Você está na página 1de 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. 1 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17

BAB I
I. Pengertian Dan Konsep Analisa BEP
Break even dipakai biamana suatu perusahaan hanya mampu menutup biaya produksi dan biaya usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatannya. Dengan demikian pengertian break even adalah suatu keadaan dimana penghasilan dan penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik bersifat variabel maupun yang bersifat tetap. dengan kata lain keadaan break even menunjukkan jumlah laba sama dengan nol atau bahwa penghasilan total sama dengan biaya total. Analisa ini juga mampu menujukkan bagaimana jumlah keuntungan yang diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan pada salah satu atau lebih dari faktor-faktor berikut ini.: a. Harga jual produk: naik atau turunnya harga jual akan berpengaruh terhadap penghasilan dari penjualan. b. Jumlah unit yang terjual: juga perubahan dari jumlah unit terjual akan secara langsung mempengaruhi penghasilan penjualan c. Biaya produksi dan/atau biaya usaha: yang terakhir ini akan mempengaruhi biaya keseluruhan yang harus diperhitungkan terhadap hasil penjualan. Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan atau biaya dengan keseluruhan biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena itu analisa break even sering juga disebut sebagai analisa Cost Profit- Volume (Analisa C.P.V).

II.

Manfaat Analisa BEP


Karena anggaran perusahaan adalah alat bantu manajemen di bidang

perencanaan dan pengawasan, maka penggunaan alat BEP dalam system penggangaran harus menggunakan data anggaran.Degan demikian tingkat break even yang dihasilkan akan merupakan perkiraan break even untuk waktu yang akan datang dihasilkan akan merupakan perkiraan break even waktu yang akan datang. kegunaan BEP yang dianggarkan adalah: a. Untuk memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal yang harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita kerugian, sehingga volume penjualan dapat direncanakan. b. Untuk menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada persyaratan tertentu, misalnya penjualan yang memberikan sejumlah laba tertentu. jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh akan sama dengan jumlah penjualan pada keadaan break even ditambah sejumlah penjualan lain yang diperlukan untuk memperoleh laba yang dimaksud. III. Asumsi Dari Analisa Break Even Asumsi break even membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya, antara lain: a. Bahwa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkiraakan jumlahnya secara tepat. Dengan demikian perubahan tingkat produksi dapat dijabarikan menjadi perubahan tingkat biaya. b. Biaya tersebut dapat dipisahkan antara biaya variable dengan dan biaya mana yang merupakan beben tetap. Analisa break even hanya dapat dihitung bilamana sebagian biaya merupakan beban tetap. c. Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi. d. Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak mengalami perubahan.

e. Efisienssi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah, sehingga biaya variable tiap unit produk sama untuk berbagai volume produksi. f. Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian biaya tetap keseluruhan juga tidak berubah. g. perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk akhir. dalam kenyataan asumsi diatas tidak dapat dipenuhi sehingga diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam penggunaannya. IV. Cara Penentuan Tingakt Break Even Terdapat tiga cara pendekatan yang dapat dipakai dalam menghitung tingkat 1. Pendekatan secara Tabelaris, yaitu dengan cara menghitung jumlah penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat atau volume penjualan/produksi. 2. Pendekatan secara Grafis, yaitu dengan menggambar kurva penghasilan, biaya tetap, dan biaya total pada berbagai tingkat penjualan/produksi. 3. Pendekatan secara Arithmatik, yaitu dengan menggunakan rumus berikut ini: a. Pendekatan total:

Break Even perusahaan untuk suatu periode, yaitu:

Break Even =

TFC (1 TVC/TR)

Break Even = Total Biaya Tetap (1 Total Biaya Variabel/ Total Penghasilan Penjualan)

b. Pendekatan per unit: Break Even = TFL Harga Jual/unit Biaya Variabel/unit Data: rencana penjualan perusahaan PENJUALAN DIANGGARKAN 200.000 UNIT@25 = 5.000.000 Biaya Fixed Material Tkl Bop 700.000 Bi. Asuransi 600.000 Bi. Penjualan 500.000 Total 1.800.000 total biaya = 4.400.000 1. laba dianggarkan = 600.000 kapasitas produksi maksimal = 250.000 unit Variabel 900.000 1.000.000 300.000 100.000 300.000 2.600.000

