Você está na página 1de 20

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG DENTAL ERGONOMI DENGAN KEJADIAN NECK PAIN (Studi

Cross Sectional Pada Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas)

SKRIPSI

Oleh: SEPTYAN DWI WICAKSONO G1G009047

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG DENTAL ERGONOMI DENGAN KEJADIAN NECK PAIN (Studi Cross Sectional Pada Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas) Septyan Dwi Wicaksono1, A. Haris Budi Widodo2, Susiana Candrawati3
1

Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah 2 Bidang Kesehatan Gigi Masyarakat, Universitas Jenderal Soedirman 3 Bidang Kesehatan Kerja, Universitas Jenderal Soedirman

Alamat korespondensi: Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia, 53122. Email: septyanwitjaksana@gmail.com

ABSTRAK Pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi perlu dimiliki oleh seorang dokter gigi agar dapat meminimalisir terjadinya musculoskeletal disorders (MSDs). MSDs paling sering ditemukan pada dokter gigi yaitu neck pain. Neck pain merupakan gejala yang ditimbulkan pada daerah servikal dengan tanda klinis berupa nyeri, kekakuan dan ketidaknyamanan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi dokter gigi dengan kejadian neck pain. Metode penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Responden penelitian ini terdiri dari 29 dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Setiap responden mengisi kuesioner standar Nordic dan kuesioner pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi. Semua data yang terkumpul terdistribusi normal, selanjutnya dianalisis statistik menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 55,2% dokter gigi memiliki pengetahuan baik tentang dental ergonomi dan sebanyak 62,1% dokter gigi memiliki sikap mendukung tentang dental ergonomi. Tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi dokter gigi dengan kejadian neck pain (p > 0,05). Terdapat hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, dan lama kerja dokter gigi dengan kejadian neck pain (p < 0,05). Simpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dokter gigi dengan kejadian neck pain, artinya pengetahuan rendah dan sikap tidak mendukung tidak selalu mempengaruhi kejadian neck pain atau sebaliknya pengetahuan baik dan sikap mendukung tidak selalu mempengaruhi kejadian neck pain. Kata Kunci: dental ergonomi, musculoskeletal disorders (MSDs), neck pain, tingkat pengetahuan dan sikap

THE RELATION BETWEEN THE LEVEL OF KNOWLEDGE AND ATTITUDE ABOUT DENTAL ERGONOMIC WITH THE INCIDENCE OF NECK PAIN (Study Cross Sectional on Dentists who Work in Health Offices of Banyumas District) Septyan Dwi Wicaksono1, A. Haris Budi Widodo 2, Susiana Candrawati3
1 2

Dentistry, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java Department of Dental Public Health, Jenderal Soedirman University 3 Department of Occupational Health, Jenderal Soedirman University

Address of correspondence: Dentistry of Jenderal Soedirman university, Purwokerto, Central Java, Indonesia, 53122. Email: septyanwitjaksana@gmail.com

ABSTRACT The knowledge and attitude about dental ergonomics needs to be had by a dentist so that can minimize the incidence of musculoskeletal disorders (MSDs). MSDs which is the most often found on dentist is neck pain. Neck pain is a symptoms arising in the cervical area with clinical sign of pain, stiffness and discomfort. The purpose of this research is to know about the relation between the level of knowledge and attitude about dental ergonomics of dentist with neck pain incidence. The method of this research is observational analytic research with designing cross sectional. The respondents of this research consist of 29 dentists that work in Health Offices of Banyumas District. Every respondent fill the questionnaire of standard Nordic, questionnaire of knowledge and questionnaire of dental ergonomics attitude. All of collected data were normally distributed, then it was analyzed the statistic using chi-square. The result of this research show about 55,2% dentists have good knowledge about dental ergonomics and 62,1% dentists have support attitudes about dental ergonomics. There is no meaningful relation between the level of knowledge and attitude of dental ergonomics of dentists with neck pain incidence (p > 0,05). There is a meaningful relation between age, genre, and long work of dentist with neck pain incidence (p < 0,05). The conclusion of this research there is a relation between the level of knowledge and dentists attitude with the neck pain incidence, it means that the low knowledge and attitude doesnt support doesnt always affect with neck pain incidence or otherwise good knowledge and supported attitude doesnt always affect with neck pain incidence. Keyword : dental ergonomic, musculoskeletal disorders (MSDs), neck pain, level of knowledge and attitude

