Você está na página 1de 10

KEPRIBADIAN TOKOH RODA SAVITRI DARSONO DALAM NOVEL MISTERI SUTRA YANG ROBEK KARYA S.

MARA Gd (KAJIAN PSIKOLOGI BEHAVIORAL TOKOH CERITA)


Nur Mauludiyah1 Mudjianto2 Musthofa Kamal2 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang Nomor 5 E-mail: alid06@yahoo.co.id
Abstract: This study purpose to describe personality of Roda, based by behavioural psychological analysis. It consisting of (1) Mr. and Mrs Darsonos behavior, (2) Rodas behavior, (3) Ir. Sutras behavior, and (4) causal relationship between the behaviors of these character. Four aspects of that behavior found by means of characters behavior s in every occurrence. The results represent that Rodas behavior is a respon for Mr. and Mrs Darsonos behavior, as a stimulus. That respon is develop after the reinforcement from Ir. Sutra was strengthen it. Keywords: characters personality, novel, behavioral psychology Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepribadian tokoh Roda berdasarkan kajian psikologi behavioral, meliputi (1) perilaku tokoh Tuan dan Nyonya Darsono, (2) perilaku tokoh Roda, (3) perilaku tokoh Ir. Sutra, dan (4) hubungan antarperilaku tokoh-tokoh tersebut. Keempat aspek itu ditemukan dengan cara mengamati perilaku tokoh dalam berbagai peristiwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku tokoh Roda merupakan respon yang terbentuk akibat stimulus yang diberikan oleh Tuan dan Nyonya Darsono. Respon itu berkembang setelah mendapatkan penguatan dari tokoh Ir. Sutra. Kata kunci: kepribadian tokoh, novel, psikologi behavioral

Novel merupakan salah satu jenis karya fiksi. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995:2), karya fiksi yaitu cerita rekaan atau cerita khayalan yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah/faktual, sebagaimana karya nonfiksi. Jika dibandingkan dengan cerita pendek, maka novel merupakan cerita yang lebih panjang dan memiliki unsur-unsur pembangun cerita, seperti tema, penokohan, alur, dan latar, yang bersifat lebih rinci dan kompleks. Virginia Wolf (dalam Tarigan, 1984:164), menyatakan bahwa novel adalah sebuah eksplorasi atau kronik penghidupan yang telah direnungkan dan pada akhirnya dilukiskan dalam bentuk tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa pengarang memiliki kepekaan yang tinggi untuk mengamati hal-hal yang terjadi di sekitarnya, termasuk beragam perilaku manusia. Manusia-manusia yang ada di sekitar pengarang itu diamati dan ditangkap suasana batinnya. Kemudian gejala kejiwaan yang ditangkap itu diolah dalam batin pengarang, dipadukan dengan kejiwaannya, dan disusun menjadi suatu pengetahuan baru yang akan diekspresikannya menjadi sebuah karya.
1

Nur Mauludiyah adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi Sarjana Sastra, Program Sarjana Universitas Negeri Malang. 2 Mudjianto dan Musthofa Kamal adalah Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM).

Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel selalu diemban oleh pelakupelaku tertentu yang disebut tokoh. Siswanto (1993:24) mengemukakan bahwa tokoh dalam sebuah karya adalah manusia, atau dapat juga disebut sebagai sesuatu yang dimanusiakan, yang memiliki kepribadian tertentu. Kepribadian yang diemban oleh tokoh dalam karya sastra itu akan berhimpitan dengan hukum atau teori psikologi tertentu. Dengan demikian, novel sebagai gejala kejiwaan yang mengandung fenomena-fenomena kejiwaan, yang tampak dari tingkah laku tokohtokohnya, dapat dikaji dengan pendekatan psikologi. Wellek dan Warren (1995:106) menjelaskan bahwa terkadang ada teori psikologi tertentu yang digunakan oleh pengarang dalam proses penciptaan karya sastranya, baik itu secara sadar maupun samar-samar, dan teori tersebut cocok untuk menjelaskan keadaan tokoh-tokoh dan situasi cerita. