Você está na página 1de 45

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

MODUL PRAKTIK LABORATORIUM MATA AJAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I PRODI D-III KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH SAMARINDA TAHUN AKADEMIK 2009/2010

KODE M.A : MPL 6.04

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH SAMARINDA TAHUN AKADEMIK 2009/2010

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

KATA PENGANTAR

Seagala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena berkat karuniNya Modul Praktikum keperawatan gawat darurat I ini dapat saya susun. Modul praktikum keperawatan ini disusun untuk memberikan gambaran dan panduan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan yaitu dengan menitik beratkan pada berbagai keterampilan yang berhubungan dengan penanganan pada klien dengan kasus kegawat daruratan pada semua system tubuh manusia yang dapat mengancam nyawa. Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan belajar bagi mahasiswa untuk mencapai kompetensi pada kasus kegawat daruratan yang meliputi bantuan hidup dasar,pengenalan dan penanganan syok, perdarahan, pembalutan dan pemebidaian serta memindahakan dan transportasi pasien kerumah sakit.

Samarinda, 01 September 2009 Koordianor MA Keperawatan Gawat Darurat I

(Ns. Nurmaya S.Kep)


060624

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

LATAR BELAKANG Pendidikan Diploma III Keperawatan merupakan pendidikan yang menghasilkan perawat professional pemula yang kompeten, terampil, islami dan mampu bersaingdi tingkat nasional, hal ini sejalan dengan Misi dari prodi D III Keperawatan Stikes Muhammadiyah Samarinda. Dengan demikian dosen selaku pengajar dan pendidik sangat bertanggung jawab untuk mencapai visi tersebut, salah satunya ialah melalui pengetahuan dan keterampilan dalam mata ajar keperawatan gawat darurat I. Keperawatan Gawat Darurat I merupakan salah satu mata ajar inti dalam Program studi D III Keperawatan. Mata kuliah ini berfokus pada penatalaksanaan dan konsep pemberian asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat mencangkup bantuan hidup dasar (Basic Life Support) dan Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support) yangpada dasarnya menguraikan tentang konsep keperawatan gawat darurat dan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien pre rumah sakit yang meliputi bantuan hidup dasar, pengenalan dan penanganan syok, perdarahan, pembalutan dan pemebidaian serta memindahakan dan transportasi pasien kerumah sakit. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka mahasiswa tidak saja diajarkan tentang teori teori tentang kegawat daruratan system, namun juga harus memfasilitasi mahasiswa untuk megaplikasikan teori tersebut dalam bentuk praktik nyata, baik pada phantom maupun langsung kepada klien dimana seseorang mengalami kegawat daruratan yang mengancam nyawa. Sebelum mahasiswa turun langsung ke lahan praktik yang mana mahasiswa diwajibkan harus lulus dalam uji pra kilinik berupa ujian OSCE (Objektive Structure Clinical Examination), maka Dosen dari prodi D III Keperawatan STIKES Muhammadiyah Samarinda akan memberikan pembelajaran secara praktik dilaboratorium di mana sarana dan prasarana ditunjang oleh peralatan medis dan panthom sesuai standar pada kegawat dauratan system tubuh manusia, praktik laboratorium pada mata ajar Keperawatan Gawat Darurat II adalah bilas lambung dimana tindakan keperawatan inu dilakukan pada seseorang yang mengalami gangguan pada system gastrointestinal yang biasa karena keracunan yang akan berpengaruh pada terganggunya semua system tubuh, sehingga perlu segera untuk ditangani.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

KEPERAWATAN GAWATDARURAT I

A. DESKRIPSI MATA AJAR Mata kuliah ini menguraikan tentang konsep keperawatan gawat darurat dan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien pre rumah sakit yang meliputi bantuan hidup dasar,pengenalan dan penanganan syok, perdarahan, pembalutan dan pemebidaian serta memindahakan dan transportasi pasien kerumah sakit. Kegiatan belajar mengajar dilakukan melalui perkulihana dan raktik klinik keperawatan. B. Standar Kompetensi : Mahasiswa memiliki perilaku yang mampu mengembangkan dan mengimplementasikan teori, konsep dan prinsip-prinsip asuhan keperawatan kegawatdaruratan C. Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mampu memahami garis besar pokok pembelajaran & konsep keperawatan dalam mata kuliah keperawatan Gawat Darurat I 2. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian Air way, Breathing, Circulation ( ABC) 3. Mahasiswa mampu memahami konsep Triage dalam pelayan keperawatan 4. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pasien gawat darurat 5. Mahasiswa mampu memahamimebebasakan ja;an nafas dan mengeluarakan benda asing pada pasien gawat darurat. 6. Mahasiswa mampu memahami pengeloalaan pernafasan dan sirkulasi 7. Mahasiswa mampu memahami Resusitasi Jantung paru 8. Mahasiswa mampu melakukan Resusitasi Jantung paru 9. Mahasiswa mampu melakukan Resusitasi Jantung paru 10. Mahasiswa mampu memahami konsep penghentian perdarahan 11. Mahasiswa mampu memahamipembidaian dan pembalutan 12. Mahasiswa mampu meakukan praktikum penghentian perdarahan 13. Mahasiswa mampu mahahami transportasi, mengangkat, mengangkut pasien gawatdarurat 14. Mahasiswa mampu memahami pendokumentasian ditatanan pelayanan keperawatan gawat darurat.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

STRATEGI PENCAPAIAN KOMPETENSI

1.

PENCAPAIAN KOMPETENSI KOGNITIF Mahasiswa diwajibkan untuk melakukan pembelajaran mandiri (Self Directed Learning) untuki mencapai kompentensi kognitif yang diharapkan. a. Mahasiswa mampu menjelasakn tujuan pelaksaan dari setiap prosedur yang dialkukan. b. Mahasiswa mampu menjelasakan tahapan pelaksaan dari setiap prosedur yang dilakukan ( persiapan, pelaksaan, evaluasi) secara sistematis.

2.

