup
Perhitungan detail desain (struktur dan geoteknik) fasilitas-fasilitas
pelabuhan serta penggambaran hasil perhitungan desain.
3.8.3.3 Metodologi Perencanaan
Berdasarkan hasil analisa kebutuhan fasilitas dan layout yang sudah
disetujui ini, Konsultan akan membuat perencanaan detail dengan
berpedoman pada standar dan peraturan yang berlaku.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 61
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Perencanaan teknis detail desain struktur dilakukan dengan memperhatikan
kaidah-kaidah yang berlaku dalam perencanaan pelabuhan pada umumnya.
Kriteria yang akan digunakan dalam membuat perencanaan detail ini:
Setiap fasilitas akan direncanakan terhadap kemudahan operasional
terutama disain dermaga akan diperhitungkan terhadap kemudahan
bongkar muat bagi kapal-kapal yang akan bertambat.
Perencanaan struktur akan diperhitungkan terhadap keamanan, daya
tahan serta kemudahan memperoleh material dilokasi.
Semua perhitungan struktur akan dibuat analisanya berdasarkan
analisa yang lazim digunakan.
Konstruksi permanen dengan batas umur konstruksi minimal 30 tahun.
Efisiensi biaya dengan mempertimbangkan sistem konstruksi yang
paling mudah, bahan bangunan setempat, peralatan dan kemampuan
teknis kontraktor.
Keamanan dalam pelaksanaan
Kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan
3.8.3.4 Output
Gambar-gambar desain.
Nota perhitungan struktur.
3.9. 3.9. Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan
3.9.1 Tujuan
Membuat tahapan pelaksanan pembangunan Pelabuhan.
3.9.2 Ruang Lingkup
Pentahapan pembangunan fasilitas pelabuhan yang dikaitkan dengan kala
waktu pengembangan.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 62
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.9.3 Metodologi Pentahapan
Dalam pembuatan pentahapan pelaksanaan pembagunan fasilitas-fasilitas
pelabuhan terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:
Pentahapan harus disesuaikan dengan strategi pengembangan yang
telah dilakukan.
Pentahapan memperhatikan konsep tata ruang pelabuhan serta
rencana layout yang ada.
Pentahapannya akan disesuaikan dengan azas prioritas sesuai fungsi
dan biaya yang tersedia.
Umumnya pentahapan pelaksanaan pembangunan pelabuhan dibagi dalam
tiga tahap, yaitu:
Tahap jangka pendek
Tahap jangka menengah
Tahap jangka panjang
3.9.4 Output
Pentahapan pelaksanaan pembangunan Pelabuhan.
3.10. 3.10. Evaluasi Dampak Lingkungan
3.10.1 Tujuan
Untuk mengetahui dampak pengembangan dan operasional Pelabuhan serta
cara penanggulangannya. Selain itu juga untuk mengetahui penyerapan
tenaga kerja dengan keberadaan Pelabuhan.
3.10.2 Ruang Lingkup
Melakukan pengkajian terhadap beberapa aspek lingkungan, yaitu:
Biogeofisik Kimia, Biologi, Sosial Ekonomi dan Budaya serta masyarakat.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 63
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.10.3 Metodologi Evaluasi
Untuk evaluasi dampak lingkungan akan dilakukan tinjauan atas beberapa
kondisi antara lain:
Kondisi sebelum adanya proyek.
Kondisi saat proyek dilaksanakan.
Kondisi pasca proyek.
Untuk masing-masing kondisi tersebut akan dilakukan kajian terhadap
beberapa aspek yang mendasari adanya perubahan lingkungan yaitu:
1. Aspek Biogeofisik Kimia, tinjauan ini meliputi:
Iklim (suhu, temperatur, curah hujan dan lain-lain).
Kualitas udara dan kebisingan (debu, gas beracun, tingkat kebisingan).
Fisiografi.
Tata guna lahan.
Hidrologi.
2. Aspek Biologi, tinjauan ini meliputi perubahan flora dan fauna.
3. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya, tinjauan ini meliputi:
Demografi.
Mata pencaharian.
Tingkat perekonomian.
Kondisi budaya setempat.