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, psikologi analitik C.G. Jung, atau psikologi perkembangan, pada penelitian ini digunakan teori psikologi behavioral B.F. Skinner untuk menjelaskan kepribadian tokoh Roda. Pendekatan behavioral berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia merupakan hasil bentukan dari lingkungan tempatnya berada. Pendekatan behavioral mengabaikan faktor pembawaan manusia yang dibawa sejak lahir, sehingga manusia benar-benar dianggap sebagai produk lingkungan (Roekhan, 1990:94). Berdasarkan anggapan tersebut, perilaku manusia disikapi sebagai respon yang akan muncul apabila ada stimulus tertentu yang berupa lingkungan. Skinner membagi dua macam stimulus, yaitu (1) stimulus tak berkondisi yang bersifat alami, dan (2) stimulus berkondisi yang dibentuk oleh manusia dengan tujuan untuk menghasilkan perilaku tertentu. Berdasarkan macam stimulus tersebut, Skinner membagi perilaku/respon manusia menjadi dua kelompok pula, yaitu (1) perilaku tak berkondisi yang bersifat alami, yang terbentuk dari stimulus tak berkondisi, dan (2) perilaku berkondisi yang muncul sebagai respon atas stimulus berkondisi. Hall dan Lindzey (2001:331) menambahkan bahwa konsep kunci dalam behaviorisme adalah prinsip penguatan ( principle of reinforcement), yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih ditentukan oleh kejadian yang mengikuti respon/pemerkuat. Artinya, konsekuensi atau hasil dari tingkah laku akan menentukan kecenderungan organisme untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya itu di masa mendatang. Pemerkuat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) pemerkuat positif yang merupakan hasil yang menguntungkan dan menyebabkan organisme mengulang atau mempertahankan tingkah lakunya; dan (2) pemerkuat negatif yang merupakan hasil yang tidak menyenangkan dan menyebabkan tingkah laku organisme tidak diulang atau dihentikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperoleh tujuan penelitian sebagai berikut: (1) mendeskripsikan perilaku tokoh Tuan dan Nyonya Darsono sebagai stimulus, (2) mendeskripsikan perilaku tokoh Roda sebagai respon atas stimulus, (3) mendeskripsikan perilaku tokoh Ir. Sutra sebagai pemerkuat terhadap respon, dan (4) mendeskripsikan hubungan antara perilaku tokoh Tuan Darsono, Nyonya Darsono, Roda, dan Ir. Sutra sebagai aspek stimulus-respon-pemerkuat dalam novel Misteri Sutra yang Robek karya S. Mara Gd.

METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan deskriptif yang dilakukan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Datanya berupa teks yang mendeskripsikan kepribadian tokoh Roda, serta motif-motif yang mendukung pembentukannya. Teks terdiri atas monolog, dialog, dan narasi yang menggambarkan sifat, tingkah laku, perbuatan, dan perkataan tokoh. Teks berupa paparan-paparan bahasa yang dibagi dalam bentuk data berupa (1) perilaku tokoh Tuan dan Nyonya Darsono sebagai respon, yang meliputi perilaku memberi kemudahan dan mengalah pada anak; (2) perilaku tokoh Roda sebagai respon, yang meliputi perilaku tidak mau susah, ingin diistimewakan, tidak menghargai orang lain, merasa benar, dan menyalahkan orang lain; (3) perilaku Ir. Sutra sebagai pemerkuat, yang meliputi perilaku memanjakan Roda, tidak tegas, dan berlaku bijak, serta (4) hubungan antara perilaku tokoh Tuan dan Nyonya Darsono dengan perilaku tokoh Roda, dan hubungan antara perilaku tokoh Ir. Sutra dengan perilaku tokoh Roda. Data diambil dari novel Misteri Sutra yang Robek karya S. Mara Gd. Novel ini merupakan novel populer yang menyajikan cerita detektif dan pernah diterbitkan sebanyak dua kali oleh PT Gramedia Pustaka Utama, pada Juni 2006 dan Maret 2007. Cerita dalam novel ini terbagi atas 10 bab dan 1 epilog yang disajikan dalam 318 halaman. Novel ini sarat akan nilai behaviorisme Skinner yang menekankan pentingnya akibat-akibat dari sebuah perilaku (pemerkuat) terhadap kemungkinan terulang atau tidaknya perilaku tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumentasi karena sumber data penelitian ini bersifat dokumentasi, dan datanya merupakan hasil pemahaman. Dalam mengumpulkan data digunakan panduan identifikasi data, berupa tabel, yang berisi kriteria tentang perilaku tokoh Roda beserta motif-motif yang mendukung pembentukannya, sesuai dengan teori psikologi behavioral Skinner. Kriteria itu digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi kepribadian tokoh. Data yang telah terkumpul itu ditafsirkan dan dianalisis. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:16). Secara lebih lanjut, ketiga kegiatan analisis tersebut dikembangkan menjadi lima langkah kegiatan analisis, yaitu (1) identifikasi atau penelusuran terhadap data yang dibutuhkan dalam pembahasan; (2) pengkodean; (3) pengelompokan; (4) interpretasi dan analisis. Pada tahap ini, digunakan panduan analisis data untuk mempermudah proses analisis. Panduan tersebut terdiri dari empat kolom, yaitu nomor, aspek yang diteliti, indikator, dan teknik analisis. Adapun teknik analisis dilakukan dalam tiga tahapan, yakni identifikasi indikator, representasi indikator, dan interpretasi indikator; kemudian (5) penarikan kesimpulan. HASIL Hasil analisis data menunjukkan bahwa perilaku memanjakan (S 1 dan S2) yang diberikan secara ajeg oleh tokoh Tuan dan Nyonya Darsono menyebabkan pembentukan R1 dan R2 (perilaku manja) pada diri Roda. R1 dan R2 itu menguat setelah adanya P3 dan P4 (perilaku memanjakan dari Sutra), dan menjadi sebuah ambisi/perilaku berkondisi pada R3 dan R4. Akan tetapi, kemunculan P5 berupa

pemerkuat negatif yang disertai dengan perilaku aversif, membuat R 4 terhenti dan muncul R5 berupa respon/perilaku membunuh. Perilaku Tokoh Tuan Darsono. Tuan Darsono adalah ayah tokoh Roda. Ia memiliki dua perilaku yang cenderung diulangnya dalam berbagai peristiwa, yaitu memberikan kemudahan dan mengalah pada anak. Memberikan kemudahan ditampakkannya dengan melindungi Roda secara berlebihan, selalu memberikan fasilitas-fasilitas terbaik, dan memberikan kebebasan secara mutlak kepada Roda untuk bertindak dan berteman. Mengalah pada anak tercermin dalam perilaku Tuan Darsono yang tidak pernah memaksakan otoritasnya sebagai orang tua. Ia cenderung mengalah pada keinginan-keinginan dan ambisi Roda. Perilaku Tokoh Nyonya Darsono. Nyonya Darsono adalah ibu Roda. Ia memiliki perilaku-perilaku yang hampir sama dengan suaminya, yaitu memberikan kemudahan dan mengalah pada kemauan anak. Memberikan kemudahan terlihat pada perilakunya yang selalu menyepakati keinginan suaminya untuk memberikan fasilitas yang terbaik dan kebebasan kepada Roda untuk bertindak dan berteman. Mengalah pada kemauan anak terlihat pada perilakunya yang tidak pernah memantau keadaan putrinya, sehingga ia sama sekali tidak mengetahui hal-hal yang terjadi atas putrinya, bahkan benda-benda yang selama ini disimpan putrinya. Perilaku Tokoh Roda. Terdapat lima perilaku Roda yang menonjol dalam novel, yaitu tidak mau susah, ingin diistimewakan, tidak menghargai orang lain, merasa benar, dan menyalahkan orang lain. Roda tergolong tokoh yang tidak mau susah karena ia tidak dapat bersikap tekun dan mandiri. Ia tidak mampu menyelesaikan studinya di Inggris karena bosan dengan pola kehidupan yang menurutnya terlalu teratur dan berat. Ketika di rumah, ia hanya menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang disukainya, yakni aktivitas yang tidak menuntut tanggung jawab. Perilaku ini muncul karena sejak Roda kecil orang tuanya selalu membebaskan Roda dari tanggung jawab. Perilaku lain yang ditampakkan tokoh Roda adalah perilaku ingin diistimewakan. Roda cenderung menuntut dan berusaha agar orang-orang yang ada di dekatnya lebih mengutamakan keinginannya. Ia akan marah apabila keinginannya tidak dipenuhi, terutama apabila terjadi penolakan terhadap dirinya. Ambisi Roda untuk selalu diistimewakan itu memunculkan perilaku Roda yang tidak dapat menghargai orang lain. Hal itu tampak ketika Roda memperlakukan orang-orang di sekitarnya hanya sebagai bawahannya atau pemuas keinginankeinginannya saja. Ia akan segera meninggalkan mereka ketika merasa bahwa orang-orang itu sudah tidak berarti baginya atau ketika dia telah merasa bosan. Selain itu, Roda juga cenderung merasa bahwa tindakan yang dilakukannya selalu benar. Hal itu membuatnya tidak pernah mau ditegur apalagi disalahkan orang lain. Jika ada orang yang berusaha menyalahkannya atas sesuatu hal, maka ia akan berkelit dan memberikan alasan-alasan untuk membenarkan perilakunya. Keengganan Roda untuk disalahkan dan bertanggung jawab atas perilakunya itu membuatnya cenderung juga untuk menyalahkan orang lain. Pada kasus pembunuhan Sutra, ia berusaha agar dirinya bebas dari tuduhan, sehingga memberikan kesaksian-kesaksian palsu agar istri Sutra menjadi tersangka.

