Você está na página 1de 14

II - 1 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 PENGERTIAN GULA Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Anonymous, 2007). Gula merupakan sukrosa yaitu disakarida yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dan fruktosa. Rumus kimia sukrosa adalah C12H22O11. Sukrosa memiliki sifat-sifat antara lain : Sifat fisik : tak berwarna, larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam eter dan kloroform, titik lebur 180C, bentuk kristal monoklin, bersifat optis aktif, densitas kristal 1588 kg/m3 (pada 15C). Sifat kimia : dalam suasana asam dan suhu tinggi akan mengalami inverse menjadi glukosa dan fruktosa. Tabel II.1 Komposisi Kimia Gula Komponen Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air Sumber : Anonymous (2007) Satuan Kal G G G mg mg mg SI mg mg g Komposisi / 100 gram 364 94 5 1 0.1 5.4

Sukrosa atau sakarosa adalah zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa dan fruktosa. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan gugus

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 2 Tinjauan Pustaka formil atau karbonil bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi
(Sudarmadji, dkk. 1997).

Gambar II.1 Struktur Kimia Sukrosa


(Moerdokusumo, 1993)

Sukrosa mempunyai rumus empiris C12H22O11 dengan berat molekul 342,3. Kristal sukrosa mempunyai densitas 1,588 sedangkan dalam bentuk larutan 26 % (w/w) mempunyai densitas 1,108175 pada suhu 20 oC. Sukrosa mempunyai rotasi spesifik []
20

D + 66,53 pada saat digunakan dalam berat normal (26 gr/100 ml).

Titik lebur sukrosa pada suhu 188oC (370 0F) dan akan terdekomposisi pada saat melebur. Indeks refraksi sebesar 1,3740 untuk larutan 26% (w/w). Bentuk kristalnya adalah monoklin, yang merupakan kristal yang tidak berwarna dan bebas air. Viskositasnya naik apabila kadar gula naik dan sebaliknya (Chen and Chou, 1993). Sukrosa pada temperatur tinggi akan mengalami inversi yaitu terurainya sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut sebagai gula invert. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme mengeluarkan enzim yang bekerja sebagai katalisator. Inversi sukrosa dapat pula terjadi pada suasana asam sehingga sukrosa tidak dapat membentuk kristal karena kelarutan glukosa dan fruktosa sangat besar. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

C12H22O11 + H2O Sukrosa

C6H12O6 + C6H12O6 D-glukosa D-fruktosa

Standar kualitas gula pasir antara lain ditentukan oleh nilai polarisasi, kadar abu, kadar air dan kadar gula reduksi. Semakin tinggi polarisasinya, semakin tinggi kadar sukrosanya dan semakin baik kualitas gula, sebab akan tahan dalam Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 3 Tinjauan Pustaka penyimpanan yang juga ditentukan oleh kadar airnya. Makin tinggi kadar abu, maka makin rendah kualitas gulanya, sebab kadar abu menunjukkan adanya bahan anorganik yang akan berpengaruh pada warna dan sifat higroskospis gula. Kadar gula reduksi akan mempengaruhi nilai polarisasi. Apabila kadar gula reduksi tinggi maka nilai polarisasi tidak akan menunjukkan jumlah sakarosa yang terdapat dalam gula dan menunjukkan kualitas gula rendah sehingga lebih mudah rusak
(Moerdokusumo, 1993)

Pada Tabel 1 dapat dilihat Standart Gula untuk konsumsi dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan Kepala BULOG 1982, No. Kep. 130/KA/05/1982. Tabel II.2 Standar Nasional Gula Macam Gula SH II SH I SHS II SHSI Standart SHS I C SHS I B SHS I A 60,0-64,9 65,0-69,9 70 0,10 0,10 0,10 0,8-1,1 0,8-1,1 0,8-1,1 99,8 99,8 99,8 Warna Nilai Remisi direduksi No. 21 DC No. 23 DC 53,0-58,9 59,0-59,9 Kadar Air (%) 0,15 0,15 0,10 0,10 BJ Butir (g/cm) 0,8-1,1 0,8-1,1 0,8-1,1 0,8-1,1 Pol pada suhu 20C (%) 99,2 99,2 99,8 99,8

