Você está na página 1de 6

A.

PEMBINAAN KELUARGA SEJAHTERA DALAM ASPEK PENDIDIKAN, SOSIAL, BUDAYA, DAN EKONOMI Pembangunan keluarga sejahtera diarahkan kepada terwujudnya kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa guna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar mampu mendukung kegiatan pembangunan. Perlu ditumbuh-kembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Gerakan keluarga berencana nasional sebagai salah satu kegiatan pokok dalam upaya mencapai keluarga sejahtera diarahkan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan cara penurunan angka kelahiran untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi sehingga terwujud peningkatan kesejahteraan keluarga. Gerakan keluarga berencana diupayakan agar makin membudaya dan makin mandiri melalui penyelenggaraan penyuluhan keluarga berencana, disertai dengan peningkatan kualitas dan kemudahan pelayanan dengan tetap memperhatikan kesehatan peserta keluarga berencana dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral, etik, dan sosial budaya masyarakat, sehingga norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera dihayati dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab. Peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat, organisasi dan lembaga masyarakat lebih ditingkatkan melalui upaya penerangan, bimbingan, dan penyuluhan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda agar gerakan keluarga kecil bahagia dan sejahtera makin memasyarakat dan membudaya di seluruh tanah air.

ASPEK AGAMA Agama memiliki peran penting dalam membina keluarga sejahtera. Agama yang merupakan jawaban dan penyelesaian terhadap fungsi kehidupan manusia adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Oleh karena itu, sebuah keluarga haruslah memiliki dan berpegang pada suatu agama yang diyakininya agar pembinaan keluarga sejahtera dapat terwujud sejalan dengan apa yang diajarkan oleh agama. Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinah yakni keluarga yang tenteram di mana suami-istri dituntut menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmoni antara kebutuhan fisik dan psikis. Yang dimaksud psikis adalah menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan sekaligus penghayatan agama anggota keluarga. Kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah.

Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. Ar-Ruum:21) ASPEK PENDIDIKAN Kehidupan kita dimulai di dalam lingkungan keluarga. Kita besar dan dididik di dalam keluarga kita. Kita tumbuh dari kecil dalam lingkungan keluarga. Orang tua mengajar bagaimana kita harus bertindak. Orang tua juga yang membesarkan kita dengan pendidikan dan etika. Jika kita melihat seorang anak kecil sering mengucapkan kata-kata kasar, apakah kita sadar bahwa anak tersebut tumbuh di lingkungan keluarga, sehingga terkadang kita malah menyalahkan anak tersebut, padahal yang

seharusnya disalahkan adalah pendidikan dalam keluarganya? Sering kali kita menyalahkan anak kecil yang berbuat salah, padahal bukankah anak kecil belajar dan mencontoh tindakan atau perilaku dari orang dewasa? Pendidikan keluarga sangat penting namun seringkali dianggap tidak penting. Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak kecil, sehingga ketika seorang anak menjadi dewasa, ia akan berperilaku baik. Tentu saja perilaku orang tua juga harus baik dan benar sebagai contoh untuk anaknya. Jikalau semenjak kecil seorang anak diajarkan dengan baik dan benar maka keluarga tersebut akan harmonis. Dan seandainya setiap keluarga mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka semua manusia akan hidup berdampingan dan damai. Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menyampaikan kepada orang atau pihak lain segala hal untuk menjadikannya mampu berkembang menjadi manusia yang lebih baik, lebih bermutu, dan dapat berperan lebih baik pula dalam kehidupan lingkungannya dan masyarakatnya. Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memilki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dll) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dll), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan

kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak. ASPEK EKONOMI Jika kita cermati secara mendalam, selama ini pemerintah mengelompokkan keluarga di Indonesia ke dalam dua tipe. Pertama, tipe keluarga pra-sejahtera. Yang kita bayangkan ketika mendengar keluarga tipe ini adalah keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. Keluarga pra-sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya banyak, tidak dapat menempuh pendidikan secara layak, tidak memiliki penghasilan tetap, belum memperhatikan masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai masalah tempat tinggal dan masih perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Kedua, tipe keluarga sejahtera. Yang terbayang ketika mendengar keluarga tipe ini adalah sebuah keluarga yang sudah tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Keluarga sejahtera identik dengan keluarga yang anaknya dua atau tiga, mampu menempuh pendidikan secara layak, memiliki penghasilan tetap, sudah menaruh perhatian terhadap masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai tempat tinggal dan tidak perlu mendapat bantuan sandang dan pangan. Selama ini konsentrasi pembinaan terhadap keluarga yang dilakukan oleh pemerintah adalah menangani keluarga pra-sejahtera. Hal itu terlihat dari programprogram dasar pembinaan keluarga seperti perencanaan kelahiran (KB), Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU), pelayanan kesehatan gratis, pembinaan lansia, pengadaan rumah khusus keluarga pra-sejahtera dan sejenisnya. Namun demikian, jika kita cermati dari tahun ke tahun terkesan bahwa program pembinaan keluarga menjadi jalan di tempat. Jika kita berani melakukan refleksi atas hasil pembinaan yang selama ini dilakukan, dapat terlihat beberapa gejala sebagai berikut:

Pertama, walaupun sudah dilakukan pembinaan bertahun-tahun masih banyak keluarga yang mengikuti program-program secara pasif partisipatif. Kedua, masyarakat menganggap bahwa program pembinaan keluarga identik dengan program pemberian bantuan tertentu. Ketiga, program pembinaan keluarga identik dengan program pembinaan keluarga miskin. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, kiranya perlu dilakukan pembenahan dimana keluarga diarahkan untuk menjadi keluarga yang secara sadar dan proaktif berjuang menjadi keluarga yang sehat dan sejahtera. Istilah yang kiranya tepat dan berbau promotif adalah membangun keluarga kreatif, yaitu keluarga yang mampu mengenali permasalahan keluarganya masing-masing, mencari alternative dalam mengatasi masalah, dan secara proaktif merencanakan masa depan sendiri sesuai situasi dan kondisi masing-masing. Persoalannya adalah bagaimana kita mampu melakukan pembinaan terhadap keluarga agar berkembang menjadi keluarga kreatif. Ada beberapa yang dapat dilakukan, yaitu: Melakukan pembinaan dan pendampingan manajemen ekonomi keluarga. Pembinaan kewirausahaan. Pemberian bantuan usaha modal usaha. Pendidikan kreativitas. Jika saja banyak keluarga Indonesia yang berkembang ke arah keluarga kreatif, dapat diyakini bahwa semakin hari semakin banyak keluarga Indonesia yang mampu mewujudkan diri menjadi keluarga yang sehat, sejahtera, sekaligus mandiri. Jika demikian, pemerintah tidak perlu lagi banyak mengeluarkan anggaran yang bersifat konsumtif untuk masyarakat. Jika anggaran konsumtif yang selama ini dikenal sebagai subsidi dapat ditekan seminimal mungkin, maka secara perlahan-lahan perekonomian

negara menjadi lebih kuat. Dan pada akhirnya keluarga sehat, sejahtera, mandiri dapat terwujud, negara yang sehat, sejahtera, dan mandiri perlahan-lahan dapat terwujud pula. ASPEK SOSIAL BUDAYA Perkembangan anak pada usia antara tiga-enam tahun adalah perkembangan sikap sosialnya. Konsep perkembangan sosial mengacu pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan dapat berinteraksi atau untuk menjadi manusia sosial. Interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain, suatu hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yang mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan empati, rasa setia kawan dan sebagainya. Melalui proses interaksi sosial tersebutlah seorang anak akan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku-perilaku penting yang diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak; dikenal juga dengan sosialisasi. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Zanden (1986) bahwa kita terlahir bukan sebagai manusia, dan baru akan menjadi manusia hanya jika melalui proses interaksi dengan orang lain. Artinya, sosialisasi merupakan suatu cara untuk membuat seseorang menjadi manusia (human) atau untuk menjadi mahluk sosial yang sesungguhnya (social human being). Terdapat tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu: 1) Status sosial, dimana dalam keluarga distrukturkan oleh tiga struktur utama, yaitu bapak/suami, ibu/istri dan anak-anak. Sehingga keberadaan status sosial menjadi penting karena dapat memberikan identitas kepada individu serta memberikan rasa memiliki, karena ia merupakan bagian dari sistem tersebut. 2) Peran sosial, yang menggambarkan peran dari masing-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya. 3) Norma sosial, yaitu standar tingkah laku berupa sebuah peraturan yang menggambarkan sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosial.

Você também pode gostar