Perilaku Tokoh Ir. Sutra. Tokoh Sutra cenderung memanjakan Roda pada awal hubungan mereka. Ia sering menyenangkan hati Roda dengan mengajak Roda berkeliling kota atau mengajaknya berlibur ke luar kota. Ia juga bersedia cuti dari pekerjaannya apabila Roda mengajaknya berlibur pada hari aktif. Di sisi lain, Sutra merupakan laki-laki yang berperilaku tidak tegas karena tidak dapat menentukan keputusan yang tepat bagi kehidupan pribadinya. Sebenarnya ia menyadari bahwa dirinya masih mencintai istrinya dan ingin memperbaiki keadaan rumah tangganya, tetapi tidak dapat memutuskan hubungan dengan Roda karena tidak tega melihat keadaan Roda yang lemah. Sutra pun memutuskan untuk tetap melanjutkan hubungannya dengan Roda. Hanya pada akhir hidupnya Sutra dapat berlaku bijak. Ia telah memantapkan hati untuk memperbaiki kondisi rumah tangganya dan berusaha agar Roda mau menerima keputusan tersebut. Namun, ia terbunuh sebelum dapat melaksanakan niatnya. Hubungan antara Perilaku Tokoh Tuan dan Nyonya Darsono dengan Perilaku Tokoh Roda. Keajegan perilaku Tuan dan Nyonya Darsono yang terlalu memanjakan Roda membentuk perilaku Roda yang manja. Adapun perilaku keduanya yang memberikan Roda kebebasan untuk bertindak dan memilih temantemannya sendiri berakibat pada terbentuknya perilaku Roda yang tidak bertanggungjawab. Hubungan kausal yang terjadi antara orang tua dan anak dalam novel itu diakui oleh Tuan Darsono, tokoh lain yang bernama Gozali, dan secara langsung diakui oleh pengarang. Hubungan antara Perilaku Tokoh Ir. Sutra dengan Perilaku Tokoh Roda. Perilaku Sutra memanjakan Roda membuat perilaku manja Roda semakin menguat dan perilaku tidak tegas yang ditunjukkan Sutra, atas keberlanjutan hubungannya dengan Roda, membuat Roda berani untuk mendesaknya agar menceraikan istrinya dan melakukan berbagai hal agar Sutra tetap melanjutkan hubungan mereka. Sedangkan perilaku bijak yang ditunjukkan Sutra pada akhir masa pacaran mereka merupakan pemerkuat negatif pertama dalam hidup Roda yang membuat Roda marah dan melakukan pembunuhan terhadap Sutra. PEMBAHASAN Perilaku Tokoh Tuan dan Nyonya Darsono Tuan dan Nyonya Darsono adalah sosok orang tua yang terlampau menyayangi putrinya (Roda). Mereka akan melakukan berbagai hal untuk membuat putri mereka bahagia; tidak pernah menahan keinginan-keinginannya, dan cenderung mengalah. Selain itu, mereka terlampau mempercayai Roda, sehingga memberikan hak kepadanya untuk membuat keputusan dan pilihan sendiri, tanpa pernah memantau perilakunya. Tidak ada penjelasan mengenai alasan orang tua Roda memilih untuk memanjakan anaknya. Mereka hanya digambarkan berkeinginan memberikan masa remaja yang indah bagi putri mereka sehingga cenderung menghindari konflik emosi dengannya. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha memenuhi semua keinginan Roda dan tidak pernah menyalahkan Roda atas semua kesalahannya. Menurut pandangan behaviorisme, perilaku tokoh Tuan dan Nyonya Darsono yang selalu memberikan kemudahan dan mengalah pada Roda merupakan stimulus berkondisi yang menentukan perilaku tokoh Roda. Hall dan Lindzey (2001:345) menyebutkan bahwa seseorang mengembangkan sifat umum

