Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
id=2456&inc=12&home=okRe
porter : Lenasari Aristianti
Juru Kamera : Rudi Asmoro
Segmen I
indosiar.com Kuningan, - Cigugur, desa yang terletak di kaki Gunung Ciremai,
berjarak sekitar 3 kilometer dari kota Kuningan, Jawa Barat, banyak menyimpan
budaya yang unik dan patut dilestarikan. Selain situs purbakala yang ada di daerah
Cipari, Cigugur juga terkenal dengan acara Seren Taun, dan sebuah aliran
kepercayaan terhadap ajaran leluhur mereka yang beretnis Sunda. Adat cara
karuhun urang.
Setelah melaksanakan upacara pra nikah selama dua hari berturut-turut tersebut,
tibalah hari pernikahan. Kedatangan calon mempelai pria, yang didampingi kedua
orang tua, disambut keluarga calon mempelai perempuan, dengan tarian Pang
bage’, tarian penyambutan untuk pengantin pria.
Kini sudah tidak banyak lagi masyarakat penghayat di Desa Cigugur. Tidak
diakuinya perkawinan mereka di mata negara, akhirnya membuat kebanyakan dari
mereka, memilih untuk memeluk agama yang diakui di Indonesia. Dalam
peraturan negara, hingga saat ini hanya ada lima agama yang diakui.
Karena itu, berdasarkan hukum negara, sahnya sebuah pernikahan pun haruslah
berdasarkan agama yang diakui negara tersebut. Tapi bagi para Penghayat,
peraturan itu bertentangan dengan hak tiap manusia sebagai warga negara. Mereka
merasa, perkawinan adat yang selama ini dilaksanakan, telah memenuhi peraturan
yang ada, serta tata cara adat di nusantara ini.
Di sisi lain, bagi kantor catatan sipil, tempat calon mempelai yang berbeda agama
bisa mendaftarkan pernikahan mereka, pernyataan Djatikusumah itu, tidak dapat
menjadi patokan untuk mensahkan sebuah perkawinan. Sebagai salah satu
lembaga pemerintahan, catatan sipil, tentunya harus mengikuti peraturan yang
ditetapkan pemerintah.
Selama kepercayaan yang diyakini kaum Penghayat, tidak termasuk dalam agama
yang ada di Indonesia, maka catatan sipil tidak dapat mengeluarkan akte
perkawinan. Hingga kini, belum ada satupun masyarakat Penghayat yang
disahkan perkawinannya, dan dibuatkan akte pernikahan, oleh Catatan Sipil
Kuningan. Selama undang-undang perkawinan masih belum berubah, masyarakat
Penghayat kepercayaan hanya bisa pasrah terhadap status perkawinan mereka.
Segmen II
Adalah Kiai Madrais, tokoh agama, yang pertama kali menciptakan aliran
kepercayaan adat cara Karuhun Urang. Kiai Madrais, yang hidup pada abad ke 19,
merupakan keturunan dari Kesultanan Gebang, sebuah kesultanan di wilayah
Cirebon Timur. Akibat serangan yang dilakukan pihak Hindia Belanda saat itu ke
daerah Gebang, Kiai Madrais diungsikan ke daerah Cigugur.
Kiai Madrais tumbuh sebagai seorang spiritual. Dan di Cigugur, Kiai Madrais,
yang punya nama lain Pangeran Sadewa Alibasa, mendirikan pesantren dengan
mengajarkan agama Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, sang kyai
menganjurkan untuk menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri, yang baginya
adalah Jawa-Sunda.
Ajaran warisan Kyai Madrais, yang tumbuh subur di Kuningan ini sekarang
diteruskan sang cucu, Pangeran Djatikusumah. Melihat ajarannya, walaupun Kyai
Madrais memiliki akar keislaman, ajaran Djawa-Sunda yang sering disebut adat
cara Karuhun Urang atau adat yang dilakukan para leluhur ini, tidak mengacu
pada agama Islam. Misalnya saja khitanan tidak diwajibkan, penguburan jenazah
pun harus pakai peti.
Sebagai Penghayat, Gumirat sadar benar konsekuensi hidup yang ia pilih. Dari sisi
sosialisasi, ia merasa tak pernah ada masalah berarti. Ketika menempuh
pendidikan formal, Gumirat tetap mengikuti peraturan dan prosedur yang berlaku
di sekolah. Dalam hal ini pelajaran agama, ia tetap mengikuti.
