Você está na página 1de 11

Profil Pneumonia Di Ruang Rawat Inap Smf Paru Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh


Anggi Yurikno1, Mulyadi2, Nuzul Asmilia3
1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2) Bagian ParuFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUDZA Banda Aceh; 3) Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

ABSTRAK
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pneumonia di SMF Rawat Inap Paru RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 35. Hasil pada penelitian adalah: pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sebanyak 30 pasien (85%) dan non bakteri 5 pasien (15%),Klebsiela pneumonie merupakan bakteri penyebab pneumonia terbanyak yaitu 14 pasien (46,7%), penderita dengan jenis kelamin laki-laki cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sebanyak 22 pasien (88%), lansia cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sebanyak 14 pasien (93,3%) dan riwayat perokok aktif cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sebanyak 22 pasien (88%). Jadi di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang menderita pnuemonia karena bakteri lebih banyak dibandingkan non bakteri, laki-laki lebih banyak menderita pneumonia dibanding wanita, Usia lansia lebih cenderung menderita pneumonia dibanding dengan usia dewasa dan perokok aktif lebih cenderung menderita pneumonia dibandingkan yang perokok pasif. Kata kunci: Pneumonia,Klebsiela pneumonie, Umur, Perokok

ABSTRACT Lower respiratory tract infection still remains a major problem in healthcare, both in developing countries as well as those already advanced. From SEAMIC Health Statistics 2001 data pneumonia is the leading cause of death number 6 in Indonesia. The purpose of this study was to determine the profile of pneumonia in the SMF Inpatient Lung Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. This study is a descriptive. The sample in this study amounted to 35. Results of the study were: pneumonia caused by bacteria as many as 30 patients (85%) and non-bacterial 5 patients (15%), Klebsiela pneumonie the bacteria that cause pneumonia, most of the 14 patients (46.7%), patients with male sex men tend to suffer from pneumonia caused by bacteria as many as 22 patients (88%), the elderly tend to suffer from pneumonia caused by bacteria as many as 14 patients (93.3%) and a history of 1

active smokers tend to suffer from pneumonia caused by bacteria as many as 22 patients (88% .) So Ward SMF Pulmonary dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, which suffered from pneumonia because more bacteria than the non-bacterial, more men than women suffer from pneumonia, age elderly are more likely to suffer from pneumonia compared with adulthood and active smokers were more likely to suffer from pneumonia than nonsmokers. Key words: Pneumonia, Klebsiela pneumonie, Age, Smoker PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah atau pneumonia adalah proses peradangan akut yang mengenai parenkim paru. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Peradangan yang mengenai parenkim paru serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi (Niederman, 2003; Winariani, 2000; Yusuf, 2003). Secara klinis, pneumonia dibagi menjadi tiga, yang pertama: pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia yang didapat di masyarakat. Kedua: pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia) merupakan infeksi pernapasan yang didapat sewaktu pasien dirawat di rumah sakit. Ketiga: pneumonia aspirasi, merupakan pneumonia yang biasa terjadi pada penderita gangguan neurologis dan usia lanjut (Ferrara, 2007; Suryatenggara, 2001). Laporan World Health Oganization 2005 menyebutkan, bahwa pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang menjadi penyebab kematian utama di dunia, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Data WHO 2004, pneumonia komuniti di Amerika 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama, akibat infeksi pada orang dewasa. Sedangkan pneumonia nosokomial menduduki urutan ke-2, terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien (Yusuf, 2005). Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2001 menyebutkan, bahwa infeksi saluran napas masih merupakan masalah utama. Data di RSUP Persahabatan Jakarta Timur tahun 2001, menyebutkan 58% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6% diantaranya kasus non tuberkulosis, sedangkan penderita rawat inap 58,8% kasus infeksi dan 14,6% diantaranya kasus non tuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan, 53,8% kasus infeksi dan 28,6% diantaranya infeksi pneumonia. Di RSUD dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35% (Yusuf, 2005). Beberapa kelompok yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita pneumonia, diantaranya: usia (usia lebih dari 60 tahun, balita dan bayi), riwayat merokok, kebiasaan hidup yang 2