Sumber : Mubyarto (1991)

II.2 BAHAN BAKU II.2.1 Tebu Gula putih adalah salah satu hasil dari pengolahan batang tumbuhan tebu (Saccharum offcinarum L). Tebu termasuk keluarga Graminae atau rumputrumputan dan berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Di dalam klasifikasi tumbuh tumbuhan, tanaman tebu termasuk dalam : Divission Klass Ordo Famili Group : Spermatophyta : Monocotyledone : Glumoceae : Graminiae : Andropogenceae Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II - 4 Tinjauan Pustaka Genus Species : Saccharum : Saccarum officinarum

Saccharum terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Saccharum spentanium (glagah) 2. Saccharum officinarum (tebu) Tebu cocok pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah sampai 1300m di atas permukaan laut. Tebu termasuk tumbuhan berbiji tunggal. Tinggi tanaman tebu berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Bentuk daun tebu berwujud belaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai panjang 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk di puncak sebuah poros gelagah. Sedang akarnya berbentuk serabut (Anonymous, 2007). Tebu yang sudah dipotong akan terdapat serat serat dan cairan yang terasa manis. Perbandingan persentase dari sabut yang terdiri dari serat dan kulit tebu sekitar 12,5 % dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase sekitar 87,5% (Anonymous, 1994). Pada nira terdapat kandungan amylum 0,5-1,5 %, sakarosa atau gula tebu 11,19 % dan fruktosa (gula invert) 0,5-1,5 %. Sakarosa mempunyai kandungan yang maksimal pada waktu tanam mengalami kemasakan optimal yaitu menjelang berbunga. Apabila ditambahkan air, sakarosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa. Kandungan glukosa makin tinggi saat tanaman semakin tua (Anonymous,
1994).

Tabel II.3 Komposisi Tanaman Tebu Komponen Sabut Nira a. Air b. Bahan kering : - bahan terlarut - bahan tidak terlarut Sumber: Anonymous (1994) Persentase (%) 12,5 87,5 65,6 70 17,5 21,8 3,2 4,4 0,4 1,1

Kandungan sukrosa maksimal pada waktu tanaman mengalami kemasakan optimal yakni menjelang berbunga. Apabila ditambah air, sukrosa, akan terurai Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 5 Tinjauan Pustaka menjadi glukosa dan fruktosa. Kandungan glukosa makin tinggi saat tanaman semakin tua. Komponen yang ada dalam tebu terdiri dari (Anonymous, 1994) : 1. Air Air merupakan mendapatkan komponen terbesar dalam tebu, sehingga untuk

gula, maka air harus dihilangkan sebanyak-banyaknya dalam

proses penguapan dan kristalisasi. 2. Senyawa anorganik Zat-zat anorganik yang terkandung dalam tebu biasanya berbentuk oksida, antara lain : Oksida besi (Fe2O3), Kalsium oksida (CaO), Aluminium oksida (Al2O3), Magnesium oksida (MgO), Asam phospat, K2O, SO2, dan H2SO4. 3. Senyawa organik Asam oksalat, Asam suksinat, Asam laktat, dan Asam glukonat. Sebagian dari asam-asam tersebut terikat sebagai garam-garam dalam keadaan basa. Karena sebagian besar kandungan senyawa organik dalam nira berupa asam maka pH nira tebu 5,5 - 5,6. 4. Gula reduksi Gula reduksi yaitu glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang berlebihan satu sama lain. Makin masak tebu maka kandungan gula reduksinya makin kecil. Proses pemecahan dalam gula reduksi akan menimbulkan kerugian pada industri gula. Suhu tinggi dan pH tinggi akan mempercepat pemecahan gula reduksi, oleh karena itu harus dihindari. 5. Senyawa phospate Senyawa ini merupakan senyawa yang penting dalam proses pemurnian, karena pada proses pengendapan dapat menarik kotoran, menurut reaksi sebagai berikut : P2O5 2 H3PO4 + 3 H2O 2 H3PO4 Ca3(PO4)2 + 6 H2O