Pencapaian kompetensi Afektif Penilaian aspek afektif akan dilakukan oleh fasilitator ( dosen ) secara terintegrasi pada setiap kegiatan pencapaian kompetensi kognitif maupun pecapaian psikomotor. Matrik atribut softskill yang digunakan pada pencapaian kompetensi afektif sebagai berikut :

No Atribut Soft Skill 1 Disiplin

Definisi Ketepatan waktu dalam mengikuti praktikum Ketaatan dan kepatuhan dalam melaksanakan tugas dan tata tertib Keberanian dan kepercayaan peserta didik dalam melakukan

Indikator Kehadiran dikelas

Skor 1 Tidak hadir dikelas 2 3 Datang Datang terlambat terlambar > 15 menit 5 15 menit Terlambat Terlambat Terlambat > 2 hari & 2 hari dan 1 hari dan selalu sering jarang melanggar melanggar melanggar 4 Datang tepat waktu Tepat waktu & tidak pernah melanggar Berani tampil mencoba/ melakukan kegiatan raktikum

Penyerahan tugas dan patuh terhadap tata tertib Berani tampil

Percaya diri

Tidak berani tampil mencoba kegiatan praktikum

Berani tampil mencoba/ melakukan kegiatan raktikum

Berani tampil mencoba/ melakukan kegiatan raktikum

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

keterampilan

dengan canggung/ grogi Penyampaian Tidak pendapat bail pernah lisan maupun tulisan melalui bertanya, memberikan jawaban penyampaian ide jarang

Partisipasi Keikut Aktif sertaan secara aktifdalam setiap kegiatan praktikum

dengan sedikit canggung/ grogi sering

dengan tidak canggung/ grogi selalu

3.

PENCAPAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR Pencapaian kompetensi tindakan psikomotor yang diharapkan sesuai dengan tujuan umum & khusus yaitu mahasiswa mampu : Tujuan Umum 1. Mahasiswa mampu melakukan Resusitasi jantung paru 2. Mahasiswa mampu melakukan pembalutan & pembidaian (penghentian perdarahan)

Tujuan Khusus 1. Resusitasi jantung paru - Mahasiswa mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru secara benar - Mahasiswa mampu mengidentifikasi indikasi & kontra indikasi dilakukanya Resusitasi Jantung Paru secara benar. - Mahasiswa mampu mengidentifikasi bahaya jika tidak dialakukanya Resusitasi Jantung Paru - Mahasiswa mampu menganalisa kebutuhan klien dan menegakan diagnose keperawatan

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

2. Mahasiswa mampu melakukan pembalutan & pembidaian (penghentian perdarahan) - Mahasiswa mampu melakukan pembalutan & pembidaian secara benar - Mahasiswa mampu mengidentifikasi indikasi & kontra indikasi pembalutan & pembidaian Resusitasi Jantung Paru secara benar. - Mahasiswa mampu mengidentifikasi bahaya jika tidak dialakukanya pembalutan & pembidaian - Mahasiswa mampu menganalisa kebutuhan klien dan menegakan diagnose keperawatan

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

A. TATA TERTIB 1. 2. 3. 4. Mahasiswa datang di laboratorium keperawatan tepat waktu Mahasiswa wajib memakai jas laboratorium selama kegiatan praktik berlangsung Melepas alas kaki dengan menempatkan ditempat yang sudah disediakan Bagi mahasiswa yang terlambat >15 menit lebih dengan tanpa keterangan dianggap alfa.

B. PELAKSANAAN 1. Pembukaan 2. Sebelum mulai praktik laboratorim terlebih dahulu dosen memberikan materi tentang bilas lambung. 3. Dosen memperagakan terlebih dahulu praktik bilas lambung sesuai dengan Standar Operasional Prosedur 4. Meminta mahasiswa kembali untuk melakukan praktik bilas lambung sesuai dengan Standar Operasional Prosedur. 5. Melakukan evaluasi disertai dengan tanya jawab 6. Penutup C. LAMPIRAN Standar Operasional Prosedur

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

PRODI D3 Keperawatan

Nomor Revisi Ke Tanggal berlaku

00 00

Instruksi Kerja Prosedur Resusitasi Jantung Paru

PRAKTIKUM RJP Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan benar dan efektif

Tujuan khusus Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu: 1. 2. 3. 4. Menjelaskan pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP) Menjelaskan tujuan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Menjelaskan tahapan prosedur Resusitasi Jantung Paru (RJP) Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Pengertian Resusitasi jantung paru (RJP)ini merupakan suatu kombinasi antara kompresi dada yang secara manual memompa darah sirkulasi ke sistem tubuh dan pemberian bantuan nafas buatan dengan atau tanpa alat bantu (mulut ke mulut) atau bantuan pernafasan yang dapat mensuplai oksigen ke paru-paru. Tujuan RJP Tindakan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi jantung dan otak sampai adanya tindakan defibrilasi atau bantuan bantuan perawatan jantung lanjut (advanced cardiac life-suppor) datang ASUHAN KEPERAWATAN Elemen Pengkajian 1. 2. Kriteria Unjuk Kerja Kaji situasi: aman peneolong, aman pasien dan aman lingkungan Kaji Respon pasien klien: tidak berespon, tidak bernafas atau bernafas tidak normal (tersengalsengal/ grasping)

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


3. Diagnosa Keperawatan Aktifkan sistem respon darurat dan minta tolong orang sekitar 4. Diagnosis keperawatan: a. Penurunan curah jantung b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas c. kerusakan pertukaran gas d. Kerusakan ventilasi Spontan e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral f. Risiko aspirasi g. Risiko cidera Nursing outcome classification (NOC) yang ingin dicapai adalah status penafasan: pertukaran gas, status penafasan: ventilasi, keefektifan pompa jantung, status sirkulasi, kontrol aspirasi, Tanda-tanda vital Nursing intervention classification (NIC) untuk mencapai hasil seperti diatas adalah: Manajemen jalan nafas, Manajemen jalan nafas buatan, perawatan jantung: akut, perawatan kedaruratan, terapi oksigen, bantuan ventilasi, ventilasi mekanik, kewaspadaan aspirasi, dan pemantauan pernafasan.

Perencanaan

5.