Pendekatan secara Tabelaris: atas dasar diatas dapat diketahui bahwa: harga jual per unit Rp 25 biaya variable per unit produk Rp 13 (2.600.000/200.000 unit) beban tetap produksi maupun biaya usaha keseluruhann berjum;ah Rp 1.800.000

bedasarkan data diatas dapat dibuat perkiraan laba pada berbagai tingkat produksi/ penjualan seperti berikut:

PRODDUKSI/PENJUALAN (dalam ribuan rupiah) Tingkat prod. Penghasilan VC FC TC Laba anggaran 100.000 2.500 1.300 1.800 3.100 (600) 125.000 3.125 1.625 1.800 3.425 (300) 150.000 3.750 1.950 1.800 3.750 0 200.000 5.000 2.600 1.800 4.400 600

Pada tingkat penjualan terendah (100.000 unit atau rp 2.500.000) perusahaan akan menderita kerugian rp 600.000 dan pada tingkat penjualan tertinggi (200.000 unit atau rp 5.000.000) akan memperoleh keuntungan rp 600.000. Volume bep akan dicapai pada tingkat penjualan sebesar 150.000 unit atau penghasilan penjualan sebesar rp 3.750.000 pada tingkat mana penghasilan keseluruhan (tr) sama dengan biaya keseluruhan (tc). Sehingga pada tingkat tersebut laba perusahaan sama dengan nol. Dengan demikian volume Break Even dicapai pada tingkat penjualan 75% dari volume penjualan yang dianggarkan, yaitu berasal dari perhitungan: 150.000 unit/200.000 unit atau Rp 3.750.00/ Rp 5.000.000. dengan kata lain angka 25% ini menunjukkan batas maksimal turunnya penjualan yang dapat ditolelir untuk dapat mencegah terjadinya kerugian atau disebut juga Margin Of safety atau margin pengaman. Safety Margin = 1 Unit Break Even Unit Yang Dianggarkan

Safety Margin = Unit Yg Dianggarkan Unit Break Even 2. Unit Yang Dianggarkan Pendekatan secara Grafis:

Dengan menggunakan sumbu X sebagai petunjuk volume kegiatan dan sumbu Y menunjukkan nilai rupiah dari penghasilan dan biaya, maka titik break even akan diketahui dari perpotongan antara kurva penghasilan keseluruhan dengan biaya keseluruhan (TR = TC). Grafik Break Even dapat dibuat dengan meletakkan garis biaya total di atas garis biaya tetap total atau diatas garis biaya variable

Dimana: Sumbu x merupakan unit yang diproduksi Sumbu y merupakan total penerimaan.

Cara penggambaran di sebelah kanan lebih tepat karena menunjukkan bahwa biaya variabel-lah yang lebih relevan untuk ditutp terlebih dahulu sebelum penghasilan penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap. Hal tersebut karena biaya tetap merupakan biaya yang sudah terlanjur (sunk cost) 3. Pendekatan secara arithmatik a. Atas dasar keseluruhan: 1.800.000 1 2.600.000 5.000.000 atau Rp 3.750.000 atau 150.000 unit BE =

Break even dapat diketahui dengan memasukkan data anggaran sebagai berikut:

b. Atas dasar per unit produk: BE = 1.800.000 25 -13 = 150.000 unit

rumus BE keseluruhan akan menghasilkan perhitungan BE dalam rupiah, sedang analisa per unit produk menghasilkan BE dalam jumlah fisik produk: bagian dari rumus BEP secara keseluruhan yang berupa: TFV/TR = 2.600.000/5.000.000 = 0.52 ATAU 52%

1. Akibat Perubahan Asumsi Terhadap Tingkat Break Even


Berbagai perubahan yang mungkin terjadi antara lain : (a) Kenaikan dalam harga jual produk dengan 10% sedang data lainnya tidak berubah. Maka tingkat break even yang baru adalah :
TFC 110% = TVC 1 TR
BE BARU = 1.800.000 = 3.414.264 ATAU 2.600.000 1 5.500.000 124.155 UNIT