+ 3 Ca(OH)2

Dilihat dari reaksi diatas maka keperluan kapur dan senyawa phospate harus mencukupi, karena itu dalam permurnian harus ditambah susu kapur dan asam phospate. 6. Zat warna Banyak terdapat pada kulit, daun, dan zat warna ini sulit larut dalam air (air dalam suhu kamar). Zat warna ini dapat dihilangkan pada pemurnian.

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 6 Tinjauan Pustaka 7. Zat bergetah Terdapat pada sabut. Pada proses penggilingan kemungkinan zat ini bisa terikut dalam nira dan hanya sebagian saja yang dapat dihilangkan. 8. Sabut Yaitu kumpulan zat-zat padat pada tebu yang tidak terdapat dalam air tebu dan nira, zat ini dapat berupa selulosa, lignin dan sebagian abu. Ampas terdiri dari sebagian besar sabut. Umur panen tebu tergantung dari jenis tebu : a. Varietas masak awal, adalah tebu yang dipanen pada umur 12 bulan seperti BZ 132, PS 80-1484, PS 85-21050, dan triton. b. Varietas masak tengah, adalah tebu yang dipanen pada umur 12-14 bulan seperti PS 81-1321 dan PS 851. c. Varietas masak akhir, adalah tebu yang dipanen pada umur > 14 bulan seperti BZ 148 dan PS 863.
(Anonymous, 2007)

II.2.2 Bahan Pembantu Bahan pembantu yang diperlukan sebagai pelengkap formula dan sebagai bahan proses produksi gula di Pabrik Gula, meliputi : a) Desinfektan Desinfektan, berfungsi untuk membunuh mikroorganisme dalam nira yang dapat merusak nira. Zat ini diberikan pada saat penggilingan dan awal pemurnian. b) Susu Kapur Berfungsi untuk menaikkan atau menetralkan pH nira, mencegah terjadinya inversi, dan apabila bereaksi dengan phospat dan SO2 akan membentuk endapan bersama dengan kotoran yang ada dalam nira. Reaksi pembentukan susu kapur sebagai berikut : CaO + H2O c) Gas Belerang (SO2) Gas belerang berfungsi untuk membantu proses pemurnian dan pemasakan, yaitu untuk menetralkan kelebihan kapur dan memutihkan warna gula yang terjadi. Gas ini diperoleh dari hasil pembakaran belerang. Reaksinya adalah sebagai berikut : Ca(OH)2

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 7 Tinjauan Pustaka

S (s) S (l) S (g) + O2 (g) d) Flokulan

S (l) S (g) SO2 (g)

Flokulan berfungsi untuk mengikat kotoran sehingga mempercepat proses pengendapan. Penambahan flokulan dapat mengatasi flok-flok kecil yang mengendap secara lambat yang dihasilkan dari koagulan. Flokulan yang digunakan jenis Anionik sebanyak 2,5 3 ppm. Pemasukan flokulan ke dalam air yang akan dikoagulasikan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : Liquid feeder : banyaknya larutan dapat diatur sebanding dengan tingkat aliran air. Untuk tipetipe ini koagulan dikeluarkan sudah dalam bentuk larutan, dengan terlebih dahulu dilarutkan didalam tangki-tangki pelarut. Dry feeder, yaitu diperlukan bahan-bahan dalam bentuk serbuk. Keuntungan dari dry feeder adalah sifat korosif dari bahan ini tidak seperti dalam bentuk larutan.
(Istiadi, 2002)

II.3

PROSES PRODUKSI GULA

II.3.1 Penimbangan Bahan baku yang diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik akan ditimbang dan dipindahkan ke lori (kereta pengangkut tebu) menuju meja tebu sebagai tempat dimulainya perlakuan pendahuluan pengolahan gula kristal (Suntogo,
1994).

