Você está na página 1de 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Batuk merupakan suatu ekspirasi yang eksplosive, merupakan mekanisme perlindungan normal untuk membersihkan tracheobronchial dari sekret dan benda asing. Batuk dapat terjadi dengan sengaja atau karena refleks. Batuk dimulai dengan inspirasi dalam diikuti dengan menutupnya glotis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan penutupan glotis yang menyebabkan tekanan intratoraks meningkat. Ketika glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran napas dan udara luar menghasilkan aliran udara yang cepat melewati trakea. Batuk membantu membuang mukus dan bahan-bahan asing. Saluran pernapasan dimulai dari rongga hidung sampai saluran saluran kecil alveoli paru. Pada setiap saluran ini terdapat pembuluh darah. Umumnya penyebab terjadinya perdarahan sehingga terjadi batuk darah adalah karena robeknya lapisan saluran pernapasan sehingga pembuluh darah di bawahnya ikut sobek dan darah mengalir keluar. Adanya cairan darah kemudian dikeluarkan oleh adanya refleks batuk.1 Batuk darah atau hemoptysis adalah salah satu gejala yang paling penting pada penyakit paru, pertama karena merupakan bahaya potensial adanya perdarahan yang gawat yang memerlukan tidakan segera dan intensif, dimana batuk darah masif yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Kedua karena batuk darah hampir selalu disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal.2 Oleh karena itu perlu dibuktikan apakah benar darah tersebut berasal dari saluran pernapasan bagian bawah. Perdarahan tidak selalu tampak pada saat penderita berobat pada dokter, oleh karenanya diperlukan sekali anamnesa yang cermat.3 Pada umumnya penderita batuk darah telah mempunyai penyakit dasar, tetapi keluhan yang berasal dari penyakit dasar tadi tidak mendorong penderita untuk pergi berobat. Penderita baru datang berobat ketika timbul batuk darah, walaupun darah yang keluar hanya sedikit atau berupa dahak yang bergaris-garis merah. Batuk darah merupakan keadaan yang menakutkan bagi penderita dan keluarganya. Akibat ketakutan
1

inilah penderita akan menahan batuknya, hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit seperti penyumbatan saluran napas atau sufokasi, asfiksi dan eksanguinasi.2 Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah massif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggu kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sinonim batuk darah adalah hemoptoe atau hemoptysis. Hemoptysis berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang berarti darah dan ptysis yang berarti diludahkan. Menurut kamus kedokteran Dorland, hemoptysis atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau mucus yang berdarah.2 Hemoptysis adalah mendahakkan darah yang berasal dari bronkus atau paru. hemoptysis bisa banyak atau bisa pula sedikit sehingga hanya berupa garis merah cerah di dahak.5 Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel membagi batuk darah menjadi:2 1: Bloodstreak 2: 1 30 cc 3: 30 150 cc 4: 150 500 cc Massive : 500 1000 cc atau lebih Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar menjadi:2 1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari. 2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan interval 2 sampai 3 hari. 3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak. Pseudohemoptysis adalah membatukkan darah yang bukan berasal dari saluran napas bagian bawah. Hemoptysis palsu seperti ini dapat berasal dari rongga mulut, hidung, faring, lidah atau bahkan hematemesis (perdarahan saluran cerna bagian atas) yang masuk ke tenggorokan dan memancing refleks batuk. Pseudohemoptysis juga bisa timbul pada pasien yang mengalami kolonisasi kuman Serratia marcescens yang berwarna merah. Kolonisasi ini sering timbul pada pasien yang dirawat serta menerima antibiotik berspektrum luas dan ventilator mekanik. Hemoptysis palsu juga dapat berasal Derajat

dari kelebihan dosis rifampisin dan juga kejadian malingering atau pasien yang melukai diri sendiri sehingga tampak sebagai batuk darah.5 B. Etiologi Berdasarkan penyebab batuk darah, Ingbar membagi sebagai berikut:2 Kardiologi Mitral stenosis Tricuspid endocarditis Penyakit jantung bawaan Paru Hematologi Koagulopati DIC Trombositopeni Platelet dysfunction Bronkiektasis Emboli paru Kistik fibrosis Emfisema bulosa

