Você está na página 1de 10

A. TINJAUAN TEORI 1.

DEFINISI Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya Diabetes melitus, preeklamsia berat atau eklamsia, kelahiran kurang bulan (<34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta previa, korioamionitis, hiromion dan oligohidromion, gawat janin, serta pemberian obat anastesi atau narkotik sebelum kehamilan. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo:2001). Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).

2.

ETIOLOGI Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu kejanin sehinga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan

terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan. Asfiksia disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat anestesi, urimea dan taksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu a. Preeklampsia dan eklampsia b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) c. Partus lama atau partus macet d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria) e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) 2. a. b. c. d. Faktor Tali Pusat Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat

3.

3. Faktor Bayi a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) (Anonim: Online) . PATOFISIOLOGI Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, maka gerakan pernafasan akan terganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan

menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. 4. MANIFESTASI KLINIS Distress pernapasan atau apnue, detak jantung kurang dari 100 kali per menit, refleks atau respon bayi lemah, tonus otot menurun, serta warna kulit biru atau pucat. berdasarkan skor APGAR, asfiksia pada neonatus dibagi menjadi: Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 Bayi normal dengan nilai APGAR 10 Cara Penilaian Skor APGAR A =Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi. P =Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari. G =Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap. A =Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut. R =Repiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan pernapasannya Skoring : 0 1 2 FREKWENSI JANTUNG Tidak ada Kurang dari 100 x/menit Lebih dari 100 x/menit USAHA BERNAFAS Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat TONUS OTOT Lumpuh / lemas

:0 :1 :2

:0 :1 :2

:0

Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif REFLEKS Tidak ada respon Gerakan sedikit Menangis batuk WARNA Biru/ pucat Tubuh: kemerahan, ekstremitas: biru Tubuh dan ekstremitas kemerahan.

:1 :2

:0 :1 :2

:0 :1 :2

A. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat B. Pada Bayi Setelah Lahir Bayi pucat dan kebiru-biruan Usaha bernafas minimal atau tidak ada Hipoksia Asidosis metabolik atau respiratori Perubahan fungsi jantung Kegagalan sistem multiorgan Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis. Bayi tidak bernapas atau apnue, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. 5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : A. Denyut Jantung Janin Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf

janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan. B. Mekonium Dalam Air Ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. C. Pemeriksaan pH Darah Janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu: Analisa gas darah Elektrolit darah Gula darah Berat bayi USG ( Kepala ) Penilaian APGAR score Pemeriksaan EGC dab CT- Scan 6. PENCEGAHAN Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin. Pencegahan yang komprehensif di mulai dari masa kehamilan, persalinan dan beberapa saat setalah persalinan. Pencegahan berupa: a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin 4 kali kunjungan

b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang diduga resiko bayi lahir dengan asfiksia neonatorum c. Memberikan terapi kortiksteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu d. Melakukan pemantau yang baik tehadapa kesejahteraan janin dan deteksi dini tandatanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi e. Meningkatkan keterampilan tenaga obsteri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masingmasing tingkat pelayanan kesehatan f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan g. Melakukan perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari: Persalinan yang bersih dan aman Stabilisasi suhu Inisiasi pernafasan spontan Inisiasi menyusui dini Pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi 7. PENGOBATAN A. Resusitasi Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR. Terapi medikamentosa : 1. Epinefrin Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik. Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. 2. Volume Ekspander Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan : 1. Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) 2. Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. 3. Bikarbonat Indikasi :

Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%) Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak. B. Nalokson Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil. Indikasi : 1. Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. 2. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan I.M atau S.C. C. Suportif 1. Jaga kehangatan. 2. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. 3. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit). a) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut adalah : Anti biotika untuk mencegah infeksi skunder. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan paru Fenobarbital. Vitamin F untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea.

