Você está na página 1de 17

MAKALAH MODUL ALERGI IMUNOLOGI

Seorang pria dengan keluhan demam dan badan tampak kuning

KELOMPOK X

0302006058 Dennys Bercia 0302006189 Oktavia Maulita Pranasari 0302006215 Renni Maulina 0302007128 Justhesya Fitriani F P 0302007218 Rifqa Wildaini Stephanie 0302008023 Andhea Debby Pradhita Redzuan bin Jokir 0302008047 Audria Graciela Yaacob 0302008083 Dina Putri Damayanti

0302008108 Putri 0302008144 Lustika Ima

0302008186 Nurul Azizah 0302008211 Rizki Dianti FItri 0302008241 0302008281 Timothea Muhamad

0302008304 Siti Azlizah binti

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I PENDAHULUAN

Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari system gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hati. Di negara-negara yang sedang berkembang, abses hati amoebik didapatkan secara endemic dan jauh lebih sering disbanding abses hati piogenik. Dalam makalah ini akan dibicarakan abses hati amoebik yaitu penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari system gastrointestinal yang sering terjadi.

BAB II LAPORAN KASUS


Tn. M, umur 45 tahun, datang ke tempat praktek anda dengan keluhan adanya demam dan badan tampak kuning. Demam dirasakan sudah seminggu dan pasien hanya memakan obat penurun panas yang dibeli di warung tetapi panasnya hanya turun setelah makan obat dan kembali panas lagi, selain itu pasien juga merasa adanya perubahan warna pada telapak tangan menjadi berwarna kuning sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah sehingga nafsu makan berkurang serta adanya nyeri di perut kanan atas. Pada anamnesis tambahan didapatkan adanya diare akut 5 hari yang lalu, tetapi saat ini diarenya sudah membaik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Keadaan umum : compos mentis, TD : 110/70 mmHg, Nadi : 15 x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 38,5 C Mata : konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik +/+ THT : dalam batas normal Paru dan jantung : dalam batas normal Abdomen : pembesaran hepar 3 jari di bawah arcus costae, adanya nyeri tekan Ekstremitas atas : telapak tangan tampak berwarna kekuningan Ekstremitas bawah : dalam batas normal Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12,7 g%, Ht: 38,2%, leukosit: 13500/ul, trombosit: 180.000/ul, LED: 45 mm/jam

SGOT: 89 U/L, SGPT: 99 U/L, ALP: 150 U/L, Bil.total: 2,8 mg/dl, Bil.direk: 2,0 mg/dl, Bil.indirek: 0,8 mg/dl, anti HBs positif Serologi : E.histolytica IgM: 0,5 OD units (Nilai rujukan: <0,4 negatif) Ro thoraks: tampak elevasi difragma dextra

BAB III PEMBAHASAN KASUS


Anamnesis Identitas: Nama: Tn. M Umur: 45 tahun Jenis kelamin: laki-laki Alamat: Pekerjaan: -

Riwayat penyakit sekarang Keluhan Utama: demam Sifat demam naik turun Keluhan tambahan: nyeri kuadran kanan atas sifat nyerinya, nyeri jalar ke bahu (abses paru) Apa BAB pucat atau oranye gelap (jaundice) Gatal? Nyeri sendi? Pucat lemah letih lesu

Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Ada keluarga yang alami keluhan yang sama?

Riwayat pengobatan riwayat pemakaian beta karotenikterik transfusi darah cabut gigi konsumsi obat jangka panjang

Riwayat kebiasaan dan lingkungan kebersihan makanan Riwayat pola makan tinggi lemak (batu empedu) kebersihan lingkungan riwayat bepergian minum alcohol drug abuse

Daftar Masalah: Demam 7 hari disertai ikterik Mual, muntah, nafsu makan turun Nyeri perut kanan atas Obat-obat tidak berpengaruh

Patofisiologi Pirogen IL-1 (hipotalamus) asam arakhidonat peningkatan prostaglandin pireksi

