Você está na página 1de 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi besar MUHAMMAD SAW. Semoga dengan sering bersalawat kepada beliau kita mendapat safaatnya di akhirat kelak.. amin Seiring dengan berkembangnya zaman dan majunya teknologi saat ini kami sangat bersyukur dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya berkat bimbingan dosen. Kami dalam tahap pembelajaran membutuhkan banyak ilmu dari para dosen untuk dapat mengerjakan tugas secara benar dan tepat. Atas kemakluman dan lapang dada Ibu dosen kami selaku penulis mengucapkan terimakasih.

Malang , 28 Mei 2013

Aliran Asyariah Aliran asyariah dibangun oleh Abu hasan Ali bin ismail Al-Asyari (873-935 M) dalam ilmu kalam, aliran ini sering disebut sebagai aliran tradisonal. pada mulanya al-jubaI adalah sorang tokoh mutazilah sehingga menurut al-Husain Ibn Muhammad al-askari, aljubbai berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepada al-asyari. hal ini memperlihatkan bahwa alasyari adalah seorang yang pada mulanya penganut mutazilah yang tangguh, sehingga ia mendapat perintah dan kepercayaan untuk berdebat dengan orang-orang yang merupakan lawan mutazilah. tetapi oleh sebab yang tidak begitu jelas, asyari sungguhpun telah puluhan tahun menganut paham mutazilah, akhirnya meninggalkan ajaran tersebut. sebab yang biasa dipakai untuk ini berasal dari al-subki dan ibn asakir, yang mengatakan bahwa suatu malam al-asyari bermimpi. dalam mimpinya itu Nabi muhammad SAW, mengatakan kepadanya bahwa madzhab ahli hadistlah yang benar dan madzhab mutazilah salah. sebab lain bahwa asyari berdebat dengan gurunya, al-jubbai dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab pertanyaan murid. tetapi terlepas oleh sebab-sebab tersebut diatas, yang jelas bahwa asyari ini muncul sebagai alternatif yang menggantikan kedudukan ajaran teologi mutazilah yang sudah mulai ditinggalkan orang sejak zaman almutawkkil. diketahui bahwa setelah al mutawakkil membatalkan putusan makmun yang menetapkan aliran mutazilah sebagai madzhab negara. kedudukan aliran ini menurun, apalagi setelah itu al-mutawakkil menunujukkan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap ibn hanbal sebagai lawan mutazilah terbesar diwaktu itu.ajran-ajaran asyariah natar lain: a. sifat Tuhan karena kontar dengan mutazilah, al-asyari membawa paham tuhan mempunyai sifat. menurutnya, mustahil Tuhan mengetahui dengan dzat-Nya, karena ini akan membawa kesimpulan bahwa dzat Tuhan itu pengetahuan-Nya, dan dengan demikian tuhan sendiri menjadi pengetahuan. padahal, Tuahan Bukan pengetahuan (Ilm) tetapi yang maha mengetahui (alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan, dan pengetahuan-Nya bukan Dzat-Nya. demikian dengan sifat-sifat Tuhan lainnya, seperti hidup, berkuasa, mendengar, melihat dsb. b. Dalil Adanya Tuhan menurut mutazilah, alasan manusia harus percaya kepada Tuhan karena akal manusia sendiri

yang menyimpulkan bahwa tuhan itu ada. sedangkan menurut asyariyah, manusia wajib meyakini Tuhan karena Nabi muhammad mengajarkannya bahwa tuhan itu ada sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Quran. jadi, manusia wajib percaya terhadap adanya tuahan karena diperintahkan Tuhan dan perintah ini ditangkap akal. disini Al-Quran menjadi sumber pengetahuan dan akal sebagai instrumennya. c. kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia dalam masalah ini asyariyah mengambil posisi tengah antara pendapat jabariah dan mutazilah. menurut jabariyah, manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, sedangkan menurut mutazilah manusia itulah yang mewujudkan perbuatan dengan daya yang diberiakn tuhan kepadanya. sebagai jalan kelauar dari dua pendapat yang bertentangan itu, asyariyah mengambil faham kasab sebagai jalan tengahnya, yang sulit dimenegrti kecuali bila paham kasab itu dipandang, sebagai usaha untuk menjauhi jabariah dan qodariah. namun setelah melalui jalan yang berbelit-belit akhirnya asyariyah menjatuhkan pilihannya kepada paham jabariyah. d. melihat Tuhan di akhirat menurut asyariyah, Tuhan dapat dilihat diakhirat. alasanya sifat-sifat yang tidak dapat diberikan Tuhan hanyalah sifat-sifat yang akan membawa kepada pengertian diciptakannya Tuhan. sifat dapat dilihatnya tuhan diakhirat tidak membawa kepada pengertian diciptakannya tuhan, karena apa yang dilihat tidakj mesti mengandung pengertian bahwa ia mesti diciptakan. dengan demikian jika dikatakan bahwa tuahn dapat dilihat, itu tidak mesti bahwa tuhan harus bersifat diciptakan. e. kedudukan Al-Quran berbeda dengan pendapat mutazilah yang mengatakan al-Quran itu diciptakan, asyariyah justru berpendapat bahwa al-Quran, sebagai manifestasi kalam Allah yang qadim, tidak diciptakan. menurut asyariyah jika al-quran diciptakan diperlukan kata kun, dan untuk terciptanya kun yang lain, dan seterusnya hingga tidak ada habis-habisnya dengan demikian alquran tidak mungkin diciptakan (baru). yang baru itu al-Quran berupa huruf dan suara sebagaimana yang ditulis dalam mushaf.

