Você está na página 1de 12

Perilaku Seks Bebas Pada Seorang Alkoholik Urip Puji Widodo 10502256

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku seks bebas pada seorang alkoholik. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana perilaku seks bebas pada alkoholik dan bagaimana dampak kecanduan alkohol terhadap perilaku seks bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif berbentuk studi kasus dengan menggunakan triangulasi data, pengamat, teori dan metode. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah seorang pria alkoholik yang berusia 23 tahun, melakukan seks bebas dan subjek berjumlah satu orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum dan observasi non participant. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh alkohol pada subjek dapat dilihat dari bentuk seks bebas yang biasa subjek lakukan adalah perilaku seks yang sampai titik klimaks yang level tinggi yaitu bercumbu. Ketika subjek dalam keadaan mabuk atau mengkonsumsi alkohol, subjek merasa libidonya tidak stabil sehingga subjek merasa selalu ingin melakukan aktivitas seksual bersama kekasihnya. Berdasarkan penelitian ini, maka alkohol mengakibatkan hubungan intim tanpa ikatan resmi yang biasa subjek lakukan dengan pacarnya agar mencapai tingkat yang lebih tinggi dan intensitas yang lebih sering. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa subjek setelah kecanduan alkohol subjek menjadi pribadi yang adiksi, pribadi yang tertutup, dan alkohol dapat membuat subjek tenang. Selain itu alkohol juga berdampak kepada perilaku seks bebas subjek, dimana subjek lebih suka melakukan hubungan seks bebas dan subjek ingin terus mengulangi perilaku seks bebasnya tersebut. Kata Kunci: perilaku seks bebas. Alkoholik. 1. PENDAHULUAN Banyak permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan dan salah satunya adalah permasalahan sosial. Masalah sosial selalu dijadikan topik pembicaraan di kalangan masyarakat manapun. Salah satu permasalahan sosial yang selalu dibicarakan adalah fenomena perilaku seks bebas. Berbicara tentang seks, tidak akan menjadi masalah jika dalam penyaluran dorongan seksualnya sehat seperti tidak bertukaran pasangan, berganti-ganti pasangan, bertanggung jawab dan tidak melanggar norma. Tetapi sebaliknya, permasalahan seksualitas yang umum dihadapi sekarang adalah penyaluran dorongan seksual yang tidak bertanggung jawab dan melanggar norma, karena dilakukan sebelum menikah. Dewasa ini penyimpangan perilaku seks bebas semakin menunjukkan keprihatinan. Hal ini dapat dilihat dari banyak sekali contoh kasus perilaku seks bebas yang terjadi. Di Nigeria, penelitian menunjukkan bahwa terdapat 42,2% remaja putri dan 73,3% remaja putra (berusia antara 14-19 tahun) telah melakukan necking dan petting. Sedangkan yang telah melakukan sexual intercourse terdapat 42,5% remaja putri dan 68,3% remaja putra. Studi yang diadakan di Baltimore, USA menunjukkan bahwa usia remaja paling rentan dengan perilaku seks bebas, dengan fakta remaja pria lebih banyak presentase dalam berhubungan seks (Guttmacher dalam Santrock,2002). Di Indonesia pada remaja berusia 15 tahun ditemukan bahwa 39% remaja perempuan dan 57% remaja laki-laki melakukan petting. Kemudian data penelitian juga menunjukkan bahwa frekuensi untuk melakukan hubungan sexual intercourse lebih banyak terjadi pada remaja lakilaki dibandingkan dengan remaja perempuan (http://www.Bkkbn.go.id/hqweb/cerid/mbrt page 19.html). Menurut Ghifari (2003), perilaku seks bebas adalah hubungan antara dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan.

