Você está na página 1de 4

RRC/EI/12

Analisa Cost-Benefit Investasi di Bidang Teknologi Informasi


Richardus Eko Indrajit Renaissance Research Center eko@indrajit.org

ABSTRAK Merupakan hal yang cukup sulit dalam menentukan apakah melakukan investasi untuk membangun infrastruktur teknologi informasi merupakan hal yang tepat atau tidak. Di satu pihak perusahaan merasa bahwa seperti halnya investasi di bidang lain, harus ada target ROI (return of investment) yang dikenakan pada setiap investasi terhadap komponen teknologi informasi, perusahaan pesaing lain banyak yang sudah tidak memikirkan hal ini lagi, alias investasi yang dilakukan sudah melampaui batas-batas kewajaran (berlebihan). Namun gejala over investment ini bukan tanpa alasan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar mengingat banyak sekali advantage dari utilisasi teknologi informasi yang tidak dapat diukur secara finansial. Dan Remenyi, Arthur Money, dan Alan Twite mencoba mengilustrasikan benefit tersebut dalam sebuah matriks yang dapat digunakan sebagai landasan manajemen dalam pengambilan keputusan. Masalah investasi di bidang teknologi informasi merupakan hal yang cukup memusingkan kepala para manajemen senior perusahaan. Di satu sisi mereka sadar bahwa sudah saatnya (kalau tidak memang karena sudah terlambat) mereka harus memiliki suatu sistem informasi yang dapat menunjang bisnis mereka, sementara di lain pihak mereka harus mengeluarkan biaya yang relatif cukup besar untuk dapat merancang dan mengimplementasikan sistem informasi yang dibutuhkan. Tanpa memiliki teknologi informasi yang cukup canggih, sulit di alam kompetisi global ini untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar dari manca negara yang mulai banyak mengadu untung di tanah air. Namun salah mengidentifikasikan kebutuhan sistem pun akan menjadi bumerang bagi organisasi yang bersangkutan. Jika dalam organisasi non-profit jenis teknologi yang cocok adalah yang tepat guna, dalam perusahaan, besarnya investasi di bidang teknologi informasi yang feasible ditentukan melalui suatu analisa biaya dan manfaat (cost-benefit analysis).

Menghitung biaya investasi yang diperlukan di muka, dan biaya operasional yang secara periodik harus dikeluarkan per bulannya, cukup mudah untuk dilakukan. Namun terkadang para praktisi teknologi informasi maupun manajemen perusahaan sulit meyakinkan pelaku investasi akan besarnya manfaat (benefit) yang akan diperoleh melalui investasi di bidang teknologi informasi, karena tidak semua jenis manfaat dapat dengan mudah dirupiahkan. Remenyi (Remenyi et.al., 1995) membagi manfaat dari utilisasi teknologi informasi menjadi dua macam, yang bersifat tangible dan intangible. Manfaat tangible adalah yang secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, baik berupa pengurangan atau penghematan biaya (cost) maupun peningkatan pendapatan (revenue). Sebagai contoh, jika pada mulanya perusahaan harus mempekerjakan beberapa karyawan yang secara khusus bertugas mempersiapkan laporan-laporan rekapitulasi keuangan, dengan diimplementasikannya aplikasi Datawarehousing perusahaan yang bersangkutan tidak perlu lagi harus merekrut karyawan-karyawan baru yang harus digaji per bulannya. Contoh lainnya adalah dengan diinstalasinya ATM (Automated Teller Machine) sebagai perpanjangan tangan atau kanal distribusi, sebuah bank dapat merperluas jangkauan bisnisnya sehingga dapat menjaring para pelanggan baru atau non pelanggan untuk melakukan transaksi melalui mesin tersebut. Secara nyata perusahaan dapat merasakan pertambahan revenue yang diperoleh melalui transaksi-transaksi melalui jaringan ATM-nya.

RRC/EI/12

P R O F I T A B I L I T Y tangible quantifiable ME A S U R E ME N T
mengurangi biaya operasional informasi yang lebih cepat menambah pemasukan baru data yang lebih akurat menciptakan proses yang lebih cost-effective kontrol yang lebih baik