Kesulitan berarti yang pernah ia alami, dan sampai kini belum selesai, adalah
ketika mengajukan pembuatan akte perkawinan. Akibatnya, ayah tiga anak ini
sempat mengajukan gugatan terhadap Catatan Sipil Jakarta Timur, ke Pengadilan
Tata Usaha Negara. Lagi-lagi Penghayat polos ini, menemui kendala, karena
permohonannya tetap tidak disetujui.
Bagi Pegawai Negeri Sipil, tidak memiliki akte perkawinan, berarti tidak akan
mendapatkan tunjangan untuk keluarga. Itulah yang dialami Rusman, Pegawai
Negeri Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Kabupaten Kuningan.
Acara budaya ini sempat menjadi sasaran kecurigaan pemerintah, karena khawatir
jadi ajang penyebaran kepercayaan adat cara Karuhun Urang. Sehingga hampir
selama 17 tahun, sempat dilarang pelaksanaannya. Namun seiring perkembangan
zaman, anggapan itu berubah. Akhirnya tahun 1999 acara yang melibatkan banyak
orang ini bisa dilaksanakan kembali.
Seren Taun memang bisa dibilang sebagai acara budaya yang cukup besar.
Hadirnya Menteri Perindustrian, Andung A. Nitimiharja, mantan Presiden RI,
Abdurahman Wahid, dan istri, serta pejabat pemerintah lainnya, membuktikan
bahwa kini Seren Taun telah diakui keberadaannya, sebagai suatu budaya yang
patut dilestarikan.
Rombongan orang membawa bermacam hasil bumi, adalah inti dari Seren Taun.
Padi-padian yang dibawa, akan ditumbuk beramai-ramai dalam lesung yang telah
tersedia. Ratusan orang seolah tumpah di sini. Tanpa membedakan suku, ras,
agama.
Bergotong-royong, menumbuk padi menjadi beras. Sesaat, kegalauan si anak tiri
seolah sirna, lebur bersama hangatnya suasana Seren Taun. Tapi sesungguhnya,
galau itu masih ada.
(Sup)http://www.indosiar.com/v2/culture/culture_read.htm?id=30902&tp=terop
ong
Perjumpaan Islam dengan Tradisi Sunda
Oleh DADAN WILDAN
Kesemuanya menyoroti acara besar yang bersifat lokal ini dengan berbagai latar
belakang kepentingan. Upacara adat yang lokal ini muncul di tengah-tengah
situasi nasional (politik, sosial-kebudayaan, ekonomi) yang sedang bergejolak.
Suasana hangat otonomi daerah merasuk dan membuka kesadaran akan otonomi
kepercayaan dan keyakinan, serta otonomi cara hidup yang diinginkan.
Dengan melihat keterkaitan fenomena gejala sosial ini (Upacara Seren Taun)
dengan berbagai situasi luar yang menyertainya maka lokalnya acara ini tidaklah
terlalu lokal. Keterhubungan berbagai pihak mulai dari pemerintah, keamanan,
pers, pemerhati kebudayaan, kaum akademisi, dan sampai masyarakat setempat
(mulai dari strata paling tinggi sampai terendah) yang sedang berekspresi ini
memperlihatkan cakupan definisi Upacara Seren Taun yang lebih luas. Lebih dari
sekedar kebangsaan dan spritualitas, acara ini memerlukan pengakuan akan
eksistensi kebudayaanya lewat berbagai akses ke ‘dunia luar’.
Tanpa terlepas dari hal ini Cigugur tetap merupakan sebuah kesatuan komuniti
yang hidup di sawah-sawah. Sesosok desa yang ada di punggungan gunung
Ceremai, kesejukan udaranya dan kabut tipis yang menyelimuti malam kala bulan
bersinar terang menyelimuti kalbu dengan ketenangan. Dengan masyarakat yang
sedang membuka diri, membiarkan jati dirinya “dipotret” pada satu waktu dalam
sejarah panjangnya bersama ‘orang luar’.