Maturidiyah

Penelusuran pengalaman historis masa lampau menemukan bahwa persoalan kalam di dunia Islam muncul dari suasana perbedaan politik. Setiap persoalan kalam muncul, lahir pula beberapa pendapat dan paham saling berbeda, yang serta merta membentuk aliran kalam.Muncul dari suasana perbedaan, ilmu kalam nampaknya terus berkembang dinamis di dalam arus perbedaan berkesinambungan. Sejak perkembangannya yang mula-mula, perbedaan persepsi bahkan pertentangan paham dalam ilmu kalam sudah biasa terjadi, dan tampaknya akan tetap selalu terjadi didalam dinamika pemikiran Islam. Ini merupakan suatu fenomena ilmiah yang wajar, sesuai dengan hakikat perkembangan umat manusia itu sendiri, yang secara fitri cenderung berbeda. Sehingga dunia kalam kaya dengan berbagai aliran dan corak pemikiran. Aliran-aliran ini seakan terlahir dalam lingkaran dialektika, yang muncul dari proses tesa, antitesa, dan sintesa, atau bergerak secara alami dalam dinamika aksi, reaksi, dan kompromi. Seperti terlihat, aksi Khawarij mengundang reaksi Murjiah dan lahir upaya kompromi atau jalan tengah Muktazilah, lalu mengundang reaksi Asyariyah dan akhirnya melahirkan upaya kompromi Maturidiyah. Demikian pula aksi Qodariah melahirkan reaksi Jabariyah[1]. Pada makalah ini kami menyajikan materi mengenai Aliran Maturidiyah. Yang mana pembahasannya meliputi : 1. Latar belakang aliran Maturidiyah 2. Tokoh-tokoh aliran Maturidiyah 3. Pokok-pokok ajaran aliran Maturidiyah 4. Golongan-golongan aliran Maturidiyah 5. Dalil-dalil aliran Maturidiyah Untuk pemahaman lebih lanjut mari kita baca makalah ini secara keseluruhan. [1] Suryan A.Jamrah, Studi Ilmu Kalam, Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P, Pekanbaru : 2007, hlm. 145.

1. LATAR BELAKANG Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi[1]. Maturidiyah semasa hidupnya dengan Asyary, hanya dia hidup di Samarkand sedangkan Asyary hidup di Basrah. Asyary adalah pengikut Syafii dan Maturidy pengikut Mazhab Hanafy. Karena itu kebanyakan pengikut Asyary adalah orang-orang Sufiyyah, sedang pengikut pengikut Maturidy adalah orang-orang Hanafiah[2]. Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap pemikiran Mutazilah. Reaksi ini timbul karena adanya perbedaan pendapat antara aliran Mutazilah dan aliran Maturidiyah diantaranya[3], yaitu : Maturidiyah berpendapat bahwa kewajiban megenai Allah mungkin dapat diketahui oleh akal. Dalam hal ini, Maturidiyah tidak menggunakan tern wajib seperti yang digunakan oleh Mutazilah. Sementara asyariyah berpendapat kewajiban mengetahui tidak mungkin melalui akal.

1. TOKOH-TOKOH ALIRAN MATURIDIYAH Tokoh-tokoh aliran Maturidiyah yaitu : 1. Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al-Maturidi. 2. Abu al-yusr Muhammad Al-bazdawi. 3. Al-Bayadi[4].

1. POKOK-POKOK ALIRAN MATURIDIYAH Pokok-pokok aliran Maturidiyah yaitu : 1. Kewajiban mengetahui Tuhan, akal semata-mata sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tidak sanggup dengan sendirinya hukum-hukum Taklifi (perintah-perintah Allah) 2. Kebaikan dan keburukan dapat diketahui dengan akal. 3. Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan.

Perbuatan tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah), baik dalam ciptaan-ciptaan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya, perbuatan manusia bukanlah merupakan paksaan dari Allah, karena itu tidak bisa di katakan wajib, karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya[5]. 1. Mengenai perbuatan dosa, maturidiyah berpendapat bahwa perbuatan dosa tersebut membawa kepada kekufuran karena, jika di lakukan terus menerus, bisa-bisa menghabiskan keimanan seseorang[6]. 2. Manusia bebas dalam berbuat, tetapi kebebasan itu adalah dalam memilih antara yang di ridhai tuhan dan yang tidak di ridhaiNya, bukan dalam menentukan perbuatan itu sendiri.