Siapkan alat a. Alat pelindung diri, seperti pelindung wajah atau masker dan kacamata (google) b. Sungkup katup satu arah jika tersedia c. Sarung tangan jika tersedia d. Ambu-bag jika tersedia, dan e. Oksigen jika tersedia

Pelaksananan Tahap Orientasi 6. Pasang sarung tangan jika tersedia. 7. Atur posisi pasien dalam keadaan terlentang (supinasi) dengan punggung berada pada alas yang rata, keras dengan tangan berada disisi tubuh. Jika pasien di atas tempat tidur, pasang papam yang keras (backboard/ triplek tebal) atau penahan lain yang permukaan rata dan keras dibawah badan pasien atau pindahkan ke lantai jika memungkinkan). 8. Posisikan diri dalam posisi menolong dengan berada di samping pasien dengan lutut dan kaki sebagai penumpu tubuh penolong yang parallel dengan tulang

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


rusuk pasien Tempatkan satu tumit telapak tangan di tengah dada pasien diantara putting susu, setengah bawah dari sternum. Tempatkan tangan lainnya diatas tangan pertama tadi, regangkan jari dan lakukan jalinan antar jari tangan. Luruskan lengan dan posisi bahu berada langsung diatas lengan dan tangan Lakukan kompresi dada 30 kali dengan kecepatan minimal 100 per menit (Berg, 2010, AHA, 2010, Traver, 2010), Hitung satu, dua, tiga, dan seterusnya, sampai 30, jaga siku dan lengan tetap lurus. Kompresi dada harus menekan tulang sternul minimal 2 inci atau 5 cm (Berg, 2010, AHA, 2010, Traver, 2010). Setelah kompresi beri kesempatan dada untuk kembali seperti semula (mengembang kembali) Setelah kompresi dada 30 kali (siklus pertama), kaji airway pasien dan jika terjadi gangguan lakukan head tilt dan chin lip (jika tidak ada kontra indikasi). Jika ada dugaan fraktur servikal lakukan jaws thrust Jika pasien tetap tidak bernafas secara spontan, berikan nafas buatan dari mulut ke mulut atau mulut ke sungkup sebanyak 2 kali ventilasi, diikuti dengan kompresi dada 30 kali Berikan bantuan nafas 2 kali setiap 30 kali kompresi. Lakukan lima siklus lengkap yaitu 30 Kompresi dan dua kali ventilasi. Cek nadi karotis tiap lima kali siklus. Jika masih tidak bernafas atau tidak ada denyutan lakukan lagi 30 kompresi dan 2 kali ventilasi sampai pasien bernafas spontan dan jantung berdenyut teratur. Jika alat defibrilasi sudah ada, pasang dan lakukan defibrilasi segera, dan hindarkan interuspsi dengan terus melakukan RJP sampai AED benar-benar siap Cek irama dan tanda-tanda shock, jika ada ulangi defibrilasi tiap 2 menit, diantara defibrilasi tetap lakukan RJP Lanjutkan RJP sampai petugas yang kompeten mengambil alih atau pasien dipidahkan, penolong keletihan atau dokter meminta menghentikan. Petugas yang mengambil alih untuk memeriksa nadi dan terapi lanjutan yang sesuai. Jika pasien dapat bernafas spontan dan jantung berdenyut teratur, posisikan pasien dengan posisi pemulihan (recovery position). Jika pasien diduga mengalami fraktur servikal, lakukan logrolling. Buka sarung tangan dan cuci tangan Mengakhiri pertemuan dengan baik: bersama klien membaca doa:

9. Tahap Kerja

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

Tahap Terminasi

19. 20.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkan lah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain engkau, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi) dan berpamitan dengan mengucap salam pada pasien.

Evaluasi

21. RJP dilaksanakan secara efektif dan tanpa efek samping dan komplikasi maka pasien akan menunjukkan nadi pernafasan kembali normal, jantuing dan patu pasien berfungsi kembali dengan adekuat untuk keberlanjutan kehidupan, dimulainya tindakan bantuan hidup lanjut dan pasien tidak menunjukkan cidera yang serius. 22. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, catat pula data hasil pengkajian dan respons klien. Dokumentasikan urutan waktu kejadian dan tindakan. Disamping itu dokumentasikan lama tindakan dan waktu berakhirnya tindakan. Dokumentasi perkembangan pasien selama tindakan RJP yang dapat dialkukan oleh perawat lain yang mengikuti proses RJP. Dokumentasikan hasil p[engkajian: sirkulasi perifer, respon pasien, waktu pengkajian dan obat-obatan yang diberikan (jika di beri obat)

Dokumentasi

Sumber Terkait

Dewit, S.C., (2009). Fundamentals concepts and skills for nursing, (3rd ed). Singapore: Elsivier Saunders Ellis, J.R., & Bentz, P.M., (2007). Modul for basic nursing skill, (7th ed). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E.,

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


(2008). Nursing outcome classification (NIC), (5th ed). St Louis: Mosby Elsevier Potter, P.A., & Perry, A.G., (2009). Fundamentals of nursing (7th ed). Singapore: Mosby Elsevier Rhoads, J., & Meeker, B.J., (2007). Daviss guide to clinical nursing skill, Philadelphia: F.A. Davis Company Timby, B.K. (2009). Fundamental of nursing, Skills and concepts, (9th ed). Philadelphia: Lippincott Wiliam and Wilkins Wiegand, D.J.L.M., (2005). AACN Procedure manual for Critical care, Philadelpia: Elsevier Saunders

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

PRODI D3 Keperawatan

Nomor Revisi Ke Tanggal berlaku

00 00

Instruksi Kerja Prosedur Resusitasi Jantung Paru

PRAKTIKUM RJP Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan benar dan efektif

Tujuan khusus Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu: 5. 6. 7. 8. Menjelaskan pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP) Menjelaskan tujuan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Menjelaskan tahapan prosedur Resusitasi Jantung Paru (RJP) Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Pengertian Resusitasi jantung paru (RJP)ini merupakan suatu kombinasi antara kompresi dada yang secara manual memompa darah sirkulasi ke sistem tubuh dan pemberian bantuan nafas buatan dengan atau tanpa alat bantu (mulut ke mulut) atau bantuan pernafasan yang dapat mensuplai oksigen ke paru-paru.