Kenaikan harga jual akan berakibat turunnya Variabel Cost ratio dari 52% menjadi tinggal 47,3%. Sehingga bagian penghasilan yang tersedia untuk menutup biaya tetap menjadi lebih besar (dari 48% menjadi 52,7%). Oleh karena itulah break even dicapai pada tingkat penjualan yang lebih rendah.
8

(b) Biaya variabel naik dengan 10%, sedang data lainnya tidak berubah. Break even yang baru menjadi :
TFC 1.800.000 = = 4.205.600 ATAU TVC 110% 2.860.000 1 1 TR 5.000.000 168.224 UNIT

Meningkatnya biaya variabel mengakibatkan meningkatnya Variabel Cost ratio menjadi 57,2%. Sehingga beban biaya tetap sekarang dirasakan lebih berat dan break even baru dicapai pada tingkat 84,1% dari penjualan yang dilanggarkan. (c) Biaya tetap keseluruhan naik dengan 15% karena naiknya gaji atau biaya penyusutan. Break even yang baru menjadi :
TFC 115% = TVC 1 TR 1.800.000 115% BE = = 4.312.500 ATAU 2.600.000 1 172.500 UNIT 5.000.000

Meningkatnya biaya tetap tanpa diimbangi dengan penghematan pada jenis biaya yang lain, atau meningkatnya penghasilan, jelas akan mengakibatkan naiknya volume break even menjadi 86,2% dari penjualan yang dianggarkan. (d) Pemerintah menaikkan harga BBM dengan 50%, sehingga mengakibatkan - Naiknya biaya variabel dengan 10% - Naiknya biaya tetap dengan 15% - Peningkatan harga jual produk dengan 20% - Penurunan jumlah yang laku terjual dengan 12% Maka volume break even yang baru menjadi :

TFC 115% TVC 110% 88% 1 TR 120% 88% 2.070.000 2.070.000 = = 2.516.800 1 0,4767 1 5.280.000 = 3.955.665,ATAU (: 30) = 131.855 UNIT =

Pengaruh gabungan dari berbagai perubahan itu mengakibatkan meningkatnya Break Even dalam nilai rupiah (dari Rp. 3.750.000,- menjadi Rp. 3.955.665,-), namun karena harga jual juga dinaikkan maka BE dalam unit malah turun dengan 18.145 unit (dari 150.000 unit menjadi 131.855 unit). Dengan demikian pada kasus ini berbagai perubahan membawa pengaruh positif bagi perusahaan. (e) Perusahaan selain memperoleh laba dari sumber kegiatan yang utama, ternyata juga memperoleh pendapatan lain (sampingan) yang bernilai Rp. 300.000,setahun. Akibatnya terhadap perhitungan BE adalah :
= TFC 300.000 = 3.125.000, TVC 1 TR

Adanya sumber pendapatan non operasi ternyata mempunyai pengaruh positif bagi perusahaan, yaitu dengan menurunnya BE dengan Rp. 625.000,-. Dengan adanya pendapatan lain berarti beban biaya tetap disumbang tidak saja dari sumber yang biasa, melainkan juga dari sumber non operasi. (f) Adanya kerugian non operasi justru menambah beban bagi perusahaan. Dalam contoh ini dilukiskan adanya kerugian non operasi sebesar Rp. 100.000,-. Akibatnya terhadap volume BE :
= TFC 300.000 = 3.125.000, TVC 1 TR

10

(g) Bilamana perusahaan menjual dua macam produk yakni A dan B yang berbeda dalam harga jual per unit maupun biaya variabel per unit. Namun kedua produk itu dihasilkan dengan mesin yang sama, sehingga pembebanan biaya tetap terhadap masing-masing jenis produk tidak mungkin dilakukan tanpa perhitungan yang masak. Datanya dirubah menjadi seperti berikut.