Perilaku seks bebas juga tidak lepas dari lingkungan yang membentuk pribadi, biasanya salah satu hal yang dapat menjerumuskan seseorang untuk melakukan seks bebas dengan mengkonsumsi minuman keras atau biasa dikenal dengan alkohol. Hal ini dikarenakan alkohol dapat mempengaruhi perilaku manusia termasuk perilaku seks bebas. Kandungan metanol yang ada didalam minuman keras dapat menyebabkan perilaku agresif, beringas, berani, dan kadangkadang sudah tidak dapat mengendalikan diri, sehingga cenderung melakukan hal-hal yang negatif seperti seks bebas. Selain itu Alkohol juga dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat sebagai depresan. Alkohol mengurangi aktifitas, kegelisahan, kebingungan, ketegangan dan rasa malu. Bahkan sejumlah kecil alkohol di dalam tubuh dapat memperlambat reaksi, menghilangkan konsentrasi dan penilaian. Ketika dosis alkohol ditingkatkan, penekanan aktifitas otak dapat mengakibatkan perkataan yang kacau, hilangnya koordinasi anggota badan dan kendali emosi. Alkohol dosis tinggi dapat menekan fungsi-fungsi otak yang vital. Hal ini dapat menghasilkan penenangan yang mendalam dan memperlambat pernafasan, yang dapat berakibat pada koma atau kematian. Seorang peminum dapat terlihat lebih cerewet dari biasanya, menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dan kehilangan kendali diri. Meskipun alkohol dapat terasa sebagai stimulan, efek-efek ini adalah akibat penekanan aktifitas otak yang normal (Suriawiria, 2002). Pembahasan ini akan difokuskan pada pola perilaku seks seorang alkoholik karena kemampuan seorang alkoholik untuk menahan dorongan seksual pada umumnya lebih rendah dibanding dengan seseorang yang tidak mengkonsumsi alkohol, jadi ketika seorang alkoholik tidak dapat mengendalikan hasrat seksual dan ingin menyalurkannya, akan terhalang oleh norma-norma yang melarang penyaluran seksual tersebut, terutama norma agama, karena kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Karena dalam keadaan apapun, seseorang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama, dan selalu ingat terhadap Tuhan, maka seseorang tak akan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya, sebelum menikah secara resmi. Sebaliknya, bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya (Ghifari, 2003). Terutama bagi seorang alkoholik, karena kandungan metanol yang ada didalam minuman keras dapat menyebabkan perilaku agresif, beringas, berani, dan kadang-kadang sudah tidak dapat mengendalikan diri, sehingga cenderung melakukan hal-hal yang negatif seperti seks bebas dalam ajaran agama juga ditekankan bahwa hal tersebut diharamkan. Zat metanol yang terkandung di dalam minuman keras tersebut menekan seseorang ke alam bawah sadarnya. Apabila kontrol diri hilang, maka muncullah perilaku tertentu yang melanggar norma tersebut, misalnya perilaku seks bebas yang di pengaruhi alkohol (Suriawiria, 2002). Menurut Chaplin (dalam Prabowo & Riyanti, 1998) Alkoholisme dapat diartikan sebagai kekacauan dan kerusakan kepribadian yang disebabkan karena nafsu untuk meminum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan minum-minuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan. Penggunaan alkohol dapat meningkatkan kemungkinan remaja dan dewasa muda untuk mempunyai beberapa pasangan seks dan berisiko terkena Penyakit Menular Seksual (PMS). Dipimpin oleh Santelli (2000) dari Centers for Disease Control and Prevention, AS, para peneliti mewawancarai 8.450 peserta berusia 14-22 tahun untuk mengetahui "prevalensi dan faktorfaktor yang berkaitan dengan kaum muda yang mempunyai beberapa pasangan seks." 63% dari peserta wanita dan 64% dari peserta pria sudah berpengalaman dalam berhubungan seks. Penelitian menemukan, meskipun hanya 7% remaja wanita yang dilaporkan tidak suka alkohol (menggunakan alkohol, mabuk akibat alkohol dalam 30 hari sebelumnya, menggunakan alkohol atau narkotik sesaat sebelum berhubungan seks akhir-akhir ini, mengendarai kendaraan yang dikemudikan oleh orang yang baru minum alkohol atau mengemudi setelah minum alkohol dalam 30 hari sebelumnya) mempunyai beberapa pasangan seks, 61% dari mereka yang mengalami kelima perilaku tersebut mempunyai beberapa pasangan seks. 28% pria yang dilaporkan tidak suka alkohol mempunyai beberapa pasangan seks, sementara 65% dari mereka yang mengalami kelima perilaku tersebut mempunyai beberapa pasangan. Penggunaan alkohol merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting terhadap jumlah pasangan seks, dan pendidik kesehatan harus menekankan kaitan antara penggunaan alkohol, jumlah pasangan

seks serta risiko terinfeksi HIV dan PMS lain (http://webserver.rad.net.id/aids/HINDAR/HA03710.htm). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka semakin banyaknya peredaran minuman beralkohol di masyarakat yang mudah didapat maka semakin banyak individu yang mengkonsumsi minuman tersebut. Selain itu juga penggunaan minuman beralkohol dapat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari individu yang mengkonsumsinya, dalam hal ini pada perilaku seks bebas. Maka pada penelitian ini, peneliti ingin melihat dan membuktikan bahwa apakah perilaku seks bebas dipengaruhi oleh alkohol.

2. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku Seks Menurut Sarwono (2001) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri. Hyde (1990) perilaku seksual adalah tingkah laku yang dapat menimbulkan kemungkinan untuk mencapai organisme. Padahal ada kalanya ketika seseorang melakukan senggama ia tidak mengalami organisme, hal ini biasanya dialami oleh wanita. Untuk itu ditampilkan definisi lain, yaitu perilaku seksual adalah semua jenis aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi ( Nevid, Rathus & Rathus, 1995). Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual atau aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi. B. Faktor Penyebab Perilaku Seks. Menurut Maslow (dalam Hall & Lindzey, 1993) dalam tingkat hierarkis, bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, yaitu kebutuhan yang bersifat instingtif ini biasanya akan sukar untuk dikendalikan atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks. Menurut Freud (dalam Danarto, 2003) memberikan pandangan bahwa perilaku manusia didominasi oleh dorongan seks (sexual drive), mengarah kepada prinsip kesenangan (pleasure principle) yang dikendalikan oleh id-nya masing-masing. Sehingga, apabila seseorang tidak mampu mengatur id yang dimilikinya, maka orang tersebut akan kehilangan kontrol dalam menahan suatu keinginan seperti dorongan seks. Menurut Prabowo & Riyanti (1998), ketika seseorang mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut pandang biologis, seks mempunyai ciri yang diterangkan sebagai bagian dari dorongan biologis yang lain: a. Seks bukan hanya diperlukan untuk mempertahankan hidup individu, kecuali bahwa seks diperlukan untuk kelangsungan hidup. b. Perilaku seksual tidak ditimbulkan oleh kurangnya substansi atau zat-zat tertentu dalam tubuh. c. Setidaknya pada binatang tingkat tinggi, motivasi seksual mungkin lebih dipengaruhi oleh informasi panca indera dari lingkungannya, yaitu insentif dari pada oleh motif biologis yang lain. C. Pengertian Perilaku Seks Bebas Menurut Ghifari (2003), perilaku seks bebas adalah hubungan antara dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan. Kelompok seks bebas menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tidak terbatas pada sekelompok orang. Mereka tidak berpegang pada morality atau nilai-nilai manusiawi. Sewaktu-waktu mereka dapat berhubunggan seksual dengan orang lain dan di lain waktu mereka juga bisa menggauli keluarga sendiri. Menurut Desmita (2005) perilaku seks bebas pada remaja adalah cara remaja mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari kematangan organ seksual dan perubahan hormonal dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti

berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual. Menurut Sarwono (2002) perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku seks bebas adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang dilakukan tanpa ikatan pernikahan yang sah. D. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Bebas Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari perilaku seks bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan bersenggama. Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu: a. Petting adalah upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse. b. Oral genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe hubungan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini. c. Sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama. d. Pengalaman Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama jenis. Menurut Sarwono (2002) juga mengemukakan beberapa bentuk dari perilaku seks bebas, yaitu: a. Kissing : Saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan yang didorong oleh hasrat seksual. b. Necking : Bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan dengan berpelukan, memegang payudara, atau melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama. c. Petting : Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama. d. intercourse : Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan Menurut Santrock (2002) bentuk-bentuk perilaku seks bebas, yaitu: a. Kissing yaitu sentuhan yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat seksual. b. Necking yaitu aktivitas seksual disekitar tubuh tapi belum ada kontak alat kelamin. c. Petting yaitu menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat kelamin. d. intercourse yaitu bersenggama atau kontak alat kelami. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilaku seks bebas mencakup Kissing, necking, petting, sexual intercourse. E. Faktor Penyebab Seks Bebas Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas, pada dasarnya bukan murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber penyimpangan tersebut adalah: a. Kualitas diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama, ketidak mampuan menggunakan waktu luang. b. Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik, bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif. Disamping itu keluarga tidak memberikan arahan seks yang baik. c. Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan masyarakat yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga. d. Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau jarang mendapatkan informasi sehat dalam seksualitas.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Kaiser Family Foundation) (dalam Dariyo, 2004), hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan adalah: a. Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa di mana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah. Karena itu, sebelum pacaran, sebaiknya orang tua wajib memberi pengertian yang benar kepada anak remajanya agar mereka tidak terjerumus pada tindakan yang salah. b. Kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaan apa saja, orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalika diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentanggan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak akan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah secara resmi. Ia akan menjaga kehormatan pacarnya, agar terhindar dari tindakan nafsu seksual sesaat. Bagi individu yang taat beragama, akan melakukan hal itu sebaik-baiknya. Sebaliknya, bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaranajaran agamanya. Agama hanya dijadikan sebagai kedok atau topeng untuk mengelabui orang lain (pacar), sehingga tak heran, kemungkinan besar orang tersebut dapat melakukan hubungan seksual pranikah. c. Faktor kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan adanya kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang merangsang gairah seksualnya, misalnya, dengan melihat film porno, cerita cabul. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikahdi masa pacaran remaja. Sebaliknya, kematangan biologis, disertai dengan kemampuan pengendalian diri akan membawa kebahagiaan remaja dimasa depannya, sebab ia tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang masuk, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikah dimasa pacaran. F. Akibat Yang Ditimbulkan Seks Bebas Menurut Wilson (dalam Ghifari, 2003), bahaya free sex mencakup bahaya bagi perkembangan mental (psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut ini lima bahaya utama free seks: a. Menciptakan kenangan buruk. Masih dikatakan untung jika hubungan pranikah itu tidak ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari aib dan cemoohan masyarakat. Tapi jika ternyata diketahui masyarakat, tentu yang malu bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri dan peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini tentu saja menjadi beban mental yang berat. b. Kehamilan yang tidak diharapkan. Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah bukan saja mendatangkan malapetaka bagi bayi yang dikandungnya juga menjadi beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat kandungan tidak bisa di sembunyika, dan dalam keadaan kalut seperti ini biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jika sang pacar kemudian pergi dan tak kembali.

c. Pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi. Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh ibunya. Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali, dilempar di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari perilaku binatang yang pernah dilakukannya. d. Penyebaran penyakit. Si wanita atau si pria yang dulu pernah melakukan hubungan pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung ingin melakukan hubungan serupa dengan pria atau wanita lain mengigat seks sifatnya adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa lapar untuk melakukan hubungan intim dengan pasangan lain. Jika hal ini terus dilakukan, maka buka hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin. e. Keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat. Perilaku seks bebas (free sex) menimbulkan suatu keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan sang pacar sangat sulit untuk ditolak karena takut ditinggalkan atau diputuskan. Sementara itu bagi laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah diajak, akan terus berkurang rasa hormat dan rasa cintanya. G. Pengertian alkoholik Menurut Levinthal (1996), dikatakan bahwa istilah ketergantungan terhadap alkohol merupakan suatu istilah yang digunakan oleh para profesional. Namun, secara umum ketergantungan terhadap alkohol lebih di kenal sebagai alkoholisme. Alkoholisme adalah kondisi dimana konsumsi alkohol telah menimbulkan masalah besar dalam area psikologi, fisik, sosial, dan pekerjaan. Alkoholisme adalah penyakit menahun yang ditandai dengan kecenderungan untuk meminum lebih dari pada yang direncanakan, kegagalan usaha untuk menghentikan minum minuman keras dan terus meminum minuman keras walaupun dengan konsekuensi sosial dan pekerjaan yang merugikan (Hawari, 2004). Menurut Chaplin (dalam Prabowo & Riyanti, 1998) Alkoholisme dapat diartikan sebagai kekacauan dan kerusakan kepribadian yang disebabkan karena nafsu untuk meminum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan minum-minuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan. Menurut Atkinson dkk (dalam Prabowo & Riyanti, 1998) pengertian alkoholisme tersebut juga mencakup tidak dapat dikendalikannya kemampuan berpantang atau adanya perasaan tidak hidup tanpa minum. Widjajarta (dalam Rahayu, 2005), alkoholik adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami adiksi dan gejala putus alkohol apabila dihentikan pemakaiannya. Adiksi yang ditimbulkan menyebabkan seseorang yang mengkonsumsi alkohol menjadi ketagihan dan membutuhkan alkohol tersebut secara terus menerus dan berada dibawah pengarug alkohol. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa alkoholik adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami adiksi dan penyakit menahun yang ditandai dengan kecenderungan untuk meminum lebih dari pada yang direncanakan dan adanya perasaan tidak hidup tanpa minum. H. Syarat Yang Disebut Alkoholik Syarat menjadi seorang alkoholik adalah orang tersebut harus mengalami ketergantungan alkohol. Menurut Gordon dan Gordon (dalam Dariyo, 2004) ketergantungan alkohol merupakan suatu ganggauan atau penyakit individu yang bersifat fisik, mental, dan emosional, sehingga individu merasa tidak mampu menghentikan kecenderungan untuk menggunakan alkohol tersebut. Secara sederhana, ketergantunggan dapat diartikan saya tidak dapat berhenti (I cant stop). Mereka yang telah mengalami ketergantunggan, mungkin tidak setiap hari menggunakan alkohol, tetapi mungkin seminggu sekali, tapi semakin lama penggunaan alkohol, toleransi tubuh semakin besar sehingga untuk mendapatkan efek yang sama, semakin lama semakin besar dosis yang dibutuhkan. Jadi gaya hidup mereka sudah tidak dapat lepas dengan alkohol. Menurut Maslim (dalam Rahayu, 2005), remaja dikatakan mengalami ketergantungan terhadap minuman beralkohol jika ditandai dengan tiga atau lebih gejala-gejala dibawah ini yang dialami dalam masa satu tahun: a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk mengkonsumsi minuman beralkohol.