B. TINJAUAN ASKEP ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN 1. BIODATA 1) Identitas bayi 2) Identitas orang tua: nama, umur, agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan & alamat. 2. Keluhan utama Bayi tampak pucat dan kebiru biruan serta tidak bernafas & menangis kurang baik/tidak menagis. 3. Riwayat penyakit: riwayat penyakit sekarang Bayi lahir secara apa, bayi lahir tidak dapat bernafas secara spontan AS : 1 3 4. Riwayat penyakit keluarga Penyakit apa yang pernah diderita keluarga dan hubungan ada/tidak dengan keadaan bayi sekarang 5. Riwayat neonatal a. Prenatal Berapa umur kelamin ? Apakah ibu menderita penyakit kronis selama hamil, o Apaka ada komplikasi selama hamil? Jika ya, sudahkah mendapat terapi ? b. Natal Apakah ada infeksi uterus atau demam yang dicurigai sebagai infeksi berat saat persalinan sampai 3 hari sesudahnya ? Adakah ketuban pecah dini (KPD) lebih dari 18 jam? Apakah ada kesulitan/komplikasi pada persalinan termasuk hal dibwah ini ? Gawat janin Partus lama Bedah besar Malposisi atau malpresentasi (misal letak sungsang) c. Post natal Tanyakan pada ibu atau tenaga kesehatan atau orang yang membawa bayi mengenai : Bagaimana keadaan bayi sesaat setelah lahir Apakah bayi bernafas pada menit pertama Apakah bayi memerlukan resustasi ? Jika ya, selama berapa menit Apakah gerak dan tangis bayi normal ? (Depkes RI, 2005) DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Inefektif bersihan/ pola nafas/ kerusakan pernafasan sehubungan dengan penumpukan sekret pada saluran pernafasan. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispenea

II.

III. INTERVENSI 1. Inefektif bersihan pola nafas kerusakan pernafasan berhubungan dengan penumpukan sekret pada saluran pernafasan. Tujuan : Mempertahankan efektifitas pernafasan Kriteria hasil : 1) Tidak ada sekret 2) Tidak ada gerakan cuping hidung 3) Tidak ada tarikan intrcostae Intervensi : 1. Monitor pola dan fungsi nafas 2. Lakukan penghisapan lendir 3. Pasang selang oksigen 4. Berikan penjelasan kepada ibu dan keluarga tentang penyebab sesak 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispenea Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil : 1) Mencapai status nutrisi normal dengan BB yang sesuai 2) Mencapai keseimbangan intake dan output 3) Lingkar perut stabil 4) Pola eliminasi normal Intervensi : 1. Timbang berat badan tiap hari 2. Berikan glukosa 5 10% banyaknya sesuai umur dan berat badan 3. Monitor adanya hipoglikemi 4. Monitor adanya kompliksi Distress Konstipasi/ diare Frekuensi muntah IV. RASIONAL Rasional diagnosa 1: 1. Mendeteksi kelainan pernafasan lebih lanjut 2. Menjaga kebersihan jalan nafas 3. Memenuhi kebutuhan oksigen 4. Mengurangi kecemasan ibu dan keluarga serta kooperatif dalam tindakan 5. Memberikan rasa nyaman. Rasional diagnosa 2: 1. Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan 2. Diperlukan keseimbangan cairan dan kebutuhan kalori secara parsial. 3. Masukan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam darah. 4. Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake dan output.

V. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. VI.

IMPLEMENTASI Diagnosa 1: Memonitor pola dan fungsi nafas Melakukan penghisapan lendir Memasang selang oksigen Memberikan penjelasan kepada ibu dan keluarga tentang penyebab sesak Diagnosa 2: Menimbang berat badan tiap hari Mmberikan glukosa 5 10% banyaknya sesuai umur dan berat badan Memonitor adanya hipoglike Memonitor adanya kompliksi Distress Konstipasi/ diare Frekuensi munta EVALUASI Diagnosa1: 1) Tidak ada sekret 2) Tidak ada gerakan cuping hidung 3) Tidak ada tarikan intrcostae Diagnosa2: 1) Mencapai status nutrisi normal dengan BB yang sesuai 2) Mencapai keseimbangan intake dan output 3) Lingkar perut stabil 4) Pola eliminasi normal

Você também pode gostar