Você está na página 1de 11

ABORTUS

2.1. Pengertian Abortion adalah pengeluaran hasil pembuahan dari dalam uterus sebelum janin berkembang sampai keadaan yang cukup untuk hidup berpisah, yaitu usia kehamilan 24 minggu (1). Abortus dapat terjadi spontan, akibat induksi, mengancam atau tidak dapat dielakan, tidak lengkap, lengkap ,abortus septic, atau habitual (3). Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan atau juga sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dengan tindakan. Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medis (4). Jadi dapat disimpulkan bahwa abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi yang dapat terjadi secara spontan, akibat induksi, atau karena ancaman yang tidak dapat dielakan, dimana terjadi sebelum berat badan janin mencapai 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. 2.2. Etiologi Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal hal menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut : 1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan yang

kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut : a) Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spotan ialah trisomi, poliploidi dan mungkin pula kelainan kromosom seks. b) Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. c) Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat obat, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen (2, 4). 2) Kelainan pada plasenta Endarteritis dapat terjadi pada vili kareoles dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya hipertensi menahun (2, 4). 3) Penyakit ibu Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga dapat menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparatomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononucleosis infeksiosa, toksoplasmosis, juga dapat menyebabkan abortus walaupun lebih jarang (2,8). 4) Kelainan traktus genitalius Retroversio uteri, miomata uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi, harus di ingat bahwa hanya retroversion uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke 2

ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada servik, dilatasi servik berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan serviks luas yang tidak di jahit (2,4). 2.3.Patofisiologi Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga kehamilan merupakan kurang benda 8 asing dalam hasil uterus. konsepsi Keadaan itu ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada dari minggu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak, jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah di serap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak berbenjol banjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi : janin mngering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi ; kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh tubuh janin berwarna kemerah merahan (4). 2.4. Manifestasi klinis Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu (2). Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun. Tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat (2). Perdarahan pervaginum, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi (2). Rasa mulas atau keram perut di daerah supra pubik, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus (2). Pemeriksaan ginekologi : Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak jaringan berbau busuk dari ostium. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan didalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat vosio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri (2).

Pada abortus septic gejalanya adalah pireksia, takikardia, banyak lender vagina keluar, uterus terasa nyeri, dan lekositosis. Septicemia dan syok beratdapat terjadi terutama bila berkaitan dengan infeksi E.coli, atau klostridium (3). 2.5. Komplikasi 1) Perdarahan, perforasi, syok, dan infeksi (2,4). 2) Pada missed abortion dengan rettensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah (2,4). 2.6.Diagnosis Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas : 1) Abortus iminens : perdarahan pervaginam pada kehamilan 20 minggu, tanpa ada tanda tanda dilatasi serviks yang meningkat (2). 2) Abortus insipiens : bila perdarahan diikuti dengan dilatasi serviks (2). 3) Abortus inkomplit : bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus. Bila disertai infeksi genitalia disebut abortus infeksiosa (2). 4) Abortus komplit : bila sudah seluruh jaringan keluar dari uterus (2). 5) Missed abortion : kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih (2). 2.7. Diagnosis banding Kehamilan ektopik terganggu (2) Mola hidatidosa (2) Kehamilan dengan kelainan serviks (2) Abortus iminens (perlu dibedakan dengan perdarahan implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mulas mulas)(2).

2.8 Pemeriksaan penunjang Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 3 minggu setelah abortus (2). Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup (2,4). Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (2). 2.9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan abortus abortus adalah sebagai berikut : 1. Abortus iminens Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang, hindari hubungan seks. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat jam bila pasien panas. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negative, mungkin janin sudah mati. Lakukan pemeriksaan USG untuk menetukan apakah janin masih hidup. Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3x30 mg. berikan preparat hematinik misalnya sulfas ferosus 600 1.000 mg. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat (2,3,4). 2. Abortus insipiens Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret sesuai dengan jenis jenis

vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin 0,5 mg intramuscular. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 I.U dalam dextrose 5% 500 ml, dimulali 8 tetes /menit dan dinaikan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual (2,4). 3. Abortus inkomplit Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikan ergometrin 0,2 mg intramuscular. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi (2,4). 4. Abortus komplit Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3x1 tablet selama sampai 5 hari. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin, dan mineral (2,4). 5. Missed abortion Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi. 3

Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin 10 I.U dalam dextrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 I.U dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infuse oksitosin setelah pasien istirahat satu hari. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari dibawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut (2,4). 6. Abortus septic Abortus septic harus dirujuk ke rumah sakit. Penanggulangan infeksi a) Obat pilihan pertama : penisilin prokain 800.000 I.U intramuscular tiap 12 jam, ditambah kloramfenikol 1 gr/oral selanjutnya 500 mg/oral tiap 6 jam. b) Obat pilihan kedua : ampisilin 1 gr/oral, selanjutnya 500 mg/oral tiap 4 jam ditambah metronidazole 500 mg tiap 6 jam. c) Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisilin dan metronidazole, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin. d) Obat pilihan lain : Gentamicyn 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta unit (4). Chloromycetin 4 x 500 mg (4). Cephalosporin 3 x 1 gr (4). Sulbenicillin 3 x 1-2 gr (4). Tingkatkan asupan cairan. Bila perdarahan banyak lakukan transfusi darah.

Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotic atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus (2,4). Pada pasien yang menolak dirujuk, beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada pasien yang hendak dirujuk, selama 10 hari. Adapun penatalaksanaan pasien yang dirawat di rumah sakit yaitu sebagai berikut : Rawat pasien diruangan khusus untuk kasus infeksi. Berikan antibiotic intravena, penisilin 10-20 juta I.U dan streptomycin 2 g. Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan. Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan. Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6-8 L/menit. Pasang kateter folley untuk memantau produksi urin. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta reaksi silang, analisa gas darah, kultur darah serta resistensi. Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatan sumber infeksi. Abortus septic dapat mengalami komplikasi menjadi syok septic yang tanda tandanya ialah panas tinggi (hipertermi), bradikardi, ikterus, kesadaran menurun, tekanan darah menurun, dan sesak napas (2). Penatalaksanaan curate pada abortus : a) Set curate pada abortus 1 cunam tampon 1 tenakulum

2 klem ovum (forester/fenster clamp) lurus dan lengkung 1 set sendok curate. 1 penala kavum uteri (sonde uterus) 2 spekulum Sims atau L 1 kateter karet (2). b) Cara Curate Pasien dalam posisi litotomi. Suntikan valium 10 mg dan atropine sulfat 0,25 mg intravena. Tindakan dan antiseptis genitalia eksterna, vagina dan serviks. Kosongkan kandung kemih. Pasang speculum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum menjepit dinding depan porsio pada jam 12. angkat speculum depan dan speculum belakang dipegang oleh seorang asisten. Masukkan sonde uterus dengan hati hati untuk menentukan besar dan arah uterus. Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan curate tumpul secara sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakan seluruh kavum uteri dikerok. Setelah diyakini tidak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda vital 15 30 menit pasca tindakan (2). DAFTAR PUSTAKA 1. Brooker, Cristine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed. 31. Jakarta : EGC 2. 3. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3. Jakarta : Media Aesculapius. Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 2. Jakarta : Binarupa Aksara.

4.

Prawirohardjo, Sarwono. 1994. Ilmu Kebidanan Ed.3. Jakarta : P.T . Gramedia.

Você também pode gostar