kurang bersih, menggunakan obat imunosupresan, hidup di komunitas yang mengalami masalah medis, riwayat rawat inap di rumah sakit, menggunakan alat bantu napas, menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan fungsi imun (seperti AIDS, diabetes militus, dan gagal ginjal ), mengalami gangguan neurologis dan serebrovaskular, terpapar udara yang mengandung bahan iritan berbahaya (seperti udara di daerah industri ) dan pernah terkena infeksi paru sebelumnya (Riyanto dan Hisyam, 2006; Yusuf, 2003). METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu melakukan pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Tiap subjek penelitian hanya sekali saja (Pratiknya, 2008). Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh pasien pneumonia yang dirawat di SMF paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dalam rentang waktu 1 Desember 2010 sampai dengan 28 Februari 2011. Sampel yang diambil dalam penelitian ini semua pasien yang didiagnosa pneumonia yang dirawat di SMF Paru RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dalam rentang waktu 1 Desember 2010 sampai 28 Februari 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total populasi dan kriteria sampel pada penelitian ini adalah : a. Penderita yang didiagnosa pneumonia oleh dokter ahli. b. Penderita pneumonia yang dirawat di ruang rawat SMF Paru RSUD Zainoel

Abidin 1 Desember 2010 sampai dengan 28 Februari 2011. c. Telah ada hasil kultur sputum. d. Penderita pneumonia usia dewasa (>18 tahun). e. Penderita/keluarga bersedia menandatangani Inform consent. Instrumen Penelitian Alat ukur pada penelitian ini adalah rekem medik pasien dan form penelitian yang berupa pengisian data tentang pasien dan faktor resiko. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan teknik analisis univariat, yaitu analisis dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Data diolah dengan menggunakan perhitungan presentase, kemudian diinterpretasikan dalam tabel distribusi frekuensi. Kemudian dilanjutkan dengan membehas hasil penelitian sesuai dengan teori kepustakaan (Chandra, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengumpulan data penelitian yang dikumpulkan selama tiga bulan (Desember 2010 sampai Februari 2011) di ruang rawat inap Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh diperoleh jumlah pasien Pneumonia sebanyak 35 pasien, 25 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.

Gambaran Kejadian Pneumonia Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Peneumonia pada penelitian ini dilihat berdasarkan diagnosis dokter ahli dan tinjauan perpustakaan. Peneliti membagi pneumonia berdasarkan penyebabnya yang dilihat dari pemeriksaan tambahan (kultur sputum) 3

yaitu Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (Klebsiela pneumonie, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Streptococcus Sp, Streptococcus epidermis dan lain-lain) dan Pneumonia yang disebabkan oleh non bakteri (Jamur, virus, bakteri yang tidak teridentifikasi dan infektan lain). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pneumonia di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. No Pnemonia Frekuensi Persentase (n) (%) 1 Bakteri 30 85,7 2 Non Bakteri Total 5 35 14,3 100

periode 1 Desember 2010- 28 Februari 2011adalah Klebsiela pneumonie 14 pasien (46,7%), Streptococcus pneumoniae 6 pesien (20%), Staphylococcus aureus 4 pasien (13,3%), Streptococcus Sp 3 pasien (10%), dan Streptococcus epidermis 3 pasien (10%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Distribusi Bakteri Penyebab Pneumonia di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada Periode 1 Desember 2010- 28 Februari 2011 No Bakteri n % 1 Klebsiela pneumonie 2 Streptococcus pneumoniae 3 Staphylococcus aureus 4 13,3 6 20 14 46,7

Dari tabel di atas terlihat jumlah pesien pneumonia yang disebabkan bakteri didapatkan sebanyak 30 pasien (85,7%%) dan pasien pneumonia yang disebabkan non bakteri didapatkan 4 pasien (14,3%). Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 4.1