PENDAHULUAN Ergonomi merupakan studi tentang manusia untuk menciptakan sistem kerja yang lebih sehat, aman dan nyaman.14 Dental ergonomi merupakan studi yang mempelajari tentang operator, pasien, dan lingkungan pekerjaannya secara ergonomi agar tidak menimbulkan kelelahan, ketakutan dan kebosanan pasien. Berbagai macam peralatan kedokteran gigi yang dijual di pasaran pada saat ini hampir semuanya telah memperhatikan aspek dental ergonomi, namun kelebihan ini akan berkurang nilainya atau tidak ada manfaatnya apabila peralatan tersebut tidak digunakan secara baik dan benar. Seorang praktisi kedokteran gigi dalam menggunakan peralatan kedokteran gigi harus memahami tujuan dental ergonomi yaitu untuk meminimalisir terjadinya musculoskeletal disorders (MSDs). Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dari sistem otot rangka meliputi masalah otot, tendon, tulang kartilago, ligamen dan saraf yang secara signifikan menyebabkan masalah di tempat kerja, sehingga mempengaruhi produktivitas kesehatan, pekerjaan dan karir dari populasi.8 Masalah MSDs paling banyak ditemukan pada dokter gigi yaitu nyeri leher (neck pain).2 Neck Pain (NP) adalah gejala yang disebabkan oleh tekanan (stress) pada jaringan lunak, tulang, saraf, atau sendi dari cervical spine (tulang belakang servikal) atau struktur-struktur yang berdekatan yang secara klinis ditandai dengan rasa nyeri, kekakuan dan ketidaknyamanan pada daerah leher.13 Kejadian neck pain juga didukung dengan angka prevalensi yang cukup tinggi pada daerah-daerah tertentu.

Angka prevalensi MSDs pada dokter gigi telah dilaporkan di Polandia (2011), berdasarkan dari 220 dokter gigi yang disurvei, lebih dari 92% dokter gigi mengalami MSDs. Keluhan terbanyak dirasa pada bagian leher sekitar 47%.5 Iran (2011) dilaporkan dari 92 dokter gigi yang disurvei, terdapat 73% dokter gigi mengalami MSDs. Keluhan terbanyak dirasakan pada bagian leher (43,4%), tulang belakang (35,8%), bahu (25%), dan pergelangan tangan (25%).12 Penelitian Acharya et al. (2010), telah dilaporkan di Nepal tentang prevalensi MSDs pada dokter gigi selama 12 bulan terakhir yaitu dari 103 responden dokter gigi, keluhan terbanyak terdapat pada leher (52,4%), punggung bawah (52,4%), dan bahu (49,5%).1 Angka prevalensi MSDs dokter gigi di Indonesia telah dilaporkan di Sulawesi Selatan dalam penelitian Mailoa et al. (2009), dari 88 responden dokter gigi, sekitar 56,8% mengalami nyeri sesekali setelah prosedur perawatan pasien yang cukup lama, dengan 25% adalah nyeri punggung, 23,9% nyeri anggota badan dan 8% nyeri di leher.9 Angka prevalensi MSDs dokter gigi di Kabupaten Banyumas belum ada laporan penelitian, karena data-data tentang kasus ini belum pernah dilakukan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan kuesioner standar Nordic didapatkan dari 29 populasi dokter gigi puskesmas, 48% pernah mengalami gejala neck pain dan 52% tidak pernah mengalami gejala neck pain selama 12 bulan terakhir (terhitung dari tahun 2012-2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kulcu et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara posisi kerja dokter gigi dengan neck pain.6 Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Rabiei et al. (2011) menyatakan bahwa pada

