Você está na página 1de 29

ANALGETIK , ANTIPIRETIK DAN ANTIINFLAMASI

KELOMPOK 3 TSABIT VIDDINI (08121006018) DEA DWIFARINA AYUNANI (08121006020) MUHAMMAD RIZKY (08121006024) ANINDITA GEOVANI (08121006026) NILUH KOMANG TRI A(08121006078)

Definisi
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau

melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Antiinflamasi adalah obat-obatan yang mengurangi tanda-tanda dan gejala peradangan.

Mekanisme Kerja Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis Prostaglndin (PG). Produksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan.

Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG

hanya terjadi bila lingkungan rendah kadar peroksid yaitu hipotalasmus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosid. Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi parasetamol praktis tidak ada. Parasetamol di duga menghambat isoenzim COX-3, suatu variant dari COX-1. COX3 ini hanya ada di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktif serin 530 dari COX-1. Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim karena trombosit tidak mempu mensintesis enzim baru.

Mekanisme kerja obat AINS:

Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh enzim lisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin, asam mefenamat). 2. Menstabilkan membrane lisosom (salisilat, klorokuin). 3. Menghambat migrasi leukosit (indometasin). 4. Menghambat pembentukan prostaglandin (salisilat, indometasin). Pada demam rematik, salisilat mengurangi gejala kerusakan sendi, tetapi kerusakan jantung tidak dipengaruhinya.
1.

Nyeri

PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamsi. Penelitian telah menbuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Demam Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam, keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip-aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada kedaan patologik diawali penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1) yang mengacu pelepasan PG yang berlebihan di derah preoptik hipotalasmus. Selain itu, PGE2, terbukti menimbulkan demem setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalasmus. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain misalnya latihan fisik

EFEK FARMAKODINAMIK
EFEK ANALGESIK. Sebagai analgesik, obat mirip

aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyerilain yang berasal dari integumen, terutama berkaitan dengan nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya lebih lemah daripada efek analgesik opiat. Tetapi berbeda dengan opiat, Obat mirip aspirin tidak mempunyai efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Obat mirip aspirin hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tak mempengaruhi efek sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya safar aferen, tidak teratasi dengan obat mirip aspirin. Sebaliknya nyeri kronis

EFEK ANTIPIRETIK . Sebagai antipiretik, Obat mirip

aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau digunakan terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat AINS saja yang dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan obat tersebut. EFEK ANTIINFLAMASI. Kebanyakan obat mirip aspirin, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai antiinflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskletal, misalnya artritis reumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simptomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.

EFEK FARMAKOKINETIK ABSORPSI. Bila diberikan peroral, diserap dengan cepat dan sempurna. Konsentrasi tertinggi dicapai dalam waktu 2 jam pada salisilat, salisilamid, fenilbutazon dan oksifenbutazon ; jam pada Para amino fenol (derivatnya adalah asetaminofen dan fenasetin) . Kecepatan absopsi ini tergantung dari : kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Pada pemberian per rektal pada salisilat dan salisilamid, absorpsinya lambat dan tidak sempurna.

DISTRIBUSI. Setelah diabsorpsi, salisilat

didistribusikan ke seluruh tubuh dan cairan intraseluler; dapat ditemukan pada cairan sinovial, spinal, peritoneal, liur dan air susu; mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri dan tidak ditemukan dalam cairan lambung. Sebanyak 50%-90% salisilat terikat pada protein plasma, terutama albumin. Dengan dosis terapi, 98% fenilbutazon dalam plasma terikat pada protein plasma, bila konsentrasi tinggi hanya 90% yang terikat. Para amino fenol didistribusikan ke seluruh cairan tubuh; dalam plasma sebagian terikat protein plasma, 25% untuk asetaminofen

METABOLISME. Metabolisme salisilat,

salisilamid, fenilbutazon dan oksifenbutazon banyak terjadi di jaringan, terutama mikrosom dan mitokondria hati. Para amino fenol dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati EKSKRESI. Salisilat sebagian besar dieksresikan melalui ginjal dalam bentuk metabolit dan sebagian kecil melalui keringat, empedu dan tinja. Fenilbutazon dan oksifen butazon diekskresikan melalui ginjal dengan lambat. Para amino fenol diekskresikan melalui ginjal; sebagian berupa asetaminofen(3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonyugasi.

No

Golongan

Obat

AINS dengan waktu paruh pendek Aspirin, asam flufenamat, (3-5 jam) meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, kaprofen, ibuprofen, dan ketoprofen
Fenbufen, piroprofen Diflunisal, naproksen Piroksikam Tenoksikam Febilbutazon Oksifenbutazon

AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam) 3 AINS dengan waktu paruh tenagh (kira-kira 12 jam) 4 AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam) 5 AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam)

Klasifikasi obat analgesik anti inflamasi non steroid (obat AINS)

Pembahasan Obat
Salisilat Asam asetil salisilat lebih dikenal dengan sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Indikasi antipiretik . dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam . untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam. Berdasarkan asosiasi penggunaan aspirin dengan syndrome Reye, aspirin dikontraindikasikan sebagai antipiretik pada anak 12 tahun. Di inggris aspirin dilarang digunakan pada anak dibawah 16 tahun. Analgesik salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia, dan mialgia.