b.Kesulitan dalam mengendalikan perilaku mengkonsumsi minuman beralkohol, termasuk pada saat memulainya, saat usaha penghentian ataupun pada tingkat sedang mengkonsumsinya. c. Gejala putus zat dapat mengakibatkan gejala-gejala khas pada saat pemutusan atau pengurangan mengkonsumsi alkohol, misalnya seperti anxietas, depresi, onset, keadaan gaduh gelisah toksik (toxic confusional state), kejang, gemetaran, ketakutan dan gangguan tidur (insomnia) atau pada saat remaja tersebut mengkonsumsi alkohol dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala-gejala putus zat tersebut. d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis alkohol aktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang dapat diperoleh dengan dosis yang lebih rendah (individu dengan ketergantungan alkohol yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tidak berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula). e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenagan atau minat lain disebabkan mengkonsumsi alkohol, meningkatnya jumlah wakti yang diperlukan untuk mendapatkan atau mengkonsumsi alkohol atau untuk pulih dari akibatnya. f. Tetap mengkonsumsi alkohol meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode mengkonsumsi alkohol. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami ketergantungan alkohol adalah individu yang mengalami suatu gangguan atau penyakit yang bersifat fisik, mental, dan emosional. Individu tersebut mempunyai keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa untuk mengkonsumsi atau menggunakan minuman beralkohol, oleh karena itu individu yang mengalami ketergantungan alkohol sulit untuk lepas dari pengaruh alkohol. I. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Menjadi Alkoholik Di keluarga dengan orang tua alkoholik, seorang anak lebih mungkin menjadi seorang alkoholik. Faktor-faktor psikologis temasuk kebutuhan akan kelepasan dari kegelisahan, konflik yang tidak kunjung selesai dalam hubungan, atau kepercayaan diri yang rendah. Faktor-faktor sosial termasuk: ketersediaan alkohol, penggunaan alkohol yang diterima masyarakat, tekanan kelompok dan gaya hidup yang stres. (www.YCAB.org.id). Remaja yang menyalahgunakan minuman beralkohol termasuk ke dalam perilaku menyimpang, di mana menurut Yusuf (dalam Rahayu, 2005) di bawah ini merupakan faktorfaktor penyebab yang dapat mempengaruhi perilaku menyimpang pada remaja, antara lain: 1. Kelalaian orang tua dalam mendidik anak, di mana orang tua sibuk mementingkan dirinya sendiri dibandingkan dengan kepentingan anaknya, sehingga kepentingan anak menjadi terabaikan. 2. Sikap perilaku orang tua terhadap anak, dimana sikap perilaku orang tua yang tidak baik dan tidak mendidik menyebabkan anak cenderung meniru perilaku tersebut. 3. Perselisihan atau konflik orang tua maupun antar anggota keluarga lainnya yang mengakibatkan iklim keluarga yang tidak sehat, sehingga dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman menjalani kehidupan dalam keluarganya dan menyebabkan individu kurang peduli terhadap apa yang ia lakukan. 4. Perceraian orang tua, yang mengakibatkan seorang anak kehilangan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut berusaha memperoleh perhatian kedua orang tuanya dengan segala cara tanpa ada yang membimbing sehingga terjerumus ke hal yang negatif. 5. Kehidupan ekonomi keluarga yang morat marit (miskin atau fakir), dapat membuat seseorang menjadi tertekan sehingga seseorang dapat berbuat apa saja untuk mendapatkan yang diinginkannya. 6. Diperjual belikannya minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang secara bebas yang dapat diperoleh dengan mudah, yang berakibat kepada pola hidup yang tidak sehat seperti mabuk-mabukan.

7. Penjualan alat-alat kontrasepsi yang tidak dikontrol dan bebas diperjual belikan tanpa batasan umur dan mudah diperoleh oleh siapa pun yang mengakibatkan kepada banyaknya perilaku seks bebas yang terjadi saat ini. 8. Kehidupan moralitas remaja yang bobrok, dikarenakan oleh pengetahuan dan pendidikan yang kurang dalam diri remaja sehingga memperburuk moral para remaja. 9. Remaja menganggur atau tidak mempunyai kegiatan yang rutin, yang dapat mengakibatkan seorang remaja menjadi mudah jenuh dan biasanya mereka berusaha melakukan hal-hal yang baru, baik yang negatif maupun positif akan mereka lakukan selama mereka merasa nyaman. 10. Remaja kurang dapat memanfaatkan waktu luang, dimana waktu luang yang mereka miliki biasanya hanya diisi dengan hal-hal yang percuma atau sia-sia seperti nongkrongnongkrong, berjudi, mabuk-mabukan, dll. 11. Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan yang kurang memperhatikan nilai-nilai moral (porno, minuman beralkohol, ganja, obat-obatan terlarang atau tindakan kekerasan). 12. Pergaulan negatif atau teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang memperhatikan nilai-nilai moral seperti melakukjan perilaku seks bebas, mabuk, berjudi, dll. J. Tahap-tahap Seseorang Menjadi Alkoholik. Menurut Jellinek ( dalam Fausiah & Widury, 2003), untuk mencapai tahap ketergantungan terhadap alkohol, biasanya individu mengalami beberapa tahap : 1. Tahapan pra-alkoholik. individu kadang-kadang minum pada acara tetentu dan belum ada konsekuensi serius yang ditimbulkan. 2. Tahapan Prodromal Individu minum dalam jumlah banyak namun belum tampak gejala masalah yang dapat diamati dari luar. 3. Tahapan Krusial (crucial) Hilangnya kontrol terhadap perilaku minum alkohol, dan kadang-kadang individu minum secara sangat berlebihan. 4. Tahapan Kronis. Aktivitas primer individu sepanjang hari adalah seputar memperoleh dan meminum alkohol. K. Jenis-jenis Pecandu Alkohol Menurut Gordon dan Gordon (dalam Dariyo, 2004) ketergantungan obat atau alkohol, secara singkat, dapat disebut sebagai pecandu, dan membedakannya menjadi 5 jenis pecandu yaitu: 1. Pecandu derelict adalah para pecandu yang berasal dari orang pinggiran, seperti orang jalanan (OJ) atau pecandu jalanan (PJ), peminta-minta, pengamen, pengemis, orang-orang kumuh. Mereka ini kalau mengalami sakaw, mungkin karena tidak memiliki cukup uang untuk membeli obat atau alkohol, maka mereka dapat menggantinya dengan lem, minum arak tradisional (ciu, oplosan bodrex, coca-cola / sprite / bir). Jumlah mereka berkisar 5% dari ttal pecandu. 2. Pecandu kronis adalah mereka yang setiap kali menggunakan obat atau alkohol, selalu mengalami high, fly, atau mabuk. Setiap harinya mereka berusaha untuk menggunakan obat atau alkohol untuk mencapai high, fly. Bagi mereka tiada hari tanpa obat atau alkohol. 3. Pecandu periodic adalah mereka yang menggunakan obat atau alkohol, secara periodic, berkala yakni pakai berhenti-pakai berhenti. Mereka ini akan berhenti untuk beberapa saat guna membuktikan kepada diri mereka atau orang lain bahwa mereka bukan pecandu murni, karena mereka bisa berhenti. Nanun beberapa waktu kemudian, mereka akan menggunakannya lagi. 4. Pecandu situasional adalah mereka yang menggunakan obat atau alkohol pada situasi tertentu. Bukan sembarang situasi, tetapi jenis situasi yang darurat, dramatis, atau traumatis, ketika mereka menggunakan obat atau alkohol itu. Misalnya, saat merasa kecewa, stres, sedih, bosan total (bete). 5. Pecandu sosial adalah tipe pecandu yang hidup normal dan menggunakannya hanya untuk kehidupan sosial, artinya bersama orang lain. Mereka sering kali menggunakan obat atau alkohol hanya pada malam minggu, akhir minggu, pesta, atau situasi sosial yang lainnya.