Tujuan RJP Tindakan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi jantung dan otak sampai adanya tindakan defibrilasi atau bantuan bantuan perawatan jantung lanjut (advanced cardiac life-suppor) datang

ASUHAN KEPERAWATAN Elemen Kriteria Untuk Penilaian Ya Tdk Ket.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


Pengkajian 23. Kaji situasi: aman peneolong, aman pasien dan aman lingkungan 24. Kaji Respon pasien klien: tidak berespon, tidak bernafas atau bernafas tidak normal (tersengalsengal/ grasping) 25. Aktifkan sistem respon darurat dan minta tolong orang sekitar 26. Diagnosis keperawatan: a. Penurunan curah jantung b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas c. kerusakan pertukaran gas d. Kerusakan ventilasi Spontan e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral f. Risiko aspirasi g. Risiko cidera Nursing outcome classification (NOC) yang ingin dicapai adalah status penafasan: pertukaran gas, status penafasan: ventilasi, keefektifan pompa jantung, status sirkulasi, kontrol aspirasi, Tanda-tanda vital Nursing intervention classification (NIC) untuk mencapai hasil seperti diatas adalah: Manajemen jalan nafas, Manajemen jalan nafas buatan, perawatan jantung: akut, perawatan kedaruratan, terapi oksigen, bantuan ventilasi, ventilasi mekanik, kewaspadaan aspirasi, dan pemantauan pernafasan.

Diagnosa Keperawatan

Perencanaan

27. Siapkan alat a. Alat pelindung diri, seperti pelindung wajah atau masker dan kacamata (google) b. Sungkup katup satu arah jika tersedia c. Sarung tangan jika tersedia d. Ambu-bag jika tersedia, dan e. Oksigen jika tersedia

Pelaksananan Tahap Orientasi 28. Pasang sarung tangan jika tersedia. 29. Atur posisi pasien dalam keadaan terlentang (supinasi) dengan punggung berada pada alas yang rata, keras dengan tangan berada disisi tubuh. Jika pasien di atas

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


tempat tidur, pasang papam yang keras (backboard/ triplek tebal) atau penahan lain yang permukaan rata dan keras dibawah badan pasien atau pindahkan ke lantai jika memungkinkan). Posisikan diri dalam posisi menolong dengan berada di samping pasien dengan lutut dan kaki sebagai penumpu tubuh penolong yang parallel dengan tulang rusuk pasien Tempatkan satu tumit telapak tangan di tengah dada pasien diantara putting susu, setengah bawah dari sternum. Tempatkan tangan lainnya diatas tangan pertama tadi, regangkan jari dan lakukan jalinan antar jari tangan. Luruskan lengan dan posisi bahu berada langsung diatas lengan dan tangan Lakukan kompresi dada 30 kali dengan kecepatan minimal 100 per menit (Berg, 2010, AHA, 2010, Traver, 2010), Hitung satu, dua, tiga, dan seterusnya, sampai 30, jaga siku dan lengan tetap lurus. Kompresi dada harus menekan tulang sternul minimal 2 inci atau 5 cm (Berg, 2010, AHA, 2010, Traver, 2010). Setelah kompresi beri kesempatan dada untuk kembali seperti semula (mengembang kembali) Setelah kompresi dada 30 kali (siklus pertama), kaji airway pasien dan jika terjadi gangguan lakukan head tilt dan chin lip (jika tidak ada kontra indikasi). Jika ada dugaan fraktur servikal lakukan jaws thrust Jika pasien tetap tidak bernafas secara spontan, berikan nafas buatan dari mulut ke mulut atau mulut ke sungkup sebanyak 2 kali ventilasi, diikuti dengan kompresi dada 30 kali Berikan bantuan nafas 2 kali setiap 30 kali kompresi. Lakukan lima siklus lengkap yaitu 30 Kompresi dan dua kali ventilasi. Cek nadi karotis tiap lima kali siklus. Jika masih tidak bernafas atau tidak ada denyutan lakukan lagi 30 kompresi dan 2 kali ventilasi sampai pasien bernafas spontan dan jantung berdenyut teratur. Jika alat defibrilasi sudah ada, pasang dan lakukan defibrilasi segera, dan hindarkan interuspsi dengan terus melakukan RJP sampai AED benar-benar siap Cek irama dan tanda-tanda shock, jika ada ulangi defibrilasi tiap 2 menit, diantara defibrilasi tetap lakukan RJP Lanjutkan RJP sampai petugas yang kompeten mengambil alih atau pasien dipidahkan, penolong keletihan atau dokter meminta menghentikan. Petugas yang mengambil alih untuk memeriksa nadi dan terapi lanjutan yang sesuai.

30.

31. Tahap Kerja

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


40. Jika pasien dapat bernafas spontan dan jantung berdenyut teratur, posisikan pasien dengan posisi pemulihan (recovery position). Jika pasien diduga mengalami fraktur servikal, lakukan logrolling. 41. Buka sarung tangan dan cuci tangan 42. Mengakhiri pertemuan dengan baik: bersama klien membaca doa:

Tahap Terminasi

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkan lah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain engkau, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi) dan berpamitan dengan mengucap salam pada pasien. Evaluasi 43. RJP dilaksanakan secara efektif dan tanpa efek samping dan komplikasi maka pasien akan menunjukkan nadi pernafasan kembali normal, jantuing dan patu pasien berfungsi kembali dengan adekuat untuk keberlanjutan kehidupan, dimulainya tindakan bantuan hidup lanjut dan pasien tidak menunjukkan cidera yang serius. 44. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, catat pula data hasil pengkajian dan respons klien. Dokumentasikan urutan waktu kejadian dan tindakan. Disamping itu dokumentasikan lama tindakan dan waktu berakhirnya tindakan. Dokumentasi perkembangan pasien selama tindakan RJP yang dapat dialkukan oleh perawat lain yang mengikuti proses RJP. Dokumentasikan hasil p[engkajian: sirkulasi perifer, respon pasien, waktu pengkajian dan obat-obatan yang diberikan (jika di beri obat)