PENJUALAN

10.00 0 @ 20

PRODUK A 8.00 0 200.00 @ 25 0 125.00

PRODUK B

KESELURUHAN

200.000 120.000

400.000 245.000

BIAYA

: VC

0 CONTR. MARGIN 75.000 80.000 155.000 TFC ... 50.000 LABA DIHARAPKAN 105.000 Terhadap data penjualan di atas dilakukan dua macam perhitungan break even, yakni : a. Break even perusahaan secara keseluruhan. b. Break even untuk masing-masing produk yang dihasilkan. Dengan menggunakan data di atas diperoleh perhitungan break even sebagai berikut :
= 50.000 = Rp.129.032,25 245.000 1 400.000

BE KESELURUHAN

BE/PRODUK A

=129.032,25 / 400.000 10.000 UNIT =3.233 UNIT

BE/PRODUK B

=129.032,25 / 400.000 8.000 UNIT =2.580 UNIT

11

Perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa sales mix dipethankan tetap, baik sales mix sesuai rencana penjualan maupun sales mix perhitungan break even. Sales mix tersebut adalah : Anggaran penjualan = A Break even = A : B : B = 10.000 = 3.233 : 8.000 : 2.580 = = 5 : 4 5 : 4

(h) Keadaan dimana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah yang dihasilkan.

Dalam situasi seperti ini timbul masalah dalam pembebanan biaya tetap, khususnya biaya tetap dari harga pokok pabrik atau harga pokok produksi. Masalahnya adalah apakah produk yang tidak terjual juga dibebani
dengan biaya tetap produksi, ataukah seluruh beban biaya tetap produksi

seluruhnya menjadi beban produk yang terjual saja. Khusus untuk biaya usaha yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya administrasi, umumnya semua pihak sepakat untuk hanya membebankannya pada produk yang terjual saja. Untuk menyelesaikan masalah ini terbuka dua macam pendekatan, yakni : 1. DENGAN METODA FULL COSTING (BIAYA PENUH) 2. DENGAN METODA DIRECT COSTING (BIAYA VARIABEL) Pendekatan full costing menyatakan bahwa bagian dari produksi yang tidak terjual harus dibebani baik dengan biaya variabel maupun dengan biaya tetap (full cost = FC + VC). Sedangkan pendekatan Variabel Costing menyatakan bahwa bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan biaya variabel saja. Sedangkan biaya tetap produksi seluruhnya menjadi beban produk yang terjual.

12

Bila diberikan ilustrasi di mana penjualan hanya meliputi 90% dari volume yang dihasilkan, maka secara teoretik kedua pendekatan itu dapat disuguhkan dalam bentuk skema berikut ini. PEMBEBANAN BIAYA TETAP MENURUT METODA FULL COSTING YANG TERJUAL (90%) VC FC 90% 90% 90% 100% 100% TAK TERJUAL (10%) VC FC 10% 10% 10% -

(1) MAT & TKL (2) BOP : VARIABEL FIXED (3) BIAYA USAHA : VARIABEL FIXED

Dengan cara full costing maka 10% dari bagian produksi yang tidak terjual akan memperoleh alokasi biaya produksi sebesar 10% baik yang berujud biaya variabel maupun biaya tetap. Sedang skema teoretik dari pendekatan variabel Costing/Direct Costing adalah sebagai berikut : PEMBEBANAN BIAYA TETAP DENGAN METODA DIRECT COSTING, YANG TERJUAL (90%) TAK TERJUAL (10%) VC 90% 90% 90% FC VC 10% 10% 10% FC -

(1) MATERIAL (2) TKL (3) BOP : Variabel

FIXED 100% (4) BIAYA USAHA : VAR 100% FIXED 100% Dengan demikian bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan 10% biaya produksi variabel saja.

13

Data yang digunakan untuk memberikan ilustrasi pendekatan ini adalah sebagai berikut :Rencana Penjualan, dalam ribuan rupiah.

