Você está na página 1de 65

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) TERHADAP ISOLAT Escherichia coli DARI

URIN PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

CUT FAZRIANY 0807101050059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2013

LEMBAR PENGESAHAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) TERHADAP ISOLAT Escherichia coli DARI URIN PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

CUT FAZRIANY 0807101050059

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, Juni 2013

Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

dr. Dahril, Sp. U NIP. 19661014 199803 1 001

dr. Cut Murzalina, Sp. PK NIP. 19731009 199903 2 002

Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Unsyiah

Dr. dr. Mulyadi, Sp. P NIP. 19620819 199002 1 001

Telah lulus ujian skripsi pada hari Rabu tanggal 5 Juni 2013

Asslamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu...

Menatap langit yang penuh kebesaran Allah Menengadahkan tangan penuh syukur & harapan Menempati bumi yang dilimpahi Rahmat-Nya Menapaki hidup dengan kesabaran dan usaha Semoga kudapat apa yang kucita-citakan Ilmu bagian dari limpahan karunia-Nya Diturunkan pada guru pensyiar Ciptakan keahlian dalam kehidupan Menjadi bekal menuju akhir peradaban Semoga tiada yang sia-sia dan terlupakan

Dedicated to: My lovely parents, brothers and inside of my life without whose love and support this work would be impossible and I am nothing

Thank you Cut Fanny

KATA PENGANTAR

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang Segala puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wataala, Tuhan Yang Maha Kuasa. Berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan di dalam tulisan ini, namun penulis sangat berharap agar tulisan sederhana ini dapat diterima oleh para pembaca. Hasil dari penelitian yang ditulis dalam skripsi ini semoga dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan, khususnya dibidang mikrobiologi & farmakologi tentang Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Terhadap Isolat Escherichia coli dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih. Ucapan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Syiah Kuala beserta para Pembantu Rektor, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala beserta para Pembantu Dekan. Terima kasih atas segala kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat mengikuti program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis khususnya kepada para dosen pembimbing, yaitu dr. Dahril, Sp.U dan dr. Cut Murzalina, Sp.PK. Terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang selama ini diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal, penelitian dan skripsi ini. Kesabaran dan waktu berharga beliau telah diluangkan untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi karya ilmiah ini hingga selesai. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para staf pengajar di Fakultas Kedokteran, khususnya pada Program Studi Pendidikan Dokter dan seluruh pihak RSUDZA yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat dan kesempatan belajar kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi para guru yang telah sangat berjasa. Tidak lupa pula sembah sujud penulis, rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga serta tidak akan terbalas atas jasa kedua orang tua tercinta, yaitu ayahanda H. Teuku Muhammad Jamil dan ibunda Hj. Siti Hasanah yang telah

iii

membesarkan, mendidik, merawat serta mendoakan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, memberi keteladanan yang baik dalam menjalani hidup serta memberi motivasi kepada penulis selama berjuang menempuh pendidikan. Kepada abang dan juga adik-adik tercinta, Teuku Muhammad Fahrul Razi, Teuku Muhammad Fuchra Zulham dan Teuku Muhammad Ferdiansyah serta keluarga besar penulis lainnya yang telah memberi dukungan, perhatian dan juga motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan dokter. Terima kasih penulis kepada para penghuni rumah, Anez dan Ike. Terima kasih juga kepada para sahabat The Son of Beach, PeJe, Isur, Adun, Wawan dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih kepada Farah, Bang Is, Kak Rima, Kak Juni, Hadid dan teman-teman Laboratorium Mikrobiologi FK-USK yang telah banyak membantu selama proses penelitian serta memberikan bantuan secara moril maupun materil, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT senantiasa memberi berkah-Nya kepada kita semua. Amin Ya RabbalAlamin.

Banda Aceh, Juni 2013

Cut Fazriany

iv

DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ABSTRAK .................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 BAB II Latar Belakang........................................................................ Rumusan Masalah .................................................................. Tujuan Penelitian .................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................. Hipotesis ................................................................................. 1 3 3 3 4 i iii v vii viii ix x xi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirih Merah (Piper crocatum) ................................................ 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi............................................. 2.1.2 Distribusi Geografis dan Habitat................................... 2.1.3 Kandungan Senyawa Aktif sebagai Antibakteri........... 2.1.4 Pembuatan ekstrak menggunakan pelarut air dengan metode maserasi ............................................................ 2.2 Escherichia coli (E. coli) ........................................................ 2.2.1 Taksonomi, Morfologi dan Identifikasi ........................ 2.2.2 Patogenesis .................................................................... 2.3 Infeksi Saluran Kemih (ISK) .................................................. 2.3.1 Epidemiologi dan Etiologi ............................................ 2.3.2 Patogenesis dan Gejala Klinis ....................................... 2.3.3 Diagnosis ....................................................................... 2.3.4 Pengobatan .................................................................... 2.3.5 Komplikasi .................................................................... 2.3.6 Pencegahan.................................................................... 5 5 6 6 8 9 9 11 12 12 13 15 16 16 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian.............................................. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ Sampel dan Bahan Pemeriksaan ............................................. Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... Prosedur Kerja ........................................................................ 3.5.1 Sterilisasi Alat, Bahan dan Media ................................. 3.5.2 Pembuatan Media .......................................................... 3.5.3 Isolasi E. coli............................................................... .. 3.5.4 Identifikasi E. coli....................................................... .. 18 19 19 20 20 20 20 22 23

Persiapan Daun Sirih Merah ......................................... Pembuatan Ekstrak Air Daun Sirih Merah ................... Uji Fitokimia ................................................................. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Terhadap E. coli .................... 3.6 Parameter ................................................................................ 3.7 Analisis Data .......................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 Hasil Identifikasi Tanaman Sirih Merah ................................ Hasil Ekstraksi Daun Sirih Merah .......................................... Hasil Uji Fitokimia ................................................................. Hasil Identifikasi Bakteri Escherichia coli............................. Hasil uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Daun Sirih Merah (Piper crocatum) terhadap Escherichia coli ...............

3.5.5 3.5.6 3.5.7 3.5.8

26 26 27 28 29 29

30 30 30 31 32

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 5.2 Saran .......................................................................................

37 37 38

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

vi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Rancangan penelitian untuk bakteri uji E. coli .............................. Tabel 4.1. Hasil Uji Fitokimia ........................................................................ Tabel 4.2. Data hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun sirih merah terhadap pertumbuhan bakteri E. coli ............................................ Tabel 4.3. Hasil Analisis Data Menggunakan ANOVA ................................. Tabel 4.4 Hasil Uji Lanjutan Duncan ............................................................ 18 31 32 33 34

vii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 4.1 Daun Sirih Merah (Piper crocatum) ......................................... Morfologi Makroskopis E. coli ................................................. Morfologi Mikroskopis E. coli ................................................. Aktivitas antibakteri ekstrak air daun sirih merah terhadap bakteri E. coli ............................................................................ Gambar 4.2 Grafik aktivitas antibakteri ekstrak air daun sirih merah terhadap E. coli ......................................................................... 6 10 10 33 35

viii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Alur Penelitian .......................................................................... Jadwal Penelitian ...................................................................... Identifikasi Tanaman Sirih Merah ............................................ Hasil Ekstraksi Daun Sirih Merah ............................................ Hasil Uji Fitokimia Ekstrak ...................................................... Hasil Identifikasi Bakteri E. coli............................................... 43 44 45 46 49 50

ix

ABSTRAK
Escherichia coli merupakan penyebab tersering pada infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran kemih yang disertai gejala biasanya diterapi dengan pemberian antibiotika, namun beberapa golongan antibiotik dari golongan -laktam, fosfomisin dan kuinolon telah resisten terhadap bakteri E. coli. Penggunaan tanaman obat saat ini sangat diminati masyarakat karena manfaatnya. Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman yang memiliki khasiat dalam mengobati berbagai penyakit. Sirih merah diketahui mengandung beberapa senyawa seperti, flavonoid, alkaloid, tanin, euganol, minyak atsiri dan lain-lain yang diduga memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap bakteri E. coli yang diisolasi dari urin penderita ISK. Jenis penelitian ini merupakan eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat dua kelompok percobaan yaitu, empat perlakuan dan dua kontrol. Empat perlakuan terdiri dari P1, P2, P3, dan P4 yaitu dengan konsentrasi ekstrak 25%, 50%, 75% dan 100%. Kontrol terdiri dari pelarut aquades sebagai kontrol negatif (P0) dan antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif (P5). Metode uji dilakukan secara Kirby Bauer dengan menggunakan cakram Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli yang diisolasi dari urin penderita ISK. Dari empat kali pengulangan, ekstrak sirih merah menunjukkan aktivitas antibakteri yang relatif stabil. Ekstrak air daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi, namun aktivitas antibakteri ekstrak tidak lebih besar daripada antibiotik kloramfenikol. Kata kunci: infeksi saluran kemih, Escherichia coli

ABSTRACT

Escherichia coli is a common cause of urinary tract infections (UTI). Urinary tract infections are accompanied by symptoms usually treated with antibiotics, but some types of antibiotics from -lactams, fosfomycin and quinolones have been resistant to E. coli. The use of medicinal plants is now in high demand by the community because of its benefits. Red betel (Piper crocatum) is a plant that has efficiency in treating a variety of diseases. Red betel is known to contain several compounds such as flavonoids, alkaloids, tannins, euganol, essential oils and others that are estimated to have antibacterial activity. This research aims to determine the antibacterial activity of aqueous extract of red betel leaf (Piper crocatum) against the E. coli, isolated from the urine of UTI patients. This type of research is an laboratory experiment with a Complete Randomized Design (CRD). There are two groups of experiments which are the four treatments and two controls. The four treatments, consisting of P1, P2, P3, and P4, are the extract concentrations of 25%, 50%, 75% and 100%. The control consisted of distilled water solvent as a negative control (P0) and the chloramphenicol as a positive control (P5). The test was done according to Kirby Bauer method. The results showed that the aqueous extract of red betel leaves had antibacterial activity against E. coli. From four repetitions, extracts showed antibacterial activity were relatively stable. Antibacterial activity of extract was greater in higher concentrations, but is not greater than the chloramphenicol. Keywords: urinary tract infections, Escherichia coli

