Você está na página 1de 6

TUGAS INDIVIDU TUTORIAL

September 2013

BLOCK 17 FREE LOVE AND FREE SEX

DISUSUN OLEH :

NAMA MAHASISWA STAMBUK KELOMPOK

: RENI ARIANI PAWAN : G 501 10 055 : VI (ENAM)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2O13

1. ETIOLOGI PROGNOSIS PADA SCENARIO DAN PENATALAKSANAAN HSV 2 PADA IBU HAMIL DAN ANAK Jawaban : Etiologi : Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2, meliputi herpes orolabialis dan herpes genitalis. Famili : Herpesviridae Subfamili : Alphaherpesvirinae Genus : Simpleksvirus Spesies : Virus Herpes Simpleks Tipe 1 dan Virus Herpes Simpleks Tipe 2 Penularan virus paling sering terjadi melalui kontak langsung dengan lesi atau sekret genital/oral dari individu yang terinfeksi. Terdapat 10 glikoprotein untuk HSV-1 yaitu glikoprotein (g)B, gC, gD, gE, gH, gI, gK, gL, dan M. Glikoprotein D dan glikoprotein B merupakan bagian penting untuk infektivitas virus. Glikoprotein G HSV-1 berbeda dengan HSV-2 sehingga antibodi terhadapnya dapat dipakai untuk membedakan kedua spesies tersebut. Virus herpes humanus relatif tidak stabil pada suhu kamar dan dapat dirusakkan dengan perebusan, alkohol, dan pelarut lipid seperti eter atau kloroform. Epidemiologi : Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh HSV tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe 2 biasanya terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksua Patogenesis : Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan. Virus akan melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan kematian sel.Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron yang terinfeksi akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeni ke lokasi kulit tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel epitel yang berdekatan dengan ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas sel. nfeksi oleh HSV-1 dan HSV-2 akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan selular akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respon imun. Respon imun dapat membatasi replikasi virus sehingga infeksi akut dapat membaik. Respon ini tidak dapat mengeliminasi infeksi laten yang menetap dalam ganglia seumur hidup pejamu. Latensi semata tidak menimbulkan penyakit, namun infeksi laten dapat mengalami reaktivasi sehingga menghasilkan virion yang bila dilepas dari ujung saraf dapat menginfeksi sel epitel di dekatnya untuk menghasilkan lesi kulit rekurens atau pelepasan virus asimtomatik. Reaktivasi HSV-1 sering terjadi dari ganglion trigeminus, sedangkan HSV-2 dari ganglion sakralis.

Manifestasi klinis: HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). -HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata. -HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin. Infeksi pada vagina terlihat seperti bercak dengan luka. Pada pasien mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice) dan kesulitan bernapas atau kejang. Lesi biasanya hilang dalam 2 minggu. infeksi . Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Tanda dan gejala : Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan keropeng atau kerak (scab). Penatalaksanaan : Nama Generik : Acyclovir Nama Dagang : Clinovir (Pharos) Indikasi : Untuk mengobati genital Herpes Simplex Virus, herpes labialis, herpes zoster, HSV encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah (immunocompromised), varicella-zoster. Kontraindikasi : Hipersensitifitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari formula. Bentuk Sediaan : Tablet 200 mg, 400 mg. Dosis dan Aturan Pakai : Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400 mg pada pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah/immunocompromised atau bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari, selama 5 hari. Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun diberikan dosis dewasa. Pencegahan herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali sehari, dapat diturunkan menjadi 200 mg 2atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-12 bulan. Pencegahan herpes simplex pada pasien immunocompromised, 200-400 mg 4 kali sehari. Anak dibawah 2 tahun setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun dosis sama dengan dosis orang dewasa. Efek Samping : Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan tidak nyaman) sekitar 12% dan sakit kepala (2%).pada system pencernaan (gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-5%), muntah (3%) dan diare (2-3%). Penggunaan obat lain Famcyclovir Pada pengobatan herpes genitalis rekurens, pemberian famcyclovir 3 x 500 mg/ hari selama 5 hari bila dibandingkan dengan pemberian acyclovir 5 x 200 mg/ hari selama 5 hari tidak ada perbedaan dalam hal mempersingkat waktu viral shedding Vidarabin Idoksuridin topical (untuk Herpes Simpleks pada selaput bening mata) Trifluridin

Diagnosis laboratorium 1. Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright, terlihat sel raksasa berinti banyak. Pemeriksaan ini tidak sensitif dan tidak spesifisik. 2. Kultur virus. Sensitivitasnya rendah dan menurun dengan cepat saat lesi menyembuh. 3. Deteksi DNA HSV dengan Polymerase chain reaction (PCR), lebih sensitif dibandingkan kultur virus (sumber : Sjahjurachman A. Biologi virus herpes. Dalam:Daili SF, Makes WI Editor. Infeksi virus herpes. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002; 3-21 ; Pertel PE, Spear PG. Biology of Herpesviruses. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P. Wasserheit JN, Core L. eds. Sexually transmitted diseases, edisi ke-4. New York:Mc Graw Hill. 2007. Hal. 381 - 97 )