Demam rheumatic akut.dalam waktu 24-48 jam setelah

pemberian obat terjadi pengurangan nyeri, kekakuan, pembengkakan, rasa panas, dan memerahnya jaringan setempat. Suhu badan, frekuensi nadi menurun dan pasien merasa lebih enak. Dosis untuk dewasa, 5-8 g per hari, diberikan 1 g per kali. Artritis rheumatoid sebagian pasien arthritis rheumatoid dapat dikontrol dengan salisilat saja, bila hasilnya tidak memadai, dapat digunakan obat lain. Selain menghilangkan nyeri, salisilat jelas menghambat inflamasinya. Dosisnya ialah 4-6 g/hari, tetapi dosis 3 gram sehari kadan-kadang cukup memuaskan. Penggunaan lain aspirin digunakan untuk cegah thrombus koroner dan thrombus vena-dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi trombosit. Intoksikasi. Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat ringan. Sering timbul gejala saluran cerna misalnya rasa tak enak diepigastrium, mual, muntah, anoreksia dan kadang-kadang nyeri perut. Gejala saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat

Terapi intoksikasi mencakup bilas lambung dan koreksi

gangguan cairan dan elektrolit. Pada intoksikasi metalsalisilat tindakan ini dilakukan sampai tidak tercium bau minyak Wintergreen dalam cairan bilasan. Untuk mengatasi demam, kulit diusap dengan alcohol. Sediaan. Aspirin (asam asetil salisilat) dan natrium salisilat merupakan sediaan paling banyak digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tabet 500 mg untuk dewasa. Metil salisilat (minyak Wintergreen) hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep atau linimen dan dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit. Asam salisilat berbentuk bubuk, digunakan sebagai keratolitik dengan dosis tergantung dari penyakit yang akan diobati.

SALISILAMID

adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesic dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analagesik antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolism lintas pertama. Obat ini menghambat glukoronidasi obat analgesic lain dihati misalnya Na salisilat dan asetominofen, sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek terapi dan toksisitas obat tersebut. Salisilamid di jual bebas dalam bentuk obat tunggal atau kombinasi tetap. Dosis analgesic antipiretik untuk orang dewasa 300-600 mg sehari, untuk anak 65 mg/KgBB/hari diberikan 6 kali/hari.

DIFLUNISAL Obat ini merupakan derivate diflourofenil dari asam salisilat. Bersifat analgesik dan antiinflamasi tetapi hampir tak bersifat antipiretik. Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam. Indikasi diflunisal hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang dengan dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam. Untuk osteoarthritis dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari dengan dosis pemeliharaan tidak melampaui 1,5 gram sehari. Efek sampingnya lebih ringan daripada asetosal dan tidak dilaporkan menyebabkan gangguan.

Para amino fenol Derivat para amoni fenol yaitu fanasetin dan asetominofen. Asetominofen (parasetamol) merupakan metabolit fanasetin dengan efek antipiretik yang sama. Fanasetin tidak lagi digunakan lagi dalam pengobatan karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya analgesic netropati, anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. Asetominofen tak ada efek anti inflamasi. Indikasi. Paracetamol sebagai analgesic dan antipiretik yang telah menggantikan penggunaan salisilat. Jika dosis terapi tidak member manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk efek analgesic.

Efek samping.. Manifetasinya berupa eritema atau

urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.Fanasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Toksisitas akut. Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepar toksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 gram/KgBB) parasetamol. Sediaan dan pasologi. Parasetamol tersedia sebagi obat tunggal, brbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120mg/5mL. selain itu juga parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.

PIRAZOLON DAN DERIVAT

Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin dan amonipirin. Indikasi. Dipiron hanya digunakan sebagai analgesicantipiretik karena efek anti inflamasinya yang lemah. Sedangkan antipirin dn aminopirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena lebih toksik daripada dipiron. Efek samping dan intoksikasi. Semua derivate pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia. Dipiron juga menimbulkan hemolisis, edema, tremor, mual, muntah, pendarahan lambung, dan anuria.

ANALGESIK ANTI INFLAMASI NON STEROID LAINNYA


Asam mefenamat

Digunakan sebagai analgesic, sebagai antiinflamasi. Dan kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dan harus diperhatikan interaksi dengan obat antikoagulan. Efek samping obat ini terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dyspepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Adapula penelitian klinis bahwa penggunaan selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna.

Diklofenak

Absorbs obat ini melalaui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap . obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama (firs-pass) sebesar 4050%. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat ini haus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Ibuprofen Absorbsi paling cepat terjadi pada melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Eksresinya cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorbsi akan dieksresikan melalui urin sebagai metabolit atau konjugatnya.