II.3.2 Penggilingan Bahan baku tebu dari lori dibawa ke meja tebu dan tebu akan mengalami perlakuan pendahuluan berupa pengupasan dan pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil, terakhir mengalami penggilingan. Penggilingan dimaksudkan untuk mengambil nira mentah batang tebu dan memisahkannya dari ampas. Saat penggilingan diberikan air imbibisi untuk mengurangi kehilangan gula dalam ampas dan bertujuan untuk mendapatkan nira sebanyak-banyaknya, akibat dari kurang sempurnanya daya perah unit gilingan (Soejardi, 1985).

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 8 Tinjauan Pustaka II.3.3 Pemurnian Tujuan pemurnian adalah membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula dan mengusahakan agar kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal. Pemurnian dengan susu kapur dilakukan dalam peti defecator (bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur dengan nira mentah) dengan pH 10 (Sudarmadji dkk,
1997).

Menurut Soejardi (1985), ada tiga macam proses pembuatan gula ditinjau dari proses pemurniannya. Ketiga proses tersebut adalah: a. Proses defekasi Proses defekasi adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya hanya menggunakan kapur sebagai bahan pemurni. Proses defekasi merupakan cara pengolahan gula yang paling sederhana sehingga banyak disukai. Cara ini digunakan oleh pabrik yang memproduksi gula merah. Prinsip kerja : Pengapuran, yaitu proses penambahan susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan kekentalan 15 Be (148 g CaO/l nira). Proses pengapuran dilakukan di defekator. Pengendapan, yaitu proses pemisahan antara nira bersih dan nira kotor yang dilakukan di tangki pengendap. Penyaringan, yaitu proses pemisahan nira dengan blotong yang dilakukan dengan kain filter press. Berdasarkan cara pembersihan kapur, dibedakan menjadi lima macam, antara lain : Defekasi Dingin Pada defekasi dingin, susu kapur ditambahkan pada nira yang masih dingin, artinya tanpa pemanasan terlebih dahulu. Defekasi Panas Pada defekasi panas ini, penambahan susu kapur dilakukan setelah nira mentah dipanaskan. Keuntungan defekasi panas adalah : Susu kapur yang ditambahkan lebih sedikit dibandingkan dengan cara dingin Jumlah endapan lebih banyak sehingga kecepatan pengendapan lebih besar. Baik digunakan untuk nira yang mengandung phosphat lebih besar dari 150 ppm. Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 9 Tinjauan Pustaka Defekasi Terbagi Defekasi terbagi ini berdasar pada defekasi panas. Defekasi Rangkap dan Pemanasan Rangkap Pada defekasi ini pemberian susu kapur dilakukan dua kali dan masing-masing diikuti pemanasan. Keuntungan dari defekasi cara ini adalah : Pengendapan lebih cepat Harga kemurnian yang dibutuhkan lebih sedikit Volume kapur lebih kecil Jumlah koloid yang terbuang meningkat