2. HUBUNGAN PENURUNAN BB DAN KELEMAHAN PADA SKENARIO Jawaban : Penurunan berat badan disebabkan gangguan pada saraf(gangglion) akibat infeksi virus sehingga terjadi gangguan pada sistem pencernaan dan sistem lainnya yang berhubungan dengan saraf yang rusak akibat infeksi virus. 3. PMS YANG DAPAT TRANSMIT PADA JANIN SERTA EFEKNYA Jawaban : a. Gonorhoe disebabkan oleh Neisseria Gonorhoea dapat diturunkan pada bayi yang dilahirkan dari orang tua yang menderita gonorhoe. Bayi dengan gonorhoe matanya tampak merah dan bengkak, dalam waktu 1-5 hari setelah kelahiran matanya akan mengeluarkan cairan kental sehingga dapat menyebabkan kebutaan bila tidak segera ditangani. b. Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidium. Transmisi Treponema Pallidium dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira kira sekitar umur kehamilan 16 minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan setelah 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis congenital lebih memungkinkan. 4. HUBUNGAN ANTARA LEUCOPENIA , ANEMIA RINGAN PADA SCENARIO Jawaban : Mild anemia bisa disebabkan akibat keadaan mengandung dan juga bisa akibat gangguan pembentukan sel darah merah atau pengrusakan sel darah merah akibat infeksi virus. Leukopenia merupakan ciri khas dari infeksi virus. Pada infeksi virus menyebabkan peningkatan basofil dan jenis penurunan leukosit yang lainnya sehingga terjadi leukopenia.

5. PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN SELAIN PEMERIKSAAN SEROLOGIS PADA SKENARIO Jawaban : a. pemeriksaan tes Tzanck yang diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah. b. Cara yang paling baik adalah dengan melakukan kultur jaringan, karena paling sensitif dan spesifik dibandingkan cara-cara lainnya. Bila titer virus dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat dilihat dalam jangka waktu 24-48 jam. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi sitoplasmik dan sel raksasa berinti banyak. Namun cara ini memiliki kekurangan dalam lamanya waktu pemeriksaan dan biaya yang mahal. c. Tes imunologik memakai antibodi poliklonal atau monoklonal, misalnya teknik pemeriksaan dengan imunofluoresensi, imunoperoksidase dan Enzyme Linked Immunosorbent Assays (ELISA). Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat dan dapat merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV. Pemeriksaan imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi langsung memakai antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu dan negatif palsu. Dengan memakai antibodi monoklonal pada pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksaan imunofluoresen memerlukan tenaga yang terlatih dan mikroskop khusus. Pemeriksaan antibodi monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresen tak langsung dari kerokan lesi, sensitivitasnya sebesar 78 88 %. d. Pemeriksaan dengan ELISA adalah pemeriksaan untuk menentukan adanya antigen HSV. Pemeriksaan ini sensitivitasnya sebesar 95 % dan sangat spesifik, tetapi dapat berkurang jika spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu selama 4,5 jam. Tes ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HSV dalam serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang baik disamping kultur karena hasilnya cepat dibaca. e. Tes Virologi : Isolasi HSV pada kultur sel merupakan tes virologi yang lebih baik bagi pasien ulkus genital atau lesi mukokutaneus. Sensitifitas kultur menjadi berkurang dengan cepat ketika lesi mulai hilang, biasanya beberapa hari setelah onset. Beberapa antigen HSV terdeteksi dengan tes, kultur maupun tes antibodi direct fluorecent tidak dapat membedakan HSV-1 dengan HSV-2. Deteksi sitologi terhadap perubahan seluler dari infeksi HSV adalah tidak sensitif dan tidak spesifik, baik untuk lesi genital (tes Tzanck)

dan Pap smear cervical dan sebaiknya tidak digunakan sebagai acuan dalam mendiagnosis infeksi HSV

6. EFEK HERPES SIMPLEKS PADA FETUS DAN NEWBORN DAN KEHAMIAN Jawaban : Jika Pada kehamilan timbul herpes genitalis, Bila transmisi terjadi pada trimester I (Pertama) cenderung mengakibatkan abortus; sedangkan bila pada trimester II (Kedua), terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius karena virus dapat sampai ke sirkulasi janin melalui plasenta serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi Neonatal mempunyai angka mortalitas 60 %, separuh dari yang hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata. Kelainan yang timbul pada Bayi dapat berupa ensefalitis, mikrosefali, hidrosefali, koroidoretinitis, keratokonjungtivitis atau hepatitis; di samping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Di Amerika Serikat frekuensi herpes neonatal adalah 1 per 7500 kelahiran hidup.

Você também pode gostar