posisi direct inspection saat melakukan perawatan beresiko 35 kali lebih kuat terjadi neck pain dibanding dengan posisi indirect inspection atau dengan bantuan dental loupe.12 Kenyataanya, banyak dokter gigi yang mengeluh karena kesakitan, nyeri atau ketidaknyamanan pada leher saat melakukan perawatan pasien. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penyebab seperti faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Salah satu dari faktor individu yaitu pengetahuan tentang dental ergonomi. Kurangnya pengetahuan dan kesalahan sikap dalam dental ergonomi dapat menjadi faktor risiko terjadinya nyeri leher. Hal tersebut lebih lanjut dapat mengganggu pelayanan dokter gigi kepada pasien, produktivitas kesehatan, pekerjaan, dan karir dari seorang dokter gigi. Berdasarkan pentingnya masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dental ergonomi dengan kejadian neck pain pada dokter gigi puskesmas di wilayah Kabupaten Banyumas. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan metode penelitian desain cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi dengan kejadian neck pain pada dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi sejumlah 29 responden yang dipilih berdasarkan metode total sampling. Kriteria inklusi terdiri dari: a. Dokter gigi dengan lama praktik lebih dari 2 tahun. b. Dokter gigi dengan usia 24 65 tahun. c. Dokter gigi dengan status gizi baik (ditentukan dari IMT). d. Bersedia menjadi responden dalam penelitian. Kriteria ekslusi sampel dalam penelitian ini adalah keluhan nyeri leher disebabkan karena faktor penyakit dan trauma (ditentukan dari wawancara dengan kuesioner standar Nordic). Tahapan dalam penelitian ini yaitu: 1. Pengumpulan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas untuk mengetahui alamat praktik puskesmas dokter gigi. 2. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner Uji validitas dan reliabilitas kuesioner pengetahuan dan sikap dental ergonomi dilakukan pada dokter gigi RSGMP Unsoed dan dokter gigi yang ada di Jurusan Kedokteran Gigi Unsoed. Total responden uji validitas dan reliabilitas kuesioner pengetahuan dan sikap yaitu 21 orang. Kuesioner standar Nordic tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena telah telah teruji standar secara internasional.7

3. Pengumpulan data primer antara lain: a. Data kejadian neck pain Data ini didapatkan dari jawaban kuesioner standar Nordic yang dijawab oleh responden. b. Data tingkat pengetahuan dan sikap dental ergonomi Data ini didapatkan dari jawaban kuesioner pengetahuan dan sikap dental ergonomi yang dijawab oleh responden. 4. Pengolahan data primer Pengolahan data primer dilakukan setelah semua data terkumpul secara univariat dan bivariat menggunakan program komputer analisis statistika. HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Karakteristik Berdasarkan Usia.

No 1 2

Usia < 35 tahun 35 tahun Total

Frekuensi 10 19 29

(%) 34,5 65,5 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin.

No 1 2

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

Frekuensi 6 23 29

(%) 20,7 79,3 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 3 Karakteristik Berdasarkan Status Gizi.

No 1 2 3 4 5

Status Gizi Kurus/ underweight Normal/ ideal Overweight Obes I Obes II Total

Frekuensi 0 24 5 0 0 29

(%) 0,0 82,8 17,2 0,0 0,0 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 4 Karakteristik Berdasarkan Lama Pekerjaan.

No 1 2
Sumber

Lama Pekerjaan 2 tahun > 2 tahun Total


: Data Primer, 2013

Frekuensi 2 27 29

(%) 6,9 93,1 100,0

Tabel 5 Karakteristik Berdasarkan Rata-rata Bekerja Per Jam dalam Sehari.

No 1 2 3

Rata- rata Bekerja 3-4 jam per hari 5-6 jam per hari > 6 jam per hari Total

Frekuensi 6 8 15 29

(%) 20,7 27,6 51,7 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 6 Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Puskesmas Kabupaten Banyumas Tentang Dental Ergonomi.