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit yang paling sering dijumpai di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Hal tersebut dapat terjadi karena Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Temperatur yang hangat, udara berdebu dan lingkungan yang lembab memudahkan mikroba dapat tumbuh dengan subur. Berbagai mikrooganisme yang dapat menyebabkan infeksi adalah virus, bakteri, jamur dan protozoa (Gibson, 1996). Penyakit infeksi yang banyak diderita masyarakat diantaranya adalah infeksi Enterobacteriaceae dari golongan Escherichia, Salmonella, Shigella, Klebsiella dan sebagainya. Infeksi Enterobacteriaceae dari golongan Escherichia yang paling sering terjadi yaitu Escherichia coli (Brunner dan Suddarth, 2002). Escherichia coli (E. coli) merupakan flora normal usus yang biasanya tidak menyebabkan penyakit bila masih berada di dalam usus. Escherichia coli dapat menyebabkan penyakit bila telah mencapai jaringan luar traktus internus seperti saluran kencing (Brooks et al., 2007). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh E. coli (Brooks et al., 2007). Infeksi saluran kemih merupakan infeksi kedua yang paling sering terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas. Prevalensi ISK pada populasi usia di atas 65 tahun rata-rata terjadi pada 9,3% wanita dan 2,511% pada pria (Smyth dan OConnell, 1998). Infeksi saluran kemih yang menimbulkan gejala biasanya diterapi dengan antibiotika. Namun saat ini resistensi E. coli terhadap beberapa antibiotika telah banyak dilaporkan. Beberapa golongan antibiotik yang diketahui telah resisten terhadap bakteri E. coli diantaranya adalah golongan -laktam, fosfomisin dan kuinolon. Golongan fosfomisin dan kuinolon saat ini sering digunakan dalam kasus ISK (Noviana, 2004). Penggunaan tanaman untuk pengobatan sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena biaya pengobatan dari bahan tanaman relatif lebih murah, memiliki efek samping yang kecil dan lebih mudah diperoleh (Muhlisah, 2004). Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman

yang memiliki khasiat dalam mengobati beberapa penyakit (Sudewo, 2007). Saat ini penelitian mengenai sirih merah masih sangat sedikit, namun manfaatnya telah banyak dibicarakan oleh masyarakat (Juliantina et al., 2009). Daun sirih merah secara empirik digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti batuk, asma, peradangan, Diabetes Melitus serta luka yang sulit sembuh (Mursito, 2002). Manfaat sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen antibakteri telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Juliantina. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum) mampu menghambat dan membunuh Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25% dan E. coli pada konsentrasi 6,25%. Sirih merah diketahui mengandung beberapa senyawa seperti, flavonoid, alkaloid, tanin, euganol, minyak atsiri dan lain-lain. Sirih merah juga diketahui memiliki satu senyawa yang kandungannya lebih banyak terdapat pada jenis sirih merah dibandingkan dengan jenis sirih lainnya, senyawa tersebut adalah karvakol (Haviva, 2011). Penggunaan tanaman sirih sebagai obat tradisional biasanya dilakukan dengan cara merebus daun sirih dengan air. Air rebusan daun sirih kemudian digunakan untuk berkumur atau diminum untuk mengobati batuk, sariawan, gusi berdarah, mimisan, sakit kepala, bau badan, mengurangi peradangan dan menghilangkan gatal-gatal (Soedibyo, 1991; Adiguna, 2001). Kebanyakan wanita pada umumnya menggunakan air rebusan daun sirih sebagai cairan pencuci vagina karena dipercaya dapat membersihkan vagina dari berbagai kuman (Moeljanto dan Mulyono, 2005). Masyarakat umumnya hanya mengetahui jenis sirih hijau saja. Masih sangat sedikit yang mengetahui tentang sirih merah karena masih jarang digunakan. Hal ini menjadi salah satu alasan yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang sirih merah (Piper crocatum). Bakteri yang menjadi penyebab utama ISK menarik peneliti untuk menggunakan isolat E. coli yang berasal dari urin penderita ISK. Penelitian Ekstrak daun sirih merah ini menggunakan air sebagai pelarut. Air yang bersifat polar dapat menarik senyawa-senyawa polar atau yang tingkat kepolarannya lebih rendah. Alasan penggunaan air sebagai bahan pelarut juga ditinjau dari kebiasaan masyarakat yang menggunakan air dalam proses pembuatan obat tradisional dari

daun sirih. Air juga lebih mudah diperoleh, murah, tidak berbahaya terhadap tubuh dan lingkungan sehingga aman digunakan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah Apakah ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) memiliki aktivitas antibakteri terhadap isolat E. coli dari urin penderita ISK dan berapakah besar aktivitas antibakteri dari masing-masing konsentrasi ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum)? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri pada ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap isolat E. coli dari urin penderita ISK. 2. Untuk mengetahui berapa besar aktivitas antibakteri dari masing-masing konsentrasi ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap isolat E. coli dari urin penderita ISK. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti, khususnya di bidang mikrobiologi dan fitofarmaka. 2. Farmakologi Penelitian ini diharapkan dapat memberi data ilmiah di bidang farmakologi tentang senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum), khususnya terhadap bakteri E. coli penyebab ISK. 3. Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ilmiah bagi masyarakat yang menggunakan daun sirih merah sebagai obat, khususnya dalam mencegah atau mengatasi ISK yang disebabkan oleh E. coli.

1.5 1. 2.

Hipotesis Ekstrak air daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap isolat E. coli dari urin penderita ISK. Masing-masing konsentrasi ekstrak air daun sirih merah berpengaruh terhadap besarnya aktivitas antibakteri pada isolat E. coli dari urin penderita ISK.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sirih Merah (Piper crocatum)

2.1.1 Taksonomi dan morfologi Klasifikasi tanaman sirih merah menurut Haviva (2011) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisi Classis Ordo Familia Genus Species : : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Angiospermae Magnoliopsida Piperales Piperaceae Piper Piper crocatum

Tanaman sirih merah (Piper crocatum) tumbuh menjalar seperti pada tanaman sirih hijau. Tanaman sirih merah tidak berbunga, memiliki ciri khas bentuk batang yang bulat dan berwarna hijau keunguan. Batang sirih merah bersulur dan memiliki ruas dengan jarak antar buku sekitar 10-20 cm. Setiap buku ditumbuhi oleh daun dan bakal akar. Daun sirih merah memiliki tangkai dan bentuk daun seperti jantung dengan bagian atas yang meruncing. Daunnya tidak berbulu dan panjang daun biasanya mencapai 10-15 cm. Daun sirih merah memiliki permukaan yang tidak rata dan mengkilap bila terkena sinar matahari. Sirih merah memiliki warna daun yang khas, yaitu permukaan atas daun berwarna hijau gelap berpadu dengan tulang daun yang berwarna merah hati keunguan, sedangkan bagian bawah daunnya berwarna merah hati cerah. Daun sirih merah jika disobek akan berlendir dan mengeluarkan aroma yang lebih wangi dibandingkan daun sirih hijau. Daun sirih merah juga memiliki rasa pahit dengan aroma khas sirih seperti pada umumnya (Kardinan dan Taryono, 2003; Duryatmo, 2005). Morfologi sirih merah yang menunjukkan bentuk dan warna daun dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gam mbar 2.1 Tan naman sirih merah (Pipe er crocatum) (dokumenta asi pribadi)

2.1.2 Dist tribusi geog grafis dan ha abitat Tana aman sirih merah dap pat tumbuh h dengan baik b di tem mpat yang teduh, t berhawa sejuk s denga an sinar matahari m 60-75%. Tana aman sirih merah bias sanya tumbuh su ubur dan ba agus di daer rah pegunun ngan. Bila tumbuh t di d daerah pana as dan banyak ter rkena sinar matahari, maka m batang g tanaman sirih s merah akan menge ering, warna me erah daunny ya menjadi i pudar, bu uram dan kurang k baik k (Manoi, 2007; 2 Sudewo, 2007). 2 Huja an yang cuk kup pada sa aat tanam sa angat dibutu uhkan agar t tanaman tum mbuh dengan ba aik. Distrib busi curah hujan h yang merata sel lama period de tumbuh akan menjamin n pertumbuh han vegetati if dengan ba aik. Jenis ta anah yang le empung ber rpasir atau lemp pung liat berpasir san ngat cocok untuk tana aman obat pada umum mnya. Keasaman n (pH) tanah h yang coco ok untuk tan naman obat adalah 6-7 (Syukur, 20 001). 2.1.3 Kan ndungan sen nyawa aktif sebagai ant tibakteri Dau un sirih mem miliki aroma yang khas karena mengandung minyak ats siri 14,2%, air, protein, lem mak, karbo ohidrat, kals sium, fosfor r, vitamin A A, B, C, yod dium, gula dan pati. Miny yak atsiri mengandun ng fenol alami a yang memiliki daya antiseptik yang kuat t (bakterisid d dan fungi isid) tetapi tidak spor rosid (Atiek k dan 02). Berna, 200 Dau un sirih mer rah mengan ndung beber rapa senyaw wa yang dik ketahui mem miliki sifat antib bakteri. Se enyawa-seny yawa terse ebut di an ntaranya ad dalah flavo onoid,