http://mapalaui.info/pm/comments.php?id=A74_0_1_0_C
CORAK DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
S. Budhisantoso
Universitas Indonesia
Banyak orang bicara tentang kebudayaan, akan tetapi pengertian yang dipakai
oleh setiap pembicara belum tentu sama. Sementara orang menggunakan istilah
kebudayaan untuk menyatakan hasil karya manusia yang indah-indah atau dengan
lain perkataan terbatas pada kesenian. Dilain pihak orang menggunakan istilah
kebudayaan untuk menyatakan ciri-ciri yang nampak pada sekelompok anggota
masyarakat tertentu sehingga dapat dipergunakan untuk membedakan dengan
kelompok masyarakat yang lain. Ada pula yang menggunakan istilah kebudayaan
untuk menyatakan tingkat kemajuan teknologi yang didukung oleh tradisi
tertentu untuk membedakan kebudayaan yang belum banyak menggunakan
peralatan mesin dan teknologinya masih terbelakang. Timbul pertanyaan apakah
sesungguhnya yang dimaksud dengan kebudayaan apabila orang membicarakan
tentang kebudayaan Indonesia, tentang nilai-nilai budaya yang perlu "diwariskan",
ataupun tentang kebudayaan yang merupakan daya tarik utama guna
meningkatkan devisa pariwisata
Satu hal yang pasti, kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya
mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf
kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-
sumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai
perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi
dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Manusia
menyumbangkan peralatan dan cara-cara pengendaliannya untuk menyambung
keterbatasan jasmaninya. Dengan demikian kehidupan manusia dipermudah
dengan kebudayaan yang mereka kembangkan. Akan tetapi kebudayaan yang
mula-mula mereka kembangkan itu pada gilirannya akan menciptakan lingkungan
baru dengan segala tantangannya. Akhirnya manusia mengembangkan
kebudayaan bukan semata-mata terdorong oleh karena tantangan dan kebutuhan
yang timbul dari lingkungannya, tetapi juga harus menanggapi tantangan dari
lingkungan buatan yang bersifat kultural. Tidaklah mengherankan apabila di dunia
ini berkembang beranekaragam kebudayaan, walaupun pada dasarnya
beragamnya kebudayaan itu berkembang sebagai hasil upaya manusia dalam
mempermudah usahanya untuk memenuhi kebutuhan pokok (biologis) yang
bersifat universal. Akan tetapi pemenuhan kebutuhanpokok itu sendiri
menimbulkan berbagai kebutuhan sampingan (denved needs) yang jauh lebih
banyak ragamnya. Karena lingkungan buatan memerlukan perlunya organisasi
tertentu maupun teknologi yang perlu dikembangkan di lingkungan setempat.
Keadaan seperti itu tidaklah berarti bahwa di dunia ini ada kebudayaan yang statis
seperti apa yang orang sangkakan terhadap kebudayaan orang Asia, kecuali orang
Jepang. Lambat atau cepat, kebudayaan Asia, akan berkembang baik melalui
penemuan-penemuan teknologi setempat (local discoveries dan inventions)
maupun lewat difusi kebudayaan. Lebih-lebih setelah teknologi di bidang
perhubungan maju dengan pesatnya, tukar menukar dan persebaran unsur-unsur
kebudayaan semakin pesat. Apa yang hendak ditekankan pada uraian ini ialah
bahwa setiap kelompok sosial atau masyarakat manusia mengembangkan
kebudayaan sebagai tanggapan terhadap kebutuhan yang timbul pada individu
anggota masyarakat baik sebagai mahluk biologis maupun mahluk budaya.
Tanggapan yang berwujud kebudayaan itu merupakan upaya yang untuk
sementara paling cocok untuk dilaksanakan, sehingga tidak ada alasan yang
menyatakan suatu kebudayaan lebih rendah atau primitif dari pada kebudayaan
yang lain, kecuali kalau kita bicara soal teknologi. Dalam kebudayaan yang maju,
kemajuan teknologinya seringkali tidak diimbangi dengan organisasi sosial atau
khususnya pengendalian sosial yang lebih baik daripada apa yang terdapat dalam
kebudayaan yang teknologinya masih terbelakang.
Faktor lain yang perlu diingat ialah bahwa walaupun setiap masyarakat
mengembangkan kebudayaan sebagai perwujudan upaya menanggapi kebutuhan
hidup sesuai dengan tantangan lingkungan serta keterbatasan kemampuan masing-
masing, di dunia ini tidak ada kebudayaan yang asli dalam arti belum terkena
pengaruh dari luar. Lebih-lebih setelah kemajuan teknologi pendukung seperti
teknologi komunikasi dan perhubungan semakin tumbuh dengan pesatnya. Tukar-
menukar dan penyebaran kebudayaan lewat kekerasan seperti perang dan
penindasan atas bangsa-bangsa lain bukan hal yang luar biasa. Barangkali, seperti
apa yang dikatakan Ralph Linton (1936), sarjana Antropologi kenamaan, kalau
ada bangsa yang ingin menghitung keaslian unsur kebudayaan paling banyak ia
akan menemukan 15 persen bagian kebudayaan yang masih asli, selebihnya
adalah hasil pengembangan dan perpaduan unsur-unsur kebudayaan asing dalam
suatu kebudayaan yang secara langsung merubah kebudayaan sebagai kerangka
acuan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing
masyarakat akan menanggapi, menerima, mengolah dan menyerap unsur-unsur
kebudayaan asing dalam kerangka acuan yang menguasai mereka selama ini.