Defekasi Tunggal dan Pemanasan Rangkap Pada defekasi ini mula-mula dilakukan pemanasan pertama sampai mendidih, kemudian ditambahkan susu kapur dan diendapkan. Kemudian nira yang telah disaring, dididihkan dan disaring lagi (Soerjadi, 1975). b. Proses sulfitasi Proses sulfitasi adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pemurni. Sekarang banyak digunakan proses sulfitasi dimana nira sebelum disulfitasi dipanaskan lebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar reaksi penggaraman berjalan sempurna. Gula yang didapat dari proses ini berwarna putih (Moerdokusumo, 1993). Sulfitasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : 1. Sulfitasi Batch Pada cara ini, nira diberi susu kapur pada suatu bejana, setelah itu nira diproses pada proses selanjutnya. 2. Sulfitasi Continue Pada cara ini pengeluaran dan pemasukan nira dalam bejana reaksi berjalan terus-menerus. Merupakan perbaikan dari proses defekasi dalam memperoleh kristal gula yang lebih baik (SHS I). Pada prinsipnya, proses sulfitasi yaitu penambahan susu kapur yang berlebihan dan kelebihannya dinetralkan dengan gas SO2 kotoran yang dapat dihilangkan pada proses sulfitasi sebanyak 12-15%. Prinsip kerja sulfitasi terdiri dari atas 5 proses sebagai berikut : 1. Pemanasan Proses ini memberikan panas kepada nira mentah yang dilakukan dengan juice heater. Pada sulfitasi ini dilakukan proses pemanasan sebanyak 2 kali, yaitu Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 10 Tinjauan Pustaka pada saat nira belum ditambahkan susu kapur yang dinamakan pemanasan pendahuluan I, kemudian pada saat setalah nira ditambahkan susu kapur dan gas SO2 yang dinamakan pemanasan pendahuluan II. 2. Pengendapan Proses ini merupakan pemberian susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan derajat kekentalan 8 Be (1,7 ku CaO tiap 1000 ku nira). Pemberian susu kapur dilakukan dengan defekator. 3. Sulfitasi Proses ini memberikan gas SO2 pada nira mentah, yang terjadi di tangki sulfitasi. 4. Pengendapan Proses ini memisahkan antara nira bersih dengan nira kotor. Pemisahan dilakukan dengan Clarifier. 5. Penyaringan nira kotor Proses ini memisahkan antara nira bersih dan nira kotor yang dilakukan dengan filter press. Berdasarkan cara pengaturan pH dikenal 3 macam sulfitasi, yaitu : a. Sulfitasi asam Pada sulfitasi asam dilakukan sulfitasi pendahuluan pada nira mentah sampai pH rendah. Selanjutnya diikuti proses netralisasi dengan susu kapur. Prinsip kerjanya: >> Nira mentah dimasukkan ke dalam peti sulfitasi dengan diberi gas SO2 sampai pH mencapai 3,8 - 4,5. selanjutnya nira diberi kapur sampai pH 8,5 di dalam peti defekasi, kemudian dinetralkan dengan pemberian gas SO2 kembali di dalam peti sulfitir sampai pH 7,0 - 7,2 dan kemudian dibawa dalam peti pengendapan. b. Sulfitasi basa Pada sulfitasi basa, sebagian waktu proses digunakan reaksi alkalis keras. Prinsip kerjanya : >> Nira terlebih dahulu ditambahkan dengan susu kapur hingga pH 8,9 dalam peti defekator. Setelah pH trcapai, maka nira yang dalam suasana basa itu dinetralkan dengan pemberian gas SO2 sampai pH 7,0-7,2. kemudian dipanaskan dan diendapkan dalam peti pengendapan.