dominan karena kelompok tertentu, misalnya keluarganya, sangat menghargai sekelompok respon tertentu dalam memberikan penguatan. Hal itu dapat diartikan bahwa perilaku-perilaku orang tua Roda berpengaruh terhadap perilaku (respon) Roda. Perilaku Tokoh Roda Tokoh Roda sangat dimanjakan oleh orang tuanya. Sejak kecil apa yang diinginkannya selalu terpenuhi walaupun tanpa diusahakannya terlebih dahulu. Hal itu membuat Roda tidak dapat bersikap mandiri. Ia tidak mampu menyelesaikan kuliahnya di Inggris karena menurutnya kehidupan di sana terlalu teratur dan berat. Selain itu, Roda hanya mau melakukan aktivitas-aktivitas yang disukainya. Koeswara (1991:94) menjelaskan bahwa generalisasi merupakan kecenderungan untuk terulang atau meluasnya tingkah laku yang diperkuat dari satu situasi stimulus ke situasi stimulus yang lain. Ketidakmampuan Roda untuk hidup mandiri merupakan generalisasi atas kemudahan-kemudahan yang diterimanya sejak kecil. Ia yang sudah terbiasa dilayani beranggapan bahwa apapun yang diinginkannya pasti akan dipenuhi. Hal itu menjadikannya malas dan tidak kreatif. Ia tidak pernah memiliki inisiatif untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan hanya melakukan hal-hal yang disukainya. Roda juga merasa dirinya istimewa dan patut diistimewakan. Ia selalu menuntut orang-orang terdekatnya, baik orang tua maupun pacarnya, untuk lebih mengutamakan keinginannya. Ketika tuntutan itu tidak terpenuhi ia akan marah. Sikap yang demikian muncul akibat kasih sayang yang berlebihan dari orang tua. Diah Utami Ningsih (dalam RLNN, 2011) memaparkan bahwa anak yang keinginannya tidak pernah ditahan akan menuntut sesuatu yang lebih, baik materi maupun nonmateri. Tuntutan Roda terhadap Ir. Sutra sangat besar, yaitu agar Sutra lebih memilih dirinya daripada sang istri, sebagai bukti bahwa dirinya lebih diistimewakan. Berbagai upaya pun dilakukannya, mulai dari menangis, merajuk, mengobral janji palsu, sampai mendatangi rumah Sutra. Harlock (dalam Rachman, 2011:44) menyebutkan bahwa reaksi marah digolongkan menjadi dua, yaitu impulsif dan ditekan. Reaksi impulsif biasanya disebut agresi dan ditujukan kepada manusia, binatang, atau objek, dan berupa reaksi fisik atau kata-kata. Kemarahan Roda tampak ketika Sutra tidak menghiraukannya, Roda membanting telepon. Kemarahan itu memuncak ketika Sutra menamparnya, dia meluapkan kemarahan dengan membunuh Sutra. Hal itu muncul karena sebelumnya Roda tidak pernah disakiti orang lain, baik secara fisik mapun nonfisik. Pada kehidupan sosialnya, Roda cenderung bersikap tidak menghormati orang lain. Dia menganggap mereka lebih rendah dari dirinya dan memperlakukan mereka seperti bawahannya. Apabila Roda menjalin kedekatan dengan seseorang, maka itu hanyalah cara supaya Roda dapat memanfaatkan orang tersebut untuk memuaskan keinginan-keinginannya. Setelah orang itu berhenti memuaskan keinginan-keinginan Roda, ia akan dikesampingkan dan tidak dihiraukan. Perilaku itu muncul akibat rendahnya kemampuan mendiskriminasi stimulus yang dimiliki Roda. Produska dan Turman (2008:99) menjelaskan bahwa kekurangan sistem penilaian diskriminatori mengakibatkan anak yang dimanjakan kekurangan perasaan penghargaan dan hormat terhadap orang dan benda-benda. Roda tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan sebaliknya menuntut lingkungannya untuk menyesuaikan diri dengannya. Ia tidak dapat membedakan

perilaku yang harus ditunjukkannya pada orang tua, pacar, tamu, atau kenalan, sehingga cenderung memperlakukan mereka dengan cara yang sama sebagai bawahan. Perilaku lain yang ditunjukkan Roda adalah selalu merasa benar. Ia tidak pernah mau ditegur apalagi disalahkan orang lain dan akan berkelit jika ada orang yang berusaha menyalahkannya atas sesuatu hal. Perilaku itu merupakan tingkah laku berkondisi dari perkuatan-perkuatan yang diberikan orang tuanya. Dalam RLNN (2011) dipaparkan bahwa anak pertama, cucu pertama, anak tunggal, atau anak bungsu, biasanya selalu dilindungi secara berlebihan. Ia diberikan apa pun yang diinginkannya dan selalu dibela dalam kondisi