Kalau demikian, fungsi kebudayaan yang dikembangkan oleh masyarakat
pendukungnya itu merupakan alat penyambung non jasmaniah yang
mempermudah upaya manusia memenuhi kebutuhan pokok maupun dalam
usahanya memahami lingkungan dimana mereka merupakan bagiannya. Tidaklah
mengherankan pula kalau suatu masyarakat pendukung suatu kebudayaan tertentu
dapat menyatakan diri mereka berbeda dengan kelompok sosial lainnya, oleh
karena mereka dilahirkan dan dibesarkan serta dibiasakan dengan kerangka acuan
yang berbeda. Oleh karena itu pula kebudayaan dapat dipergunakan sebagai ciri
yang membedakan suatu kelompok sosial tertentu terhadap kelompok sosial
pendukung kebudayaan yang lain
Dalam kaitannya dengan masyarakat bangsa Indonesia yang terdiri atas beratus-
ratus suku bangsa, maka kebudayaan yang berkembang di Indonesia pun beraneka
ragam sebagaimana tercermin dalam ungkapan "Bhinneka Tunggal Ika". Masing-
masing suku bangsa mengembangkan kerangka acuan yang dapat dipergunakan
sebagai ciri pengenal yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang
lainnya. Kerangka acuan itu terwujud dan tercermin dalam tujuh unsur
kebudayaan yang universal. Adapun unsur-unsur kebudayaan yang universal itu
ialah: bahasa, organisasi sosial, ekonomi, pengetahuan, teknologi kesenian dan
religi. Betapapun kehidupan suatu kelompok manusia, pasti ia mengembangkan
bahasa sebagai sistem lambang. Untuk mempermudah sesama anggota
menyampaikan pengalaman, pemikiran dan perasaan. Karena kemampuan
manusia mengembangkan lambang-lambang yang penuh makna itulah maka ia
dapat menempatkan diri sebagai mahluk yang tertinggi derajatnya.Unsur yang lain
ialah sistem organisasi kemasyarakatan
Unsur kebudayaan lainnya ialah sistem religi yang memberikan pedoman pada
anggota masyarakat dalam memahami lingkungan semesta dan hubungannya
dengan kekuatan gaib. Sistem pengetahuan ini sangat penting artinya sebagai
pedoman dalam menanggapi tantangan yang timbul dan harus dihadapi dalam
proses penyesuaian masyarakat terhadap lingkungannya dalam arti luas. Sistem
teknologi yang memberikan pedoman anggota masyarakat dalam usahanya
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan cara memanfaatkannya demi
kesejahteraan bersama, merupakan unsur universal yang lain. Sedang sistem
kesenian merupakan unsur kebudayaan yang memberikan pedoman bagi anggota
masyarakat yang bersangkutan untuk menyatakan rasa keindahan yang dapat
dinikmati secara bersama. Betapapun wujud kebudayaan yang beraneka ragam
yang dikembangkan oleh suku-suku bangsa di Indonesia ketujuh unsur
kebudayaan tersebut selalu terkandung di dalamnya
Kebudayaan Suku Bangsa
Indonesia yang majemuk ini sangat kaya dengan kebudayaan. Bahkan kebudayaan
yang beraneka ragam itu merupakan modal utama yang dapat dipasarkan lewat
pariwisata untuk meningkatkan penghasilan devisa. Namun demikian tidaklah
banyak orang yang mampu menjelaskan dengan jelas dan baik dimana
kebhinekaan serta ketunggalan kebudayaan Indonesia yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke
Sesungguhnya apa yang dibanggakan oleh kebanyakan orang bahwa masyarakat
bangsa Indonesia mempunyai aneka ragam kebudayaan yang berkembang di
kepulauan Nusantara, memang tidak jauh dari kebenaran. Masyarakat bangsa
Indonesia yang terdiri dari suku-suku bangsa yang besar maupun yang kecil itu
masing-masing mengembangkan kebudayaan sebagai perwujudan berbangsa aktif
mereka terhadap lingkungan pendukungnya masing-masing. Demikian aneka
ragam kebudayaan yang berkembang di kepulauan Nusantara itu dihayati sebagai
kerangka acuan dalam bersikap dan menentukan tindakan, serta sebagai ciri
pengenal yang membedakan diri dari kelompok suku bangsa yang lain
sebagaimana tercermin dalam hasil sensus yang pertama dan yang terakhir yang
memuat tentang suku bangsa penduduk di Indonesia, yaitu sensus yang
diselenggarakan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1930.
