Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
Nama NIM Kleas Kelompok Hri / Tgl Praktikum Hrai / Tgl Pengumpulan
: AKHMAD TRI RIFQI : 121710101099 : THP - C :4 / C2 Shift 1 : 08 Oktober 2013 : 22 Oktober 2013
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Untuk mengetahui komposisi susunan kimia dan kegunaannya suatu bahan pakan dilakukan analisis kimia yang disebut analisis proksimat. Cara ini dikembangkan dan Weende Experiment Station di Jerman oleh Henneberg dan Stokman pada tahun 1865, dengan menggolongkan komponen yang ada pada makanan. Metode ini didasarkan pada komposisi susunan kimia dan kegunaan bahan makanan. Selanjutnya, metode ini terus dipakai dan dikenal dengan nama analisis proksimat. Analisis Proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang mendekati angka fraksi yang sesungguhnya. Analisis proksimat menganalisis beberapa komponen seperti zat makanan air (Bahan Kering), bahan anorganik (abu), protein, lemak, dan serat kasar. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan.(sudarmadji.2003). Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan
total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Oleh karena begitu pentingnya peranan abu untuk menganalisis kandungan komponen mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian, maka perlu kiranya untuk melakukan kegiatan praktikum penetapan kadar abu.
1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian, 2. Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode pengabuan kering.
2.2 Penjelasan bahan baku 2.2.1 Tomat Buah tomat yang merupakan buah yang mengandung vitamin C, ternyata juga banyak mengandung mineral. Satu buah tomat mengandung 30 kalori, vitamin C 40 mg, vitamin A 1500 SI, zat besi dan kalsium. Karena tingginya kandungan vitamin, kalsium serta rendahnya lemak dan kalori, buah tomat ini tidak menggemukkan (Tugiyono, 1990). Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur eradial yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lekton. Bentuk vitamin C yang ada di alam
terutama adalah L-asam askorbat, D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya dimiliki 10% aktivitas vitamin C (Andarwulan N dan Kuswano S, 1992). 2.2.1 Kopi Kopi merupakan suatu minuman stimulan yang didapatkan dari biji yang tanamn kopi yang dipanggang, pada umumnya disebut biji kopi. Saat ini, kopi merupakan minuman yang sangat populer di seluruh dunia. Pernyataan ini disampaikan oleh Villanueva, Cristina M.; Cantor, Kenneth P.; King, Will D.; Jaakkola, Jouni J. K.; Cordier, Sylvaine; Lynch, Charles F.; Porru, Stefano; Kogevinas, Manolis (2006).dalam judul "Total and specific fluid consumption as determinants of bladder cancer risk". International Journal of Cancer 118 (8): 20402047. Pada awalnya kopi dikonsumsi pada abad ke-9 di dataran tinggi Ethiopia 12 kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman, seterusnya pada abad ke15 telah mencapai Azerbaijan, Persia, Turki, dan Afrika Utara, Italia, benua Eropa, Indonesia, dan Amerika. (Meyers, 2007). Senyawa kimia yang terkandung didalam biji kopi dapat dibedakan atas senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap, terutama apabila terjadi kenaikan suhu. Senyawa volatil yang berpengaruh terhadap aroma kopi antara lain dari golongan aldehid, keton dan alkohol, sedangkan senyawa non volatil yang berpengaruh terhadap mutu kopi antara lain kafein, chlorogenic acid dan senyawa-senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji kopi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan karbohidrat merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi, kadarnya bisa mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi juga terdapat gula pereduksi sekitar 1 %. Berkurangnya gula pereduksi yang disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi akan menyebabkan turunnya mutu kopi seduhan yang dihasilkan, karena gula merupakan salah satu komponen pembentuk aroma. Golongan asam juga dapat mempengaruhi mutu kopi, karena merupakan salah satu senyawa pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5% pada kopi sangrai. Selama penyangraian
sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa menjadi asam kafeat dan Quinic acid. Selain itu terdapat juga kafein yang merupakan unsur terpenting pada kopi yang berfungsi sebagai stimulant, sedangkan kafeol merupakan faktor yang menentukan rasa. Kafein merupakan suatu alkaloid dari metil xantin yaitu 1,3,7 trimetil xantin.
2.3 Prinsip analisa Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan (Apriyantono, et.al, 1989). Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap menurut Sudarmaji (1989) yaitu : a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis. b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
2.4 Penjelasan mengapa pengabuan penting bagi sebagian produk makanan Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan 2. mengetahui jenis bahan yang digunakan 3. Kandungan abu dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis
4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.( Irawati.2008 ).