No 1 2

Pengetahuan Buruk Baik Total

Frekuensi 13 16 29

(%) 44,8 55,2 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 7 Sikap Dokter Gigi Puskesmas Kabupaten Banyumas Tentang Dental Ergonomi.

No 1 2

Sikap Dokter Gigi Tidak mendukung Mendukung Total

Frekuensi 11 18 29

(%) 37,9 62,1 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 8 Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Dental Ergonomi Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan Kejadian Neck Pain.

Neck Pain No 1 2 Pengetahuan Buruk Baik Total


Mengalami Tidak mengalami

Total Jml 13 16 29 % 100 100 100

Nilai p 0,360

Jml 8 6 14

% 61,5 37,5 48,3

Jml 5 10 15

% 38,5 62,5 51,7

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 9 Hasil Analisis Hubungan Sikap tentang Dental Ergonomi Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan Kejadian Neck Pain.

Neck Pain No 1 2 Sikap Tidak mendukung Mendukung Total


Mengalami Tidak mengalami

Total Jml 11 18 29 % 100 100 100

Jml 3 11 14

% 27,3 61,1 48,3

Jml 8 7 15

% 72,7 38,9 51,7

Nilai p 0,166

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 10 Hasil Analisis Hubungan Usia Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan Kejadian Neck Pain.

Neck Pain No 1 2 Usia < 35 tahun 35 tahun Total


Mengalami Tidak mengalami

Total Jml 10 19 29 % 100 100 100

Nilai p 0,033

Nilai OR 2,111

Jml 5 9 14

% 50,0 47,4 48,3

Jml 5 10 15

% 50,0 52,6 51,7

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 11 Hasil Analisis Hubungan Jenis Kelamin Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan Kejadian Neck Pain.

Neck Pain No 1 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total


Mengalami Tidak mengalami

Total

Nilai p

Nilai OR 4,385

Jml 1 13 14

% 16,7 56,5 48,3

Jml 5 10 15

% Jml % 83,3 6 100 43,5 23 100 0,042 51,7 29 100

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 12 Hasil Analisis Hubungan Status Gizi Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan Kejadian Neck Pain.

Neck Pain No 1 2 Status Gizi Normal Overweight Total


Mengalami Tidak mengalami

Total Jml 24 5 29

Nilai p

Jml 11 3 14

% 45,8 60,0 48,3

Jml 13 2 15

% 54,2 40,0 51,7

% 100 100 0,651 100

Sumber: Data Primer, 2013

Tabel 13 Hasil Analisis Hubungan Lama Kerja Dokter Gigi yang Bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan Kejadian Neck Pain.

Neck Pain No 1 2 Lama Kerja 2 tahun > 2 tahun Total


Mengalami Tidak mengalami

Total Jml 2 27 29 % 100 100 100

Nilai p 0,029

Nilai OR 3,250

Jml % 2 100,0 12 44,4 14 48,3

Jml 0 15 15

% 0,0 55,6 51,7

Sumber: Data Primer, 2013

PEMBAHASAN 1. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi dokter gigi dengan kejadian neck pain (p > 0,05). Hal tersebut dimungkinkan karena lebih banyak responden dokter gigi memiliki pengetahuan baik dan sikap mendukung tentang dental ergonomi, sehingga tidak mengindikasikan hubungan kedua variabel tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian jarang sehingga tidak banyak studi tentang hubungan pengetahuan ergonomi dokter gigi dengan MSDs, namun pendapat penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juibari et al. (2010) bahwa tidak ada hubungan