MAKALAH
Disusun oleh:
Saryeliza M. (011565)
Sri Gustini Maryam (043818)
Fitriyadi Mukhlis (043837)
Eros Roswati (045540)
Komentar
a. Pengertian Bangsa
Menurut pemahaman saya, bangsa merupakan persatuan dari sekelompok
manusia yang terikat karena kesamaan asal keturunan, adat, sejarah, dan wilayah
sehingga menyatakan dirinya sebagai satu bangsa. Maka, pada intinya bangsa
merupakan sekelompok manusia yang berusaha berinteraksi dengan sesamanya
sehingga mencoba menemukan kesamaan yang mereka miliki dan mencoba
mengembangkan segala yang mereka miliki yang akhirnya menjadikan mereka
bersatu dengan kebudayaan yang dihasilkannya.
b. Pengertian dan Pemahaman Negara
1) Pengertian Negara
Sebenarnya, unsur-unsur penting yang membentuk suatu negara yaitu wilayah,
penduduk, pemerintah, dan kedaulatan. Sehingga, untuk memahami dan
mengartikan negara sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan sesuai dengan unsur-
unsur pembentuknya tersebut. Negara adalah suatu organisasi yang mencakup
wilayah tertentu dan sejumlah penduduk yang mendiaminya dengan pemerintah
yang berdaulat mengatur segala aspek kehidupan di negaranya.
2) Teori Terbentuknya Negara
a) Teori Hukum Alam. Pemikiran Plato dan Aristoteles yang
menyatakan bahwa kondisi alam telah menunjang tumbuhnya
manusia sehingga berkembanglah suatu negara, menurut saya, lebih
menekankan kepada bagaimana asal usul perkembangan manusia
baik secara biologis maupun secara sosial. Karena mereka
menekankan terhadap alam yang mempengaruhi tumbuhnya manusia,
maka dilihat alamlah yang memfasilitasi manusia untuk terus hidup
kemudian berkembang, berkelompok, berkebudayaan sehingga
manusia pun mencoba untuk membentuk suatu pemerintahan yang
akan mengatur kehidupan mereka, kemudian memilih pemimpin yang
tepat sehingga terbentuklah suatu negara.
b) Teori Ketuhanan
Bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan merupakan pernyataan
yang benar yang diyakini manusia. Sehingga negara pun merupakan
hasil ciptaan Tuhan yang terbentuk melalui tangan manusia sebagai
salah satu makhlukNya yang paling sempurna dengan kemampuan
akalnya.
c) Teori Perjanjian
Perjanjian membentuk suatu negara sebagai upaya untuk menghadapi
tantangan zaman secara bersama-sama merupakan pernyataan yang
tidak dapat dipungkiri. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa
hanya berdiri sendiri, akan tetapi membutuhkan manusia lainnya
untuk terus bertahan hidup dan semakin besar tantangan maka
manusia pun membutuhkan tatanan yang mampu mengatur segala
aspek kehidupannya, secara individual maupun sosial, sehingga
terbentuklah suatu negara.
3) Proses Terbentuknya Negara di Zaman Modern
Seperti yang terlihat dalam sejarah, suatu negara biasanya terbentuk
karena proses penaklukan, peleburan (fusi), pemisahan diri, dan
pendudukan atas negara atau wilayah yang belum ada pemerintahan
sebelumnya.
4) Unsur Negara
a) Bersifat Konstitutif, berarti negara terdiri dari suatu wilayah yang
didiami oleh rakyat atau masyarakat yang diatur oleh pemerintahan
yang berdaulat.
b) Bersifat Deklaratif, berarti suatu negara memiliki unsur-unsur yang
dapat mendeklarasikan dirinya sebagai suatu negara yang berdaulat,
seperti tujuan negara, undang-undang, serta pengakuan dari negara
lain secara “de jure” dan “de facto”.
5) Bentuk Negara
Sebuah negara dapat berbentuk negara kesatuan (unitary state) dan negara
serikat (federation).