intangible

yang diperoleh tidak sesuai dengan besarnya cost yang dikeluarkan. Namun jika manajemen berani untuk mengkalkulasi baik secara heuristic maupun secara whatif simulation maka akan terlihat kelayakan investasi di bidang teknologi informasi. Kalkulasi secara heuristic biasanya dilakukan dengan cara hitung-hitungan kasar dan sederhana. Katakanlah untuk membangun suatu Executive Information System, manajemen senior ditanya berapa besar yang bersangkutan mau membayar untuk sebuah laporan atau informasi per harinya. Jika manajer tersebut mau membayar katakanlah Rp 10,000 per laporan per harinya, berarti dengan kata lain beliau mau mengeluarkan kurang lebih Rp 200,000 per bulannya. Jika ada 50 manajer dalam satu perusahaan, berarti per bulannya mereka mau mengeluarkan Rp 10,000,000 per bulan untuk laporan yang bersangkutan, atau dengan kata lain Rp 120,000,000 per tahunnya. Nilai kasar inilah yang dianggap dapat merepresentasikan nilai dari informasi (manfaat) tersebut, sehingga dapat melakukan perbandingan dengan biaya yang diperlukan untuk membangun sistem Executive Information System tersebut. What-if simulation biasanya berupa suatu aplikasi sederhana dalam spreadsheet yang berisi kalkulasi secara matematis mengenai hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh terhadap biaya dan manfaat dari kinerja teknologi informasi. Katakanlah dengan diimplementasikannya sistem komputer tertentu, maka seorang customer service dapat lebih cepat melayani pelanggan, sehingga dalam satu hari akan lebih banyak jumlah pelanggan yang dapat dilayani oleh perusahaan yang bersangkutan, yang secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pelayanan dan mendatangkan sumber-sumber pendapatan yang potensial. Katakanlah counter tersebut bertugas melayani pembukaan rekening baru di bank, maka dalam satu hari, jumlah pemasukan bank dengan adanya sistem komputer akan lebih besar jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang manual. Masih banyak lagi teknik-teknik lain yang dapat dipergunakan untuk menghitung manfaat menyeluruh yang dapat diberikan oleh suatu sistem informasi. Pada dasarnya, perlu dibentuk tim yang secara khusus dapat melakukan analisa cost-benefit secara menyeluruh sehingga manajemen dapat dengan mudah mengambil keputusan terhadap investasi besarnya di bidang teknologi informasi.

unquantifiable

pekerjaan menjadi lebih efisien memperluas jaringan akses kesempatan menjadi profit center

menaikkan citra perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan meningkatkan kualitas karyawan

Namun pada kenyataannya, tidak semua jenis manfaat tangible dapat dinyatakan dalam besaran angka atau kuantitatif. Contoh yang paling populer adalah dengan dikembangkannya Office Automation System, sebuah perusahaan merasa kinerjanya menjadi lebih efisien dan cost effective. Namun besarnya efisiensi dan efektivitas sangat sulit dikuantitatifkan dalam rupiah. Di sisi lain, manfaat intangible didefinisikan sebagai manfaat positif yang diperoleh oleh perusahaan sehubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi, namun tidak memiliki korelasi secara langsung dengan profitabilitas perusahaan. Seperti halnya manfaat tangible manfaat intangible dapat dibagi menjadi dua bagian, yang quantifiable dan yang unquantifiable. Matriks berikut menggambarkan kategori dari manfaat atau benefit yang diperoleh oleh perusahaan sehubungan dengan investasi di bidang teknologi informasi beserta contoh-contohnya. Berdasarkan kenyataan di lapangan, terlihat bahwa sebagian besar manajemen hanya memperhatikan manfaat yang tangible-quantifiable karena mudah untuk dikalkulasi dan dirupiahkan dan terlihat berpengaruh langsung terhadap profitabilitas perusahaan. Sehingga tidaklah mengherankan jika melihat kenyataan betapa sulitnya meng-goal-kan suatu proyek teknologi informasi karena berdasarkan perhitungan, terlihat bahwa benefit

RRC/EI/12

REFERENSI
Remenyi, Dan, Arthur Money, and Alan Twite. Effective Measurement and Management of IT Costs and Benefits, Linacre House, Jordan Hill, Oxford: ButterworthHeinemann Ltd, 1995.

RICHARDUS EKO INDRAJIT adalah Kepala Program Studi Sistem Informasi STIMIK Perbanas dan Dosen Inti di Program Pasca Sarjana Universitas Bina Nusantara. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Komputer di ITS Surabaya, Master of Applied Computer Science di Harvard University, Master of Business Administration di Leicester University, dan Doctor of Business Administration di University of the City of

Manila. Selain mengajar di Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Universitas Atmajaya, dan Institut Pengembangan Manajemen Indonesia, serta aktif sebagai konsultan dan peneliti di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), bekerja pula sebagai Direktur Sistem Informasi di perusahaan konsultan Renaissance Advisors. Pengetahuan di bidang teknologi informasi dan manajemen sistem informasi diperoleh dari pengalaman praktis di industri keuangan, perbankan, manufaktur, penerbangan, pertambangan, telekomunikasi, pendidikan dan kesehatan.

Softcopy dari makalah dan dokumen ini tersedia melalui website personal Richardus Eko Indrajit di alamat: http://www.indrajit.org.

Jakarta,20 Desember 1998.

Você também pode gostar