alkaloid, senyawa polifenolat, tanin dan minyak atsiri (Sudewo, 2007). Minyak atsiri memiliki komponen utama berupa fenol dan turunannya seperti karvakol dan euganol. Sirih telah dikenal sejak 600 SM karena kandungan kavikol yang bersifat antiseptik (Duryatmo, 2005). Kandungan karvakol diketahui memiliki sifat antifungi dan desinfektan. Kandungan karvakol juga lebih banyak terdapat pada sirih merah (Piper crocatum) dibanding jenis sirih lainnya (Haviva, 2011). Berbagai fungsi dan mekanisme kerja senyawa aktif yang terkandung dalam sirih merah adalah sebagai berikut: 1) Flavonoid Flavonoid memiliki fungsi sebagai antibakteri pada manusia dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Setyawan et al., 2008). Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai koagulator protein (Dwidjoseputro, 1994). Protein dan membran sel bakteri yang telah dirusak atau didenaturasi tidak dapat diperbaiki lagi (Aulia, 2008). Flavonoid adalah senyawa yang bersifat larut dalam air dan merupakan pigmen tumbuhan yang berwarna kuning, kuning jeruk dan merah. Flavonoid dapat ditemukan dalam buah, sayur, biji, kacang, bunga, herba, rempah dan produk pangan (Harborne 1987; Middleton dan Kandaswami, 2009). 2) Alkaloid Kandungan senyawa aktif lain yang terdapat pada sirih merah adalah alkaloid. Kemampuan alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel bakteri terbentuk tidak utuh dan menyebabkan sel tersebut mati (Robinson, 1991). Tumbuhan dikotil merupakan sumber utama alkaloid. Alkaloid memiliki atom nitrogen dan bersifat basa. Alkaloid juga bersifat sebagai antioksidan, sama seperti flavonoid (Hanani et al., 2005). 3) Tanin Tanin merupakan senyawa polifenol yang juga terdapat pada sirih merah. Tanin berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri, antikanker dan

antiperadangan (Yuliarti, 2009). Mekanisme utama peran tanin yaitu bersifat toksik yang dapat merusak membran sel bakteri. Senyawa astrigen tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama et al., 2001). Tanin diduga dapat mengerutkan dinding sel atau membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel bakteri menjadi terganggu (Ajizah, 2004). Akibat terganggunya permeabilitas tersebut, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat atau bahkan mati. Tanin juga memiliki daya antibakteri yang bekerja dengan cara mempresipitasi protein karena tanin diduga memiliki efek yang sama dengan senyawa fenol. Efek antibakteri tanin yaitu melalui reaksi terhadap membran sel dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Masduki, 1996). 4) Minyak Atsiri Minyak atsiri yang juga terkandung dalam sirih merah berperan sebagai antibakteri. Mekanisme kerja antibakterinya adalah dengan cara mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga dinding sel tidak terbentuk atau tidak sempurna (Ajizah, 2004). Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah akan terbentuk pada kadar yang rendah dan segera mengalami penguraian. Proses penguraian diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel sehingga menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Keadaan tersebut menyebabkan protein terkoagulasi dan sel membran mengalami lisis (Parwata dan Dewi, 2008). 2.1.4 Pembuatan ekstrak menggunakan pelarut air dengan metode maserasi Ekstraksi merupakan proses pemisahan kandungan zat dari bahan baku. Proses pemisahan bahan baku (simplisia) menggunakan pelarut. Kandungan zat aktif yang ada dalam simplisia akan terlepas dan larut dalam pelarut (Adijuwana dan Nur, 1989).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fase air (aqueus phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi aqueus phase adalah cara ekstraksi yang menggunakan air sebagai pelarut. Air merupakan pelarut polar yang memiliki tingkat kepolaran yang tinggi sehingga cocok digunakan untuk mengekstrak senyawa-senyawa polar dari tanaman. Air juga dapat mengekstrak senyawa yang tingkat kepolarannya lebih rendah (Winarno et al., 1973). Air biasanya digunakan sebagai pelarut untuk mendapatkan konsentrat dan ekstrak minyak atsiri dari bagian tanaman seperti bunga, daun, biji, akar dan lain - lain (Mukhopadhyay, 2002). Syarat penggunaan air sebagai pelarut didasarkan pada kemampuan air dalam mengekstrak, tidak bereaksi dengan senyawa yang diekstrak, mudah diuapkan, tidak bersifat toksik, tidak merusak lingkungan, mudah didapat dan juga murah (Harborne, 1987). 2.2 Echerichia coli

2.2.1 Taksonomi, morfologi dan identifikasi Escherichia coli pertama kali dijelaskan oleh Theodor Escherich pada tahun 1885 sebagai commune coli. Bakteri tersebut diisolasi dari kotoran bayi hewan (Todar, 2008). Klasifikasi E. coli adalah sebagai berikut (Garrity et al., 2004): Kingdom Subdivisio Class Ordo Family Genus Species : Protophyta : Schizomicetes : Schizomicetes : Eubacteriales : Entobacteriaceae : Escherichia : Escherichia coli

Escherichia coli merupakan kelompok bakteri Gram negatif. Bakteri ini berbentuk batang pendek dengan ukuran panjang sekitar 2 m, lebar 0,5 m dan volume sel yang mencapai 0,6-0,7 m3. Bakteri E. coli hidup secara aerob dan anaerob fakultatif, bersifat motil dan tidak membentuk spora (Kayser et al., 2005; Melliawati, 2009). Pengamatan secara makroskopis, koloni E. coli berbentuk sirkular, konveks dan tidak berpigmen pada media nutrient agar dan media darah.

10

Escherichia coli dap pat bertahan n hingga su uhu 60C selama s 15 m menit atau pada ama 60 men nit (Suriwiria, 1995). Escherichia E a coli merup pakan salah h satu 55C sela grup kolif form yang dapat mem mfermentasi ikan laktosa, menghas silkan asam m dan gas. Bakteri E. coli tidak dapa at menggun nakan sitrat t, menghas silkan asam m dari manitol pa ada suhu 37 7oC, bersifat t indol positif, methyl red r (MR) positif dan vogesv proskauer (VP) nega atif (Supard di dan Suka amto, 1999; Hawley, 2 2003). Morf fologi oli secara makroskopis m pada medi ia padat dan n secara mikroskopis dapat dari E. co dilihat pad da Gambar 2.2 2 dan Gam mbar 2.3.

Gamba ar 2.2 Morf fologi makro oskopis E. coli c pada media Nutrien nt Agar pla ate (dokumentasi i pribadi)

Gamb bar 2.3 Morfologi mikr roskopis Gra am stain E. coli pembe esaran 1000x x (Bac cteria in pho otos, 2012). Esch herichia coli merupakan flora no ormal yang hidup di d dalam usus besar manusia dan d hewan n. Escherich hia coli biasanya diis solasi dari feses, urin n dan eksudat jaringan. In nokulasi E. E coli dap pat tumbuh h pada pem mbenihan biasa, b misalnya pada p nutrien nt broth dan n MacConk key agar (Ko oneman & W Winn, 2006 6).

11

2.2.2 Patogenesis Escherichia coli awalnya hanya dianggap sebagai flora normal usus besar manusia dan hewan, hingga akhirnya Strain E. coli menjadi awal penyebab wabah diare bayi pada tahun 1935. Escherichia coli menjadi patogen bila telah mencapai jaringan yang berada di luar saluran pencernaan seperti saluran kemih, saluran empedu, paru-paru dan selaput otak. Penyebaran E. coli di luar jaringan tersebut dapat menyebabkan peradangan yang terjadi sesuai dari distribusi dan ekspresi susunan penentu virulensi, termasuk adhesi, invasi, toksisitas dan kemampuan bakteri untuk melawan pertahanan inang (Todar, 2008). Strain patogenik E. coli bertanggung jawab atas 3 jenis infeksi pada manusia yaitu infeksi saluran kemih (ISK), meningitis neonatal dan gastroenteritis. Pada meningitis neonatal, E. coli merupakan penyebab yang paling sering ditemui. Hampir 80% dari strain E. coli mensintesis antigen Kapsuler (K1) yang dianggap sebagai penentu utama virulensi pada strain E. coli penyebab meningitis. Antigen K-1 merupakan homopolimer sialic acid yang menghambat fungsi mekanisme imunologi dari host seperti fagositosis dan komplemen. Sebagian besar penyebaran bakteri terjadi secara hematogen dari nasofaring atau saluran pencernaan yang kemudian terbawa ke meningen. Bakteri E. coli pada saluran pencernaan juga merupakan penyebab tersering pada diare yang terjadi di negara berkembang (Brooks et al., 2007: Todar, 2008). Escherichia coli patogen juga merupakan penyebab utama pada diare. Mekanisme patogen dapat terjadi melalui enterotoksin dan invasi mukosa bakteri. Ada beberapa variotipe E. coli penyebab gastroenteritis, diantaranya adalah Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enteroadheren E. coli (EAEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dan Enteroinvasive E. coli (EIEC) (Todar, 2008). Strain ETEC, EPEC dan EAEC secara khusus menyerang usus halus hingga kemudian melekatkan diri pada mikrovili sel epitel usus dan menghasilkan enterotoksin yang ditransfer pada sel target. Strain ini merupakan penyebab diare pada bayi dan anak, khususnya di negara berkembang. Umumnya penderita mengalami gejala ringan seperti diare yang encer, mual, hingga kejang abdomen. Demam timbul sekurangnya pada sepertiga pasien, feses dapat disertai dengan