Ketoprofen

Absorbsi berlangsung baik dari lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2 jam. Efek samping AINS lain terutama menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas. Naproksen Absorbsi obat ini berlangsung baik melalui lambung dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. Ikatan obat ini dengan protein plasma mencapai 98-99%. Ekskresi terutama dalam urin. Efek samping ialah dyspepsia ringan sampai perdarahan lambung. Indometasin Indometasin memiliki efek anti-infalamasi dan analgesic-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Memiliki efek analgesic perifer maupun sentral. Efek samping saluran cerna berupa nyeri abdoen, diare, perdarahan lambung, dan pancreatitis. Sakit kepala hebat dialami kira-kira 20-25% pasien dan disertai pusing, depresi, dan rasa binggung.

Piroksikam dan meloksikam

Peroksikam Absorbsi berlangsung cepat dilambung; terikat 99% pada protei plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Efek samping adalah gangguan saluran cerna, seperti tukak lambung, pusing, tinnitus, nyeri kepala, dan eritema kulit. Meloksikam Efek samping meloksikam (7,5 mg perhari) terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam 20 mg sehari. Nabumeton Menunjukkan sifat selektif menghambat iso-ezim prostaglandin untuk peradangan tetapi kurang menghambat prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Nimesulide Obat ini dilarang keberadaannya termasuk di Indonesia dikarenakan nimesulide paling banyak digunakan dan disimpulkan bahwa ada risiko hepatotoksisitas akibat nimesulide. COX-2 selektif Obat kelompok peghambat COX-2 dikembangkan dengan harapan bisa menghindari efek samping saluran cerna. Seperti pada obat yang masih beredar adalah selekoksib, parekoksib, dan etorikoksib.

OBAT PIRAI Kolkisin Kolkisin adalah suatu anti-inflamsi terutama di indikasikan pada penyakit pirai. Obat ini merupakan alkaloid Colchicum autumnale sejenis bunga lain. Indikasi. Sebagai obat untuk profilaktik serangan penyakit pirai atau mengurangi beratnya serangan. Efek samping. mual, muntah, dan diare. Koagulasi intravascular diseminata merupakan manifestasi keracunan kolkisin yang berat; timbul dalam 48 jam dan sering bersifat fatal. Alopurinol Alopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Obat ini berguna untuk mengobati penyakit pirai yang kronik dengan insufiensi ginjal dan batu urat dalam ginjal, tetapi dosis awal harus dikurangi. Efek samping ini sering terjadi ialah reaksi kulit. Reaksi alergi berupa demam mengigil, leucopenia, eusinofilia, artralgia dan pruritus. Gangguan saluran cerna kadang juga dapat terjadi.

Probenesid

Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pementukan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut.. Efek samping yang paling sering adalah gangguan saluran cerna, nyeri kepala, dan reaksi alergi. Sulfinpirazon Sulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan reabsorbsi tubular asam urat. Ketorolak ketorolak merupakan analgesic poten dengan efek anti inflamasi sedang. Ketorolak merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian pareteral. Efek sampingnya berupa nyeri ditempat suntikan, gangguan saluran cerna, kantuk, pusing, dan sakit kepala. Etodolak Etodolak merupakan AINS kelompok asam piranokarboksilat. Obat ini merupakan AINS yang lebih selektif terhadap COX-2 dibanding AINS umumnya. Berguna untuk analgesic pasca bedah misalnya bedah koroner.

ANTIREUMATIK PEMODIFIKASI PENYAKIT (APP) Metrotreksat Obat ini efektif pada dosis yang jauh lebih kecil dari sebagai obat kanker sehingga efek samping berat jarang menimbulkan masalah. Efek samping umum ialah mual dan ulkus mukosa saluran cerna. Azatioprin Efek samping serupa imunosupresif lainnya yaitu supresi sumsum tulang, saluran cerna, dan penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Klorokuinidin dan Hidroksiklorokuin Mekanismenya pada gangguan autoimun belum jelas. Obat ini kemungkinan dapat menstabilkan membrane lisosom dan menghambat metabolism deoksiribonukleotida

Garam emas

Suntikan IM aurotiomalat dan aurotioglukosa telah terbukti efektif sebagai APP di tahun 1960. Tetapi toksisitasnya obay ini sudah jarang digunakan. Leflunomid Bekerja menghambat enzim dihidroorotat dehidrogenaseuntuk sintesis pirimidin yang menghambat proliferase sel T yang butuh kadar besar dari pirimidin. Efek samping berupa hepatotoksik, alopesia, dan leucopenia yag reversible. Sulfasalazin Efektif sebagai APP, juag berguna pada arthritis juvenile kronik dan spondilitis ankilosa dan uveitis yang menyertainya. Efek samping yang umum berupa mua, muntah, nyeri kepala, dan rash. Penghambat sitokin Pada penyakit rheumatoid arthritis ada ketidakseimbangan antara sitokinin yang pro- dan antiinflamasi. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini telah berhasil dibuat obat-obat anti bodi monoclonal atau reseptor yang mentarget sitokin ini.

Você também pode gostar