Istrogenik Bronkoskopi Swan-Ganz infarction Rupture arteri Pulmonaris Aspirasi transtrakeal Lymphangiograp, ky

Infeksi Abses paru Misetoma Pneumonia nekrotikan Parasit Jamur / tuberkulosa

Vaskuler Hipertensi pulmonal AV malformation Aneurisma aorta

- Virus Neoplasma Adenoma bronkial Karsinoma bronkogenik Metastase kanker

Obat / Toksin Antikoagulan Penisilamin Anhidrid trimetaliksolvents Kokain Aspirin

Trauma

- Trombolitik Lain-lain
4

Cedera dada tajam / tumpul Ruptur bronkus Emboli lemak Tracheal-innominate Artery fistula

Amyloidosis Bronkolitiasis Endometriosis Benda asing Kriptogenik Septic pulmonary emboli

Penyakit sistemik Goodpasteur syndrome Wegeners granulomatosis Systemic lupus erythematosus Vaskulitis Idinnathir pulmnnarv homosiderosis

Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi:2 a. Anak-anak dan remaja: Bronkiektasis Stenosis mitral Tuberkulosis

b. Umur 20 40 tahun: Tuberkulosis Bronkiektasis Stenosis mitral

c. Umur lebih dari 40 tahun: Karsinoma bronkogen Tuberkulosis Bronkiektasis

C. Patogenesis2,6 1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena: a. Adanya Rasmussens aneurysm yang pecah. Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini telah lama dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan terdapat hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan. Setelah berkembangnya arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu terdapatnya Rasmussen aneurisma pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal perdarahan diragukan. b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru. 2. Batuk darah pada karsinoma paru. Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner. 3. Batuk darah pada bronkiektasis: a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk menyebabkan perdarahan.
6

b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan. c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus yang mengalami ektasis. 4. Batuk darah pada bronchitis kronis: Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, terobek oleh mekanisme batuk. 5. Batuk darah pada abses paru: Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar menutup, maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat batuk.

6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut: a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan rupture vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butir darah merah masuk ke alveoli. b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di mukosa bronkus. c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena bronkialis yang hebat sehingga tampak seperti varises. 7. Batuk darah pada infark paru: Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi anastomose. Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut, akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah. 8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:

Terjadi kelainan pada membrane basalis alveol kapiler yaitu terbentuknya antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab) lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya keutuhan membranan basalis epithelial-endotelial dan memudahkan masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli. 9. Batuk darah pada infeksi jamur: Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan antikoagulan serta enzim proteoitik yang menyerupai tripsin dari jamur. 10. Batuk darah pada batuk keras: Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak bercampur di dalamnya. a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada bronkus yang berdekatan. b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya. c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.

D. Diagnosis2,5 Diagnosis pada batuk darah meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan dahak, radiologi, bronkoskopi dan bronkografi. Anamnesis meliputi 1. Membedakan batuk darah dan muntah darah. Batuk Darah a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan b. Darah berbuih bercampur udara c. Darah segar berwarna merah muda d. Darah bersifat alkalis Muntah Darah a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual b. Darah bercampur sisa makanan c. Darah terkena asam lambung berwarna hitam d. Darah bersifat asam
8

e. Kadang-kadang terjadi anemia f. Tes benzidin negatif

e. Sering terjadi anemia f. Tes benzidin positif

2. Bagaimana batuk darahnya? Misalnya bila batuk darah disertai sputum yang purulent dicurigai penyakit yang mendasari adalah infeksi paru. Bila batuk darah tanpa pus dicurigai penyakit yang mendasari adalah tuberculosis, karsinoma atau infark paru. Bila batuk darah berupa frothy sputum dicurigai edema paru. 3. Pola batuk darah Pola batuk darah dapat membantu menentukan penyebab batuk darah. Misalnya, pasien dengan bronchitis atau bronkiektasis biasanya mengalami batuk darah berulang. Jika batuk darah terjadi setiap bulan yang berhubungan dengan saat menstruasi, dicurigai sebagai Catamenial hemoptysis. 4. Anamnesis tentang gejala otolaring, jantung dan paru yang dapat membantu melokalisir sumber perdarahan. 5. Faktor risiko sebagai kondisi penyebab. Merokok, usia, trauma dada, riwayat berpergian ke daerah endemis parasite, virus, jamur atau bakteri tertentu. 6. Gejala lain yang menyertai. Bila terdapat gejala lain seperti penurunan berat badan disertai batuk darah dicurigai sebagai karsinoma, bila terdapat keringat malam, demam yang tidak tinggi dicurigai sebagai tuberculosis. Bila batuk darah disertai hematuria dicurigai sebagai Good Pasture Syndrome.