Hipotesis Hepatitis virus akut Abses hati Anemia pernisiosa Batu empedu

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Kesadaran Tanda vital Suhu Nadi RR Tekanan darah

Inspeksi: Palpasi Perkusi Auskultasi Pemeriksaan Penunjang Nyeri tekan Hepatomegali Kuning pada kulit, mata

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin Tes serologis Kultur darah Tes fungsi hati Bilirubin (direct, total) Albumin, alakali fosfatase SGOT,SGPT

Hepatitis: HbsAg Hep B IgM Hep A

Radiologi USG

SESI 2
Diagnosa kerja : Amebiasis Hati Karena pada pasien ini ditemukan sindroma disentri, E.histolytica (+), berumur 20-50 tahun, ikterik, demam. Diagnosis banding : Abses Hati Piogenik Karena gejalanya mirip dengan Amebiasis Hati tetapi pada Abses Hati Piogenik ditemukan E.Histolytica (-). Interpretasi hasil laboratorium :

Hb: 12,7 g%, N: 13-16 g% anemia, karena pada amebiasis hati kemungkinan didapatkan BAB berdarah Ht: 38,2% N: 40-54% rendah, karena adanya perdarahan leukosit: 13500/ul N: 5000-10000 leukositosis, karena terdapat infeksi E.Histolytica trombosit: 180.000/ul N:150.000-450.000/ul normal LED: 45 mm/jam N<10 mm/jam tinggi, karena terdapat infeksi SGOT: 89 U/L N: 5-40 U/L tinggi, karena ada kerusakan hepar SGPT: 99 U/L N: 5-41 U/L tinggi, karena ada kerusakan hepar ALP: 150 U/L N: 45-190 U/L normal Bil.total: 2,8 mg/dl N: 0,2-1 mg/dl tinggi, karena ada kerusakan hepar Bil.direk: 2,0 mg/dl N: 0-0,2 mg/dl tinggi, karena ada kerusakan hepar secara interahepatik, didapatkan pembesaran parenkim hati Bil.indirek: 0,8 mg/dl N: 0,2-0,8 mg/dl normal anti HBs (+) pernah menderita Hepatitis B atau habis mendapatkan vaksin Hepatitis B Serologi : E.histolytica IgM:0,5 ODunits (Nilai rujukan:<0,4 negatif) infeksi E.Histolytica Ro thoraks: tampak elevasi difragma dextra hepatomegail Pemeriksaan Lanjutan Pemeriksaan tinja : - ditemukan bentuk kista E.Histolytica fase kronis - ditemukan bentuk trofozoit E.hostolytica fase akut Penatalaksanaan 1. Metronidazole 750mg/oral atau i.v 3 kali sehari selama 5-10 hari 2. Iodoquinole 3x650mg selama 20 hari

3. Aspirasi dilakukan apabila medikamentosa yang diberikan selama 5 hari tidak berpengaruh atau besar abses >7cm 4. Tetrasiklin 500mg/6jam selama 10 hari untuk membunuh E.histolytica intraintestinal Prognosis Dubia ad bonam karena belum ada komplikasi ke otak dan paru

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

Abses hati adalah berbentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Pada umumnya abses
hati dibagi dua yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati pyogenik (AHP). AHA merupakan komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/ subtropik, termasuk indonesia.. Abses hati dapat berbentuk soliter

ataupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi didalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi dua secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk indonesia. AHP Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess yang dikenal juga sebagai hepatic abscess disebabkan oleh Entamoeba histolytica, suatu parasit bersel tunggal.Parasit ini memiliki 2 (dua) bentuk dalam siklus hidupnya, yaitu bentuk aktif (trofozoit) dan bentuk pasif (kista). Entamoeba histolytica adalah protozoa

