Você está na página 1de 33

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.1. FRAKTUR1 Definisi Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.

Klasifikasi Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Gustilo-Anderson classification), yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. Derajat luka terbuka: Tipe I - Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal - Dasar luka bersih - Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi minimal Tipe II - Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat - Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi minimal Tipe III Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur otot, kulit dan neurovaskular. Beberapa pola yang diklasifikasikan sebagai tipe III: - Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka) - Luka tembak kecepatan tinggi dan luka tembak jarak dekat

- Fraktur terbuka dengan cedera neurovaskular - Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan kontaminasi tanah pada luka (terlepas dari ukuran luka) - Trauma amputasi - Fraktur terbuka lebih dari 8 jam - Korban bencana alam atau korban perang

Subtipe IIIA, jaringan lunak masih adekuat tanpa memandang luas luka. Termasuk didalamnya fraktur segmental atau fraktur kominutif. Subtipe IIIB, hilangnya jaringan lunak disertai pengikisan jaringan periosteal dan tulang tampak dari luar. Subtipe IIIC, fraktur dengan cedera arteri utama yang membutuhkan perbaikan segera untuk mempertahankan bagian distal dari fraktur.

Gambar

3.1. Klasifikasi fraktur

terbuka

Gustilo dan

Anderson (Diunduh dari:

http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/008/8211-0550x0475.jpg)

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simple, kominutif, segmental, kupu-kupu dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).

Gambar 3.2. Fraktur inkomplit (kiri) dan komplit (kanan) (Diunduh dari: http://cal.vet.upenn.edu/projects/saortho/chapter_11/11F2.jpg (kiri) http://www.drtummy.com/images/stories/fractures/complete_fracture.jpg (kanan))

Gambar 3.3. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis fraktur

Klasifikasi berdasarkan garis fraktur A. Fisura tulang disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh cedera terus menerus yang cukup lama B. Patah tulang oblik C. Patah tulang transversa D. Patah tulang kominutif E. F. Patah tulang segmental Patah tulang kupu-kupu

G. Green stick fracture, periosteum tetap utuh H. Patah tulang kompresi I. J. Patah tulang impaksi Patah tulang impresi

K. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain

Berdasarkan ada tidaknya pergeseran dari fragmen fraktur dibagi menjadi: displaced dan undisplaced.1 Fraktur undisplaced (tidak bergeser). Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Fraktur displaced. Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut dislokasi fragmen. 1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). 2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). 3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).

Gambar 3.4. Pembagian berdasarkan pergeseran fraktur1,2

Diagnosa Fraktur Dalam menegakkan diagnose fraktur harus disebutkan jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang (proksimal, tengah atau distal), komplit atau tidak, bentuk garis patah, bergeser atau tidak bergeser, terbuka atau tertutup dan komplikasi bila ada. Sebagai contoh: Fraktur femur dekstra 1/3 proksimal garis patah oblik dislocatio ad latus terbuka derajat satu neurovascular distal baik. Fraktur humerus sinistra 1/3 distal garis patah oblik dislocatio ad axim tertutup dengan paralisis nervus radialis.

Anamnesa Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.

Pemeriksaan Umum Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.

Pemeriksaan Status Lokalis Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang: a. Look, cari apakah terdapat: Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan shortening. Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak dapat berjalan. Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. c. Move, untuk mencari: Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif. Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of joint movement(derajat dari ruang lingkup gerakan sendi) dan kekuatan.

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen fraktur. Foto Roentgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two): Dua pandangan Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

Dua sendi Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

Dua tungkai Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

Tatalaksana Fraktur Tujuan penanganan fraktur adalah supaya tulang sembuh dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga fungsi dan kosmetik tidak menjadi cacat serta dapat kembali ke pekerjaan dan aktivitasnya seawal mungkin. Untuk mencapai tujuan ini, maka harus dilakukan prinsip penanggulangan cedera musculoskeletal yang terdiri dari: 1. Recognition (mengenali). Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui. 2. Reduction (mengembalikan). Berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal.