Dokumentasi

Sumber Terkait

Ackley, B.J., & Ladwig, G.B. (2011). Nursing diagnosis

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


handbook, A evidence-based guide to planning care, St Louis: Mosby Elsevier Altman, G.B., Buchsel, P., & Coxon, V. (2000). Delmars fundamentals and advanced nursing skills, (2nd ed). Washinton: Delmar Thompson Learning Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M., (2008). Nursing intervention classification (NIC), (5th ed). St Louis: Mosby Elsevier Dewit, S.C., (2009). Fundamentals concepts and skills for nursing, (3rd ed). Singapore: Elsivier Saunders Ellis, J.R., & Bentz, P.M., (2007). Modul for basic nursing skill, (7th ed). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E., (2008). Nursing outcome classification (NIC), (5th ed). St Louis: Mosby Elsevier Potter, P.A., & Perry, A.G., (2009). Fundamentals of nursing (7th ed). Singapore: Mosby Elsevier Rhoads, J., & Meeker, B.J., (2007). Daviss guide to clinical nursing skill, Philadelphia: F.A. Davis Company Timby, B.K. (2009). Fundamental of nursing, Skills and concepts, (9th ed). Philadelphia: Lippincott Wiliam and Wilkins Wiegand, D.J.L.M., (2005). AACN Procedure manual for Critical care, Philadelpia: Elsevier Saunders Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan, (9th ed). Jakarta: EGC Keterangan: Tidak = 0 Ya = 1 Jumlah nilai yang didapat Nilai Akhir = ------------------------------------------------- X 100 Jumlah keseluruhan point yang dinilai

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


Evaluasi Diri : .......................................................................................................................................................................................... .............................................................................................................................................. Samarinda, .....................................2012 Pembimbing/Penguji (.)

D. MATERI Resusitasi Jantung Paru ( RJP )

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru ( RJP )

1. Definisi Resusitasi mengandung arti harfiah Menghidupkan kembali tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan pernapasan (bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang korban mengalai henti jantung dan henti napas.

2. Klasifikasi Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni :

1. Bantuan hidup dasar / BHD

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan henti jantung yang disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.

2. Bantuan hidup lanjut / BHL Adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan usaha hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang hidup pasien.

3. Penyebab Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah : 1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru. 2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru. 3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular. 4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat. 5. Gagal ginjal, karena hyperkalemia

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik.

Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel.Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan untuk hidup normal.

Adapun sebab henti nafas adalah : 1. Sumbatan Jalan Nafas Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).

2. Depresi pernafasan Sentral Obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak dan tenggelam.Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

4. Tanda dan Gejala 1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung) 2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi) 3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping) 4. Terlihat seperti mati (death like appearance) 5. Warna kulit pucat sampai kelabu 6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik) .

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidak sadaran dan tak teraba denyut arteri besar :

1. Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

2. Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia. 3. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap. 4. Bila ragu-ragu, mulai saja RIP.

5. RJP yang Tidak Efektifa dan Komplikasinya RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban yang mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup). Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara efisien.

Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan masalah-masalah seperti di bawah ini: 1. Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilt pada waktu diberikan napas buatan; 2. Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara; 3. Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat; 4. Hidung korban tidak ditutup selama pemberian napas buatan; 5. Korban tidak berbaring diatas alas yang keras; 6. Irama kompresi yang tidak teratur.

Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP. Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu rendah maka proc. xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai perdarahan dalam.

Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah.Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan terjadinya patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika terdapat kasus sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

lebih baik mengalami patah beberapa tulang iga dan hidup daripada korban meninggal karena anda tidak melanjutkan RJP karena takut akan adanya cedera tambahan. Masalah distensi gaster juga sering terjadi.

6. Penatalaksanaan RJP Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi.

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.

1. Resusitasi dilakukan pada : a. Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian listrik b. Serangan Adams-Stokes c. Hipoksia akut d. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan e. Sengatan listrik f. Refleks vagal g. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

2. Resusitasi tidak dilakukan pada : a. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat. b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi. c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai berikut : 1. Airway (Jalan nafas) Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadangkadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan. Caranya ialah : a. Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil, b. Mendorong kepala ke belakang dan kemudian, c. Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung. d. Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban.

Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

2. Breathing (Pernafasan) Dalam melakukan pernafasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :

a. Gerakan dada waktu membesar dan mengecil b. Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang c. Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi. d. Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis.

3. Circulation (Sirkulasi buatan) Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.

Sebab-sebab henti jantung : a. Afiksi dan hipoksi b. Serangan jantung c. Syok listrik d. Obat-obatan e. Reaksi sensitifitas f. Kateterasi jantung g. Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.

Henti jantung diketahui dari :

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

1. Hilangnya denyut nadi pada arteri besar 2. Korban tidak sadar 3. Korban tampak seperti mati 4. Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 35 kali lalu raba denyut arteri carotis.

Perabaan arteri carotis lebih dianjurkan karena : 1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan 2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban 3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.

Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC pada RJP tersebut adalah : 1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun 2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil 3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati 4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jarijari jangan menekan iga korban 5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.

ABC pada RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil : 1. Korban menjadi sadar kembali 2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya. 3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan.

Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).Pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) dibagi dalam 3 fase, yaitu : 1. Bantuan Hidup Dasar (BDH). 2. Bantuan Hidup Lanjut (BHL). 3. Bantuan Hidup Jangka Lama. Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I.

Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari : (A) Airway Control : penguasaan jalan nafas. (B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat. (C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok.

Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari : (D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG. (E) Electrocardioscopy (Cardiography). (F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari : (G) Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana pasien dapat diselamatkan. (H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru dan (I) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

Fase I (Bantuan Hidup Dasar) Bila terjadi nafas primer, jantung terus dapat memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang berada dalam paru darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai dengan fenomena listrik berikut : fibrilasi fentrikular, takhikardia fentrikular, asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis.

Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi meliputi posisi pembukaan jalan nafas buatan dan kompresi dada luar dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP dimulai dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Pada korban yang tiba- tiba kolaps, kesadaran harus segera ditentukan dengan tindakan goncangan atau teriak yang terdiri dari menggoncangkan korban dengan lembut dan memanggil keras. Bila tidak dijumpai tanggapan hendaknya korban diletakkan dalam posisi terlentang dan ABC BHD hendaknya dilakukan. Sementara itu mintalah pertolongan dan bila mungkin aktifitaskan sistem pelayanan medis darurat.