4 5

Streptococcus Sp Streptococcus epidermis Total

3 3

10 10

30

100

100% 80%
Bakteri

60% 40% 20% 0% Dewasa Muda Dewasa Madya Dewasa Tua Lansia
Non Bakteri

Nonbakteri menyebabkan pneumonia, dari 5 pasien yang ditemukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada periode 1 Desember 2010- 28 Februari 2011adalah jamur sebanyak 2 pasien dan tidak teridetifikasi sebanyak 3 pasien. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Gambar 4.1 Distribusi Pneumonia Bakteri menyebabkan pneumonia, dari 30 pasien yang ditemukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada 4

Tabel 4.3 Distribusi Non Bakteri Penyebab Pneumonia di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada Periode 1 Desember 2010- 28 Februari 2011 No Non Bakteri n % 1 2 Jamur Tidak Teridentifikasi Total 5 100 2 3 40 60

Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan RSUD dr.Soetomo Surabaya pada(1992), dari 25 pasien pneumonia didapatkan 52% pneumonia disebabkan oleh bakteri. Tim mikrologi RSUD dr.Soetomo Surabaya (1992) ditemukan 57% pasien penumonia disebabkan oleh bakteri (Streptococcus pneumoniae, stapylococcus aureus dan klabsiela pneumonie) Hasil penelitian ini juga sesuai dengan, data dari Dinkes Sumatra Utara (2001) Streptococcus pneumoniae dan klabsiela pneumonie, merupakan bakteri penyebab pneumonia dari 67% kasus pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dan 33% kasus disebabkan infektan lain ( virus dan jamur). Pada tahun 2003 ditemukan 54% kasus pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, sedangkan 46% nya disebabkan oleh infektan lain. Walau mengalami penurunan persentase pada tahun berikutnya pneumonia yang diakibatkan oleh bakteri lebih banyak. Data Dinkes Makasar, juga menemukan 62% pneumonia (2003) disebabkan oleh bakteri (Streptococcus pneumoniae, stapylococcus aureus, klabsiela pneumonie dan lain-lain). Namun pada tahun berikutnya pneumonia yang disebabkan oleh jamur makin meningkat, serta diikuti dengan

peningkatan jumlah pneumonia akibat virus influenza. Persatuan Dokter Paru Indonesia (2003) menyimpulkan Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi. Gambaran Penderita Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis kelamin pasien dilihat dari rekam medis, yang dibagi menjadi lakilaki dan perempuan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Pneumonia di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. No Jenis Kelamin n % 1 Laki-laki 25 71.4 2 Total Perempuan 10 35 28.6 100

Dari tabel di atas menerangkan, jumlah pasien pneumonia berdasarkan jenis kelamin laki-laki ditemukan 25 orang (71,4%) dan perempuan 10 orang (28,6%).

Gambaran Kejadian Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Dari tabel 4.5 terlihat jumlah pasien berjenis kelamin laki-laki pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sebanyak 22 pasien (88%), perempuannya sebanyak 8 pasien (80%). Sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh non bakteri ditemukan 3 pasien (12%), perempuan 2 pasien (20%). Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
N Jenis o Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempu an Total Bakteri n 22 8 30 % 88 80 85 Non Bakteri n 3 2 5 % 12 20 15 TOTAL n 25 10 35 % 100 100 100

laki yaitu 2,3% sedang pada kelompok wanita 2%, kelompok laki-laki berpeluang menderita pneumonia 1,148 kali dibanding kelompok perempuan, dan setelah bivariat didapat OR kelompok laki-laki 1,228 dan perempuan 0,000. Penelitian ini sesuai juga dengan penelitian Yunarto (2010) 67% penderita pneumonia adalah laki-laki. Penelitian yang dilakukan Aminah (2008) pemantauan efektifitas gentamisin dosis berganda intravenus terhadap pasien pneumonia, dimana ditemukan penderita pneumonia yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 69% dan pesien wanita 31%. Menurut WHO (2004) hal ini karena laki-laki lebih banyak keluar rumah untuk bekerja sehingga lebih banyak kontak dengan udara yang kotor dibandingkan dengan perempuan yang biasanya hanya sebagai ibu rumah tangga dan lebih banyak tinggal dirumah sehingga jarang kontak dengan udara yang tercemar dengan berbagai bakteri atau virus penyebab pneumonia. Gambaran Usia Penderita Pneumonia Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Usia pasien pneumonia yang dirawat di ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dibagi menjadi : dewasa muda (>18-24 tahun), dewasa madya (25-44 tahun), dewasa tua (45-64 tahun), lansia (>64 tahun). Dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penderita yang berjenis kelamin laki-laki cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (88%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.
100% 80% 60% 40% 20% 0% Bakteri Non Bakteri
laki-laki perempuan