Masukkan tanur Atur suhu pada skala 30-40 selama 1 jam atau asapnya habis Naikkan suhu skala menjadi 60-80 selama 4 jam Timbang (c gram)
langkah pertama yaitu menyiapkan krus porselen Digunakan krus porselen karena cepat mencapai berat konstan dan murah. selanjutnya mengoven krus porselen selama15 menit Tujuannya adalah menghilangkan air yang terdapat pada kurs porselin. Lalu masukan dalam eksikator selama 5 menit. Penggunaan eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif. Setelah itu krus porselen ditimbang sebagai a gram. Setelah itu, ditambahkan 3 gram bahan sampel yang akan dianalisis ke dalam krus porselen. Lalu bahan kering dimasukan dan krus yang berisi sampel ditimbang sebagai b gram (sebagai berat bahan awal). Setelah itu masuukan ke dalam tanur pengabuan. Proses pengabuan di dalam tanur berlangsung dalam dua tahapan, yaitu tahap 1 berlangsung pada suhu 300oC selama 1 jam hal ini berlangsung sampai asap habis, Pada tahap I terjadi penguapan bahan-bahan organik sekaligus kandungan airnya dan tahap 2 pada suhu 800oC selama 4 jam.. Tahap. Pada tahap II yang berlangsung pada suhu 800oC terjadi proses pengabuan semua bahan-bahan organik sehingga dihasilkanlah bahan anorganik sisa pembakaran yaitu abu yang berwarna putih keabu-abuan.. Setelah itu bahan dibiarkan dalam tanur selama 24 jam agar suhu abu stabil. Kemudian krus berisi abu dimasukkan ke dalam eksikator selam 5 menit. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif . Setelah itu krus porselen berisi abu ditimbang sebagai c gram (sebagai berat bahan setelah dieksikator).
4.2 Pembahasan
Pada praktikum analisa kadar abu yang telah dilakukan diperoleh hasil seperti data diatas. Analisadari data diatas adalah sebagai berikut:
menunjukan bahwa data pengamatan keakurasiannya sangat tinggi karena nilai RSD berkaitan dengan akurasi semakin kecil RSD data yang diperoleh semakin tinggi .
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan 1. Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. 2. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik 3. Kandungan abu dalam suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan. 4. Ada dua macam metode penentuan abu, yaitu cara kering dan cara basah. 5. Pengovenan berguna untuk menguapkan air yang terdapat atau menempel pada krus porselen sehingga tidak mengganggu analisis. 6. Eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari udara/lingkungan dan tidak mengganggu ketepatan analisis. 7. Semakin kecil kadar abu yang diperoleh, maka kandungan mineral dalam bahan juga akan semakin kecil. 5.2 Saran Maaf kalau kelompok kami sering melakukan kesalahan saat praktikum kemarin (rame, banyak salah, tidak kompak, koordinasi antar sesama praktikan kurang, dll yang bikin asisten sebel). Terima kasih atas bimbingannya.
DAFTAR PUSTAKA Apriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor: IPB. Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor Irawati.2008.MODUL VEDCA.Cianjur Meyers, Hannah. ""Suave Molecules of Mocha" Coffee, Chemistry, and Civilization".2007. Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Sudarmadji.dkk.2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberti. Yogyakarta. Winarno, F.G. 1979. Kimia pangan dan gizi. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK
4. 3 Tepung Tapioka
Pengulangan (1, 2, 3) Berat Kurs Porselin (gr) Berat Bahan (gr) Berat Kurs porselin + Bahan (gr) Berat Kurs Porselin + Bahan Setelah Pengabuan (gr) 13,872 12,953 14,827 13,884 0,937 6,748 Kadar abu (%, bb) Kadar abu (%;bk)
2. Kadar Abu (%, bk) (Kadar abu %bb) / (100-kadar air bb) x 100% - Pengulangan I : 0,0331 / (100 14,5) x 100% = 0,0387 % - Pengulangan II : 0,0333 / (100 14,5) x 100% = 0,0389 % - Pengulangan III : 0,0641 / (100 14,5) x 100% = 0,0749 % Kadar abu (%bb) SD = (0,0331-0,0435)2 + (0,0333-0,0435) 2 + (0,0641-0,0435) 2 2 = 0,00031828 = 0,0178 % RSD = SD/ X x 100 = 0,0178/ 0,0435 x 100 = 40,9195 % Kadar abu (%bk) SD = (0,0387-0,0508)2+(0,0389-0,0508)2+(0,0749-0,0508)2 2 = 0,000434415 = 0,0208 % RSD = SD/ X x 100 = 40,9448 % rata-rata X = 0,0387+0,0389+0,0749/3 = 0,0508%