12

lendir tetapi jarang ditemukan sel darah merah atau sel darah putih. Leukositosis juga jarang terjadi (Madappa, 2010; Todar, 2008; Suriwiria, 1995). Enterohemorrhagic E.coli merupakan penyebab utama pada kolitis hemoragik atau diare berdarah yang dapat berkembang fatal menjadi sindrom uremik hemolitik (HUS). Strain ini dicirikan dengan adanya produksi verotoxin atau racun shiga. Protipe EHEC yang paling sering terlibat dalam penyakit di dunia adalah O157:H7 dan dianggap cukup invasif (Todar, 2008). Enteroinvasif E. coli (EIEC) menembus dan berkembang biak di dalam sel epitel usus besar hingga menyebabkan kerusakan yang luas. Sindrom klinis identik dengan disentri Shigella dan termasuk diare disentri dengan demam. Strain EIEC diduga memiliki adhesin tertentu seperti Shigella yang dianggap sebuah protein membran luar. Seperti Shigella, EIEC juga merupakan organisme yang invasif. Strain ini tidak menghasilkan LT atau toksin ST. Sumber utama EIEC kemungkinan adalah manusia yang terinfeksi. Tidak seperti E. coli pada umumnya, EIEC bersifat nonmotil, tidak menghasilkan lisin dan tidak memfermentasikan laktosa. Patogenisitas utama dari EIEC adalah kemampuannya untuk menyerang dan menghancurkan jaringan usus besar (Todar, 2008). 2.3 Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.3.1 Epidemiologi dan etiologi Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada semua usia. Wanita lebih sering mengalami ISK daripada pria karena secara anatomis wanita memiliki uretra yang lebih pendek. Infeksi saluran kemih pada neonatus 2,7% lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki yang tidak disirkumsisi daripada bayi perempuan, yaitu 0,7%. Insiden ISK pada anak usia sekolah terjadi 3% pada anak perempuan dan 1,1% pada anak laki-laki. Insiden ISK pada anak perempuan usia remaja meningkat 3,3% hingga 5,8%. Insiden bakteriuria pada wanita usia 18-20 tahun yaitu 5-6% dan meningkat menjadi 20% pada wanita lanjut usia (Purnomo, 2008). Diperkirakan bahwa sedikitnya 10-20% wanita pernah mengalami sistitis selama hidupnya dan sekitar 5% wanita pernah mengalami bakteriuria dalam satu tahun. Prevalensi ISK secara signifikan meningkat pada usia lanjut. Insiden bakteriuria

13

meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun (Purnomo, 2008). Menurut data yang dilaporkan dari luar negeri, E. coli merupakan penyebab terbanyak pada ISK. Lebih dari 90% dari semua ISK tanpa komplikasi disebabkan oleh E. coli yang juga merupakan penyebab utama ISK pada 90% wanita muda (Todar, 2008; Brooks et al., 2007). Bakteri E. coli juga menjadi penyebab utama pada sistitis akut dan biasanya juga menyebabkan pielonefritis akut (Purnomo, 2008). 2.3.2 Patogenesis dan gejala klinis Saluran kemih atau kandung kemih yang normal diketahui bebas dari mikroorganisme atau steril. Bakteri dapat mencapai saluran kemih melalui berbagai cara yaitu secara asenden, hematogen, limfogen dan penyebaran dari organ sekitar saluran kemih yang telah terinfeksi sebelumnya (Purnomo, 2008). Infeksi secara asenden sangat sering ditemukan dalam kasus ISK, terutama pada perempuan. Flora normal dari usus hewan dan manusia ini hidup secara komensal di dalam introitus vagina, preputium penis, kulit perineum dan sekitar anus (Purnomo, 2008). Infeksi secara asenden dapat terjadi melalui instrumensasi atau kateter urin. Infeksi secara hematogen jarang ditemukan dan kadang berhubungan dengan obstruksi atau urin stasis. Infeksi secara limfogen diduga berasal dari kolon, serviks, adneksa dan uretra. Penyebaran infeksi secara langsung dari organ sekitar saluran kemih dapat berasal dari abses apendik, abses panggul atau proses infeksi organ panggul lainnya (Sjamsuhidajat, 2010). Bakteri yang masuk ke dalam saluran kemih melalui uretra merupakan penyebab awal ISK yang paling sering terjadi. Bakteri dalam saluran kemih pada keadaan normal biasanya dikeluarkan saat berkemih. Keadaan urin yang stasis menyebabkan kandung kemih tidak dapat mengeluarkan bakteri dari saluran kemih sehingga bakteri terus berkembang dan berkolonisasi pada epitel saluran kemih (Schaeffer, 1998; Purnomo, 2008). Infeksi dapat terjadi bila adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi yang bersifat uropatogen (agent) dengan epitel pada saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan dapat terjadi pada

14

keadaan imunitas host yang menurun atau virulensi dari agent yang meningkat (Purnomo, 2008). Strain E. coli mampu mencapai kandung kemih hingga menimbulkan infeksi melalui antigen yang dimilikinya, yaitu antigen somatik O (liposakarida), antigen K (kapsular) dan antigen H (flagela). Sebagian besar E. coli dengan tipe O spesifik ditemukan pada kasus ISK. Antigen K yang terletak di luar antigen O merupakan polisakarida pada E. coli. Antigen K pada E. coli menyebabkan perlekatan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran kemih. Antigen K-1 yang terdiri dari polimer N-asetil acid neuraminic (sialic acid) berfungsi sebagai antifagosit. Selain sebagai antifagosit, properti tambahan lain yang dimilikinya yaitu sebagai penyamar antigenik. Sifat virulensi tersebut diduga mengurangi kemampuan antibodi host untuk mengenal dan memfagositosis sel bakteri (Brooks et al., 2007; Todar, 2008). Infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh bakteri yang memiliki kapsular tipe 8, 9, 10 dan 24. Beberapa strain E. coli memiliki pili dengan jenis tertentu untuk membantu perlekatan bakteri pada permukaan sel host. Perlekatan bakteri dapat diperantarai oleh pili tipe spesifik (pili-P) yang biasanya menyebabkan pielonefritis akut atau pili tipe 1 yang biasanya banyak menimbulkan sistitis. Pili-P melekat pada suatu bagian antigen P dari jenis tertentu golongan darah host. Bakteri E. coli pada ISK secara khas menghasilkan hemolisin (Brooks et al., 2007; Todar, 2008; Purnomo, 2008). Uropathogenic E. coli (UPEC) biasanya menghasilkan siderofor, yaitu suatu ligan kecil (BM 500-1000) spesifik yang berfungsi dalam metabolisme saat atau setelah kolonisasi bakteri. Siderofor memiliki variasi yang berbeda berdasarkan 2 kategori, yaitu golongan katekol (fenolat) dan hidroksamat. Enterobaktin merupakan salah satu variasi dari golongan katekol yang diproduksi oleh E. coli. Enterobaktin diproduksi agar bakteri mendapatkan sumber besi yang adekuat untuk pertumbuhannya jika konsentrasi besi feri (Fe3+) sangat rendah ( 10-18 mol/L) di dalam darah. Bakteri membutuhkan besi sebanyak 0,4-4 mol/L untuk pertumbuhannya (Brooks et al., 2007, Todar 2008).

15

2.3.3 Diagnosis Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi. Infeksi saluran kemih dapat terjadi tanpa adanya gejala hingga yang menunjukkan gejala. Gejala yang berat dapat disebabkan dari kerusakan organ lain. Infeksi akut pada organ padat seperti ginjal, epididimis dan lainnya sering menunjukkan gejala yang berat dari penderitanya. Infeksi pada organ berongga seperti buli-buli, ureter dan lain-lain biasanya menunjukkan gejala atau keluhan yang ringan dari penderitanya (Purnomo, 2008). Gambaran klinis pada pielonefritis akut yaitu demam tinggi disertai menggigil, piuria, disuria, polakisuria, mual dan muntah, serta biakan urin yang positif dan bakteriuria. Sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, lemas dan kondisi umum yang menurun. Tanda klasik sistitis terdiri atas disuria, miksi yang tidak dapat ditunda, nokturia dan kadang hematuria. Tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada penderita ISK selain meningkatnya frekuensi berkemih dan hematuria adalah piuria dan warna urin yang keruh (Purnomo, 2008; Sjamsuhidajat, 2010). Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan urin merupakan salah satu pemeriksaan paling penting dalam kasus ISK. Pemeriksaan urin meliputi urinalisis dan kultur. Tujuan dari pemeriksaan urin yaitu untuk melihat adanya bakteri yang menyebabkan ISK yang terdapat dalam urin. Pemeriksaan urin juga sekaligus untuk mengamati ada atau tidaknya leukosit dan sel epitel (Burton, 1997; Purnomo, 2008). Sampel urin yang akan diperiksa dapat diambil melalui punksi suprapubik (sering pada bayi), kateter trans uretra atau urin porsi tengah (midstream). Pengambilan sampel urin harus sesuai prosedur masing-masing cara agar tidak terkontaminasi oleh bakteri yang berada di sekitar kulit vagina atau preputium (Purnomo, 2008). Diagnosis ISK didasarkan pada gejala klinis yang timbul dan dikonfirmasikan dengan adanya jumlah bakteri yang bermakna di dalam urin yang seharusnya steril (Dzen, 1996). Jika ditemukan bakteri dalam jumlah 105 CFU/ml atau lebih, maka didiagnosa sebagai bakteriuria bermakna. Jika jumlah bakteri yang ditemukan <105CFU/ml, diindikasikan untuk pemeriksaan urin ulang. Jika ditemukan lebih dari 1 jenis bakteri dan dalam jumlah 104 CFU/ml,

16

diduga terjadi kontaminasi bakteri dari flora normal. Bakteri Gram negatif basil yang ditemukan dalam pemeriksaan urin secara mikroskopis dengan jumlah 104CFU/ml, maka dinyatakan sebagai ISK pertama kali pada laki-laki. Disuria akut pada wanita muda yang hasil pemeriksaan urinnya menunjukkan jumlah bakteri Gram negatif basil 102-103, maka dinyatakan sebagai ISK (Purnomo, 2008). 2.3.4 Pengobatan Pengobatan ISK ditujukan untuk membersihkan saluran kemih dari bakteri penyebab infeksi, serta mencegah dan mengendalikan ISK yang berulang sehingga dapat menghindari atau mengurangi morbiditasnya (Raharjo, 1997). Pola dan resistensi bakteri perlu diperhatikan dalam menentukan pengobatan awal jika hasil biakan urin belum diperoleh. Perhatian juga dikhususkan saat memilih antibiotik yang masih sensitif terhadap bakteri penyebab ISK tersebut. Harus dipastikan bahwa konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam urin tinggi, memiliki efek samping yang sedikit dan murah. Pemberian obat yang bersifat nefrotoksik harus secara hati-hati dengan memperhatikan fungsi ginjal penderita. Dosis antibiotik yang diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal yang menurun harus dikurangi dan intervalnya normal ataupun pemberian dosis tetap, namun intervalnya diperpanjang. Penderita ISK juga dianjurkan agar banyak mengkonsumsi air minimal 2 L/hari karena hal ini dapat membantu proses pembersihan bakteri dari saluran kemih (Schulman, 1993; Raharjo, 1997). 2.3.5 Komplikasi Kondisi penderita ISK jika tidak ditangani dengan serius biasanya akan meluas. Keadaan tersebut dapat memperburuk kondisi pada penderita pria seperti sistitis yang dapat menyebabkan penyulit berupa prostatitis, epididimitis, bahkan hingga orkitis. Stasis urin, urolitiasis dan ISK merupakan peristiwa yang saling mempengaruhi. Secara berantai saling memicu, saling memberatkan dan saling mempersulit penyembuhan (Sinaga dan Ronald, 1996; Purnomo, 2008).