Gambar 4.2Distribusi Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin Sesuai dengan penelitian WHO (2008) prevalensi pneumonia pada laki6

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Umur Pasien Pneumonia di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. No Usia Pasien n % 1 Dewasa muda 0 0 2 3 4 Dewasa madya Dewasa tua Lansia Total 6 14 15 35 17,1 40 42.9 100%

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pneumonia Berdasarkan Umur di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
No Usia Pasien Dewasa muda Dewasa madya Dewasa tua Lansia Bakteri n 0 4 12 14 30 % 0 66,7 85,7 93,3 85,7 Non Bakteri n 0 2 2 1 5 % 0 33,3 14,3 6,7 14,3 Total n 0 6 14 15 35 % 0 100 100 100 100

1 2 3 4 Total

Data yang didapatkan, penderita tidak ada yang berusia dewasa muda, dewasa madya sebanyak 6 orang (17,1%), dewasa tua 14 orang (40%), lansia 15 orang (42,9).

Dari hasil penelitian manyatakan bahwa lansia cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (93,3%). Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.
100% 80%
Bakteri

Gambaran Kejadian Pneumonia Berdasarkan Usia Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Dari tabel 4.7 terlihat jumlah pasien Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pada dewasa madya sebanyak 4 pasien (66,7%), dewasa tua sebanyak 12 pasien (85,7%) dan lansia sebanyak 14 pasien (93,3%). Untuk pneumonia yang disebabkan oleh non bakteri yaitu dewasa muda sebanyak 0 pasien (0%), dewasa madya sebanyak 2 pasien (33,3%), dewasa tua sebanyak 2 pasien (14,3%) dan lansia sebanyak 8 pasien (6,7%).

60% 40% 20% 0% Dewasa Muda Dewasa Madya Dewasa Tua Lansia
Non Bakteri

Gambar 4.3 Distribusi Pneumonia Berdasarkan Usia Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Soepandi (2006) yaitu dari 18,2 kasus pneumonia per 1000 penduduk berusia 65-69 tahun. Meningkat menjadi 52,3 kasus per 1000 penduduk adalah yang berusia 85 tahun ke atas. Sedangkan menurut WHO (2002), menyampaikan di Taiwan, kematian akibat pneumonia mencapai hampir 200 per 100.000 pasien lansia. Risiko pneumonia pada usia >65 tahun lebih tinggi 6 kali dibanding usia <60 tahun. Menuru Riyanto (2006) menyebutkan dimana makin tua umur seseorang makin menurun kondisi 7

fisiknya dan makin rapuh terhadap beberapa penyakit infeksi.karena pneumonia merupakan penyakit yang menyerang penderita yang memiliki kondisi imun yang lemah. Gambaran Riwayat Merokok Pasien Pneumonia Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Riwayat merokok, Pasien Pneumonia Di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dibagi menjadi aktif dan pasif. Dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8 Distrbusi Frekuensi Riwayat Merokok Pasien Pneumonia di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. No 1 2 Riwat Merokok Aktif Pasif Total n 25 10 35 % 71,4 28,4 100

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pneumonia Terhadap Riwayat Merokok di Ruang Rawat SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
No Merokok Bakteri n 22 8 30 % 88 80 85 Non Bakteri n % 3 12 2 5 20 15 Total n 25 10 35 % 100 100 100

1 2 Total

Aktif Pasif

Hasil penelitian didapatkan bahwa perokok aktif cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (88%). Lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.4 berukut.