Pemeriksaan fisik 1. Periksa tanda vital 2. Pemeriksaan pada hidung, mulut, faring posterior dan laring termasuk pemeriksaan laringoskopi.
9

3. Pemeriksaan leher, dada, jantung dan paru. Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan darah pada perdarahan massif perlu evaluasi HB dan faal hemostasis. 2. Pemeriksaan dahak penting diperiksa sputum BTA pada pendertita tuberculosis, sitology sputum pada penderita karsinoma bronkogenik dan kultur sputum jamur. 3. Pemeriksaan lain tergantung penyakit dasarnya. Selain pemeriksaan laboratorium, banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis batuk darah, antara lain: radiologi, bronkoskopi, bakteriologi, mikologi dan serologi. Pemeriksaan radiologi meliputi foto thoraks PA dan lateral, tomografi, bronkografi dan arteriografi. Pemeriksaan radiologi yang cukup penting adalah foto thoraks yang dapat mengungkap 65,2% sumber perdarahan. Sedangkan sebab perdarahan yang sukar dilihat pada pemeriksaan foto thoraks seperti bronkiektasis, dapat dilihat dengan pemeriksaan bronkografi. Tindakan bronkoskopi sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti untuk mengetahui asal perdarahan. Indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah: 1. Bila tidak didapatkan kelainan radiologik 2. Batuk darah yang berulang-ulang 3. Batuk darah yang massif, sebagai tindakan terapeutik yaitu membersihkan gumpalan darah yang keluar/penghisapan dan untuk menghentikan perdarahan dengan cara o Iced saline lavage o Instilasi topical agent (epinefrin, thrombin, thrombin-fibrinogen) o Endobronkial tamponade o Laser fotokoagulasi (Nd YAG Laser = Noodymium Y trium Aluminium Gernerd Laser atau argon laser).

10

E. Komplikasi2 Komplikasi yang dapat mengancam jiwa penderita adalah asfiksia, sufokasi dan kegagalan sirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu singkat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah penyebaran penyakit ke sisi paru yang sehat dan atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis. Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh 3 faktor: 1. Terjadinya asfiksia karena adanya pembekuan darah dalam saluran pernapasan. Pada dasarnya asfiksia tergantung dari: a. Frekuensi batuk darah b. Jumlah darah yang dikeluarkan c. Kecemasan penderita d. Siklus inspirasi e. Reflek batuk yang buruk f. Posisi penderita 2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat menimbulkan syok hipovolemik. Bila jumlah perdarahan banyak maka digolongkan dalam massive hemoptysis. Kriteria massive hemoptysis menurut Yeoh adalah perdarahan 200 cc dalam 24 jam sedangkan menurut Sdeo adalah perdarahan lebih dari 600 cc dalam 24 jam. 3. Aspirasi pneumonia Yaitu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah perdarahan. Aspirasi adalah masuknya bekuan darah ke dalam jaringan paru yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Meliputi bagian yang luas dari paru
11

b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih kecil c. Disamping perdarahan dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke dalam paru karena penutupan glottis yang tidak sempurna d. Dapat diikuti sekunder infeksi.

Aspirasi pneumonia merupakan keadaan berat karena saluran napas dan bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi dengan baik.

