ABSTRAK: Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan global yang semakin sengit dan mengurangi tingkat pengangguran yang relatif tinggi, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan kebijakan untuk semakin memperbanyak jumlah SMK sehingga dicapai rasio SMK : SMA 70% : 30%. Hal itu dilakukan karena lulusan sekolah kejuruan lebih mudah masuk ke pasar kerja dibandingkan lulusan sekolah umum karena mata pelajaran di sekolah itu sudah disertai dengan praktik ketrampilan. Kebijakan itu akan membawa konsekuensi pada penyediaan tenaga guru kejuruan yang memiliki kompetensi guru kejuruan dan berkualitas, yang juga menjadi tantangan bagi LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) sebagai lembaga penghasil calon tenaga guru khususnya guru kejuruan. Pada tulisan ini akan dianalisis seberapa besar jumlah kebutuhan guru baru yang diperlukan untuk mencapai target tersebut dengan memperhatikan berbagai kendala seperti: jumlah sekolah dan jumlah rombongan belajar secara nasional, jumlah kewajiban minimal mengajar seorang guru per minggu sesuai UUGD No. 14 Tahun 2005, jumlah jam masing-masing mata pelajaran per minggu menurut kurikulum yang berlaku, jumlah jam pelajaran per minggu menurut kurikulum, memperhatikan rasio guru terhadap siswa yang berlaku, adanya penambahan unit sekolah baru, adanya guru yang pensiun pada tahun berjalan, adanya kemungkinan rekrutmen guru baru, dan berbagai kendala lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio SMK : SMA 70% : 30% akan dicapai pada tahun 2015 dengan penambahan SMK baru sebanyak 16.659 sekolah atau setara dengan kebutuhan guru baru sebanyak 483.111 orang (tanpa memperhatikan guru yang pensiun), yang terdiri dari 266.544 guru produktif 133.272 guru adaptif dan 83.295 guru normatif. Melihat laju kebutuhan guru SMK yang mencapai 60.388 orang per tahun dan melihat kapasitas LPTK yang ada, maka sampai tahun 2015, rasio SMK : SMA 70% : 30% sepertinya tidak dapat dicapai.
PENDAHULUAN
Saat ini kita telah memasuki suatu masa dimana yang namanya globalisasi bukan lagi sesuatu yang akan terjadi, melainkan telah menjadi kenyataan yang harus dijalani. Dalam era global, upaya peningkatan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan perlu terus dilakukan sesuai dengan tuntutan pasar kerja, baik dalam skala lokal, nasional, regional maupun internasional. Pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan (diklat) kejuruan sebagai pranata utama peningkatan mutu sumber daya manusia menjadi sangat penting, terutama berkaitan dengan perkembangan kebijakan otonomi daerah serta tuntutan dan permasalahan era global.
Persaingan global yang semakin ketat membawa perubahan yang sangat cepat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Di satu sisi, kondisi ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mempercepat laju pembangunannya, tetapi di sisi lain menimbulkan tantangan-tantangan baru terhadap peningkatan mutu sumber daya manusia. Apabila kita tidak menyiapkan diri secara sungguh-sungguh untuk menghadapi persaingan yang ketat, maka kita dapat menjadi korban dari persaingan tersebut.
Sampai dengan berakhirnya abad ke-20, pengembangan sumber daya manusia di Indonesia belum benar-benar mengarah kepada kondisi yang diharapkan. Hal ini ditandai dengan: (1) struktur tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja yang kurang terdidik,
1 Staff Pengajar J urusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI Bandung sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi; (2) penyi- apan tenaga kerja tingkat menengah seakan-akan hanya menjadi tugas dan dilakukan oleh SMK, sementara sebagian besar tamatan SMA atau yang sederajat tidak melanjutkan pendidikannya yang kemudian masuk ke pasar kerja; (3) tingkat pengangguran tamatan sekolah menengah masih cukup besar, dengan tingkat pengangguran tamatan SMA lebih besar daripada tamatan SMK; (4) penguasaan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Semua ini menyebabkan tenaga kerja Indonesia sulit bersaing , bahkan tidak sedikit peluang pekerjaan yang ada di Indonesia sendiri diisi oleh pekerja asing. Untuk mengantisipasi permasalahan ini, maka peningkatan mutu sumber daya manusia harus menjadi prioritas dalam pembangunan.