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 11 Tinjauan Pustaka c. Sulfitasi netral Pada sulfitasi netral, pH selama proses ditahan pada keadaan netral. Prinsip kerjanya: >> Pada sulfitasi netral hampir sama dengan sulfitasi basa. Perbedaannya terletak pada penambahan susu kapur. Pada sulfitasi netral, penambahan susu kapur dihentikan jika pH nira telah mencapai 7,5. c. Proses karbonatasi Proses karbonatasi adalah proses pengolahan gula yang proses pemurniannya menggunakan kapur dan CO2 sebagai bahan pemurni. Pada dasarnya gas CO2 berguna bagi bahan yang digunakan untuk mengendapkan kelebihan kapur menjadi CaCO3. Jumlah kapur yang digunakan pada proses ini hampir sepuluh kali banyaknya dibandingkan untuk proses sulfitasi, tetapi proses karbonatasi mempunyai beberapa keuntungan : a. Lebih banyak bahan bukan gula yang tersaring b. Mutu gula putih yang dihasilkan relative lebih baik dibandingkan proses sulfitasi c. Kemurnian gulanya tinggi sehingga baik digunakan sebagai bahan industri minuman, susu kental dan coklat Proses karbonatasi terdiri dari empat macam proses, antara lain : 1. Pemanasan, yaitu proses pemberian panas dengan juice heater, dengan jumlah pemanas tergantung jenis karbonatasi. 2. Pengapuran, yaitu proses pemberian susu kapur dengan derajat kekentalan tertentu, tergantung jenis karbonatasi. Proses pengapuran dilakukan di tangki karbonatasi bersama-sama dengan penambahan CO2. 3. Karbonatasi, yaitu penambahan gas CO2 yang dilakukan di tangki karbonatasi. 4. Penyaringan, yaitu proses pemisahan antara nira jernih dan blotong. (Anonymous, 1997) Ada tiga jenis karbonatasi, yaitu : a. Single Carbonation (karbonatasi tunggal) b. Double Carbonation (karbonatasi ganda) c. Middle Juice Carbonation (karbonatasi nira setengah kental) Perbedaan proses sulfitasi dengan karbonatasi adalah :

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 12 Tinjauan Pustaka Penghilangan zat-zat bukan gula pada proses karbonatasi lebih besar bila dibandingkan proses sulfitasi, sehingga dapat dihasilkan gula lebih putih. Kualitas gula yang dihasilkan oleh pabrik cara karbonatasi lebih bagus bila dibandingkan dengan pabrik cara sulfitasi. Gula karbonatasi lebih sedikit kotorannya dan lebih disukai untuk gula dalam industri, misalnya pabrik minuman, pabrik susu, pabrik coklat, dan lain - lain. Biaya untuk proses karbonatasi lebih mahal dari pada proses sulfitasi. (Soejardi, 1985)

II.3.4 Penguapan Nira jernih hasil pemurnian masih banyak mengandung air. Untuk bahan masakan dibutuhkan nira yang mendekati jenuh. Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan nira encer, sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (30 Be). Pada proses penguapan terkadang adanya pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses pemurnian. Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses (Anonymous, 1997). Prinsip kerja pre evaporator dan evaporator adalah sama, hanya bedanya pada susunan pemakaian dan pemanas yang digunakan, yaitu pada pre evaporator menggunakan single effect (uap yang dikeluarkan untuk memanaskan nira di pre evaporator itu sendiri) dan evaporator menggunkan multiple effect yaitu susunan yang berantai antara evaporator yang satu dengan yang lain (dimana uap yang dikeluarkan untuk evaporator I digunakan untuk memenaskan evaporator ke II, begitu juga seterusnya (Istiadi, 2002).

II.3.5 Pemasakan Proses pemasakan bertujuan untuk mengambil saccharosa sebanyakbanyaknya untuk dikristalkan dengan ukurun kristal yang diinginkan, atau disebut juga dengan kristalisasi. Kristalisasi adalah proses pemisahan padatan-cairan melalui alih massa dari fase cair ke fase kristal padat murni dengan cara pendinginan, penguapan atau kombinasi keduanya. Prinsip serupa berlaku pula pada pembentukan kristal akibat penambahan substansi ketiga yang dapat bereaksi membentuk endapan kristal atau menurunkan kelarutan bahan yang diendapkan. Oleh sebab itu, kelarutan bahan yang membentuk kristal merupakan faktor penting dalam kristalisasi (Soejardi, 1985). Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 13 Tinjauan Pustaka Ada beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam kristalisasi, antara lain yaitu hasil kristal, kemurnian, ukuran dan keseragaman serta bentuknya. Bentuk kristal umumnya teratur, dapat berupa sistem kubik, tetragonal, orthohombik, hexagonal, monoklinik, triklinik atau trigonal (Anonymous, 1997). Proses kristalisasi dilakukan dengan dua tahap, yaitu : 1. Pembentukan inti kristal Inti kristal dapat terbentuk karena adanya gaya tarik-menarik antar molekulmolekul saccharosa dalam larutan nira kental. 2. Pembesaran kristal Pembesaran kristal dilakukan hingga mencapai ukuran kristal yang dikehendaki. Pada tahap ini tidak dapat diharapkan tumbuhnya inti-inti kristal sehingga untuk menghindari tumbuhnya inti kristal yang baru maka dilakukan penambahan air dan penurunan suhu kelarutan. Proses kristalisasi atau pemasakan dilakukan pada kondisi vakum (65) untuk menghindari terjadinya gula inverse, dan dilakukan pada temperature rendah (60 70C) untuk menghindari tumbuhnya kristal palsu.