17

2.3.6 Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada umumnya dicegah dengan melancarkan aliran urin pada saluran kemih yang tidak memiliki kelainan. Keadaan yang stasis (seperti sering menahan berkemih), adanya gangguan urodinamik atau hambatan pada aliran urin merupakan faktor pemicu awal infeksi. Selain faktor tersebut, dipertimbangkan adanya faktor pencetus lain yang dimiliki oleh penderita ISK seperti diabetes melitus (dengan atau tanpa neuropatia), penurunan imunitas, supresi sistem imun atau malnutrisi. Penderita ISK biasanya dianjurkan untuk banyak minum agar terjadi pengenceran bakteri sehingga tidak menempel pada kandung kemih dan dapat dikeluarkan melalui urin, jumlah bakteri dalam urin dapat berkurang dan meringankan gejala pada penderita. Bakteri yang terdapat dalam uretra juga dapat dikeluarkan saat berkemih (Schrier dan Gottschalk, 1993; NKUDIC, 2003; Reddy, 2002).

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari 6 kelompok percobaan, yaitu 4 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol. Empat kelompok perlakuan terdiri dari P1, P2, P3, dan P4 yang masing-masing diberi ekstrak air daun sirih merah dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%, sedangkan 2 kelompok kontrol terdiri dari P0 yang diberi akuades steril sebagai kontrol negatif dan P5 yang diberi antibiotik Kloramfenikol (30 g) sebagai kontrol positif. Tabel 3.1. Rancangan penelitian untuk bakteri uji E. coli Keterangan P0 P1 P2 P3 P4 P5 Pengulangan I P0I P1I P2I P3I P4I P5I II P0II P1II P2II P3II P4II P5II III P0III P1III P2III P3III P4III P5III IV P0IV P1IV P2IV P3IV P4IV P5IV

Keterangan: P0 : Aquades steril sebagai kontrol negatif P1 : Ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 25% P2 : Ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 50% P3 : Ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 75% P4 : Ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 100% P5 : Kloramfenikol 30 g sebagai kontrol positif bakteri E. coli Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sesuai dengan rumus pengulangan berdasarkan Hanafiah (2010) sebagai berikut: (t - 1) (r - 1) 15 5r 5 15 5r 20 r4 18 Keterangan : t : jumlah perlakuan r : jumlah pengulangan

19

3.2

Tempat dan Waktu Penelitian Sampel urin penderita ISK diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi

RSUDZA. Identifikasi bakteri dari urin serta uji aktivitas antibakteri ekstrak dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK Unsyiah. Identifikasi herbarium daun sirih merah dilakukan di Laboratorium Herbarium FMIPA Unsyiah. Uji fitokimia ekstrak dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA Unsyiah. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013. 3.3 Bahan Pemeriksaan Bahan pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesimen urin pasien yang dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi RSUDZA dan dilakukan kultur bakteri urin hingga ditemukan bakteriuria bermakna, yaitu koloni bakteri yang tumbuh 105 CFU/ml urin. Bahan pemeriksaan lain yang digunakan dalam penelitian yaitu sirih merah. Bahan yang digunakan dalam penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: 1. Spesimen urin a. Kriteria inklusi - Pasien diindikasi melakukan pemeriksaan bakteriologi urin - Hasil kultur bakteri urin didapatkan bakteriuria bermakna - Hasil identifikasi bakteri penyebab ISK adalah E. coli b. Kriteria ekslusi - Hasil kultur bakteri didapatkan koloni <105 CFU/ml urin - Hasil identifikasi bakteri bukan E. coli 2. Sirih merah a. Kriteria Inklusi - Tanaman sirih merah berumur >4 bulan - Usia daun pada tanaman >1 bulan - Dilakukan uji herbarium daun sirih merah - Dilakukan uji fitokimia ekstrak air daun sirih merah b. Kriteria eksklusi - Hasil uji herbarium bukan merupakan sirih merah - Hasil uji fitokimia ekstrak tidak mengandung senyawa aktif

20

3.4

Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah labu Erlenmeyer, gelas

ukur, timbangan elektrik, hot plate, tabung reaksi, cawan petri, rak tabung reaksi, sterilisator oven dan sterilisator autoklaf, inkubator, wadah steril, kapas, kasa, kertas aluminium foil, kawat ose bulat dan ose jarum, kaca objek, lampu spiritus, mikroskop, pipet tetes, mikropipet, cuvettes, spektrofotometer dan jangka sorong. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah media Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), MacConkey Agar (MCA), Mueller Hinton Agar (MHA), Triple Sugar-Iron Agar (TSIA), Methyl Red (MR), Simmons Citrate Agar (SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), media urease, isolat E. coli dari sampel urin penderita ISK, akuades, NaCl 0,9%, kristal violet, lugol, alkohol 96%, safranin, cakram antibiotik kloramfenikol 30 g, cakram kosong (blank disk), ekstrak air daun sirih merah dalam beberapa konsentrasi yang telah ditentukan. 3.5 Prosedur kerja

3.5.1 Sterilisasi alat, bahan dan media Seluruh peralatan dari kaca dicuci bersih lalu dikeringkan dan dibungkus dengan kertas. Peralatan kemudian disterilkan dalam sterilisator oven hingga mencapai suhu 150oC. Kertas pembungkus alat baru dibuka saat alat akan digunakan. Sterilisasi pinset dilakukan di api bunsen serta sterilisasi ose dilakukan hingga pijar. Ose didinginkan sesaat sebelum diambil bakteri pada media. Sterilisasi media dilakukan dengan menggunakan sterilisator autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media ditutup dengan kapas yang dibalut kasa dan kertas aluminium foil pada bagian atas tabung sebelum disterilkan. 3.5.2 Pembuatan Media Beberapa media yang digunakan dalam penelitian adalah: 1) Nutrient Broth (NB) Serbuk media NB sebanyak 0,26 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 20 ml akuades. Media kemudian dipanaskan di atas microwave hingga larut dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1

21

atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 7 ml lalu ditutup dengan kapas penutup yang dibalut kasa. 2) Nutrient Agar (NA) Sebanyak 0,28 gram serbuk media NA dilarutkan dengan 20 ml aquades dalam labu Erlenmeyer dan dipanaskan di atas hot plate sampai larut. Media kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 7 ml dan ditutup dengan kapas penutup serta dibalut dengan plastik silk. Media diletakkan pada posisi miring hingga padat. Sebanyak 20 ml media NA lain dituang ke dalam cawan petri steril, lalu ditutup dan pinggiran cawannya dibalut dengan plastik silk. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dengan posisi cawan petri diletakkan terbalik. 3) MacConkey Agar (MCA) Sebanyak 0,104 gram serbuk media MacConkey dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 20 ml akuades. Media kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larut dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak 20 ml lalu ditutup dan pinggiran cawannya dibalut dengan plastik silk. Media diinkubasi setelah padat selama 18-24 jam pada suhu 37oC dengan posisi cawan diletakkan terbalik. 4) Mueller Hinton Agar (MHA) Serbuk media MHA sebanyak 1,36 gram ditambahkan dengan 40 ml aquades ke dalam labu Erlenmeyer dan dipanaskan di atas hot plate hingga larut. Media kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam cawan petri steril berdiameter 9 cm sebanyak 35 ml, lalu ditutup dan pinggiran cawannya dibalut dengan plastik silk. Media diinkubasi setelah padat selama 18-24 jam pada suhu 37oC dengan posisi cawan diletakkan terbalik. 5) Triple Sugar-Iron Agar (TSIA) Sebanyak 1,30 gram serbuk media TSIA dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 20 ml akuades. Media kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larut dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1

22

atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 7 ml, lalu ditutup serta dibungkus dengan plastik silk dan diletakkan pada posisi miring hingga padat. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. 6) Simmons Citrate Agar (SCA) Sebanyak 0,45 gram serbuk media SCA dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 20 ml akuades. Media kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larut dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 7 ml lalu ditutup dan dibalut dengan plastik silk. Media diletakkan dalam posisi miring hingga padat dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. 7) Sulfide Indol Motility (SIM). Sebanyak 0,6 gram serbuk media SIM dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 20 ml akuades. Media kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larut dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi steril sebanyak 7 ml lalu ditutup dan dibalut dengan plastik silk. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. 8) Media Urea Broth Sebanyak 20 ml akuades dalam Labu Erlenmeyer disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Serbuk media urea sebanyak 0,474 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi akuades yang telah steril dan dipanaskan di atas hot plate hingga larut. Media yang telah larut dibiarkan dingin, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi sebanyak 7 ml lalu ditutup dan dibalut dengan plastik silk. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. 3.5.3 Isolasi Escherichia coli Spesimen urin diperoleh dari Instalasi Patologi Klinik RSUDZA. Spesimen urin pasien yang dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi RSUDZA dilakukan kultur bakteri pada MAC (MacConkey Agar) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil kultur bakteri diamati secara makroskopis dan dinilai jumlah