parasit anaerob, bagian genus Entamoeba. Dominan menjangkiti manusia dan kera, E. histolytica diperkirakan menulari sekitar 50 juta orang di seluruh dunia. Banyak buku tua menyatakan bahwa 10% dari populasi dunia terinfeksi protozoa ini. Namun sumber lain menyatakan: setidaknya 90% dari infeksi ini adalah karena spesies Entamoeba kedua yaitu E. dispar. Mamalia seperti anjing dan kucing bisa menjadi transit infeksi, tetapi tidak ada bukti mengenai kontribusi nyata untuk terjadinya penularan dari kedua hewan ini.Trofozoit hidup di dalam dinding usus atau hidup diantara isi usus dan memakan bakteri. Bila terjadi infeksi, trofozoit bisa menyebabkan diare, yang juga akan membawa trofozoit keluar dari tubuh kita. Di luar tubuh manusia, trofozoit yang rapuh akan mati. Jika pada saat infeksi seseorang tidak mengalami diare, trofozoit biasanya akan berubah menjadi kista sebelum keluar dari usus.

PATOFISIOLOGI 1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi 2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. 4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. 5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakkan keatasnya. Demam atau panas tinggi merupakan keluhan paling utama, keluhan lain yaiotu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan desertai dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala yang manifestasi klinis AHP adalah malaise, dengan demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tum,pul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan

diafragma, maka akan terjadi iritasi difragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan unintentional, kelemahan badan, ikterus, buang air besar bewarna seperti kapur dan buang air kecil bewarna gelap. Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris yang summer-sumer hingga demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen, spinomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan ascites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal.Gejala klinik muncul perlahan lahan, tapi kadang-kadang juga secara mendadak, dengan keluhan menggigil dan keringat. Temperatur biasanya hanya intermittent, remittent atau juga bisa absent sama sekali, tetapi kadang-kadang temperatur bisa juga mencuat tinggi yang menandakan kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada abses hati, tapi temperatur tak pernah melebihi 40C. Rasa nyeri bisa juga dirasakan di punggung kanan kalau abses tersebut terletak dekat diafragma sebagai referred pain yang lebih menonjol pada saat bernafas atau batuk. Perubahan posisi tubuh juga bisa mempengaruhi rasa nyeri tersebut, sehingga pasien lebih suka tidur dengan merebahkan badannya di sebelah kiri. Ini sekedar agar ruang interkista kanan membuka lebar hingga mengurangi tensi/rasa tegang pada kapsul hati. Abses hati yang membesar menyebabkan massa hati ikut membesar dan mendorongnya ke arah horizontal, ke atas dan ke bawah. ''Benjolan" tersebut biasanya dengan mudah dapat dilihat dan diraba di daerah epigastrium dan ruang interkosta yang bersangkutan. Selain itu, cara lain untuk mendeteksinya ialah dengan palpasi dan perkusi, biasanya di sebelah hipokondrium kanan & di sekitar dada kanan. Kebanyakan penderita, terutama yang tinggal di daerah beriklim sedang, tidak menunjukkan gejala. Kadang-kadang gejalanya samar-samar, sehingga hampir tidak diketahui. Gejalanya bisa berupa diare yang hilang-timbul dan sembelit, banyak buang gas (flatulensi) dan kram perut. Bila disentuh perut akan terasa nyeri dan tinja bisa mengandung darah serta lendir. Diantara serangan, gejala-gejala tersebut berkurang menjadi kram berulang dan tinja menjadi sangat lunak. Sering terjadi penurunan berat badan dan anemia. . Bakteri ini bisa sampai ke hati melelui: 1) kandung kemih yang terinfeksi. 2) Luka tusuk atau luka tembus. 3) Infeksi didalam perut., dan 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah. PEMERIKSAAN Pada pemeriksaan laboratorium didapat kan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran kekiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,

peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan penunjang yang lain, seperti pada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen ditemukan difragma kanan meninggi, efusi fleural, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut cotaefrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat bayangan darah atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Pemeriksaan penunjang yang laen yaitu abdominal CT scan atau MRI, USG abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki nilai diagnostik semakin tinggi