Diperlukan suatu kebijakan yang tepat dari pemerintah untuk mengatasi hal di atas. Untuk itulah, pemerintah berupaya mengubah paradigma bahwa sekolah kejuruan adalah sekolah kelas dua setelah SMA. Pemerintah telah menetapkan SMK menjadi primadona sekolah menengah. Pihak pemerintah melalui Dikmenjur berniat menargetkan Indonesia mencapai angka perbandingan SMK terhadap SMA hingga 70% : 30% sampai tahun 2015 kelak. Sampai dengan tahun 2006/2007 ini, rasio SMK terhadap SMA adalah 39% : 61% (lihat Tabel : 1). Dengan demikian, ke depannya SMA hanya fokus untuk mempersiapkan siswa yang akan mengambil karir di bidang akademik, sedangkan SMK untuk siswa yang berorientasi kerja.
TABEL : 1 PERKEMBANGAN JUMLAH SMK, JUMLAH SMA, JUMLAH SISWA SMK, JUMLAH SISWA SMA DAN RASIO-NYA TAHUN 2004/2005 2006/2007
Tahun J umlah SMK J umlah SMA Rasio jumlah SMK:SMA J umlah siswa SMK J umlah siswa SMA Rasio jumlah siswa SMK:SMA 2004/2005 5665 8899 38,9 : 61,1 2.164.068 3.402.615 38,9 : 61,1 2005/2006 6025 9315 39,3 : 60,7 2.231.927 3.497.420 39,0 : 61,0 2006/2007 6422 9892 39,4 : 60,6 2.401.732 3.574.146 40,2 : 59,8 (Sumber: Statistik Pendidikan Depdiknas)
PERMASALAHAN Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), sekalipun di sisi lain juga terdapat kelemahan. Kelebihan dari SMK antara lain bahwa lulusan dari sekolah ini dapat mengisi peluang kerja pada dunia usaha/industri, karena terkait dengan suatu sertifikasi yang dimiliki oleh lulusannya melalui Uji Kompetensi. Dengan sertifikasi tersebut mereka mempunyai peluang yang lebih besar untuk memasuki dunia kerja. Kelebihan lain adalah bahwa lulusan SMK juga dapat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sepanjang lulusan tersebut memenuhi persyaratan, baik nilai maupun program studi atau jurusan sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan. Sejalan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah SMK sehingga dicapai rasio SMK : SMA 70% : 30%, jumlah SMK akan terus bertambah. Penambahan SMK ini dapat dilakukan dengan cara membuat UPT SMK baru (sekolah baru) atau dengan mengubah SMA yang tidak berkembang menjadi SMK. Sehingga bermunculanlahh SMK baru baik negeri maupun swasta dengan berbagai jenis dan program pendidikan, mulai dari program teknologi, bisnis, pariwisata dan perhotelan, pertanian, perikanan, komputer, tata boga/busana, dan lain sebagainya. Dengan bermunculannya SMK baru, di satu sisi memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berorientasi kerja, tetapi di sisi lain memberikan suatu permasalahan yang penyelesaiannya cukup pelik. Apakah sudah terpikirkan oleh kita, unsur pelaksana lapangan, atau orang yang bertanggungjawab untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa, dalam hal ini guru. Karena salah satu persyaratan untuk pendirian sekolah, apalagi swasta, tidak terlepas dari persyaratan formal tersedianya tenaga pengajar dengan kompetensi dan jumlah yang sesuai. Tenaga pengajar (guru) merupakan faktor dominan di dalam pemberian izin pembukaan sekolah baru. Dengan berubahnya pandangan masyarakat tentang sekolah menengah, ke depan SMK merupakan lembaga yang akan diminati oleh banyak lulusan SMP, karena dalam persaingan era globalisasi dan pasar bebas, sangat diperlukan lulusan yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang siap bina dan siap pakai. Tapi, tentunya kita jangan melupakan unsur utamanya yakni guru, apakah guru-guru sebagai pelaksana lapangan sudah dimiliki oleh SMK tersebut? Kalau kita melihat kondisi yang ada sekarang ini, jumlah guru-guru SMK tidak seimbang dengan jumlah SMK, artinya SMK masih kekurangan banyak tenaga guru di semua bidang keilmuan. Oleh sebab itu tidak heran bila kita melihat satu orang guru mengajar untuk tiga atau empat sekolah kejuruan. Dengan target rasio SMK : SMA 70% : 30% pada tahun 2015, berapa jumlah guru yang diperlukan sampai tercapainya target tersebut. Berapa jumlah rata-rata guru yang harus dihasilkan LPTK per tahunnya? Apakah LPTK sanggup memenuhi kebutuhan tersebut? Hal ini memerlukan kajian dan analisis yang mendalam. METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA GURU BARU SMK Perhitungan kebutuhan guru SMK ini dilakukan dengan memperhatikan kendala-kendala sebagai berikut: 1. J umlah sekolah dan jumlah rombongan belajar secara nasional; 2. J umlah kewajiban minimal mengajar seorang guru per minggu (24 jam pelajaran per minggu) sesuai UUGD No.14 Tahun 2005; 3. J umlah jam masing-masing mata pelajaram per minggu menurut kurikulum yang berlaku (42 jam pelajaran) 4. Memperhatikan rasio guru terhadap siswa yang berlaku 5. Peningkatan jumlah SMK dilakukan dengan penambahan unit sekolah baru 6. Adanya tenaga guru yang pensiun pada tahun berjalan 7. Adanya rekrutmen tenaga guru baru
Rumus yang digunakan untuk analisis kebutuhan guru SMK per sekolah:
(24J AM) GURU MENGAJ AR TUGAS (42J AM) MINGGU PER BELAJ AR BEBAN X ROMBEL KG/S= dimana
BEBAN BELAJAR PERMINGGU (42 J AM) =(2 X PRODUKTIF) +(1 X ADAPTIF) +(1 X NORMATIF)
Perbandingan bobot mata pelajaran (normatif, adaptif dan produktif) : Normatif = 10 J AM =24% Adaptif = 16 J AM =38% Produktif = 16 J AM =38% ------------------------------------------- 42 J AM
Dengan demikian, kebutuhan guru persekolah dapat dihitung dengan rumus:
J AM 24 N) x 1 A x 1 P x (2 J AM 42 SEK x ROMBEL KG/S + + =
24 24%) x 1 38% x 1 38% x (2 42 SEK x ROMBEL KG/S + + =
24 10,08) 15,96 (31,92 SEK x ROMBEL KG/S + + =
24 58 SEK x ROMBEL KG/S= (total guru); 24 32 SEK x ROMBEL KG/S= (guru produktif); 24 16 SEK x ROMBEL KG/S= (guru adaptif); 24 10 SEK x ROMBEL KG/S= (guru normatif);
PROGRAM PROPORSI SMK : SMA = 70% : 30%
Prosentase SMK terhadap SMA (2006/2007) SMK =6.422 sekolah =39,4% SMA =9.892 sekolah =60,6% Guru SMK =202.669 Guru =42,3% Guru SMA =276.012 Guru =57,7%
Prosentase SMK terhadap SMA (2014/2015) SMK =23.081 sekolah =70% SMA = 9.892 sekolah =30% (diasumsikan jumlah sekolah tetap) Membuka SMK Baru =16659 sekolah =199.908 Rombel Kebutuhan gurunya: Normatif = 83.295 Guru Adaptif = 133.272 Guru Produktif = 266.544 Guru ____________________________ = 483.111 Guru
Guru Pensiun s.d. Tahun 2015 =1% x 8 x 202.669 Guru =16.214 (pada SMK lama)
Total Kebutuhan Guru s.d. Tahun 2015 =483.111 +16.214=499.325 Guru
HASIL DAN ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA GURU SMK
Dengan menggunakan metode seperti yang dibahas sebelumnya dan dengan menggunakan data dari Statistik Pendidikan Depdiknas, maka diperoleh rekapitulasi kebutuhan guru smk sebagai berikut.