secara signifikan antara pengetahuan ergonomi perawat dengan kesehatan kerja di Iran.4 Hasil penelitian ini menunjukkan 16 responden dokter gigi puskesmas (55,2%) dengan pengetahuan baik tentang dental ergonomi dan sebanyak 18 responden dokter gigi (62,1%) mempunyai sikap yang mendukung tetang dental ergonomi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dokter gigi telah memahami benar tentang dental ergonomi meliputi visual ergonomi, posisi duduk, tata letak penempatan alat dan kosep four handed dentistry. Pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mailoa (2009), bahwa 55,1% responden dokter gigi dengan pengetahuan cukup tentang ergonomi telah menerapkan aspek ergonomi dalam hal posisi kerja duduk, bekerja dengan bantuan asisten, bekerja dalam lingkungan nyaman dan efisien, artinya responden tersebut dapat menerapkan tujuan ergonomi dalam bekerja.9 Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa penerimaan sikap dan perilaku didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik diikuti sikap positif dapat menimbulkan tindakan yang tepat. Pengetahuan dokter gigi yang baik dalam setiap aspek dental ergonomi diharapkan dapat memahami maksud dan tujuan ergonomi selama bekerja.11 Berdasarkan dari tidak adanya hubungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap tentang dental ergonomi dokter gigi tidak dapat menyebabkan neck pain, namun masih banyak faktor lain yang menjadi penyebab dari neck pain itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori bahwa neck

pain memiliki faktor resiko antara lain kondisi penyakit yang menyebabkan nyeri leher, posisi tubuh statis, pergerakan berulang, beban kerja dan usia.13 2. Hubungan faktor lain (usia, jenis kelamin, status gizi, dan lama kerja) dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. 2.a. Hubungan usia dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara usia dokter gigi dengan kejadian neck pain (p < 0,05). Hal ini dimungkinkan karena dalam hasil penelitian ini sebanyak 65% responden dokter gigi berumur lebih dari 35 tahun, artinya lebih banyak dokter gigi yang telah mengalami penurunan fungsi tubuh. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 2,111, artinya dokter gigi yang berusia lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,1 kali untuk mengalami neck pain dibanding dengan dokter gigi yang berusia kurang dari 35 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kulcu et al. (2008), bahwa terdapat hubungan antara usia dokter gigi > 25 tahun dengan frekuensi LBP (low back pain).6 Penelitian lain serupa telah dilakukan oleh Bedu et al. (2013), bahwa terdapat hubungan bermakna antara umur dengan gangguan muskuloskeletal pada cleaning service di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.3 Usia manusia sebanding dengan penurunan fungsi organ tubuh, semakin lanjut usia seseorang maka semakin lemah/ berkurang fungsi organ tubuh. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Pada umur 35

tahun sebagian besar pekerja mengalami peristiwa pertama dalam sakit punggung, dan tingkat kelelahan akan terus bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun seiring bertambahnya usia sehingga risiko terjadinya keluhan meningkat.16 2.b. Hubungan jenis kelamin dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara jenis kelamin dokter gigi dengan kejadian neck pain (p < 0,05). Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah perempuan (79,3%). Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,385, artinya dokter gigi yang berjenis kelamin perempuan mempunyai peluang 4,4 kali untuk mengalami neck pain dibanding dengan dokter gigi yang berjenis kelamin laki-laki. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kierklo et al. (2011) bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dokter gigi dengan finger and lower back pain.5 Penelitian lain hampir serupa yang dilakukan oleh Bedu et al. (2013), bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan gangguan muskuloskeletal pada cleaning service di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.3 Beberapa penelitian menunjukkan jenis kelamin berpengaruh untuk keluhan otot sendi. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kemampuan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi daripada wanita, disamping

itu secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopause. Perbandingan keluhan otot sendi antara pria dengan wanita adalah 1:3.16 2.c. Hubungan status gizi dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status gizi dokter gigi dengan kejadian neck pain (p > 0,05). Hal ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini secara keseluruhan lebih banyak responden dokter gigi dengan status gizi normal (82,8%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijaya et al. (2011), bahwa tidak ada hubungan antara status gizi mahasiswa profesi dokter gigi dengan kejadian MSDs.17 Status gizi dikaitkan dengan konsumsi zat gizi dan nutrisi yang dihasilkan dari konsumsi makanan sehari-hari. Status gizi akan berpengaruh pada kesehatan dan kemampuan bekerja yang pada akhirnya akan berpengaruh pada produktivitas kerja. Seseorang dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang baik, begitu juga sebaliknya dengan status gizi gemuk/ kurus dapat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang sehingga nantinya dapat mempengaruhi ketahanan tubuh sehingga lebih mudah mengalami gangguan muskuloskeletal.10