23

koloni yang tumbuh. Jumlah koloni yang tumbuh 105 CFU/ml urin, dinyatakan sebagai bakteriuria bermakna penyebab ISK. Bakteri penyebab ISK kemudian diidentifikasi melalui pengamatan secara makroskopis, mikroskopis dan biokimiawi hingga didapatkan bakteri E. coli. Bakteri kemudian diinokulasi pada media MCA dengan metode kuadran dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Bakteri yang tumbuh pada media MCA diamati kembali secara makroskopis dan diinokulasi pada media NA plate dengan metode kuadran. Bakteri yang tumbuh dilakukan pewarnaan Gram dan diamati secara mikroskopis. Bakteri kelompok Gram negatif kemudian diinokulasi lagi pada media NA slant dengan metode streaking zig-zag. Bakteri yang ada pada tiap media dan akan digunakan harus diregenerasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada uji aktivitas antibakteri ekstrak. Tiap media diberi label atau keterangan lain di bagian luar cawan dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. 3.5.4 Identifikasi Escherichia coli 1. Pemeriksaan Makroskopis Pemeriksaan bakteri secara makroskopis dilakukan dengan mengamati biakan murni yang tumbuh setelah diinokulasi pada media MCA dan NA plate selama 18-24 jam. Pengamatan yang dilakukan terhadap bakteri yang tumbuh yaitu meliputi warna, bentuk, koloni dan permukaan koloni. Koloni E. coli pada media MCA dan NA plate secara makroskopis berbentuk sirkular dengan diameter sekitar 1 mm, permukaannya konveks, tepian halus dan berbatas jelas pada bagian tepi serta berwarna pink kilat pada media MCA dan tidak berpigmen pada media NA (Brooks et al., 2007). 2. Pemeriksaan Mikroskopis (Pelczar dan Chan, 2005; Brooks et al., 2007) Pemeriksaan bakteri secara mikroskopis dilakukan dengan menggunakan mikroskop setelah dilakukan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dilakukan untuk menentukan bakteri sebagai kelompok Gram negatif atau positif. Langkah kerja dimulai dengan pembuatan sediaan koloni bakteri yang disuspensikan dengan akuades di atas kaca objek menggunakan ose bulat steril. Sediaan difiksasi dengan melewatkan kaca objek 3-4 kali di atas lidah api bunsen. Seluruh permukaan sediaan ditetesi dengan kristal violet dan biarkan selama 1 menit, lalu dibilas

24

dengan air. Permukaan sediaan selanjutnya ditetesi dengan lugol dan dibiarkan selama 1 menit, lalu dibilas lagi dengan air. Zat warna pada sediaan kemudian dilunturkan dengan ditetesi alkohol 96% selama 5-10 detik, lalu dibilas dengan air. Zat warna safranin dituangkan pada permukaan sediaan dan dibiarkan selama 30 detik, lalu dibilas dengan air. Sisa air yang berada pada kaca objek dikeringkan dengan tisue dan sediaan dikeringanginkan. Sediaan diletakkan di bawah mikroskop dan ditetesi dengan minyak immersi untuk diamati. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran lensa objektif 100 kali. Bakteri yang terlihat berwarna ungubiru adalah kelompok Gram positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah merupakan kelompok Gram negatif. Pengamatan lain yang diamati adalah bentuk bakteri, yaitu basil, kokus atau lainnya. Escherichia coli adalah kelompok bakteri Gram negatif yang terlihat berwarna merah dan berbentuk batang pendek. Warna merah pada E. coli disebabkan oleh zat warna akhir, yaitu safranin yang terikat dalam dinding sel bakteri. 3. Uji Biokimia (Raihana, 2011) 1) Uji Triple Sugar-Iron Agar (TSIA) Media TSIA mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, sukrosa dan laktosa. Biakan bakteri diinokulasi pada media TSIA menggunakan ose jarum steril. Ose ditusuk pada bagian bawah media, lalu ose ditarik ke permukaan dasar media dan diteruskan dengan goresan secara zig-zag hingga ke permukaan atas media. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil uji TSIA diamati pada bagian miring media dan bagian dasar media. Hasil uji positif bila warna bagian dasar media berubah menjadi kuning karena bakteri memfermentasikan glukosa. Bagian miring media yang berubah menjadi kuning menunjukkan bakteri juga memfermentasikan sukrosa dan laktosa. Endapan berwarna hitam menunjukkan bahwa bakteri memproduksi H2S yang bereaksi dengan Fe+2 yang terkandung dalam media. Bakteri E. coli bersifat memfermentasikan gula dengan menghasilkan asam. Hasil uji TSIA terhadap E. coli ditunjukkan dengan terlihatnya bagian miring dan dasar media berubah menjadi warna kuning serta adanya gas yang

25

mendesak bagian bawah media. Bakteri E. coli jarang menghasilkan H2S sehingga terkadang tidak tampak adanya endapan hitam pada bagian media. 2) Uji Methyl Red (MR) Bakteri dari NA plate disuspensikan ke dalam media NB menggunakan ose bulat steril. Tabung kemudian dikocok dengan hati-hati agar inokulum tersuspensi dengan baik pada media NB. Media kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Media NB yang telah diinkubasi ditambahkan dengan 5 tetes methyl red. Uji MR dinyatakan positif apabila setelah ditetesi reagent terjadi perubahan warna pada media menjadi warna merah karena adanya asam yang dihasilkan oleh bakteri. Escherichia coli menghasilkan kadar asam yang tinggi, maka pada uji MR akan terlihat perubahan warna pada media menjadi merah setelah ditambahkan methyl red yang merupakan indikator pH. 3) Uji Penggunaan Sitrat Bakteri dari media NA plate diinokulasi ke media SCA menggunakan ose bulat steril. Koloni kemudian distreaking mulai dari permukaan media bagian bawah hingga ke permukaan media bagian atas. Media SCA diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil uji yang positif pada media SCA ditunjukkan dengan adanya perubahan warna media dari hijau menjadi biru. Perubahan warna terjadi karena bakteri memetabolisme sumber karbon yang terdapat pada media dan menyebabkan indikator pH bhromtymolblue merubah warna media menjadi biru. Bakteri E. coli tidak dapat memetabolisme sitrat sehingga tidak terjadi perubahan warna pada media SCA dan media tetap berwarna hijau. 4) Uji Motilitas Media SIM digunakan pada uji motilitas. Bakteri dari NA plate diinokulasikan ke media SIM dengan menggunakan ose jarum dan ditusuk secara tegak lurus sampai sekitar 1 cm dari bawah permukaan media. Ose lalu ditarik keluar tanpa merusak media. Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Motilitas positif ditandai dengan tampaknya warna putih yang berseberangan dari arah penusukan seperti kabut. Media SIM ditambahkan dengan 5 tetes reagensia indol (reagen kovacs). Permukaan

26

biakan pada media lalu diamati kembali. Indol positif jika terbentuk cincin berwarna merah dan negatif jika cincin yang terbentuk berwarna kuning pada permukaan media. Hasil uji E. coli pada media SIM menunjukkan positif adanya motilitas. Bakteri E. coli bersifat indol positif sehingga pada uji indol akan terbentuk cincin merah. Bakteri E. coli membentuk indol dari penggunaan triptofan pada media. 5) Uji Urease Uji Urease digunakan untuk mengetahui bakteri yang menghasilkan enzim urease. Bakteri disuspensikan ke dalam media Urea Broth dan diaduk perlahan hingga suspensi tercampur rata. Media kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil inkubasi diamati dan dinyatakan positif apabila terjadi perubahan warna media dari coklat menjadi merah karena bakteri mampu menguraikan urea. Hasil uji urease terhadap E. coli adalah negatif karena E. coli tidak menguraikan urea sehingga tidak terjadi perubahan warna pada media. 3.5.5 Persiapan daun sirih merah (Piper crocatum) Daun sirih merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih segar. Daun sirih segar sebanyak 1 kg dicuci bersih lalu dikeringanginkan selama +2 minggu. Setelah proses pengeringan selesai dan sirih merah dijadikan sebagai simplisia yang kemudian dipotong-potong kecil dan dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk. 3.5.6 Pembuatan ekstrak air daun sirih merah (piper crocatum) Serbuk daun sirih merah dimaserasi dengan pelarut air di dalam wadah tertutup dan gelap selama 3x24 jam. Hasil maserasi kemudian disaring ke dalam labu Erlenmeyer steril dan filtrat dievaporasi menggunakan evaporator rotary. Proses evaporasi dilakukan pada suhu 70o C hingga tidak ada lagi uap air yang menetes dan didapatkan hasil ekstrak kental sirih merah. Pembagian konsentrasi ekstrak air daun sirih merah dilakukan dengan rumus pengenceran sehingga didapatkan masing-masing konsentrasi sebesar 25%, 50%, 75% dan 100%. Pengenceran dilakukan dengan pelarut air sesuai rumus berikut:

27

M1 . V1 = M2 . V2 V = V2 - V1

Keterangan: V1 V2 M1 M2 V : volume awal : volume yang diinginkan : konsentrasi awal : konsentrasi yang diinginkan : volume akuades untuk pengenceran

3.5.7 Uji Fitokimia Analisis fitokimia dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak sirih merah. Analisis dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987). Uji fitokimia dilakukan pada ekstrak air daun sirih merah sesuai prosedur. Senyawa yang diidentifikasi adalah alkaloid, saponin, flavonoid, steroid, terpenoid dan tanin. 1) Uji Alkaloid Untuk mengidentifikasi kandungan senyawa alkaloid di dalam ekstrak air daun sirih merah, sampel ekstrak dilarutkan dengan 10 ml kloroform, kemudian ditambahkan dengan 20 ml amoniak dan dilarutkan lagi. Campuran larutan kemudian disaring ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 10 ml asam sulfat 2N, lalu dikocok dengan kuat dan teratur. Campuran kemudian didiamkan beberapa saat sampai larutan memisah menjadi 2 bagian. Bagian atas adalah lapisan asam sulfat dan bagian bawah adalah kloroform. Lapisan asam sulfat diambil dan dibagi dalam tiga tabung reaksi, masing-masing tabung diuji untuk mengetahui keberadaan alkaloid dengan menggunakan reagen Mayer, reagen Dragendorf dan reagen Wagner. Alkaloid dinyatakan positif apabila terbentuk endapan pada sampel uji. Sampel yang diuji dengan reagen Mayer akan menghasilkan endapan putih. Pengujian sampel dengan reagen Dragendorf akan menghasilkan endapan coklat kemerahan, sedangkan endapan coklat akan dihasilkan pada sampel yang diuji dengan reagen Wagner.