Para pecandu ini sering sulit diidentifikasi (dikenali) dan sering kali mereka terdiri atas para penguasa, orang-orang sukses, orang-orang penting atau selebritis. L. Dampak Penggunaan Alkohol Davison & Meale (dalam Prabowo & Riyanti, 1998), penggunaan alkohol secara berlebihan dan dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan berbagai masalah serius. Antara lain adalah kemunduran psikologis dan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yaitu, malnutrisi, cirrbosis (kanker) hati, kerusakan pada kelenjar endokrin dan pankreas, gagal jantung, hipertensi, stroke, peyumbatan pembuluh darah, bahkan memusnahkan sel-sel otak. Pada kasus yang sangat jarang, orang yang mengalami ketergantungan terhadap alkohol mungkin mengalami delirium tremens (DTs) apa bila kadar alkohol dalam darah turun secara tiba-tiba orang tersebut akan mengigau, gemetar dan juga mengalami halusinasi. Menurut Chaplin (dalam Prabowo & Riyanti, 1998) penyalahgunaan atau ketergantungan terhadap alkohol sering kali merupakan bagian dari polydrug abuse, yaitu penggunaan dan penyalahgunaan beberapa jenis zat dalam jangka waktu bersamaan. Polydrug abuse ini dapat mengakibatkan masalah serius, karena beberapa obat yang digunakan secara bersamaan mungkin menimbulkan efek yang sinergik, yaitu efek masingmasing zat saling berkombinasi dan menghasilkan reaksi yang sangat kuat. Misalnya, saya kombinasi antara alkohol dengan barbiturat/alkohol dengan heroin yang dapat menyebabkan kematian Menurut Dariyo (2004) secara umum ada 2 dampak yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat atau alkohol yaitu: a. Kepribadian adiksi (addiction personality) Individu yang mengalami kepribadian adiksi ditandai dengan suka menyembunyikan tindakan / motif perilaku, berpura-pura, berbohong, menipu, ingkar janji. Secara intelektual, individu akan mudah lupa, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga menimbulkan penurunan kemampuan mengambil keputusan. b. Gangguan kesehatan tubuh Gangguan kesehatan bagi pengguna alkohol adalah adiksi (ketergantungan), infeksi paruparu, infeksi jantung, impotensi, Kecacatan pada bayi, kematian karena overdosis, dan infeksi. Hal yang perlu diwaspadai bagi pengguna obat atau alkohol adalah terjadinya sakaw. Sakaw yaitu gejala putus zat yang ditandai dengan bola mata mengecil, hidung dan mata berair, bersin-bersin, menguap, banyak berkeringat,mual-mual, muntah-muntah, dan diare. Menurut Suriawiria (2002), alkohol dapat mempengaruhi perilaku manusia termasuk perilaku seks bebas, karena kandungan metanol yang ada didalam minuman keras dapat menyebabkan perilaku agresif, beringas, berani, dan kadang-kadang sudah tidak dapat mengendalikan diri, sehingga cenderung melakukan hal-hal yang negatif seperti seks bebas. Selain itu Alkohol juga dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat sebagai depresan. Alkohol mengurangi aktifitas, kegelisahan, kebingungan, ketegangan dan rasa malu. Bahkan sejumlah kecil alkohol di dalam tubuh dapat memperlambat reaksi, menghilangkan konsentrasi dan penilaian. Ketika dosis alkohol ditingkatkan, penekanan aktifitas otak dapat mengakibatkan perkataan yang kacau, hilangnya koordinasi anggota badan dan kendali emosi. Alkohol dosis tinggi dapat menekan fungsi-fungsi otak yang vital. Hal ini dapat menghasilkan penenangan yang mendalam dan memperlambat pernafasan, yang dapat berakibat pada koma atau kematian. Seorang peminum dapat terlihat lebih cerewet dari biasanya, menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dan kehilangan kendali diri. Meskipun alkohol dapat terasa sebagai stimulan, efek-efek ini adalah akibat penekanan aktifitas otak yang normal Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat berdampak pada keperibadian adiksi dan gangguan kesehatan pada tubuh, selain itu kandungan metanol dalam minuman keras dapat menggakibatkan perilaku menjadi agresif, beringas, berani, dan tidak dapat mengendalikan diri. 3. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif berbentuk studi kasus dengan menggunakan triangulasi data, pengamat, teori dan metode. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah seorang pria alkoholik yang berusia 23 tahun, melakukan seks bebas dan subjek berjumlah satu orang.