2.d. Hubungan lama kerja dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lama kerja dokter gigi dengan kejadian neck pain (p < 0,05). Hal tersebut dimungkinkan karena sebagian besar responden dokter gigi telah bekerja > 2 tahun (93,1%). Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,250, artinya dokter gigi yang bekerja lebih dari 2 tahun mempunyai peluang 3,3 kali untuk mengalami neck pain dibanding dengan dokter gigi yang berkerja kurang dari 2 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kierklo et al. (2011), bahwa terdapat hubungan antara lama tahun praktik dokter gigi dengan kejadian MSDs. Penelitiannya menyebutkan bahwa dokter gigi dengan lama kerja lebih dari 9-10 tahun akan lebih mudah terkena MSDs.5 Lama kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko MSDs, terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi, jadi semakin lama waktu bekerja maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.16 Lama seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10 jam. Sisanya 14-18 jam dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain.

Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktifitas kerja yang

optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan timbul kecendurungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan serta ketidakpuasan.15 Keterbatasan yang ada di dalam penelitian ini adalah penelitian ini belum dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya tentang tingkat pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap dental ergonomi karena pada kenyataannya masih ada dokter gigi yang menjawab kuesioner dengan bertanya kepada perawat atau peneliti. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah penelitian ini terlalu subjektif dan tidak adanya alat ukur keluhan neck pain secara tepat untuk mengetahui apakah responden benar-benar pernah mengalami keluhan neck pain selama 12 bulan terakhir.

KESIMPULAN 1. Karakteristik responden dokter gigi berdasarkan usia terbanyak berusia 35 tahun yaitu sebanyak 19 responden (65,5%), jenis kelamin terbanyak perempuan yaitu sebanyak 23 responden (79,3%), status gizi terbanyak dengan status gizi normal yaitu sebanyak 24 responden (82,8%), lama kerja terbanyak bekerja > 2 tahun yaitu sebanyak 27 responden (93,1%), rata-rata bekerja per jam dalam hari terbanyak yaitu sebanyak 15 responden (51,7%) bekerja lebih dari 6 jam per hari. 2. Sebanyak 16 responden dokter gigi (55,2%) memiliki pengetahuan baik tentang dental ergonomi dan 13 responden dokter gigi (44,8%) memiliki pengetahuan buruk.

3. Sebanyak 18 responden dokter gigi (62,1%) memiliki sikap mendukung tentang dental ergonomi dan 11 responden dokter gigi (37,9%) memiliki sikap tidak mendukung. 4. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang dental ergonomi dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. 5. Tidak terdapat hubungan antara sikap tentang dental ergonomi dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. 6. Hubungan faktor lain (usia, jenis kelamin, status gizi, dan lama kerja) dokter gigi dengan neck pain: a. Terdapat hubungan antara usia dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Nilai OR = 2,111, artinya dokter gigi yang berusia lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,1 kali untuk mengalami neck pain dibanding dengan dokter gigi yang berusia kurang dari 35 tahun. b. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Nilai OR = 4,385, artinya dokter gigi yang berjenis kelamin perempuan mempunyai peluang 4,4 kali untuk mengalami neck pain dibanding dengan dokter gigi yang berjenis kelamin laki-laki. c. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain.

d. Terdapat hubungan antara lama kerja dokter gigi yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dengan kejadian neck pain. Nilai OR = 3,250, artinya dokter gigi yang bekerja lebih dari 2 tahun mempunyai peluang 3,3 kali untuk mengalami neck pain dibanding dengan dokter gigi yang berkerja kurang dari 2 tahun.