100% 80% 60% 40% 20% 0% Aktif Pasif

bakteri non bakteri

Gambar 4.4 Distribusi Riwayat Merokok pada Pneumonia Sesuai dengan data WHO (2008) menyebutkan kanker dan infeksi parupneumonia diderita 12 juta warga dunia 67% adalah perokok aktif. Hasil penelitina juga serupa dengan laporan The Jakarta Global YouthTobacco Survey (2000) menunjukkan, sebanyak 89% usia >18 tahun telah menyedot asap rokok lingkungan di tempat-tempat umum dan berisiko menderita penyakit bronkitis, pneumonia dan penyakit telinga tengah. Paparan asap rokok yang dialami terusmenerus dapat menambah risiko terkena penyakit paru-paru dan penyakit jantung sebesar 20-30%. Lingkungan asap rokok dapat memperburuk kondisi seseorang yang mengidap penyakit asma, 8

Dari data yang didapat pasien dengan riwayat perokok aktif sebanyak 25 orang (71.4%) dan pasien dengan riwayat perokok pasif 10 orang (28,6%). Gambaran Pneumonia Tehadap Riwayat Merokok Di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Dari tabel 4.9 terlihat jumlah pasien perokok aktif sebanyak 22 pasien (88%) dan pasien perokok pasif sebanyak 8 pasien (80%) penderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan yang disebabkan oleh non bakteri 3 pasien aktif (12%) dan 2 pasien pasif ( 20%).

menyebabkan bronkitis dan pneumonia. Asap rokok juga menyebabkan iritasi mata dan saluran hidung bagi orang yang berada disekitarnya. Pengaruh lingkungan asap tembakau dan kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada Perokok pasif dimulai dari anakanak sampai yang belum lahir atau yang masih di dalam kandungan (Messege dan Jhonston, 2002).

2.

3.

4. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan data primer yang dikumpulkan secara langsung dan data sekunder yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli paru, kemudian diolah dan dianalisis sejak awal Desember sampai Februari 2011. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rancangan penelitian deskriptif dengan menyuguhkan fenomena sewaktu, tanpa mencoba menganalisa mengapa dan bagaimana fenomena tersebut terjadi. 2. Kemungkinan adanya bias pada penelitian ini, antara lain karena ada kemungkinan kesalahan pada pencataan rekam medik, dan pasien tidak men jawab pertanyaan dari peneliti dengan jujur. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti menyimpulkan sebagai berikut : 1. Penderita pneumonia di Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada periode 1 Desember 2010 - 28 Februari 2011, yang disebabkan oleh bakteri sebesar

5.

85,7% dan 14,3% yang di akibatkan oleh non bakteri. Klebsiela pneumonie merupakan bakteri penyebab pneumonia terbanyakdi Ruang Rawat Inap SMF Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada periode 1 Desember 2010 28 Februari 2011 yaitu 46,7%. Penderita yang berjenis kelamin lakilaki cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (88%). Penderita yang lansia cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (93,3%). Penderita yang mempunyai riwayat perokok aktif cenderung menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri (88%).

SARAN Merujuk dari hasil penelitian, peneliti memiliki beberapa saran yaitu: 1. Bagi Masyarakat Sebagai tindakan pencegahan diharapkan masyarakat bisa bekerja sama menciptakan lingkungan dan perilaku hidup sehat (tidak merokok, dapat menjaga kebersihan makanan, menjaga tubuh tetap bugar, memperhatikan kebersihan lingkungan, mawas diri terhadap lingkungan sekitar, segera periksa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat kalau ada tanda-tanda pneumonia dan hindari kontak langsung dengan penderita yang sudah terinfeksi). 2. Bagi Instansi Terkait Diharapkan perumusan kebijakan program kesehatan, Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan khususnya pneumonia, agar dapat lebih diperbaiki dan dilaksanakan seperti kegiatan penyuluhan mengenai bahaya rokok kepada masyarakat, penyuluhan tentang penyakit infeksi 9

kepada masyarakat, melakukan pemantauan terhadap daerah-daerah yang memiliki faktor risiko, pelatihan terhadap tenaga medis supaya tidak ikut terinfeksi dan peringatan kepada petugas medis agar menjaga kesterilan alat medis.