28

2) Uji Saponin Ekstrak air daun sirih merah ditambahkan dengan sedikit air, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit. Hasil sampel yang diuji lalu diamati dan dinyatakan positif jika terbentuk busa. 3) Flavonoid Ekstrak air daun sirih merah ditambahkan dengan etanol 80%, kemudian dipanaskan selama 15 menit hingga pelarutnya tinggal sedikit. Larutan kemudian ditambahkan dengan asam klorida pekat dan serbuk Mg. Perubahan warna sampel uji menjadi merah muda menunjukkan positif adanya flavonoid. 4) Uji Steroid dan Terpenoid Ekstrak air daun sirih merah diteteskan pada test plate, kemudian ditambahkan dengan pereaksi Libermann-Bouchard (campuran 3 tetes asam asetat anhidrida dengan 1 tetes asam sulfat pekat). Perubahan warna merah menunjukkan hasil uji positif mengandung terpenoid. Perubahan warna menjadi ungu menunjukkan positif adanya kandungan steroid. Ekstrak air daun sirih merah diteteskan pada test plate dan ditambahkan dengan etanol, lalu ditambahkan lagi dengan larutan feCl3. Hasil reaksi yang warna ungu menunjukkan positif adanya fenol. 5) Uji Tanin Ekstrak air daun sirih merah ditambahkan dengan 5 ml akuades dan dididihkan selama 5 menit. Hasil larutan disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1%. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang tampak menunjukkan positif adanya tanin. 3.5.8 Uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap Escherichia coli Metode uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun sirih merah terhadap E. coli dilakukan dengan metode Kirby-Bauer (CDC et al., 2003). Media yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah media MHA sebanyak 35 ml dalam cawan petri steril berdiameter 9 cm. Media ditempatkan terlebih dahulu dalam inkubator

29

pada suhu 37oC selama 18-24 jam sebelum digunakan untuk memastikan tidak adanya kontaminasi. Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan NaCl 0,9% steril dalam tabung reaksi. Bakteri kemudian diukur kerapatan dan absorbansinya pada 0,090,1 dengan panjang gelombang 625 nm menggunakan spektrofotometer. Bakteri yang telah disuspensi kemudian diinokulasi pada media MHA dengan menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi dicelupkan dalam suspensi kuman dan ditekan sambil diputar pada dinding tabung bagian dalam di atas batas cairan suspensi agar inokulum yang diambil tidak berlebihan. Inokulum pada kapas lidi lalu distreaking pada permukaan media MHA secara merata sambil memutar cawan media setelah setiap pengolesan. Inokulum pada media MHA dibiarkan mengering beberapa saat pada suhu ruangan dengan kondisi cawan tertutup (CDC et al., 2003). Uji aktivitas antibakteri menggunakan Blank disk (oxoid). Blank disk direndam dalam 1 ml ekstrak air daun sirih merah sesuai konsentrasi masingmasing, yaitu 25%, 50%, 75%, 100% dan dengan akuades steril (kontrol negatif). Blank disk direndam selama 30 menit agar ekstrak berdifusi kemudian ditiriskan agar tidak terlalu jenuh. Blank disk yang telah direndam serta cakram antibiotik Kloramfenikol 30 g (kontrol positif) diletakkan pada permukaan media MHA dengan menggunakan pinset steril (CDC et al., 2003). Permukaan luar atas cawan diberi keterangan sesuai kelompok perlakuan dan kontrol. Media diiinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam, lalu catat keaktifan dari hasil masing-masing perlakuan. 3.6 Parameter Parameter yang diamati adalah hambatan pertumbuhan E. coli yang terbentuk, yaitu zona bening yang terdapat di sekitar perlakuan. Diameter zona bening yang terbentuk di sekitar perlakuan dan kontrol diukur dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan mm.

30

3.7

Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis secara statistik dengan

menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk menilai perbedaan yang nyata pada perlakuan dan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat perbedaan yang nyata. Uji Duncan dilakukan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari tiap-tiap perlakuan (Okigbo et al., 2009).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 1. Ekstrak air daun sirih merah (Piper crocatum) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari urin penderita ISK. 2. Ekstrak air daun sirih merah menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan cara ekstraksi terbaik untuk mengisolasi senyawa aktif pada daun sirih merah yang memiliki aktivitas antibakteri. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai perbandingan aktivitas antibakteri dari hasil ekstraksi terbaik terhadap bakteri E. coli dari berbagai spesimen.

37

DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana dan Nur, M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati IPB. Hal: 37 Adiguna, M.S. 2001. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam: Dermatomikosis Superficialis. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap Ekstrak Daun Psidium guavaja L. Bioscientiae. Vol. 1 hal:31-38. Akiyama, H; Fuji, K; Yamasaki, O; Oono, T dan Iwatsuki, T. 2001. Antibacterial Action of Several Tannins Agains Staphylococcus aureus. The Journal of Antimicrobial Chemotherapy. Vol. 48 pp:487-491. Atiek, S & Berna, E. 2002. Uji Pendahuluan Efek Kombinasi Antijamur Infus Daun Sirih (Piper betle L.), Kulit Buah Delima (Punica granatum L.), dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap Jamur Candida albican. Makara, Seri Sains. No. 6 Vol 3 hal:149-154. Aulia, I.A. 2008. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Heksana Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa belimbi L.) pada Kelinci Jantan yang Dibebankan Glukosa. Skripsi. [online]. Surakarta, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/1478/1/K100040106.pdf [diakses 20 Januari 2012]. Bacteria in Photos. 2012. Escherichia coli in Light Microscops. [online]. www.bacteriainphotos.com [diakses 8 Mei 2012]. Brooks, G.F; Butel, J.S dan Morse, S.A. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick & Adelberg. Edisi ke-23. Jakarta, EGC. Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi ke-8 Vol. 3. Jakarta, EGC. hal:60-62. Burton, G. 1997. Urinary tract infection. Urogynecology. London, Churchill Livingstone. pp:351-357. CDC; USAID dan WHO. 2003. Manual for the laboratory identification and anctimicrobial susceptibility testing of bacteria phatogens of public health important in the developing world. Vol. 6 pp: 14-9. Cowan, M.M. 1999. Plants products as antimicrobial agents. Clinical Microbiology Reviews. No. 12 Vol. 4 pp: 564-582.

38

39

Duryatmo, S. 2005. Dulu Hiasan, Kini Obat. Trubus, 427, Juni 2005. Hal: 37. Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta, Djambatan. Hal: 40 Dzen, S.M. 1996. Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih dan Kepekaannya Terhadap Antibiotik. Laboratorium Mikrobiologi FK Unibraw. Malang, Medika, No. 12 Vol. 10 hal: 944-949. Garrity, G.M; Bell, J.A dan Lilburn, T.G. 2004. Taxonomic Outline of The Prokaryotes Bergeys Manual of Systemic Bacteriology. New York, Bergeys manual Trust. pp: 114, 187. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Moderen Untuk Perawat. Jakarta, EGC. Hal: 26. Hanafiah, K.A. 2010. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi 3. Jakarta, Rajawali Pers. Hal: 9-10, 34. Hanani, E; Munin, A dan Sekarini, R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. No. 2 Vol. 3 hal: 127-133. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata, K dan Soediro, I, penerjemah. Bandung, Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytocemical Methods. pp: 58-147. Haviva, A. 2011. Sirih merah itu obat dahsyat. [online]. Yogyakarta, Laksana. http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&artid=27&itemid=3 [diakses 28 Januari 2012]. Hawley, R. 2003. Enterotoxigenic Escherichia coli. [online]. http://vm.cfsan.fda.gov/mov/chap14.html [diakses 20 Desember 2011].

Juliantina, F.R; Citra, D.A.M; Nirwani, B; Nurmasitoh, T dan Tri, E.B. 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Kardinan dan Taryono. 2003. Tumbuhan Obat Lembaga Biologi Nasional LIPI. Jakarta, Balai Pustaka. Hal: 42 Kayser, K.D; Fritz, H; Kurt, A; Bienz; Eckert, J; Rolf, M dan Zinkernagel, M.D. 2005. Color Atlas of Medical Microbiology. New York, Thieme Stuttgart. pp: 279.

40 Koneman, W.E dan Winn, W.C. 2006. Konemans Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. 6th edition. USA, Lippincot Williams & Wilkins. pp: 284-285. Manoi, F. 2007. Sirih Merah sebagai Tanaman Obat Multifungsi. Warta Puslitbangbun. No.13 Vol. 2 hal:17-19. Madappa, T. 2010. Escherichia coli Infection. Emedicine Infectious Disease. [online]. http://emedicine.medscape.com/article/217485-overview [diakses 30 Maret 2012]. Masduki, I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran. Vol. 109 hal: 21-24. Melliawati, R. 2009. Escherichia coli dalam Kehidupan Manusia. Biotrends. No. 4 Vol. 1 hal: 10-14. Middleton, E.J dan Kandaswami, C. 2009. The impact of plant flavonoids on mammalian biology: implications for immunity, inflammation and cancer. In: Harborne, J.B. Pharmacological Reviews by The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. No. 52 Vol. 4 pp: 673-682.

Muhlisah, F. 2004. Temu-Temuan dan Empon-Empon: Manfaatnya. Yogyakarta, Kanisius. Hal: 51.