salah. Padahal hal itu berdampak ketidakmandirian anak, selalu bergantung pada orang lain, dan jika menghadapi masalah sangat rapuh serta mudah putus asa. Selain memanfaatkan orang lain untuk memenuhi keinginannya, Roda juga cenderung memanfaatkan mereka sebagai kambing hitam atas kesalahan yang dilakukannya. Sikap ini berhubungan dengan kesulitan Roda untuk merasa bersalah, sehingga ketika dia melakukan hal yang salah dia sulit bertanggungjawab dan berusaha menyalahkan orang lain. Pada kasus pembunuhan Sutra, Roda berusaha melimpahkan kesalahannya kepada Ayu istri Sutra. Dia berbohong dan membuat alibi palsu agar terbebas dari hukuman. Ketika polisi menyatakan hal-hal yang dapat menyelamatkan Ayu dari dakwaan, Roda juga segera menampisnya. Perilaku Tokoh Ir. Sutra Ir. Sutra adalah pacar Roda yang memanjakan Roda pada masa pacaran mereka. Ia rutin mengajak Roda berkeliling kota dan berlibur di luar kota. Perilakunya yang demikian merupakan pemerkuat positif (positive reinforcement) bagi perilaku Roda yang manja. Selain itu, Sutra tidak dapat bersikap tegas dan selalu bimbang ketika akan memutuskan Roda. Perilaku itu timbul karena keegoisannya yang sulit menerima keadaan istrinya-yang pernah berhubungan dengan lelaki lain sebelum menikah dengan Sutra-sehingga dia memutuskan untuk berhubungan dengan Roda. Hanya pada akhir hidupnya Sutra mengambil keputusan yang benar, yaitu berniat memperbaiki hubungan dengan istrinya dan memutuskan Roda. Perilaku Sutra ini menjadi pemerkuat negatif (negative reinforcement) pertama yang dialami Roda. Hubungan Perilaku Antartokoh Keinginan untuk membahagiakan Roda membuat Tuan dan Nyonya Darsono lebih suka mengalah. Mereka tidak mau berkonflik dengan Roda (S 1) sehingga tidak pernah menyalahkan Roda atas segala perbuatannya. Ketika Roda berbuat salah mereka akan menimpakan kesalahan itu pada pihak lain atau benda lain. Hal itu membuat Roda menjadi minim tanggungjawab (R 1). Dia tidak mau ditegur atau disalahkan, dan lebih suka menyalahkan orang lain. Skinner (dalam Koeswara, 1991:77) menjelaskan bahwa individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukan penyebab munculnya suatu tingkah laku, melainkan tempat berprosesnya faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas yang secara bersama menghasilkan tingkah laku yang khas pula pada individu tersebut. Bagi seorang anak lingkungan atau tempat belajar pertamanya adalah keluarga. Dia akan mempelajari sikap orang tuanya dan sekaligus mempelajari cara merespon sikap

tersebut. Respon anak yang diperkuat dengan sikap yang menyenangkan dari orang tuanya akan cenderung diulang. Apabila hal tersebut berlangsung secara kontinyu dan lama, maka akan terus dipertahankan oleh anak dan lama-lama menjadi sebuah kebiasaan (respon berkondisi). Pengendapan kebiasaan-kebiasaan itulah yang kemudian membentuk sebuah kepribadian. Selain itu, sikap Tuan dan Nyonya Darsono yang selalu memberikan kemudahan tanpa batas (S2) juga membuat Roda berkembang menjadi anak yang malas dan eksploitatif (R2). Dia tidak dapat bertahan dalam kondisi yang menuntutnya untuk bersikap mandiri. Dia selalu ingin diistimewakan dan dilayani orang-orang di sekitarnya, tanpa memiliki toleransi terhadap penundaanpenundaan kesenangan. S1 dan S2 dari Tuan dan Nyonya Darsono merupakan stimulus berkondisi yang dibentuk/dibiasakan secara ajeg oleh keduanya terhadap diri Roda sejak Roda kecil. Hal itu menimbulkan pengendapan kebiasaan pada diri Roda yang menyebabkan timbulnya respon berkondisi berupa R1 dan R2, sehingga ketika Tuan dan Nyonya Darsono berusaha agar Roda mau melanjutkan kuliah atau bekerja, Roda