4. HASIL PENELITIAN Interpretasi pada bagian ini ditunjukan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai perilaku seks bebas pada seorang alkoholik dan bagaimana dampak kecanduan alkohol terhadap perilaku seks bebas. a. Bentuk-bentuk perilaku seks bebas Menurut Sarwono (2002) dan Santrock (2002) beberapa bentuk dari perilaku seks bebas diantaranya adalah Kissing, Necking, Petting, intercourse dimana subjek mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan yang sah. Berdasarkan teori tersebut di atas maka dalam penelitian ini terbukti bahwa subjek melakukan hubungan seks bebas tersebut karena subjek merasakan adanya kenikmatan dan juga kepuasan yang dirasakan dalam diri subjek dan kekasihnya. Selain tu seks bagi subjek adalah kebutuhan bagi manusia, meskipun subjek melakukannya terlalu dini. Adapun Bentuk perilaku seks bebas yang biasa subjek lakukan dengan kekasihnya adalah bercumbu atau ML, hal itu dilakukan oleh subjek dan kekasihnya karena berdasarkan keinginan mereka berdua untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi. b. Akibat Yang Ditimbulkan Seks Bebas Adapun dalam penelitian ini intensitas perilaku seks bebas yang dilakukan subjek bersama kekasihnya dalam waktu sehari dapat melakukannya 3 sampai 4 kali dan dalam seminggu subjek melakukannya sebanyak 4 kali. Meskipun demikian subjek juga terkadang melakukan hubungan seks hingga 8 kali dalam seminggu, namun jika pacar subjek sedang datang bulan maka subjek tidak melakukan hubungan seks. Berdasarkan gambaran di atas terlihat bahwa subjek semakin tinggi intensitas melakukan seks bebas akibat dari mengkonsumsi alkohol, menurut Wilson (dalam Ghifari, 2003), bahaya seks bebas mencakup bahaya bagi perkembangan mental (psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri, diantaranya adalah keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat terhadap pasangannya. Dimana semakin sering hal itu dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa sesal. c. Dampak penggunaan alkohol Pada penelitian ini terlihat dampak penggunaan alkohol yang dirasa subjek yaitu timbul bercak merah di tubuh, gatal-gatal, dan juga mengeluarkan banyak keringat. Selain dampak di atas, subjek juga merasakan dampak yang dapat mempengaruhi kehidupan subjek, dimana subjek merasa tidak dapat lepas dari alkohol, dan itu terbukti ketika pertama kali subjek berusaha untuk tidak mengkonsumsi alkohol dalam sehari, dan ternyata subjek tidak dapat tidur, selain itu subjek juga mengeluarkan banyak keringat untuk itu subjek menetralisirnya dengan cara mengkonsumsi alkohol. Hal tersebut di atas sesuai dengan teori menurut Dariyo (2004) secara umum ada 2 dampak yang ditimbulkan dari mengkonsumsi alkohol dan salah satunya adalah gangguan kesehatan bagi pengguna alkohol yaitu adiksi (ketergantungan), infeksi paru-paru, infeksi jantung, impotensi, Kecacatan pada bayi, kematian karena overdosis, dan infeksi dan hal yang perlu diwaspadai bagi pengguna obat atau alkohol adalah terjadinya sakaw. Sakaw yaitu gejala putus zat yang ditandai dengan bola mata mengecil, hidung dan mata berair, bersin-bersin, menguap, banyak berkeringat, mual-mual, muntah-muntah, dan diare. d. Perilaku Seks Bebas Pada Seorang Alkoholik Dalam penelitian ini diketahui bahwa setelah mengkonsumsi alkohol subjek merasakan adanya kenikmatan dalam berhubungan seks, karena ketika subjek di bawah pengaruh alkohol subjek merasa susah mengendalikan hawa nafsunya. Subjek juga merasa bahwa alkohol dapat meningkatkan gairah subjek sampai level yang lebih tinggi dan kenikmatan yang didapat juga sangat berbeda. Hal ini sesuai dengan teori menurut Freud (dalam Danarto, 2003), bahwa kimiawi dan libido terdapat eksperimen pengangkatan kelenjar seks (kelenjar gonad, testis pada pria dan ovarium pada wanita), dalam jaringan antara (intestitial tissues) gonad, zat-zat kimia khusus telah diproduksi, yang saat dibawa oleh aliran darah, akan mengisi bagian-bagian tertentu dari sistem syaraf pusat dengan ketegangan seksual. Transformasi stimulus kimiawi menjadi stimulus organis lewat produk-produk kimiawi lain yang dimaksudkan ke dalam tubuh dari luar. Kompleksitas unsur kimiawi murni dan stimulus fisiologis yang muncul dalam proses seksual. Persamaan klinis yang amat besar dengan fenomena infoksisasi dan pengekangan