3. Retaining (mempertahankan). Adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (immobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat. 4. Rehabilitation. Berarti mengembalikan kemampuan anggota yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Penanganan fraktur dapat dilakukan secara tertutup atau konservatif dan dapat juga dengan cara terbuka atau operatif. 1. Terapi konservatif, terdiri dari: a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum humeri dengan kedudukan baik. b. Immobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik. c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur

suprakondilus. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal. d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. untuk traksi dewasa/traksi definitive harus traksi skeletal berupa balanced traction. 2. Terapi operatif terdiri dari: a. Reposisi terbuka, fiksasi interna. b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna. Prinsip terapi pada fraktur tertutup adalah: 1. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit 2. Mencegah atau sekurang-kurangnya mengetahui pembengkakan kompartemen 3. Memperoleh penjajaran (alignment) fraktur 4. Memulai pembebanan dini (pembebanan membantu penyembuhan) 5. Memulai gerakan sendi secepat mungkin

Komplikasi Fraktur Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini dan komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi

lambat terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi lagi masing-masing menjadi komplikasi lokal dan umum. a. Komplikasi segera Lokal: - Kulit dan otot; berbagai vulnus, kontusio, avulsi - Vaskular; terputus, kontusio, perdarahan - Organ dalam; jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), buli-buli (pada fraktur pelvis) - Neurologis; otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer Umum: - Trauma multiple - Syok

b. Komplikasi dini Lokal: - Nekrosis kulit-otot, sindroma kompartemen, thrombosis, infeksi sendi, osteomyelitis Umum: - ARDS, tetanus

c. Komplikasi lama Lokal: - Tulang: malunion, nonunion, delayed union; osteomyelitis; gangguan pertumbuhan; patah tulang rekuren - Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pasca trauma - Miositis osifikan - Distrofi reflex

Umum: - Batu ginjal (akibat immobilisasi terlalu lama di tempat tidur) - Neurosis pasca trauma

III.2 ANATOMI TIBIA DAN FIBULA Anatomi Tibia Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah berat badan (gambar 1 dan gambar 2). Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior, di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus (gambar 1). Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis terdapat insertio m. Semimembranosus (gambar 2). Corpus tibiae berbentuk segitiga pada perpotongan melintangnya, dan mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleous medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk memrana interossea. Facies posterior dari corpus tibiae menunjukkan linea obliqua, yang disebut linea musculi solei (gambar 2), untuk tempat lekatnya m.soleus. Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan sendi berbentuk pelana untuk os talus. Ujung bawahnya memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada tibia terlihat pada (gambar 1 dan gambar 2).

Anatomi Fibula Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing (gambar 1dan gambar 2). Tulang ini tidak ikut berartikulasi pada articulatio genus, tetapi di bawah, tulang ini membentuk malleolus lateralis dari articulatio talocruralis. Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan, tetapi merupakan tempat melekat otot-otot. Fibula mempunyai ujung atas yang melebar, corpus, dan ujung bawah. Ujung atas, atau caput fibulae, ditutupi oleh processus styloideus. Bagian ini mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibie. Corpus fibulae panjang dan langsing. Ciri khasnya adalah mempunyai empat margines dan empat facies. Margo medialis atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrana interossea. Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk segitiga dan terletak subkutan. Pada facies medialis dari malleolus lateralis terdapat facies articularis yang berbentuk segitiga untuk bersendi dengan aspek lateral os talus. Di bawah dan belakang facies articularis terdapat lekukan yang disebut fossa malleolaris. Ossa dan ligamenta penting yang melekat pada fibula dan dilihat pada (gambar 1 dan gambar 2).

Gambar 3.5. Musculi dan ligamenta yang melekat pada facies anterior tibiae dan fibulae dextrae; terlihat juga perlekatan pada patella.

Gambar 3.6. Musculi dan ligamenta yang melekat pada facies posterior tibiae dan fibulae dextrae.

Gambar 3.7 Tibia dan fibula3

Tabel 1. Otot-otot ruang fascia anterior tungkai bawah Nama otot Origo Insertio Persarafan Asal saraf m. tibialis Facies lateralis Cuniforme N. peroneus L4, L5 Ekstensi kaki pada sendi pergelangan Fungsi

anterior

mediale dan profundus os

corpus tibia basis dan membrana interossea

kaki, inversi kaki pada subtalaris articulatio transversus, mempertahankan arcus longitudinalis medialis kaki articulatio dan tarso