1. Airway (Jalan Nafas) Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada pasien yang tidak sadar dengan posisi terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka yaitu dengan metode ekstensi kepala angkat leher, metode ekstensi kepala angkat dagu dan metode angkat dagu dorong mandibula, dimana metode angkat dagu dorong mandibula lebih efektif dalam membuka jalan nafas atas daripada angkat leher.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode paling aman untuk memelihara jalan nafas atas tetap terbuka, pada pasien dengan dugaan patah tulang leher. Bila korban yang tidak sadar bernafas spontan dan adekuat dengan tidak ada sianosis, korban sebaiknya diletakkan dalam posisi mantap untuk mencegah aspirasi. Bila tidak diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan atau dipindahkan bila memang mutlak diperlukan karena gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan paralisis pada korban dengan cedera leher. Disini teknik dorong mandibula tanpa ekstensi kepala merupakan cara yang paling aman untuk membuka jalan nafas, bila dengan ini belum berhasil dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.

2. Breathing (Pernafasan) Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan ventilasi buatan.Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah disebutkan diatas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua kali ventilasi dalam. Kemudian segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi yang dalam sebesar 800 ml sampai 1200 ml setiap 5 detik.

Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang penolong dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang dilakukan oleh 2 penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup ada udara keluar melalui hidung dan mulut korban selama respirasi sebagai tambahan selama pemberian ventilasi pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan pengembangan paru korban ketika diisi.

Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif daripada fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing.Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

satu tangan memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain kedalam satu sisi mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen atau hentakan dada, sehingga tekanan udara dalam abdomen meningkat dan akan mendorong benda untuk keluar.Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang, teknik ini sama dengan kompresi dada luar.

Urutan yang dianjurkan adalah : a. Berikan 6 sampai 10 kali hentakan abdomen. b. Buka mulut dan lakukan sapuan jari. c. Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan dapat dilakukan dengan sukses.

Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong mandibula), pembersihan mulut dan faring ternyata masih ada sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas. Bila dengan ini belum berhasil perlu dilakukan intubasi trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi trakheal, sebagai alternatifnya adalah krikotomi atau fungsi membrane krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 14 G). Bila masih ada sumbatan di bronkhus maka perlu tindakan pengeluaran benda asing dari bronkhus atau terapi bronkhospasme dengan aminophilin atau adrenalin.

3. Circulation (Sirkulasi) Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tanda- tanda henti jantung adalah: a. Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung. b. Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakhialis pada bayi). c. Henti nafas atau megap- megap. d. Terlihat seperti mati. e. Warna kulit pucat sampai kelabu.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

f. Pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung) g. Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering mungkin merupakan tanda utama henti jantung.

Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat.Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras agar kompresi dada luar yang dilakukan efektif. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari dari persambungan episternum. Tangan penolong yang lain diletakkan diatas tangan pertama, jari- jari terkunci dengan lurus dan kedua bahu tepat diatas sternum korban, penolong memberikan tekanan ventrikel ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4 sampai 5 cm.

Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban, dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju 80 sampai 100 kali/ menit) harus diikuti dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2 sampai 3 detik). Dalam satu menit harus ada 4 siklus kompresi dan ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi). Jadi 15 kali kompresi dan 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada 2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 sampai 100 kali/ menit dan pemberian satu kali ventilasi dalam 1 sampai 1,5 detik oleh penolong kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam satu menit minimal harus ada 60 kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi lima kompresi dan satu ventilasi maksimal dalam 5 detik.Kompresi dada harus dilakukan secara halus dan berirama.

Bila dilakkan dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100 mmHg, dan tekanan rata- rata 40 mmHg pada arteri karotis. Kompresi dada tidak boleh terputus lebih dari 7 detik setiap kalinya, kecuali pada intubasi trakheal, transportasi naik turun tangga dapat sampai 15 detik. Sesudah 4 daur kompresi dan ventilasi dengan rasio 15 : 2, lakukan reevaluasi pada pasien.

Periksa apakah denyut karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada denyut lanjutkan dengan langkah berikut : Periksa pernafasan 3 sampai 5 detik bila ada, pantau pernafasan dan nadi dengan ketat. Bila tidak ada lakukan ventilasi buatan 12 kali per menit dan pantau

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

nadi dengan ketat. Bila RJP dilanjutkan beberapa menit dihentikan, periksa apakah sudah timbul nadi dan ventilasi spontan begitu seterusnya.

Fase II (Bantuan Hidup Lanjut) Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan khusus dan penggunaan obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan ABC RJP dan belum timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF.

1. Drug and Fluid (Obat dan Cairan) Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan : a. Adrenalin : 0,5 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak. Cara pemberian : iv, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg adrenalin).

Jika keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan atau mati jantung.

b. Natrium Bikarbonat : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung.

Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama, yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan yang lama dan efisien, sebab kalau tidak asidosis intraseluler justru bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini bukanlah hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat segera menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh respirasi.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

2. EKG Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis. 3. Fibrilation Treatment (Terapi Fibrilasi) Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas, defibrilasi luar arus searah: a. 200 300 joule pada dewasa. b. 100 200 joule pada anak. c. 50 100 joule pada bayi.

Fase II ( bantuan Hidup Jangka lama atau Bantuan Hidup Pasca Resusitasi) Jenis pengelolaan pasien yang diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung sepenuhnya kepada resusitasi. Pasien yang mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan intensif dan observasi terus menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu sistem memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau resusitasi otak.

Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemik dan iskemik selama henti jantung adalah otak. Satu dari lima orang yang selamat dari henti jantung mempunyai defisit neurologis. Bila pasien tetap tidak sadar, hendaknya dilakukan upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intracranial. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajad sedang juga membantu.

Keputusan Untuk Menghakhiri RJP Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah diagnosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi dokter pribadi korban hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya resusitasi dihentikan. Tidak sadar ada pernafasan spontan dan refleks muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau dibawah efek barbiturat atau dalam anesthesia umum. Akan tetapi tidak adanya tanggapan jantung terhadap

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

tindakan resusitasi. Tidak ada aktivitas listrik jantung selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal menandakan mati jantung.

Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati, jika : 1. Terdapat tanda- tanda mati jantung. 2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan dan refleks muntah serta pupil tetap dilatasi selama 15 sampai 30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau anestesia umum. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini: 1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif. 2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter). 3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya). 4. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi. 5. Pasien dinyatakan mati. Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah atau satu jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP. 1. 2. 3. 4. 5. Spasme laring Hipoksia dan hiperkapnia Injuri mekanik pada leher, eksofagus dan saluran percernaan atas Ketidakseimbangan antara cairan dan elektrolit Pasien yang berontak memperbesar resiko komplikasi

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

PRODI D3 Keperawatan

Nomor Revisi Ke Tanggal berlaku

00 00

Instruksi Kerja Prosedur BALUT BIDAI

PRAKTIKUM BALUT BIDAI Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan Balut Bidai dengan benar

Tujuan khusus Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu: 9. Menjelaskan tujuan Balut Bidai 10. Menjelaskan tahapan prosedur Balut Bidai 11. Melakukan Balut Bidai Pengertian
penanganan umum trauma ekstremitas atau imobilisasi dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga misalnya splinting (spalk)

Tujuan Balut Bidai


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak Memberikan tekanan Melindungi bagian tubuh yang cedera Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera. Mencegah terjadinya pembengkakan Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi Memudahkan dalam transportasi penderita.

ASUHAN KEPERAWATAN Elemen Pengkajian 1. 2. 3. Kriteria Unjuk Kerja Kaji kondisi luka klien Kaji kesiapan klien Kaji kesiapan perawat

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Diagnosa Keperawatan

4. 5. 6.

Gangguan Mobilitas fisik b.d kerusakan Muskuloskeletal Nyeri akut b.d agen injury fisik Siapkan alat

Perencanaan

o Mitela yaitu pembalut berbentuk segitiga o Dasi yaitu mitela yang telipat-lipat sehingga berbentuk dasi o Pita yaitu penbalut berperekat o Pembalut yang spesifik o Kassa steril o Sarung tangan steril bila perlu. o jika menggunakan bidai kaku/rigid, lapisi daerah yang

akan dibidai dengan kapas atau kain untuk menghindari tekananBetadine o Kasa steril o Gunting Pelaksananan Tahap Orientasi 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Berikan salam, panggil klien dengan namanya Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien/keluarga Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya Baca basmalah dan berdoa Kaji ABC klien Berikan privasi pada klien : tutup pintu kamar dan pasang tirai Bantu klien pada posisi yang nyaman dan memudahkan untuk melakukan pembersihan luka. Pasang sarung tangan bersih/ steril Buka pakaian yang menutupi daerah fraktur dan atasi perdarahan jika ada Reposisi ekstremitas yang fraktur jika mungkin Buka sarunga tangan bersih Pastikan ekstremitas yang fraktur teraba denyut nadinya jika menggunakan bidai kaku/rigid, lapisi daerah yang akan dibidai dengan kapas atau kain untuk menghindari tekanan Pasang bidai yang memfiksasi 2 sendi Ikat bidai dari arah distal keproksimal Periksa bagian distal ekstremitas untuk mengetahui nadi, fungsi saraf dan warna kulit segera setelah pembidaian Jika mungkin tinggikan bagian yang mengalami fraktur/bagian yang dibidai Rujuk pasien ke RS Baca hamdalah dan berdoa.

Tahap Kerja

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkan lah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain engkau, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi Tahap Terminasi 26. Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan (subyektif dan 27. Beri reinforcement positif pada klien 28. Kontrak pertemuan selanjutnya 29. Kumpulkan dan bersihkan alat-alat 30. Mencuci tangan 31. Evaluasi perasaan klien 32. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 33. Evaluasi respon klien. 34. Evaluasi diri perawat. 35. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, catat pula data hasil pengkajian dan respons klien. Hidayat, A. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta; EGC NANDA, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA Potter,PA. Perry, AG. Peterson, VR. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar Ed. 5. Jakarta; EGC.

Evaluasi

Dokumentasi

Sumber Terkait

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

PRODI D3 Keperawatan

Nomor Revisi Ke Tanggal berlaku

00 00

Instruksi Kerja Prosedur BALUT BIDAI

PRAKTIKUM BALUT BIDAI Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan Balut Bidai dengan benar

Tujuan khusus Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu: 12. Menjelaskan tujuan Balut Bidai 13. Menjelaskan tahapan prosedur Balut Bidai 14. Melakukan Balut Bidai Pengertian
penanganan umum trauma ekstremitas atau imobilisasi dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga misalnya splinting (spalk)

Tujuan Balut Bidai


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak Memberikan tekanan Melindungi bagian tubuh yang cedera Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera. Mencegah terjadinya pembengkakan Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi Memudahkan dalam transportasi penderita.

ASUHAN KEPERAWATAN Elemen Pengkajian Kriteria Unjuk Kerja 36. Kaji kondisi luka klien 37. Kaji kesiapan klien 38. Kaji kesiapan perawat Ya Tdk Ket.

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Diagnosa Keperawatan

39. Gangguan Mobilitas fisik b.d kerusakan Muskuloskeletal 40. Nyeri akut b.d agen injury fisik 41. Siapkan alat

Perencanaan

o Mitela yaitu pembalut berbentuk segitiga o Dasi yaitu mitela yang telipat-lipat sehingga berbentuk dasi o Pita yaitu penbalut berperekat o Pembalut yang spesifik o Kassa steril o Sarung tangan steril bila perlu. o jika menggunakan bidai kaku/rigid, lapisi daerah yang

akan dibidai dengan kapas atau kain untuk menghindari tekananBetadine o Kasa steril o Gunting Pelaksananan Tahap Orientasi 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. Berikan salam, panggil klien dengan namanya Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien/keluarga Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya Baca basmalah dan berdoa Kaji ABC klien Berikan privasi pada klien : tutup pintu kamar dan pasang tirai Bantu klien pada posisi yang nyaman dan memudahkan untuk melakukan pembersihan luka. Pasang sarung tangan bersih/ steril Buka pakaian yang menutupi daerah fraktur dan atasi perdarahan jika ada Reposisi ekstremitas yang fraktur jika mungkin Buka sarunga tangan bersih Pastikan ekstremitas yang fraktur teraba denyut nadinya jika menggunakan bidai kaku/rigid, lapisi daerah yang akan dibidai dengan kapas atau kain untuk menghindari tekanan Pasang bidai yang memfiksasi 2 sendi Ikat bidai dari arah distal keproksimal Periksa bagian distal ekstremitas untuk mengetahui nadi, fungsi saraf dan warna kulit segera setelah pembidaian Jika mungkin tinggikan bagian yang mengalami fraktur/bagian yang dibidai Rujuk pasien ke RS Baca hamdalah dan berdoa.