1. GOLONGAN-GOLONGAN ALIRAN MATURIDIYAH Aliran Maturidiyah terbagi dalam 2 golongan[7], yaitu: 1. Golongan Samarkand Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Maturidiyah sendiri. Golongan ini cenderung kearah paham Mutazilah, mengenai sifat-sifat Tuhan. Menurut Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuanNya. Begitu juga Tuhan berkuasa bukan dengan zatNya. Maturidi menolak paham-paham Mutazilah, antara lain dalam soal: 1) Tidak sepaham mengenai pendapat Mutazilah yang mengatakan bahwa Al-Quran itu

makhluk. 2) 3) Al salah wa al Aslah. Paham posisi menengah kaum Mutazilah.

Bagi Maturidiyah Samarkand, iman tidaklah cukup dengan tashdiq, tetapi harus dengan marifah pula. Tidak akan ada tashdiq kecuali setelah ada marifah. Jadi, marifah menimbulkan tashdiq. Iman versi Maturidiyah Samarkand adalah mengetahui Tuhan dalam ketuhananNya. Marifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifatNya dan Tauhid adalah mengetahui Tuhan dalam KeesaanNya. Qadir adalah mengetahui Tuhan dalam kekuasanNya[8].

Golongan ini tidak mendapat kesulitan dalam memecahkan persoalan keadilan. Baginya, perbuatan manusia itu dikendaki oleh manusia sendiri dan dia dihukum atas perbuatan yang dilakukannya atas dasar kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan hanya membalas perbuatan baik dengan pahala dan membalas perbuatan jahat dengan siksa[9]. 1. Golongan Bukhara Golongan Bukhara di pimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad Al-bazdawi. Yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Asyari. Namun, walaupun sebagai aliran Maturidiyah, Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Maturidiyah. Ajaran-ajaran teologinya banyak di anut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab hanafi. Golongan bukhara berkeyakinan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban karena akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban Tuhan[10]. Aliran Maturidiyah lahir pada pertengahan abad IX M. Aliran ini mempunyai latar belakang yang sama yaitu untuk menentang aliran Mutazilah yang tidak sesuai dengan pendapat mereka. Karena terjadinya perbedaan pendapat aliran Maturidiyah ini terpecah menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Golongan Samarkand. 2. Golongan Bukhara.

Dalil mengenai wujud Tuhan yang dikemukakan oleh aliran ini terbagi 3, yaitu : 1. Dalil Perlawanan Aradl. 2. Dalil Terbatas dan Tidak Terbatas. 3. Dalil Causalitet, Perobahan dan Perhatian.

1. DALIL-DALIL ALIRAN MATURIDIYAH Dalil mengenai wujud Tuhan yang dikemukakan oleh aliran ini terbagi 3[11], yaitu : 1. Dalil Perlawanan Aradl Dalil ini mengatakan bahwa alam ini tidak mungkin qadim, karena padanya terdapat keadaan yang berlawanan, seperti diam dan bergerak, baik dan buruk dan lain-lain. 1. Dalil Terbatas dan Tidak Terbatas Dalil ini mengatakan bahwa alam ini terbatas. Tiap yang terbatas adalah baru. Jadi alam ini baru. 1. Dalil Causalitet, Perobahan dan Perhatian. Dalil ini diambil dari Quran dan filosof-filosof, karenanya merupakan dalil terkuat, sesuai dengan syara dan filsafat.

[1] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia : Bandung, 1998, hlm. 189. [2] Ahmad Hanafi, Theology Islam, Bulan Bintang : Jakarta, 1996, hlm. 70. [3] Suryan A.Jamrah, Studi Ilmu Kalam, Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P, Pekanbaru : 2007, hlm. 144. [4] Ibid, Muhammad Ahmad. [5] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia : Bandung, 1998, hlm.190. [6] Afrizal M, Tujuh perdebatan utama dalam teologi Islam, Erlangga: Jakarta, 2006, hlm. 43. [7] Ibid, Muhammad Ahmad. [8] Lihat Harun Nasution, Teologi Islam, Penerbit Universitas Indonesia :Jakarta, 2009. [9] Ibid. [10] Afrizal M, Tujuh perdebatan utama dalam teologi Islam, Erlangga: Jakarta, 2006, hlm. 40. [11] Ahmad Hanafi, Theology Islam, Bulan Bintang : Jakarta, 1996, hlm.81.

DAFTAR PUSTAKA

A, Jamrah Suryan, Studi Ilmu Kalam, Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P, Pekanbaru : 2007. Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia : Bandung, 1998. Hanafi, Ahmad, Theology Islam, Bulan Bintang : Jakarta, 1996. M, Afrizal, Tujuh perdebatan utama dalam teologi Islam, Erlangga: Jakarta, 2006. Nasution, Harun, Teologi Islam, Penerbit Universitas Indonesia :Jakarta, 2009. Drs. Abuddin Nata, M.A, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tsawwuf Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Você também pode gostar