metatarsale 1

m. extensor Facies digitorum longus anterior

Ekspansi extensor

N. peroneus L5, S1 profundus

Ekstensi

jari-jari

kaki, ekstensi kaki pada sendi

corpus fibula keempat jari kaki lateral yang

pergelangan kaki

m. peroneus Facies tertius anterior

Basis

os N. peroneus L5, S1 profundus

Ekstensi jari kaki pada pergelangan eversi kaki sendi kaki, pada

metatarsale

corpus fibula V

articulatio subtalaris dan articulatio tarso transversus m. extensor Facies hallucis longus anterior Basis phalanges N. peroneus L5, S1 profundus Ekstensi ibu jari

kaki, ekstensi kaki pada pergelangan sendi kaki,

corpus fibula distal ibu jari kaki

inversi kaki pada articulatio subtalaris

dan articulatio tarso transversus m. extensor calcaneum digitorum brevis Oleh empat N. peroneus S1, S2 tendo phalanx proximal ibu jari kaki dan tendo-tendo extensor panjang jari kaki dan IV II,III, ke profundus Ekstensi jari

Fisiologi Tulang Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik, tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh periosteum pada bagian luarnya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum. Tibia sendiri termasuk tulang panjang, dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Tulang tibia turut membentuk rangka badan, sebagai pengumpil dan tempat melekat otot, berfungsi juga sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, dan menjadi deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.

Gambar 3.8. Struktur tulang dan aktivitas osteoblast serta osteoclast pada tulang

Osteoblast merupakan satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel, osteoblast dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblast dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana keadaan ini terjadi dalam lakuna. Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi reabsorbsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoclast. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoclasis yang menghilangkan matriks organik dan kalsium bersamaan dan disebut deosifikasi.

Patofisiologi Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang,dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi khondroblas dan osteoblas. Khondroblas akan mensekresi fosfat,yang merangsang deposisi kalsium.Terbentuk lapisan tebal (callus) di

sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kallus dari fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblas yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang sementara(8)

Diagnosis Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian pergelangan kaki.

III.3 Fraktur Kondiler Tibia Mekanisme trauma Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah medial(valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar(varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan

osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.(1,9)

Klasifikasi Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker(10-11). I : Fraktur split kondiler lateral II: Fraktur split/depresi lateral

III: Depresi kondiler lateral IV: Fraktur split kondiler medial V : Fraktur bikondiler VI: Fraktur kominutif Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila depresi melebihi 4 mm.

Gambar 3.Klasifikasi Schatzker.(i) (Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 4.Fraktur kondiler tibia.(ii) (Dikutip dari kepustakaan 12) Gambaran klinis Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada proksimal tibia dan gerakan fleksi dan ekstensi yang terbatas. Dokter perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular, sindroma kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur terbuka(9). Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia. Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera, pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan stress varus atau valgus pada mana-mana titik

dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen krusiatum anterior perlu dinilai melalui tes Lakhman(9). Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut. Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan meniskus medial. Ligamen krusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu kondiler. Fraktur kondiler tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada sindroma kompartemen akut akibat perdarahan dan edema(9)

Pemeriksaan radiologik Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur,tapi kadangkadang diperlukan pula foto oblik(1).

Gambar 5.Fraktur kondiler tibia pada proximal diametaphysis. (Dikutip dari gambarkepustakaan 13)

Gambar 6.(A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B) Fraktur kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screwuntuk mengembalikankongruensi sendi.(iii) (Dikutip dari kepustakaan 14)

Gambar 7. Fraktur bikondiler ( Dikutip dari kepustakaan 15)

Pengobatan 1. Konservatif Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat dilakukan beberapa pilihan pengobatan,antara lain verban elastik, traksi,atau gips sirkuler. Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi,tidak menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera terjadi kekakuan sendi(1). 2. Operatif Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian fragmen terhadap tibia(1). Komplikasi(1) 1. Genu valgum : terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik 2. Kekakuan lutut : terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal 3. Osteoartritis : terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.

III.4 Fraktur Diafisis Tibia Mekanisme trauma Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral.Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal.Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka.Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.
(1)

Gambar 8.Fraktur diafisis tibia. (Dikutip dari kepustakaan 10)

Klasifikasi fraktur Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.(3) Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu(3) A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal. B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen. C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Gambar 9.Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma Association (OTA). (Dikutip dari kepustakaan 3)

Gambar diatas menunjukkan klasifikasi fraktur berdasarkan radiografi, dari sebelah kiri ke arah bawah menunjukkan fraktur tipe simpel, yang terdiri dari spiral, oblik dan transversal. Gambar yang di tengah memperlihatkan fraktur tipe wedge, dari atas ke bawah memperlihatkan tipe spiral, bending, dan fragmen. Gambar sebelah kanan menunjukkan fraktur tipe kompleks, dari atas ke bawah menunjukkan fraktur tipe spiral, segmen dan ireguler(3).