14

PENJUALAN DIANGGARKAN 90.000 unit @2.000 = 180.000 BIAYA DIANGGARKAN PADA 100.000 unit - BIAYA PRODUKSI fixed = 80.000

BIAYA PRODUKSI variabel = 60.000 140.000 - BIAYA 10% YANG TERJUAL = BIAYA PRODUKSI YANG TERJUAL - LABA KOTOR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . - BIAYA USAHA : fixed = 10.000 9.000 = LABA SEBELUM PAJAK . . . . . . . . . . . . . = 19.000 35.000 14.000 = = 126.000 54.000

variabel =

Break even point dengan pendekatan Full Costing menghasilkan perhitungan:


TFC 10%( FC Biaya Pr oduksi ) TVC 10%(TVC Biaya Pr oduksi) 1 TR yang terjual (80.000 +10.000) 10%(80.000) = (60.000 + 9.000) 10%(60.000) 1 180.000 = Rp.126.154.000,ATAU 63.077 UNIT =

Atau

(80.000 + 10.000) (8.000) = 63.077 UNIT 2.000 700

15

Perhitungan Break even dengan metoda Full Costing ini akan menghasilkan harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual sebesar: = VC / unit + FC / unit = Rp. 600 + Rp. 800 = Rp. 1.400,Break even point dengan pendekatan Direct Costing / Variable Costing akan memberikan hasil perhitungan :
80.000 +10.000 (60.000 + 9.000) (6.000) 1 180.000 90.000 = = Rp.138.462, 63.000 1 69.231 UNIT 180.000 =

Metoda Full Costing ternyata menghasilkan break even yang lebih rendah (63.077 unit) dibanding break even dengan metoda Direct Costing (69.23) unit). Harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual adalah = VC / unit = Rp. 600,Ternyata harga pokok per unit untuk persediaan yang tidak terjual lebih tinggi pada metoda Full Costing (Rp. 1.400,-) dibanding dengan metoda Direct Costing (Rp. 600,-)

16

DAFTAR PUSTAKA Gunawan Adisaputro. 2005. Anggaran Perusahaan dua .bpfe. jogyakarta.

17

soal dan jawaban


1. mengapa diperlukan dibuatnya anggaran BEP dalam suatu perusahaan? karena Break even dipakai biamana suatu perusahaan hanya mampu menutup biaya produksi dan biaya usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatannya. 2. mengapa analisa break even sering juga disebut sebagai analisa Cost Profit- Volume (Analisa C.P.V)? karena laba merupakan selisih antara penghasilan atau biaya dengan keseluruhan biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh. 3. bagaimana anggaran perusahaan adalah alat bantu manajemen di bidang perencanaan dan pengawasan? yaitu dengan memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal yang harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita kerugian serta menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada persyaratan tertentu, 4. mengapa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkiraakan jumlahnya secara tepat? karena perubahan tingkat produksi dapat dijabarikan menjadi perubahan tingkat biaya. 5. mengapa Keadaan dimana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah yang dihasilkan akan timbul masalah dalam pembebanan biaya tetap? karena biaya tetap dari harga pokok pabrik atau harga pokok produksi. Masalahnya adalah apakah produk yang tidak terjual juga dibebani
dengan biaya tetap produksi, ataukah seluruh beban biaya tetap produksi

seluruhnya menjadi beban produk yang terjual saja.

18

6. bilamana biaya tetap merupakan biaya yang sudah terlanjur ( sunk cost) ? apabila biaya variabel-lah yang lebih relevan untuk ditutp terlebih dahulu sebelum penghasilan penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap. 7. bagaimana perbedaan antara Pendekatan full costing dengan variabel costing? fuul costing menyatakan bahwa bagian dari produksi yang tidak terjual harus dibebani baik dengan biaya variabel maupun dengan biaya, Sedangkan pendekatan Variabel Costing menyatakan bahwa bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan biaya variabel saja. 8. mengapa meningkatnya pada jenis biaya biaya tetap yang tanpa lain, diimbangi atau dengan

penghematan

meningkatnya

penghasilan, jelas akan mengakibatkan naiknya volume break even? karena semakin tinggi biaya yang dikeluarkan maka akan meningkatkan tingkat penghasilan yang diharapkan perusahaan oleh karena itu BEP akan meningkat pula. 9. mengapa Efisienssi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan tidak berubah? karena biaya variable tiap unit produk sama untuk berbagai volume produksi. 10. mengapa kegunaan BEP adalah menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada persyaratan tertentu? karena misalnya penjualan yang memberikan sejumlah laba tertentu. jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh akan sama dengan jumlah penjualan pada keadaan break even ditambah sejumlah penjualan lain yang diperlukan untuk memperoleh laba yang dimaksud.

19

20

Você também pode gostar