TABEL : 2 REKAPITULASI KEBUTUHAN GURU SMK PER PROVINSI SAMPAI TAHUN 2014/2015
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan tenaga guru SMK tahun 2015 yang disajikan pada Tabel : 2, dapat diketahui bahwa:
1. Secara nasional, agar dicapai rasio SMK : SMA 70% : 30% pada tahun 2015, harus dilakukan pembukaan UPT SMK baru sebanyak 16.659 sekolah, yang berarti laju pembukaan UPT SMK baru adalah 2.082 sekolah / tahun. Secara rasional, pembukaan 2.082 sekolah baru dalam waktu satu tahun adalah hal yang tidak mungkin. Oleh karena itu target rasio SMK : SMA 70% : 30% pada tahun 2015 harus direvisi. Alternatif lain yang mungkin dilakukan adalah dengan banyak melakukan alih status SMA yang ada menjadi SMK dengan dibarengi pembukaan SMK baru. Akan tetapi mengingat berbagai kendala yang ada terutama kondisi perekonomian nasional yang tidak begitu menggembirakan, target itu pun tampaknya sulit dicapai pada tahun 2015.
2. Secara nasional, agar dicapai rasio SMK : SMA 70% : 30% pada tahun 2015, diperlukan guru baru sebanyak 83.295 guru normatif, 133.272 guru adaptif, dan 266.544 guru produktif. Total guru baru yang diperlukan adalah 483.111 guru baru tanpa memperhitungkan guru yang pensiun, atau 499.325 guru baru dengan memperhatikan guru yang pensiun. Bila peningkatan kenaikan guru ini dianggap linier, maka kebutuhan guru baru per tahun adalah 62.415 orang. Memperhatikan angka tersebut, sepertinya hal ini sangat tidak mungkin dipenuhi oleh LPTK yang ada. Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa LPTK tidak hanya mensupai guru untuk SMK saja.
3. Apabila target pencapaian rasio SMK : SMA 70% : 30% digeser menjadi tahun 2025, maka laju pembukaan UPT SMK baru adalah 925 sekolah/tahun dan kebutuhan gurunya adalah 28.866 guru/tahun. Apakah hal ini dapat dicapai, perlu suatu pengkajian yang lebih dalam.
4. Analisis perhitungan pada penelitian ini dilakukan dengan menganggap bahwa pada setiap sekolah baru yang dibuka selama kurun waktu tersebut terdapat 12 rombongan belajar. Mengingat kondisi geografi dan demografi yang berbeda-beda di setiap provinsi, maka sangat memungkinkan jumlah rombongan belajar tersebut lebih sedikit sehingga jumlah guru yang diperlukan pun lebih sedikit, dan target rasio SMK : SMA 70% : 30% dapat dicapai lebih cepat.
KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan analisis terhadap kebutuhan tenaga guru SMK untuk memenuhi target rasio SMK : SMA 70% : 30% pada tahun 2015, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada tahun 2006/2007 rasio SMK : SMA adalah 39,4% : 60,6%. Agar rasio tersebut berubah menjadi 70% : 30% pada tahun 2015, maka diperlukan pembukaan UPT SMK dengan laju 2.082 sekolah/tahun atau setara dengan kebutuhan tenaga guru baru 62.415 orang guru /tahun. 2. Mengingat laju pembukaan UPT SMK baru dan tenaga guru baru yang relatif tinggi, maka diperkirakan rasio SMK : SMA 70% : 30% tidak akan dicapai pada tahun 2015 .
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Pendidikan Nasional (2002), Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan di Ind, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas RI. 2. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Tabel Data Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan 2006/2007 [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/statistik/0607/smk_0607/index_smk_0607.html [04 Mei 2008]
3. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005- 2009 [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/renstra/ind/ [04 Mei 2008]
4. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. (2008). Rekap SchoolMapping [Online]. Tersedia: http://schomap.depdiknas.org/schomap_propinsi/?Pg=profil [12 Mei 2008]
5. J ardiknas J ateng. (2008). Perencanaan Kebutuhan Guru [Online]. Tersedia: jardiknasjateng.org/blog//wp-content/uploads/2008/05/perencanaan- kebutuhan-guru.ppt [22 Mei 2008]
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.