Tahap Kerja

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkan lah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain engkau, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi Tahap Terminasi 61. Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan (subyektif dan 62. Beri reinforcement positif pada klien 63. Kontrak pertemuan selanjutnya 64. Kumpulkan dan bersihkan alat-alat 65. Mencuci tangan 66. Evaluasi perasaan klien 67. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 68. Evaluasi respon klien. 69. Evaluasi diri perawat. 70. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, catat pula data hasil pengkajian dan respons klien. Hidayat, A. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta; EGC NANDA, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA Potter,PA. Perry, AG. Peterson, VR. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar Ed. 5. Jakarta; EGC.

Evaluasi

Dokumentasi

Sumber Terkait

Keterangan: Tidak = 0 Ya = 1

Jumlah nilai yang didapat Nilai Akhir = ------------------------------------------------- X 100 Jumlah keseluruhan point yang dinilai

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

Evaluasi Diri : .......................................................................................................................................................................................... .......................................................................................................................................................................................... ...................................................................................................

Samarinda, .....................................2012

Pembimbing/Penguji

(.)

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010

TINDAKAN BALUT BIDAI


A. PENGERTIAN Balut bidai adalah penanganan umum trauma ekstremitas atau imobilisasi dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga misalnya splinting (spalk). Balut bidai adalah jalinan bilah (rotan, bambu) sebagai kerai (untuk tikar, tirai penutup pintu, belat, dsb) atau jalinan bilah bambu (kulit kayu randu dsb) untuk membalut tangan patah dsb. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. TUJUAN BALUT BIDAI Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak Memberikan tekanan Melindungi bagian tubuh yang cedera Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera. Mencegah terjadinya pembengkakan Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi Memudahkan dalam transportasi penderita.

C. PRINSIP PEMASANGAN BALUT BIDAI 1. Bahan yang digunakan sebagai bidai tidak mudah patah atau tidak terlalu lentur 2. Panjang bidai mencakup dua sendi 3. Ikatan pada bidai paling sedikit dua sendi terikat, bila bisa lebih dari dua ikatan lebih baik. 4. Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar. 5. Prinsip pertolongan pertama pada patah tulang 6. Pertahankan posisi 7. Cegah infeksi 8. Atasi syok dan perdarahan 9. Imobilisasi (fiksasi dengan pembidaian) 10. Pengobatan : a. Antibiotika b. ATS (Anti Tetanus Serum) c. Anti inflamasi (anti radang) d. Analgetik/ pengurang rasa sakit D. SYARAT SYARAT BALUT BIDAI : 1. Cukup kuat untuk menyokong 2. Cukup panjang 3. Diberi bantalan kapas 4. Ikat diatas dan dibawah garis fraktur (garis patah) 5. Ikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu kendur. E. MACAM-MACAM PEMASANGAN BALUT BIDAI 1. Spalk kayu 2. Pneuma splint 3. Traksi 4. Vacuum matras 5. Neck collar. F. FRAKTUR 1. Pengertian Fraktur adalah Putusnya hubungan tulang yang diakibatkan karena ruda paksa/ benturan. 2. Macam Macam Fraktur : a. Menurut Perluasan 1) Patah tulang komplit 2) Patah tulang inkomplit/ tidak komplit

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


b. Menurut bentuk garis patah 1) Transversal 2) Oblique 3) Spiral 4) Comunited (remuk) c. Menurut hubungan antar fragmen 1) Tanpa perubahan bentuk 2) Dengan perubahan bentuk d. Menurut hubungan dengan dunia luar 1) Patah tulang terbuka 2) Patah tulang tertutup e. Menurut lokalisasi 1) Pada tulang panjang : proksimal tengah distal 2) Pada tulang Clavicula medial tengah lateral 3. Patah Tulang Lengan Atas Tindakan : a. Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam b. Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah d. Lengan bawah di gendong. e. Jika siku juga patah dan tangan tak dapat di lipat, pasang bidai sampai kelengan bawah dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong f. Bawah korban ke rumah sakit 4. Patah Tulang Lengan Bawah Tindakan : a. Letakkan tangan pada dada. b. Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan c. Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah d. Lengan di gendong e. Kirim korban ke rumah sakit.

5. Patah Tulang Paha


Tindakan : a. Pasang 2 bidai dari: 1) Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki 2) Lipat selangkangan sampai sedikit melewati mata kaki b. Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah. Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi pergerakan.

6. Patah Tulang Betis


Tindakan : a. Pembidaian 2 buah mulai dari mata kaki sampai atas lutut b. Diikat

STIKES Muhammadiyah Samarinda 2009/2010


Beri bantalan di bawah lutut dan di bawah mata kaki

6.

7.
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

8.

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN Mitela yaitu pembalut berbentuk segitiga Dasi yaitu mitela yang telipat-lipat sehingga berbentuk dasi Pita yaitu penbalut berperekat Pembalut yang spesifik Kassa steril Sarung tangan steril bila perlu. PROSEDUR KERJA Jelaskan prosedur kepada klien dan tanyakan keluhan klien Cuci tangan dan gunakan handscoen steril Jaga privasi klien Lihat bagian tubuh yang akan dibidai Atur posisi klien tanpa menutupi bagian yang akan dilakukan tindakan Lepaskan pakaian atau perhiasan yang menutupi tenpat untuk mengambil tindakan. Perhatikan tempat yang akan dibalut: Bagian tubuh yang mana Apakah ada bagian luka terbuka atau tidak Bagaimana luas luka. Apakah perlu membatasi gerak bagian tertentu atau tidak Lakukan balut bidai dengan melewati dua sendi Hasil balut bidai: Harus cukup jumlahnya, dimulai dari bagian bawah tempat yang patah Tidak kendor dan keras. Rapikan alat-alat yang tidak pergunakan. Buka sarung tangan jika dipakai dan cuci tangan Evaluasi dan dokumentasi tindakan.

4.
a. b. c. d.

5. 6.
a. b.

7. 8. 9.

C. PERHATIAN 1. Pemasangan hati-hati 2. ngat nyeri dan kemungkinan syok

Você também pode gostar