4. Aspek Persepsi masyarakat atas keberadaan proyek.
3.10.4 Output
Rekomendasi pengelolaan lingkungan pelabuhan.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 64
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.11. 3.11. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya
3.11.1 Tujuan
Melakukan estimasi volume pekerjaan dan pembuatan Rencana Anggaran
Biaya pembangunan Pelabuhan .
3.11.2 Ruang Lingkup
Estimasi volume pekerjaan
Rencana Anggaran Biaya
3.11.3 Metodologi Penyusunan
Perhitungan anggaran biaya didasarkan pada lima komponen biaya yaitu:
Biaya bahan-bahan.
Biaya tenaga kerja.
Biaya peralatan.
Biaya overhead.
Keuntungan yang diperoleh.
Dalam perhitungan anggaran biaya, biaya asuransi dan pajak tenaga buruh
sudah termasuk dalam harga buruh sedangkan biaya asuransi alat berat
dan asuransi operator sudah termasuk dalam sewa alat berat. Biaya tenaga
buruh dan alat dihitung berdasarkan jumlah jam kerja. Proses perhitungan
rencana anggaran biaya dapat dilihat berikut ini:
1. Estimasi Volume Pekerjaan
Estimasi volume dan jenis pekerjaan dibuat berdasarkan gambar-gambar
desain rencana. Seluruh pekerjaan yang ada dapat dibagi dalam 4 (empat)
komponen utama, yaitu:
Pekerjaan persiapan.
Pekerjaan konstruksi fasilitas dasar/pokok.
Pekerjaan kontruksi fasilitas fungsional.
Pekerjaan konstruksi fasilitas pendukung/pelengkap.
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 65
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
2. Rencana Anggaran Biaya
a. Bahan/Material
Kebutuhan Bahan/Material dan biaya bahan diambil berdasarkan peraturan-
peraturan yang berlaku.
b. Tenaga Kerja
Produktifitas dan biaya tenaga kerja/upah diambil berdasarkan peraturan-
peraturan yang berlaku.
c. Alat Berat
Alat berat digunakan untuk membantu pelaksanaan konstruksi di lapangan
apabila jenis pekerjaan yang ada tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan tenaga manusia disebabkan karena volume yang besar atau
material konstruksi yang digunakan terlalu berat. Produktifitas dan biaya
sewa alat berat diambil berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku.
3.11.4 Output
Dokumen volume dan Rencana Anggaran Biaya pembangunan.
Dokumen Bill of Quantity
3.12. 3.12. Tahapan Pelaporan
Daftar laporan yang harus diserahkan oleh konsultan serta diskusi yang
akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Inception Report
Berisi rencana kerja konsultan yang lebih terperinci serta metode
pelaksanaan yang diambil, dicetak sebanyak 15 buku dan
didiskusikan/seminar.
2. Interim Report
Berisi laporan survey dan analisa data.
3. Draft Final
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 66
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Berisi hasil perencanaan dalam bentuk draft, dicetak sebanyak 30 buku
kemudian didiskusikan/seminar.
4. Final Report
Merupakan hasil perbaikan draft final report setelah didiskusikan dan
disetujui dicetak sebanyak 15 buku.
5. Gambar Rencana A3
6. BOQ dan Rencana Anggaran Biaya
7. Spesifikasi Teknis
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 67
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
3.1. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan.....................................................1
3.2. Tahapan Persiapan............................................................................... 6
3.3. Tahapan Pengumpulan Data Sekunder................................................7
3.4. Tahapan Pelaksanaan Survei Lapangan.............................................10
3.5. Tahapan Analisa Data........................................................................30
3.6. Penentuan Pola Kegiatan di Pelabuhan..............................................48
3.7. Analisa Kebutuhan Fasilitas................................................................49
3.8. Tahapan Detail Desain.......................................................................50
3.9. Pentahapan Pelaksanaan Pembangunan...........................................62
3.10. Evaluasi Dampak Lingkungan..........................................................63
3.11. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya.............................................65
3.12. Tahapan Pelaporan.......................................................................... 66
Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat III- 68

Você também pode gostar