F. Penatalaksanaan2,5,7 Batuk darah yang kurang/tidak massif dapat ditangani secara konservatif sedang batuk darah massif memerlukan tindakan yang lebih agresif-intensif seperti bronkoskopi atau operasi. Tujuan pokok terapi adalah mencegah tersumbatnya saluran pernapasan oleh bekuan darah, mencegah kemungkinan penyebaran infeksi dan menghentikan perdarahan. a. Penatalaksanaan Konservatif 1. Menenangkan penderita dan memberitahu penderita agar jangan takut-takut untuk membatukkan darahnya. 2. Penderita diminta berbaring pada posisi bagian paru yang sakit atau sedikit trendelenberg, terutama bla reflex batuknya tidak adekuat. 3. Jaga agar jalan napas tetap terbuka. Bila terdapat tanda-tanda sumbatan jalan napas perlu dilakukan penghisapan atau bila diperlukan pemasangan pipa endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas bebas hambatan/sumbatan. 4. Pemasangan IV line atau IVFD untuk penggantian cairan maupun untuk jalur pemberian obat parenteral. 5. Pemberian obat hemostatic belum jelas manfaatnya pada batuk darah yang tidak disertai kelainan faal hemostatic.
12

6. Obat-obat dengan efek sedasi ringan dapat diberikan bila penderita gelisah. Obat-obat penekan batuk hanya diberikan bila terdapat batuk yang berlebihan dan merangsang timbulnya perdarahan lebih banyak. 7. Transfusi darah diberikan bila hematocrit turun dibawah nilai 25-30% atau Hb dibawah 10 gr% sedang perdarahan masih berlangsung.

b. Penatalaksanaan Bedah Indikasi tindakan bedah menurut Busroh: 1. Batuk darah > 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti. 2. Batuk darah 250 600 cc / 24 jam, Hb < 10 gr% dan batuk darah berlangsung terus. 3. Batuk darah 250 600 cc / 24 jam, Hb > 10 gr% dan dalam pengamatan 48 jam perdarahan tidak berhenti. Kriteria operasi menurut Amitana: 1. Perhatikan sumber perdarahan 2. Aspirasi berulang 3. Adanya kavitas penyebab terjadinya perdarahan berulang 4. Faal paru yang minimal sehingga setiap perdarahan menyebabkan ancaman kematian Tindakan bedah meliputi: 1. Reseksi paru: lobektomi atau pneumonektomi Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat penyakit dasarnya. Macam reseksi: Pneumonektomi : reseksi satu paru seluruhnya

13

Bilobektomi Lobektomi Wedge resection Enukleasi Segmentektomi

: : : : :

reseksi dua lobus reseksi satu lobus reseksi sebagian kecil jaringan paru bila kelainan patologis kecil dan jinak reseksi segmen bronkopulmonal

Berdasarkan foto thoraks dan pemeriksaan faal paru, luasnya operasi dapat ditentukan sebelum operasi. Prinsipnya adalah mempertahankan sebanyak mungkin jaringan paru yang dianggap sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi, abses atau kavitas) menentukan jenis reseksi yang akan dilaksanakan. 2. Terapi kolaps: pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisia, torakoplasti, frenikolisis (membuat paralise N. phrenicus). Terapi kolaps bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit tersebut. Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk kavitas, tetapi cara ini banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak. Prosedur yang termasuk dalam kelompok terapi kolaps: Pneumotoraks artificial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga teracapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses penyembuhan. Bila terdapat adhesi dan paru tidak dapat kolaps dilakukan intrapleural pneumonolysis (operasi Jacoboes), tetapi sering terjadi komplikasi perdarahan. Karena sering terjadi empyema setelah pneumotorak artifisial, tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi. Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga peritoneum dengan tujuan menaikkan diafragma agar terjadi kolaps pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal akan menyembuh.
14

Paralise nervus phrenicus yaitu dengan cara anestesi local nervus phrenicus dibebaskan dari perlekatannya di M. scalenus anterior, kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul paralise diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan diharapkan apeks paru dapat diistirahatkan sehingga, terjadi proses penyembuhan.

Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalkan dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Indikasi torakoplasti: Dulu: torakoplasti hamper selalu dilakukan setelah lobektomi atau pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan terjadinya over distensi parenkim paru yang tersisa selain itu dead space akan segera menutup (obliterasi) sehimgga resiko terbentuknya fistula bronkopleural dan empyema dapat dikurangi. Sekarang: kebutuhan torakoplasti diragukan dan dilakukan bila direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus atau mengatasi komplikasi tindakan reseksi seperti fistula bronkopleura dan empiema.