Budidaya

dan

Mukhopadhyay, M. 2002. Natural Extract Using Supercritical Carbondioxide. London, CRC Pr. p: 87 Muoeljanto, R.D dan Mulyono. 2005. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih (Obat Mujarab dari Masa ke Masa). Yogyakarta, Agromedia Pustaka. Hal: 711. Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta, Penebar Swadaya. P.58 National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse. 2003. Urinary tract infection in adults. [online]. http://kidney.niddk.nih.gov/KUDiseases/pubs/utiadult/index.aspx [diakses 25 Agustus 2011].

Noviana, H. 2004. Pola Kepekaan Antibiotika Escherichia coli yang Diisolasi dari Berbagai Spesimen Klinis. Jurnal Kedokteran Tri Sakti. No. 23 Vol. 4. Okigbo, R.N; Anuagasi, C.L; Amadi, J.E dan Ukpabi, U.J. 2009. Potensial inhibitory effects of some african tuberous plant extracts on Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Candida albicans. International Journal of Integrative Biology.

41 Parwata, I.M.O.A dan Dewi, P.F.S. 2008. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpini galaga L.). Jurnal Kimia. Vol. 2 hal: 100-104. Pelczar, Jr.M.J dan Chan, E.C.S. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta, UI Press. Hal: 52. Purnomo, B.B. 2008. Infeksi Urogenitalia. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta, CV. Sagung Seto. Hal: 200-214 Raharjo, D. 1997. Pembesaran Prostat Jinak Manifestasi Klinis Dan Manajemen. Jakarta, Ropanasuri. No. 15 Vol. 1 hal: 37-44. Reddy, V.N. 2002. Urinary Tract (Kidney and Bladder) Infections. [online]. http://www.drreddy.com/uti.html [diakses 5 Agustus 2011]. Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung, ITB. Hal: 132-136. Schaeffer, J.A. 1998. Infections of the urinary tract. Campbell`s Urology. 7th Edition. WB Saunders Company. No. 1 pp: 533-553. Schier, R.W dan Gottschalk, C.W. 1993. Cystitis and Urethritis. Disease of the Kidney. Little Brown and Company. pp: 1007-1021. Schulmann, C.C. 1993. Oral Immunotherapy Of Recurrent Urinary Tract Infections: A Double Blind Placebo Controlled Multicenter Study. The Journal of Urology. Vol. 150 pp: 917-921.

Setyawan, Dwi, A; Darusman dan Kosim, L. 2008. Review: senyawa biflavonoid pada selaginella pal. beauv. dan pemanfaatannya. UNS Jornals. No. 9 Vol. 1 hal: 64-81. Sinaga, U.M dan Ronald, S. 1996. The current status of prostatitis in Medan, Indonesia. 6th Bayer Symposium of Tractus Urinary Infection. Japan, Shin Yokohama. Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat de Jong. Edisi 3. Jakarta, EGC. Hal: 849-854, 865-868. Smyth, E.G dan O'Connell, N. 1998. Complicated urinary tract infection. Drugs & Therapy Perspective. No. 11 Vol. 1 pp: 63-66. Soedibyo. 1991. Manfaat Sirih dalam Perawatan Kesehatan dan Kecantikan. Warta Tumbuh Obat Indonesia I. Vol. 1 hal: 11-12. Sudewo, B. 2007. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta, PT. Agromedia Pustaka. Hal: 35

42 Supardi, I. dan Sukamto, M. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung, Alumni. Hal: 40 Suriwiria, U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Jurnal Ekologi Kesehatan. No. 3 Vol. 1 hal: 64-73. Syukur. 2001. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta, Rineka Cipta. Hal: 39. Todar, K. 2008. Pathogenic E. coli. Todars Online Textbook of Bacteriology. [online]. http://www.textbookofbacteriology.net/e.coli.html [diakses 15 Januari 2012]. Vandepitte J. dan J. Verhaegen. 2011. Basic Laboratory Procedures in Clinical Bacteriology, Ed.2. Jakarta, EGC. p: 105 Winarno; Fardiaz, D dan Fardiaz, S. 1973. Ekstraksi, Kromatografi, dan Elektroforesis. Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Hal: 40 Yuliarti, N. 2009. A to Z Food Supplement. Yogyakarta, Andi. Hal: 105.

43

Lampiran 1. Alur Penelitian Daun sirih merah dicuci bersih dan dikeringanginkan selama 2 minggu Sampel urin pasien di RSUDZA

Daun yang telah kering dipotong-potong kecil dan dihaluskan dengan blender

diinokulasi pada media MCA dan diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam

Didapatkan koloni bakteri 105 CFU Simplisia dimaserasi menggunakan pelarut air selama 3 x 24 jam dalam wadah tertutup dan gelap

Identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis serta uji biokimiawi hingga ditemukan bakteri E. coli

hasil maserasi difiltrasi dan dievaporasi pada suhu 70oC

Didapatkan ekstrak kental daun sirih merah

Pembuatan suspensi E. coli diukur kerapatan dan absorbansinya pada panjang gelombang 256 nm

Uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun sirih merah terhadap E. coli

Evaluasi diameter zona hambat yang terbentuk

Interpretasi hasil

Analisis data

44

Lampiran 2. Jadwal Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Kegiatan Studi kepustakaan Pembuatan proposal Penelitian pendahuluan Seminar proposal Penelitian Analisis data Pembuatan laporan Sidang skripsi 2012-2013 Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

45

Lampiran n 3. Identif fikasi Tanaman Sirih Merah

46

n 4. Hasil Ekstraksi Daun Sirih Merah Lampiran

h merah seg gar sebanyak k 1 kg Daun sirih

dikeringang d inkan selam ma +2 mingg gu

si implisia dip potong kecil l

simpli isia telah dih haluskan

dievapor rasi dengan rotary evap porator

47

Variasi Konsentrasi Ekstrak Air Daun Sirih Merah Akuades steril digunakan sebagai pelarut dalam pengenceran ekstrak. Variasi konsentrasi ekstrak dapat dibuat dengan menggunakan rumus: 1. Konsentrasi ekstrak 25% V1 x M1 = V1 x 100% = V1 x 100% = V1 = V2 x M2 1 ml x 25% 25 0,25 ml V = V2 - V1 = 1 ml - 0,25 ml = 0,75 ml

Konsentrasi 1 ml ekstrak 25% diperoleh dengan melarutkan 0,25 ml ekstrak kental dengan 0,75 ml akuades steril. 2. Konsentrasi ekstrak 50% V1 x M1 = V1 x 100% = V1 x 100% = V1 = V2 x M2 1 ml x 50% 50 0,5 ml V = V2 - V1 = 1 ml - 0,5 ml = 0,5 ml

Konsentrasi 1 ml ekstrak 50% diperoleh dengan melarutkan 0,5 ml ekstrak kental dengan 0,5 ml akuades steril. 3. Konsentrasi ekstrak 75% = V1 x M1 V1 x 100% = V1 x 100% = = V1 V2 x M2 1 ml x 75% 75 0,75 ml V = V2 - V1 = 1 ml - 0,75 ml = 0,25 ml

Konsentrasi 1 ml ekstrak 75% diperoleh dengan melarutkan 0,75 ml ekstrak kental dengan 0,25 ml akuades steril. 4. Konsentrasi ekstrak 75% V1 x M1 = V1 x 100% = V1 x 100% = V1 = V2 x M2 1 ml x 75% 75 0,75 ml V = V2 - V1 = 1 ml - 0,75 ml = 0,25 ml

Konsentrasi 1 ml ekstrak 75% diperoleh dengan melarutkan 0,75 ml ekstrak kental dengan 0,25 ml akuades steril.

48

5.

Konsentrasi ekstrak 100% = V1 x M1 V1 x 100% = V1 x 100% = V1 = V2 x M2 1 ml x 100% 100 1 ml V = V2 - V1 = 1 ml - 1 ml = 0 ml

Konsentrasi 1 ml ekstrak 100% diperoleh dengan melarutkan 1 ml ekstrak kental dengan 0 ml akuades steril.

49

n 5. Hasil Uji Fitokim mia Daun Si irih Merah Lampiran 1. Alkaloid A (-) 2. Sapon nin (+)

3. Flavonoid F (+ +)

4. Tanin (+)

5. Steroid

50

Lampiran n 6. Hasil Identifikas si Bakteri E. coli 1. Identifikas si Makrosko opis Bakteri pa ada media Nutrient Agar (NA): - koloni bak kteri berbent tuk bulat ke ecil - permukaan n koloni cembung dan tepiannya rata r - bakteri tid dak memili iki warna (tidak berpigmen n)

Media Uji U Biokimi ia Bakteri: 1. 1 Nutrient Broth (NB) ) untuk inok kulasi bakteri kemudian dilakukan n uji ed methyl re 2. 2 Sulfide Indol I Motility (SIM) untuk u inokulasi i bakteri ke emudian diamati arah perg gerakan pert tumbuhanny ya 3. 3 Simmons s Citrate Ag gar (SCA) untuk u mengama ati penggun naan sitrat oleh bakteri 4. 4 Triple Sugar S Iron n Agar (T TSIA) untuk me engamati p penggunaan gula dan gas yang y dihasil lkan oleh ba akteri 5. 5 Media urea untu uk mengamati aan urea ole eh bakteri pengguna

B i Bakteri : Hasil Uji Biokimiawi 1. Bakteri i tumbuh pa ada media NB N sehingg ga tampak keruh k 2. Bakteri i tumbuh pa ada media SIM S dan tam mpak adanya motilitas ke k sampin ng dari arah tusukan 3. Bakteri i tidak tumb buh dan tida ak ada per rubahan pad da media SC CA 4. Bakteri i mengguna akan gula pa ada media TSIA T dan menghasilka m an asam se ehingga pH H indikator menunj jukkan peru ubahan warn na pada media m menja adi kuning serta gelem mbung udar ra dari gas yang dihas silkan oleh ba akteri

51

5. Bakteri tidak tumbuh pada media urea dan tidak terjadi perubahan apa pun pada media urease

Hasil uji api E20:

52

Lampiran n 7. Hasil Analisis Dat ta Percoba aan

Você também pode gostar