Você está na página 1de 5

Menyingkap Rahasia Sumber Terjadinya Perbuatan Menyimpang Pada Manusia Oleh FEBRIADI, SS

Setiap manusia pasti pernah melakukan suatu perbuatan yang disepakati sebagai perbuatan yang menyimpang. Dikatakan menyimpang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Sehingga seseorang yang melakukan perbuatan menyimpang tersebut mendapatkan kerugian berupa sanksi atau sejenisnya dari komunitas tempat dia berdiam. Perbuatan menyimpang ini dianggap sebagai akibat dari rangsangan external yang datang dari lingkungan sekitar manusia tersebut. Rangsangan external diasumsikan sebagai penyebab manusia melakukan penyimpangan. Hal ini dapat kita lihat pada fenomena yang banyak terjadi pada masyarakat. Sebagai contoh; seorang kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya harus berusaha keras untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Bagi kepala keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup, tentunya tidak akan sulit baginya untuk memenuhi tanggung jawabnya itu. Bagi kepala keluarga yang hanya berpenghasilan kecil, yang bisa dikatakan tidak memenuhi kebutuhan keluarga tentu akan mengalami kesulitan. Sebagai akibat dari kesulitan tersebut, kepala keluarga akan mengalami suatu tekanan akibat dari pencarian solusi dari masalah pemenuhan kebutuhan tersebut. Apabila ia dapat menemukan solusi dari masalah tersebut maka stress yang dihasilkan oleh tekanan tersebut tidak akan berujung pada perbuatan menyimpang. Namun jika ia tidak menemukan solusi (pemecahan masalah yang dapat diterima masyarakat) maka akan terjadi perbuatan

menyimpang yang dianggap benar oleh sugesti yang timbul dari alam pemikiran si pelaku karena alasan keterpaksaan. Namun demikian, jika dikaji lebih dalam dengan menggunakan konsep ilmu psikologi, ternyata perbuatan menyimpang bukanlah datang dari rangsangan eksternal. Rangsangan eksternal yang diterima dari kehidupan sosial hanyalah pemicu temporal yang berusaha untuk tampil sebagai alasan keterpaksaan untuk melakukan perbuatan menyimpang. Sipelaku diperalat oleh sebuah konsep keterpaksaan yang menyebabkan sipelaku memiliki sebuah anggapan bahwa perbuatan menyimpang yang dilakukannya adalah suatu perbuatan boleh-boleh saja. Menurut ahli psikologi Prancis Sigmunf Freud, alam pemikiran manusia terbagi atas tiga bagian; Id, Ego dan Super ego. Masing-masing bagian dari alam pemikiran manusia tersebut mempunyai peran yang berbeda. Id adalah bagian pemikiran manusia di mana segala hal yang berkaitan dengan insting berasal dari bagian ini. Segala hasrat dan keinginan untuk mencapai suatu kepuasan berasal dari komponen ini. Manusia melakukan sesuatu untuk memperoleh kesenangan diperintah oleh id. Id melakukan perannya dikala manusia tersebut mengalami suatu hal yang membuatnya merasa tidak senang. Rasa tidak senang tersebut sesungguhnya berasal dari gerakan yang dilakukan oleh Id. Dengan kata lain, Id merespon kepada hal-hal yang membuat manusia merasa tidak senang atau energi negatif. Selanjutnya Id memberikan rasa tidak senang kepada manusia tersebut sehingga memaksanya untuk melampiaskan rasa tidak senang tersebut dalam suatu perbuatan yang akan memberikan rasa senang sebagai tuntutan dari gerakan Id. Dalam pelampiasan tersebut, Id sama sekali tidak mempedulikan norma-norma ataupun nilai-nilai yang akan dilanggarnya karena Id sebagai komponen pemikiran

manusia yang di dalamnya hanya terkandung sifat-sifat alamiah, insting, prinsip kesenangan yang tidak mengenal hukum, logika, agama dan norma-norma. Sebelum rasa tidak senang tersebut dilampiaskan, manusia tersebut tidak akan merasa senang. Rasa tidak senang yang harus dilampiaskan tersebut dalam prosesnya tidak langsung terwujud dalam perbuatan, namun diproses kembali oleh suatu komponen yang lebih tinggi dari Id yaitu Ego. Ego bertugas untuk menyaring rasa tidak senang yang kemudian mentransformasikannya menjadi suatu perbuatan yang bisa diterima oleh masyarakat. Ego dalam memberikan solusi atas desakan Id berpijak pada prinsip logika dan rasional. Sipelaku akan memikirkan cara memuaskan Id-nya dengan prinsip logika dan rasional sehingga perbuatannya tidak mencederai hukum dan norma-norma yang ada di tengah masyarakat. Namun demikian, adakalanya Ego tidak mampu menemukan solusi untuk memuaskan nafsu sipelaku sehingga sipelaku menjadi tertekan dan mengalami apa yang dikatakan dengan stres. Stres menurut Freud adalah suatu kondisi lepas kontrolnya Ego terhadap Id sehingga Id dihadapkan pada Superego. Superego adalah komponen terakhir dari alam pemikiran manusia yang dalam proses bekerjanya berpijak pada prinsip nilainilai agama dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Kuat atau tidaknya Superego tergantung sejauh mana pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki seseorang terhadapa nilai-nilai agama dan norma-norma. Apabila sipelaku memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik dan telah menerapkan pada perilakunya maka Id akan dihadapkan pada lawan yang kuat. Superego akan berusaha menekan Id sehingga tidak terwujud pada perbuatan yang menyimpang. Superego yang kuat akan membentuk

kepribadian yang berbudi luhur. Sehingga pada akhirnya Id akan tertekan kembali ke dalam alam bawah sadar sipelaku. Sebalikya, apabila seseorang tidak memiliki Superego yang kuat maka pertempuran antara Id dengan Superego akan semakin keras dan panjang. Hal ini menyebabkan sipelaku berada dalam kondisi jiwa yang tidak stabil. Sipelaku akan berada dalam kegelisaha yang berkepanjangan tanpa ia sadari. Kegelisahan dan tuntutan dari Id yang berkepanjangan akan terwujud dalam perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai agama dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Kekalahan Superego akan menyebabkan sipelaku berbuat sesuka hatinya tanpa mempedulikan nilai-nilai agama dan norma-norma atau aturan yang ada karena sejatinya Id sama sekali tidak mengenal aturan, nilai-nilai agama atau aturan. Pada akhirnya, jika seseorang tidak memupuk dirinya dengan pengetahuan dan pemahaman agama serta nilai-nilai atau norma-norma aturan maka ia akan terus berada dalam pengendalian Id-nya atau dengan kata lain diperbudak nafsunya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya yang menyebabkan manusia melakukan perbuatan yang menyimpang adalah tidak memiliki Superego yang kuat sehingga dengan mudah Id-nya dapat berkembang menjadi penguasa. Berkuasanya Id akan menjadikan manusia tersebut sebagai budak nafsu tanpa ia sadari. Ia akan kurang peduli terhadap sekelilingnya atau mungkin tidak peduli sama sekali yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya. Ia cenderung hanya akan mementingkan dirinya sendiri tanpa peduli terhadap kepentingan oarng lain atau kepentingan bersama. Hilangnya rasa peduli ini menandakan bahwa seseorang tersebut telah kehilangan hati nurani yang

menghubungkan antara ia dengan Tuhannya. Apabila hubungan dengan Tuhan telah putus maka manusia tersebut tidaklah beda dengan binatang, Wallahu Alam bissaawaf.

Você também pode gostar