(abslinence), yang ditimbulkan oleh kebiasaan oleh menggunakan zat-zat beracun yang menghasilkan kenikmatan. 5. SARAN a. Kepada subjek agar lebih mendekatkan diri dengan keluarga dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mencoba untuk menghilangkan perilaku seks bebas dibawah pengaruh alkohol, dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya dan jangan takut akan suatu kegagalan karena kegagalan adalah suatu keberhasilan yang tertunda. b. Kepada orang tua subjek agar jangan menyerah dalam membimbing dan menasehati subjek walaupun subjek tidak mau mendengar. Teruslah memberikan dukungan terhadap subjek terutama ketika subjek sedang mengalami suatu kegagalan dan cobalah untuk menerima subjek apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan subjek. c. Bagi pendidikan, diharapkan guru atau pun dosen dapat mengarahkan bakat dan hobi murid-muridnya, tak terkecuali subjek. Sehingga masing-masing individu memiliki keahlian dan kepandaian yang dapat dibanggakan individu masing-masing. d. Bagi masyarakat, agar tidak terlalu menuntut prestasi, sifat, bakat, atau pun hal-hal yang lain, sama terhadap individu-individu yang tergantung pada minuman beralkohol, sehingga individu tersebut yang tidak memiliki sesuatu yang lebih baik dari orang lain, sehingga subjek menjadi tersisih atau pun cemburu terhadap orang lain. e. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan agar dapat lebih mengembangkan penelitian mengenai perilaku seks bebas pada seorang alkoholik lebih lanjut. 6. DAFTAR PUSTAKA Ananonim. 1998. Seks Tak Aman akibat (http://webserver.rad.net.id/aids/HINDAR/HA00211.htm)

Minum

Alkoho.

Ananonim. 2000. Penelitian Kaitkan Penggunaan Alkohol dengan Jumlah Pasangan Seks. (http://webserver.rad.net.id/ aids/HINDAR/HA03710.htm). Ananonim. 2001. Alkohol (http:// www.YCAB.org.id) Ananonim. 2004. Alkohol, Menyehatkan atau Merugikan. (http://www.waspada.co.id/serba waspada/alkohol, menyehatkan atau merugikan ) Ananonim. 2000. Bentuk Seks Bebas Pada www.bkkbn.go.id/hqweb/cerid/mbrt page 19.html) Danarto, A. 2003. Teori Seks. Yogyakarta: Jendela. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fausiah, F & Widury, J. 2003. Psikologi Abnormal: Klinis Dewasa. Depok: Universitas Gunadarma. Ghifari, Al Abu. 2003. Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern. Press. Bandung: Mujahid Sejumlah Remaja. (http://

Hawari, dkk. 2004. Ketergantungan pada Napza. (http://www.medicastore.com) Hall, C. S & Lindzey, G. 1993. Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (OrganismikFenomenologis). Yogyakarta: Kanisium

Kaplan, I, H., Sadock, J. B. & Grebb, A. J. 1997. Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh. Alih Bahasa: Kusuma, W. Jakarta: Binarupa Aksara Kartono, K.1992. Psikologi wanita. Jillid 1. Bandung: Mandar Maju Levinthal, Charles F. 1996. Drugs, Behavior, and Modern Society. Boston: Allyn And Bacon. Marshall, C & Rossman. 1995. Designing Qualitative Research. London : Sage Publications. Moleong, L. J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Nurhayati, N. 2005. Wanita lebih rentan terhadap yang berbau alkohol. Koran Tempo, 4 Mei 2005 Nevid, J. S., Rathus, L. F., & Rathus, S. A. 1995. Human Sexuality: In A World Of Diversity nd (2 ed) Boston: Allyn and Bacon. . Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia. Riyanti, Dwi B. P & Prabowo, H. 1998. Diktat Psikologi Umum 2. Depok: Universitas Gunadarma. Rahayu, W.A. 2005. Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga Pada Remaja Yang Menyalahgunakan Alkohol. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Suriawiria. 2002. Dampak dan Bahaya Minuman rakyat.com/cetak/0902/05/khazanah/index.htm) Keras. (http://www.pikiran-

Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Remaja ed revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Santrock, J. W. 2002. Life Span Development 8 ed. New York: Mc Graw-Hill Yin, R. K. 2003. Studi Kasus (Desain & Metode) Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Você também pode gostar