REFERENSI 1. Acharya, R.S., Acharya, S., Prandhan, A., Oraibi, S., 2010, Musculoskeletal Disorders Among Dentists in Nepal, Journal of Nepal Dental Association, 11 (2): 107-113. 2. Ariens, G.A.M., Bongers, P.M., Douwes, M, Miedema, M.C., Hoogendorn, W.E., Van der Wal, G., 2001, Are Neck Flexion, Neck Rotation, and Sitting at Work Risk Factors for Neck Pain? Result of a Prospective Cohort Study Occup Environ Med, 58 (7): 200, dalam: Samara, D., 2007, Nyeri Muskuloskeletal Pada Leher Pekerja Dengan Posisi Pekerjaan yang Statis, Universa Mediciana, 26 (3): 137. 3. Bedu, H.H.S., Syamsir, S.R., Muhammad, R.R., 2013, Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal pada Cleaning Service di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Jurnal K3 FKM Unhas. 4. Juibari, L., Akram, S., Nafiseh, F., 2010, The Relationship Between Knowledge of Ergonomic Science and the Occupational Health Among Nursing Staff Affiliated to Golestan University of Medical Sciences, IJNMR, 15 (4): 185-189. 5. Kierklo A., Agniezka K., Malgorzata J., Bartlomiej B., 2011, WorkRelated Musculoskeletal Disorders Among Dentist a Questionnaire Survey, Ann Agric Environ Med, 18: 79-84. 6. Kulcu, D.G., Gulcin, G., Tuba, C.A., Davut, K., Sait, N., 2008, Neck and Low Back Pain Among Dentistry Staff, Turk Journal Rheumatol, 25 (9): 122. 7. Kuorinka, I., B. Jonsson, A. Kilbom, H Vinterberg, F Biering-Sorensen, G. Andersson, K. Jorgensen, 1987, Standardized Nordic Questionnaires for The Analysis of Musculoskeletal Symptoms, Applied Ergonomics, 18: 233-237.

8. Madia, H., Elena-Ana, P., Florina, G., Delia, C., 2006, The Ocra Score and The Risk Evaluation of Musculoskeletal Disorders in a Group of Textile Industry Workers, Cercetari Experimentale & Medico-Chirurgicale, 8 (34): 212-215. 9. Mailoa E., Peter R., 2009, Study of Ergonomic Aspect in Daily Practice Dentistry of Some Private Dental Clinic in Makassar, Makassar: Departemen Prosthodontia FKG Unhas. 10. Murphey, S.L., 2003, Tips on How to Minimize Musculoskeletal Injury, Essential Ergonomics, dalam: Rahayu, W.A., 2012, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja AngkatAngkut Industri Pemecahan Batu di Kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten, JKM, 1 (2): 836-844. 11. Notoatmodjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. 12. Rabiei, M., Maryam, S., Habibolah, D.S., Mohamad, T., 2012, Musculoskeletal Disorders in Dentist, International Journal of Occupational Hygiene, 4: 36-40. 13. Samara, D., 2007, Nyeri Muskuloskeletal Pada Leher Pekerja Dengan Posisi Pekerjaan yang Statis, Universa Mediciana, 26 (3): 137. 14. Suhardiono, 2005, Dampak Meja Kursi Sekolah yang Tidak Ergonomis terhadap Kesehatan Anak Sekolah Dasar, Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia, 1 (1). 15. Sumamur, 2009, Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Jakarta: Sagung Seto, dalam: Bedu, H.H.S., Syamsir, S.R., Muhammad, R.R., 2013, Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal pada Cleaning Service di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Jurnal K3 FKM Unhas. 16. Tarwaka, S., Bakri, Lilik S., 2004, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Surakarta: Uniba Press. 17. Wijaya, A.T., Risqa, R.D., Armasastra. B., 2011, The Relationship Between Risk Factors and Musculoskeletal Impairment in Dental Students: a Preliminary Study, Journal of Dentistry Indonesia, 18 (2): 3337.

Você também pode gostar