DIAGNOSA Diagnosis amebiasis ditegakkan berdasarkan gejala -gejala klinis dan pemeriksaan laboratorim. Untuk mendiagnosis amebiasis pada dasarnya dapat dikerjakan pemeriksaan mikroskopis dari bahan tinja, aspirasi, kerokan maupun biopsi. Amuba penyebab amebiasis tidak selalu ditemukan pada setiap contoh tinja, karena itu biasanya diperlukan pemeriksaan tinja sebanyak 3-6 kali. Suatu protoskop bisa digunakan untuk melihat bagian dalam rektum dan untuk mengambil contoh jaringan ulkus (luka terbuka) yang ditemukan disana. Pada abses hati, kadar antibodi terhadap parasit hampir selalu tinggi. Antibodi ini bisa tetap berada dalam darah selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, karena itu kadar antibodi yang tinggi tidak selalu menunjukkan adanya abses pada saat ini. Jika diduga telah terbentuk abses hati, diberikan obat pemusnah amuba Selain itu, pemeriksaan serologis juga bisa membantu menegakkan diagnosis. Termasuk pemeriksaan mikroskopis yaitu sediaan basah langsung, konsentrasi dan pengecatan permanen. Namun, yang paling praktis dan murah adalah sediaan basah langsung. Sedian basah langsung(direct smear)bisa dibuat dari tinja encer ataupun tinja padat. Yang dicari ialah trofozoit Entameba histolytica dalam keadaan bergerak. Tanda-tandanya : gerakan aktif, progresif, ke arah tertentu (direktional), pseudopodia dan ektoplasma jernih, inti tak jelas. Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopis, persyaratan dalam pengambilan specimen (bahan sediaan) penting diperhatikan. Tinja. harus ditampung dengan tempat yang bersih dan kering. Tidak kering. Tidak boleh tercampur air atau kencing, karena akan merusak bentuk

trofozoit. Penderita yang mendapat pengobatan barium, bismuth maupun antibiotika, tinjanya harus diperiksa sebelum atau satu minggu sesudah pengobatan. Juga pemberian kaolin, antasida, magnesium hidroksida, harus dihindari menjelang pemeriksaan. KOMPLIKASI Tergantung dari lokasi dan bentuk abses hati tak jarang dapat terjadi ruptur abses ke berbagai tempat di dalam tubuh, antara lain : 1. Ruptur ke arah paru & pleura dan menyebabkan empiema & hepatobronkial fistula, atau abses paru. Pasien akan mengeluh sesak napas dan batuk-batuk serta kadangkadang mengeluarkan cairan pus. 2. Ruptur ke arah perikardium bila abses terletak di lobus kiri. 3. Ruptur ke arah intra-peritoneum : dapat menyebabkan peritonitis, salah satu komplikasi yang membahayakan. 4. Ruptur ke arah Vena portae, traktus gastrointestinal dan kandung empedu PENGOBATAN Diberikan obat pembasmi amuba per-oral (melalui mulut), seperti iodokuinol, paromomisin dan diloksanid, yang akan membunuh parasit di dalam usus. Untuk penyakit yang berat dan penyakit di luar usus, diberikan metronidazol atau desidroemetin. Tinja diperiksa ulang dalam waktu 1,3 dan 6 bulan setelah pengobatan, untuk memastikan bahwa penderita telah sembuh. Amebiasis dengan gejala, harus diobati dengan baik, untuk membunuh trofozoit-trofozoit dalam lumen dan jaringan serta mencegah komplikasinya.Untuk amebiasis berat, selain obat amebisida, diperlukan pengobatan suportif yaitu pemberian cairan, elektrolit dan kadang-kadang darah untuk memperbaiki keadaan umum. Pertama diberikan obat amebisida jaringan yang efektif, kemudian diikuti obat amebisida yang bekerja di lumen. Pemakaian emetin masih dianjurkan karena efektif terhdap trofozoit dalam jaringan dan juga cepat mengatasi diarenya. Selain itu, sangat membantu pada keadaan kritis atau penderita tidak bisa menelan.Pada amebiasis asimtomatik, ameba-ameba berada di lumen usus. Yang masuk kejaringan sedikit sekali dan superfisial sehingga tidak ada gangguan fungsi usus. Pilihan pertama ialah obat amebisida yang bekerja di lumen. Dapat pula ditambahkan obat amebisida jaringan untuk mencegah komplikasi ke hati. Sedangkan amebiasis ringan diobati dengan amebisida yang bekerja di lumen dan jaringan. Untuk mencegah komplikasi ke hati biasanya dipakai klorokuin Macam-macam obat amebisida menurut tempat kerjanya : a. Amebisida bekerja langsung, terutama di lumen usus.