DAFTAR PUSTAKA
Antoniou KM, Ferdoutsis E, Bouros D. 2003. Interferons and Their Application in The Disease of The Lung. Chest 123:209-216 Bruke A, Cunhan MD. 2001. Pneumonia in the ImmunocompromisedHost. Radiologic Clinik of North American. 39(6):1-2 Crevel VR. 2002 Innate Immunity to Mycobacterium Infection. Clinical Microbiology Riviews, 15(2):294309 Chandra B. 2008. Metode Penelitian Kesehatan. EGC: Jakarta Ferrara AM. 2007. Treatment of Hospital-Acquired Pneumonia Caused by Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus. International Journal of Antimicrobial Agents 30, 19-24 Gayton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. P. 597-611 Galego M, Rello J. 1999. Diagnostic Testing for Ventilator Associated Pneumonia. Clin in Chest Med. WBsanders Philadelphia; 20:671680

Hidron AI, Low CE, Honig. EG, Blumberg HM. 2009. Emergence of CommunityAcquiredMethicillin-Resistant Staphylococcus aureusStrain USA300 As A Cause of NecrotisingCommunity-Onset Pneumonia. Lancet Infect Dis 9, 384-392 Message SD, Johnnston SL. 2002. Infection. In Asthma And COPD Basic Mechanisms and Clinical Mangement. Ed by Barnes. Elsevier Science Imprint Amsterdam, 408-421 Moon KT. 2009. Recommended Treatments for CommunityAcquired MRSA Infections.American Family Physician 79, 802-804

Niederman MS. 2003.Pneum onia, Including Community Acquired and Nosocomial Pneumonia .In: Karlinsky JB, King TE, Glassroth J, Baum GL, Crapo JD. Baum's Textbook of Pulmonary Diseases. 7thEd. Lippincott Williams & Wilkins. Parslow TG. 1997. The Immune Reponse. In Medical Immunology (Stite, ETR, Parslow ads) Internacional Edition, Appleton & Lange, p. 63-73 Patel M. 2009. Community-Associated Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus Infection. Drugs 69, 693-716 Pratiknya, AW. 2008. Dasar Dasar Metodologi Penelitian 10

Kedokteran dan Kesehatan. Raja Grafindo Persada: Jakarta Price S, Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Volume 2. Edisi 6. EGC. Jakarta. Putz R, Pabst R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 2. Edisi 22. Jakarta: EGC. Rubinstein E. 2008. Staphylococcus aureus Bacteremia with Known Source. International Journal of Antimicrobial Agents 32S, S18-S20 Riyanto B, Hisyam B. 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II. Edisi ke-4. Pusat Penerbitan IPD FKUI Reimer LG, Carroll KC. 1998. Role of the microbiology laboratory in the diagnosis of lower respiratory tract infections. Clinical Infectious Diseases; 26:742-8 Snell RS. 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. p. 48-80 Suriatenggara W. 2001. Pneumonia Di Masyarakat. J Resp Ind. Hal; 21(2): 46-49 Tierney, L.M., McPhee, S.j., Papadakis, M.A. 2002. Diagnosis dan Terapi kedokteran ( Penyakit Dalam). Jakarta. Penerbit Saleman Medika. Hal:100-117

Winariani K. 2000 Infeksi Saluran Napas Bagian Bawah, Diagnosis dan Pengobatan. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit Paru IV. Wunderik RG. 2000. Clinical Criteria in the Diagnoss of Ventilator Associated Pneumonia. Chest; 117: 191S-194S Yusuf F. 2005. Pneumonia Nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. Jakarta, hal:1-15 . 2003. Pneumonia Komunitas, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia PDPI. Jakarta, hal:1-21

11

Você também pode gostar