merasa bosan. Timbul perasaan pada diri Roda bahwa orang tuanya sudah tidak menyayanginya/mengistimewakannya. Pada saat itulah muncul pemerkuat positif (P3) dari tokoh Sutra yang berupa ketertarikannya pada Roda. Hal itu membuat Roda senang karena masih ada orang yang mengistimewakannya, sehingga ia berusaha mendekati Sutra (R 3). Respon tersebut membuat Sutra senang dan mengajak Roda pada malam harinya. Ia secara tidak sadar telah memperkuat perilaku Roda yang ingin diistimewakan, karena setelah itu Roda bersedia menjalin hubungan dengan Sutra sebagai pelarian atas kebosanannya pada sikap orang tuanya. Setelah satu bulan berkencan dan dimanjakan oleh Sutra (P3), Roda mulai merasa bosan dan bersiap untuk meninggalkan Sutra. Namun, tiba-tiba Sutra mengaku bahwa dirinya telah beristri dan berniat memutuskan hubungan mereka (P4). Roda yang sebelumnya tidak pernah diputuskan oleh pacar-pacarnya, segera menolak dan berusaha agar Sutra tetap mempertahankan hubungan mereka (R 4). Hal itu dilakukan Roda untuk membuktikan bahwa dirinya tetap diistimewakan. Berbagai upaya dilakukan oleh Roda agar Sutra lebih memilih dirinya daripada sang istri. Pemerkuat negatif (P4) dari Sutra ternyata merupakan pemerkuat yang lemah dan tidak bertahan, karena usaha Roda untuk mempertahankan Sutra (R 4) dapat membuat pemerkuat itu berhenti. Hal itu menyebabkan Roda bertambah yakin untuk memaksa Sutra menikahinya dan membuat perilaku Roda semakin menguat dan menjadi sebuah ambisi. Gunarsa dan Yulia (2004:24) menyebutkan bahwa setiap pertautan yang terjadi menyusun reaksi dan seterusnya menjadi gerakan yang terarah. Respon Roda yang terus-menerus diperkuat oleh Sutra (P4) membuat Roda semakin yakin bahwa ia dapat memenangkan hati Sutra dan membuat laki-laki itu menceraikan istrinya. Keyakinan itu juga yang membuat Roda mau mengalah pada sikap Sutra yang keras. Akan tetapi, sikap mengalah itu ternyata tidak diperkuat dengan pemerkuat positif yang diinginkannya. Satu minggu setelah Roda berusaha keras memenangkan hari Sutra, Roda mendapatkan pemerkuat negatif dari Sutra berupa ketidakpedulian Sutra (P5). Hal itu membuat Roda marah/memberikan respon negatif (R5).

Sikap Sutra yang tidak menghiraukan Roda (P5) merupakan penolakan/pemerkuat negatif pertama dalam hidup Roda. Pemerkuat itu membuat Roda merespon negatif karena sebelumnya ia telah melakukan berbagai hal untuk memenangkan hati Sutra. Penolakan Sutra yang frekuensinya semakin meningkat itu menimbulkan respon kemarahan Roda (R5) yang frekuensinya semakin meningkat pula. Terutama ketika Sutra juga memberikan stimulus aversif yang tidak pernah dialami Roda. Koeswara (1991:9293) menjelaskan bahwa stimulus aversif merupakan stimulus yang tidak menyenangkan dan tidak diharapkan oleh organisme. Stimulus aversif diberikan sebagai akibat dan bergantung kepada kemunculan suatu respon. Stimulus jenis ini dapat mengembangkan pola-pola tingkah laku yang bahkan lebih buruk dari tingkah laku semula. Pada novel Misteri Sutra yang Robek, penggunaan stimulus aversif selama dua kali oleh Sutra pada pemerkuat negatifnya (P5), yaitu dengan menampar Roda, menyebabkan perilaku manis Roda (R4) hilang dan berganti dengan respon yang berlebihan, yaitu membunuh Sutra dengan cara menusuk perut Sutra dengan gunting. PENUTUP Kesimpulan Perilaku tokoh Roda Savitri Darsono dalam novel Misteri Sutra yang Robek karya S. Mara Gd merupakan respon (R) yang terbentuk akibat pengaruh lingkungan atau stimulus (S) berupa perilaku tokoh Tuan Darsono dan Nyonya Darsono. Respon itu berkembang setelah memperoleh penguatan (P) berupa perilaku tokoh Ir. Sutra. Secara