-- derivat kuinolin : diiodohidroksikuin, iodoklorhidroksikuin, kiniofon. -- derivat arsenikal : karbason, asetarsol, glikobiarsol. -- golongan amida : klefamid, diloksanid furoat. -- alkaloid : emetin bismuth-iodid. b. Amebisida bekerja tak langsung, di lumen usus dan dinding usus melalui pengaruhnya terhadap bakteri. Contohnya : tetrasiklin, eritromisin dB. c. Amebisida jaringan. --bekerja terutama di dinding usus dan hati : emetin, dehidroemetin. -- bekerja terutama di hati : klorokuin. d. Amebisida bekerja di lumen dan jaringan. Derivat-derivat nitroimidazol : niridazol, metronodazol, tinidazol, ornidazol dan seknidazol (turunan terbaru). Di samping pemberian makanan yang bergizi tinggi, dianjurkan pula : -- Metronidazol: 3 x 750 mg untuk 10 hari. Metronidazol merupakan obat yang aman dan poten. Perlu pula diingat effek sampingannya yang menimbulkan rasa metallic di mulut, diare, rash, pusing kepala dan kadang-kadang juga rasa mual. Pada kasus-kasus yang resisten terhadap obat tersebut dan juga tergantung pada lokasi abses, dianjurkan tindakan pasca bedah dengan open-drainage. -- Kloroquin -- Dehidroemetin Dalam penanganan amebiasis, efek samping obat-obat perlu diperhatikan. Emetin dan dehidroemetin toksik terhadap otot jantung. Sedangkan iodoklorhidroksikuin, pemakaiannya dilarang secara resmi di berbagai negara, karena menyebabkan Subakut Mielo Optik Neuropati (SMON). Derivat-derivat nitroimidazol, khasiatnya sangat baik untuk semua jenis amebiasis, namun akhir-akhir ini terbukti mempunyai efek karsinogenik pada mencit dan mutagenik pada bakteri. Walaupun demikian, tidak perlu dikhawatirkna. Hal itu justru menekankan kepada kita agar lebih teliti dalam mendiagnosis amebiasis dan lebih berhatihati dalam memberikan pengobatan.

BAB V KESIMPULAN
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jamur, maupun nekrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi, infeksi dalam perut, dsb. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dll. Dan pada umumnya diagnosis yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Secara konvensional penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Julius : Abses Hati Amoebik ; dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, dkk (editor), jilid I edisi pertama, Balai Penerbit FKUI,Jakarta, 2001, hal 328-332. 2. Misnadiarly : Mengenal menanggulangi mencegah dan mengobati penyakit hati (liver) Abses Hati, Kanker Hati, Leptospirosis, Sirosis Hati, Tuberculosis Hati Hepatitis karena virus, Hepatitis Akibat Pengaruh Obat, Hepar, Ed.1, Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2007, hal 616 3. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_040_simposium_penyakit_hati.pdf 4. Ruben Peralta, MD, FACS - liver abscess available at http//www.emedicine.com 5. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_AmebiasisHati.pdf/10_AmebiasiHati.pdf 6. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3.Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 7. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_PenatalaksanaanAmebiasis.pdf/13_Penatalak sanaanAmebiasis.html 8. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-4.Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2007,hal 460-461 9. Price, Sylvia A, dkk. Pathophysiology:Clinical Concepts of Disease Processes 6/E, 2006,page472-508

10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/51_12_HepatikAmebiasis.pdf/51_12_HepatikA mebiasis.html

Você também pode gostar