II.3.6 Pemutaran Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya (Stroop) menggunakan proses sentrifugasi(memanfaatkan gaya sentrifugal) dalam saringan sehingga massa akan terlempar. Kristal akan tertahan didinding saringan dan cairan menembus lubang saringan. Saat pemutaran, sesekali diberi air siraman untuk mempermudah pemisahan kristal gula dengan larutannya (Lutony, 1993). Untuk memisahkan kristal gula dari stroop yang masih tertinggal maka dilakukan : Penyiraman air Lapisan gula yang sudah diputar akan mengering bila disiram dengan air dengan jumlah dan suhu tertentu sehingga stroop yang masih tertinggal dapat terpisah. Pemberian steam Pemberian steam mempunyai dua tujuan, yaitu memisahkan stroop yang masih tertinggal dan untuk pengeringan. Hasil pemutaran sangat tergantung pada kekuatan sentrifugal pemutaran, keseragaman dan ukuran kristal, viskositas, dan tebal tipisnya lapisan gula. Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

II - 14 Tinjauan Pustaka II.3.7 Pengeringan, Pendinginan, dan Penyaringan Pengeringan dilakukan dalam talang getar, dimana gula akan melompatlompat sehingga mempercepat pengeringan karena seluruh kristal terkena hembusan udara panas dari pengering gula. Pendinginan gula dengan menghembuskan udara dingin sampai suhu gula sama dengan suhu udara. Setelah dingin dan kering, gula disaring untuk memisahkan antara gula halus, gula kasar, dan gula produk. Gula halus dan gula kasar akan dilebur kembali, sedangkan gula produk ditimbang dan dikemas (Anonymous, 1997).

II.3.8 Pengemasan Pengemasan adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan wadah. Pengemasan produk gula, standar pengawasan yang diperhatikan adalah karung yang digunakan harus bersih, tidak bocor dan terbuat dari plastik. Suhu gula masuk dalam karung <40 C dan dalam kondisi kering, sehingga dapat disimpan lama. Penjahitan harus rapat, sehingga terjadi pengurangan berat. Penghitungan ulang terhadap jumlah gula dalam karung sebelum masuk kedalam gudang peyimpanan.

II.4 Pengendalian Mutu Pengendalian mutu merupakan usaha yang mutlak dilakukan terutama untuk industri pengolahan untuk mempertahankan kualitas, kontinuitas, spesifikasi produk yang telah ditetapkan serta agar toleransinya dapat disukai dan diterima konsumen. Kepercayaan dan kepuasan konsumen / pembeli adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan tolak ukur keberhasilan dalam usaha melaksanakan sistem jaminan mutu. Diatas kepercayaan dan kepuasan konsumen itulah perusahaan mendasarkan perkembangan usahanya (Supriyadi, 1992). Pengendalian proses dalam pabrik dilaksanakan dengan jalan mengatur cara proses dan kerja alat selama proses produksi berlangsung dengan tujuan untuk mendapatkan mutu produk yang dapat memuaskan pembeli. Mutu seragam, tetapi tidak konsisten, tidak sama dari waktu ke waktu, juga tidak akan memuaskan dan mendapatkan kepercayaan dari konsumen (Susanto dan Saneto, 1994).

Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Kerja Praktek PG.Pesantren Baru, Kediri

Você também pode gostar