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem Gustilo sebagai berikut:(3) Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm. Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas.

Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi, contohnya: luka tembak. Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat. Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

Gambaran klinis Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit.(1)

Pemeriksaan radiologis Evaluasi radiologi dari fraktur diafisis tibia adalah dengan sinar rontgen pada posisi anteroposterior dan lateral.Selain itu pada foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental(1,3).

Gambar 10.Fraktur diafisis tibia (Dikutip dari kepustakaan 16)

Pengobatan 1. Konservatif Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut(1). Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi(1). Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa(1).

2. Operatif Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
(1)

Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu(3): a. Absolut - Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan Operasi dalam penyembuhan dan perawatan lukanya. - Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaikijalannya darah di tungkai - Fraktur dengan sindroma kompartemen - Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.

b. Relatif , jika adanya: - Pemendekan - Fraktur tibia dengan fibula intak - Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Fiksasi eksternal a. Standar Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multiple yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan. Dibawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar: (3)

Gambar 11. Fiksasi Interna Standar (Dikutip dari kepustakaan 3)

b. Ring Fixators Ring fixatorsdilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakansejenis cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannyaadalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal.Caraini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah inimerupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia(3):

Gambar 12.Ring Fixators (Dikutip dari kepustakaan 3) c. Open reduction with internal fixation (ORIF) Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai kemetafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitugerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnyaterjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakangambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF(3):

Gambar 13. ORIf (Dikutip dari kepustakaan 3)

d. Intramedullary nailing Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbukaatau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulangyang cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah iniadalah gambar dari penggunaan intramedullary nailing(3):

Gambar 14.Intramedullary nailing (Dikutip dari kepustakaan 3) Amputasi Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan pada crush injury dari tibia. (3)

Komplikasi Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.Gangguan pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah. (1)

III.5 Fraktur Distal Tibia Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.(1)

Mekanisme trauma Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa macam trauma(1). 1. Trauma abduksi Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial. 2. Trauma adduksi Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya.Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral,tergantung dari beratnya trauma. 3. Trauma rotasi eksterna Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus. 4. Trauma kompresi vertikal Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastesis.

Klasifikasi Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular(1).

Gambar 15 (Dikutip dari kepustakaan 1)

Klasifikasi terdiri atas (1): Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian depan Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duyuptren.

Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen(1).

Gambar 16. (Dikutip dari kepustakaan 1)

Gambaran klinis Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligamen(1).

Pemeriksaan radiologis Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan mekanisme terjadinya trauma.Foto rontgen perlu dibuat sekurang-kurangnya tiga proyeksi, yaitu anteroposterior, lateral dan setengah oblik dari gambaran posisi pergelangan kaki. Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal, sehingga secara klinis harus diperhatikan. (1)

Gambar 17 (Dikutip dari kepustakaan 1)

Pengobatan Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler sehingga diperlukan reduksi secara anatomis danakurat sertamobilisasi sendi yang sesegera mungkin(1).

Tindakan pengobatan terdiri atas: 1. Konservatif Dilakukan pada fraktur yang tidakbergeser, berupa pemasangan gipssirkuler di bawah lutut. 2. Operatif Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada tibiofibula serta adanyadislokasi talus. Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi,yaitu(1): Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis Talus harus duduk sesuai sendidimanatalusdan permukaan tibiadudukparalel Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm) Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula

Tindakan operasi terdiri atas: Pemasangan screw (maleolar) Pemasangan tension band wiring Pemasangan plate dan screw

Gambar 18 (Dikutip dari kepustakaan 1)

Komplikasi(1) 1. Vaskuler Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya. 2. Malunion Reduksiyang tidak kompli takan menyebabkan posisi persendian yang tidak akurat yang akan menimbulkan osteoartritis. 3. Osteoartritis 4. Algodistrofi Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat

pembengkakan dan nyeri tekandi sekitar pergelangan kaki.Dapat terjadi perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat. 5. Kekakuan yang hebat pada sendi.

Você também pode gostar