3. Lain-lain: embolisasi artifisial. Embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization (BAE) adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alcohol melalui katerisasi pada arteri bronkialis. Menurut Ingbar embolisasi berhasil menghentikan perdarahan 95%. Dengan meningkatnya penggunaan embolisasi arteriografi, sekarang penggunaan tindakan pembedahan untuk pengelolaan batuk darah massif mulai ditinggalkan.

G. Prognosis2 Pada batuk darah idiopatik prognosisnya baik, kecuali jika penderita mengalami batuk darah yang rekuren. Pada batuk darah sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu:
15

1. Derajat batuk darah. Pada single hemoptysis mempunyai prognosis baik, sedang batuk darah yang profus dan bergumpal-gumpal prognosisnya jelek. 2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan batuk darah. Pada karsinoma bronkogenik prognosisnya jelek. 3. Kecepatan dalam penatalaksanaan batuk darah massif. Misalnya tindakan trakeostomi, bronkoskopi atau tindakan bedah pada saat yang tepat. Menurut Crocco, pasien dengan batuk darah massif (600 ml) dalam waktu: Kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%. 4 6 jam mempunyai mortality rate 22%. 16 48 jam mempunyai mortality rate 5%.

BAB III PENUTUP

16

Kesimpulan Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah. Perdarahan yang terjadi haruslah berasal dari saluran napas bagian bawah (dari glotiske bawah), bukan berasal dari saluran napas bagian atas atau saluran pencernaan. Jadi harus dibedakan atara batuk darah dan muntah darah. Batuk darah adalah kondisi umum dengan banyaknya kausa yang menjadi penyebabnya. Penyebab batuk darah dapat dikategorikan menjadi infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskuler. Patogenesis tergantung pada penyakit dasarnya. Diagnosis batuk darah dibuat dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium (darah, sputum sitologi, bakteriologi, mikologi dan serologi), bronkoskopi, foto thoraks, tomografi, bronkografi, dan arteriografi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah asfiksia, sufokasi, dan kegagalan kardiosirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu singkat. Selain itu dapat terjadi penyebaran penyakit ke sisi paru yang sehat. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga paru bagian distal mengalami kolaps. Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh terjadinya asfiksia, jumlah darah yang keluar dan aspirasi pneumonia. Penatalaksanaan batuk darah tergantung pada massif tidaknya batuk darah. Pada batuk darah yang tidak / kurang massif ditangani secara konservatif sedang pada batuk darah massif memerlukan usaha yang agresif intensif seperti bronkoskopi atau operasi. Tindakan operasi dapat berupa reseksi paru, terapi kolaps dan embolisasi arteri bronkialis. Prognosis baik pada batuk darah idiopatik, kecuali terjadi batuk darah rekuren sedang pada batuk darah sekunder tergantung dari derajat batuk darah, macam penyakit dasar yang menyebabkan batuk darah dan kecepatan dalam bertindak.

DAFTAR PUSTAKA

17

1. Irfani QI. Hemopthysis (Batuk Darah) [homepage on the Internet]. c2011 [updated 2011

July

06;

cited

2013

July

26].

Available

from:

http://nyitzh.blogspot.com/2011/07/hemopthysis-batuk-darah.html 2. Alsagaff H, Wibisono MJ. Batuk darah. Dalam: Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit paru 2010. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo; 2010. Hal. 74-87. 3. Hariadi S, Amin M, Wibisono MJ, Hasan H, editors. Dasar-dasar diagnostik fisik paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2008. Hal. 7-8. 4. Rasmin M. Hemoptisis. [homepage on the Internet]. No date [cited 2013 July 26]. Available %20editorial.pdf 5. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I, edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. Hal. 294-6. 6. Hemoptysis. [homepage on the Internet]. No date [cited 2013 July 26]. Available from: http://medicine.ucsf.edu/education/resed/Chiefs_cover_sheets/hemoptysis1.pdf 7. Cahill BC, Ingbar DH. Massive Hemoptysis: Assessment and Management. Clinics in Chest Medicine. 1994 March;15(1):147-67. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8200191 from: http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS

18

Você também pode gostar