khusus kesimpulan itu dapat dijabarkan sebagai berikut. Tuan dan Nyonya Darsono cenderung tidak pernah membuat Roda merasa bersalah (S1), selalu memberikan fasilitas terbaik dan mengalah pada Roda (S2). Perilaku itu merupakan perilaku memanjakan dan menjadi stimulus berkondisi dalam pembentukan kepribadian Roda karena diberikan secara ajeg. Kecenderungan Roda untuk selalu merasa benar dan menyalahkan orang lain (R1), serta ketidakmampuan Roda untuk hidup susah, ingin selalu diistimewakan dan tidak menghargai orang lain (R2) merupakan respon berkondisi atas stimulus berkondisi yang sejak ia kecil telah diberikan oleh orang tuanya. Perilaku atau respon-respon itu menguat setelah mendapatkan penguatan dari Ir. Sutra. Perilaku Ir. Sutra yang memanjakan Roda (P3) dan tidak tegas (P4) merupakan pemerkuat positif bagi perilaku Roda yang manja. Adapun perilaku bijak darinya (P5) merupakan pemerkuat negatif pertama dalam hidup Roda dan menimbulkan munculnya respon negatif yang berlebihan. Perilaku keempat tokoh tersebut menjadi sebuah hubungan stimulusrespon-pemerkuat. Perilaku memanjakan (S1 dan S2) yang diberikan secara ajeg oleh tokoh orang tua Roda menyebabkan pembentukan R 1 dan R2 (perilaku manja) pada diri Roda. R1 dan R2 itu menguat setelah adanya P3 dan P4 (perilaku memanjakan dari Sutra), dan menjadi sebuah ambisi/perilaku berkondisi pada R 3 dan R4. Akan tetapi, kemunculan P5 yang sangat tidak menyenangkan bagi Roda membuat R4 terhenti sehingga muncul R5 berupa perilaku membunuh.

Saran Penelitian ini mendeskripsikan hubungan antara perilaku tokoh Tuan dan Nyonya Darsono, tokoh Roda, serta tokoh Ir. Sutra menggunakan gagasan psikologi behavioral. Disarankan kepada pemerhati sastra untuk dapat memanfaatkan temuan tersebut sebagai pengetahuan baru dalam melakukan studi terhadap karya sastra, baik penulisan maupun penelitian. Adapun kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, misalnya dengan menghubungkan perilaku tokoh Roda dengan perilaku tokoh Gozali, menggunakan teori lain yang sesuai. Dalam studi kepribadian perlu diperhatikan dan dipahami alur cerita yang sangat membantu dalam upaya memahami tokoh. DAFTAR RUJUKAN Gunarsa, S. D. dan Yulia S. D. G. (Eds). 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Hall, C. S. dan G. Lindzey. 1978. Psikologi Kepribadian 3: Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Terjemahan oleh Yustinus. 2001. Yogyakarta: Kanisius. Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Miles, M. B. & A. M. Huberman. Tanpa tahun. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Produska, B. dan R. Turman S. 2008. Empat Teori Kepribadian; Eksistensialis, Behavioris, Psikoanalitik, Aktualisasi Diri. Disunting oleh Gopas Mangaruhut. Jakarta: Restu Agung. Rachman, A. K. 2011. Kepribadian Tokoh Utama Anak dalam Novel Anak Pink Cupcake: Bersahabat itu Menyenangkan Karya Ramya Hayasrestha Sukardi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Radar Lampung News Network/RLNN. 11 November 2011. Pola Asuh Keliru buat Anak Manja, (Online), (http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/metropolis/43405pola-asuh-keliru-buat-anak-manja, diakses 22 Desember 2011) Roekhan. 1990. Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra: Persoalan Teori dan Terapan. Dalam Aminuddin (Ed.), Sekitar Masalah Sastra (hlm. 88 106). Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Siswanto, W. 1993. Psikologi Sastra (Buku I). Malang: IKIP Malang. Tarigan, H. G. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Wellek, R. dan A. Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Você também pode gostar