Você está na página 1de 14

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

ABSES HEPAR

Disusun Oleh:

dr. Taufiq Gemawan

Pembimbing:

dr. Totok Mardiyanto Sp.B

Pendamping:

dr. Yuliawaty Soetio dr. Sofie Giantari

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN, PROBOLINGGO 2013

Topik: Malaria Persenter: dr. Taufiq Gemawan Tanggal (kasus): 9-4 2013 Pembimbing: dr. Totok Mardiyanto Sp.B Tangal presentasi: Tempat presentasi: Ruang Komite Medik RSUD Waluyo Jati Kraksaan, Probolinggo Obyektif presentasi: Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka Keilmuan Masalah Istimewa Diagnostik Manajemen Neonatus Bayi Anak Remaja Lansia Bumil Dewasa Deskripsi: Tn. M, 68 th, nyeri perut selama 2 minggu , pasien tidak mual dan muntah,Meras kencing berwarna coklat, didapatkan pembesarn hepar 3 jari dibawah arkus kostae. Pada pemeriksaan USG didapatkan massa kistik pada hepar. Tujuan: mengobati malaria dan mencegah komplikasinya Tinjauan pustaka Riset Audit Bahan bahasan: Kasus E-mail Pos Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi No registrasi: 200602 Data pasien: Nama: Tn M Nama klinik: Telp: Terdaftar sejak: Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/gambaran klinis : Abses Hepar, nyeri perut selama 2 minggu , pasien tidak mual dan muntah,Meras kencing berwarna coklat, didapatkan pembesarn hepar 3 jari dibawah arkus kostae. Pada pemeriksaan USG didapatkan massa kistik pada hepar. 2. Riwayat Pengobatan : 3. Riwayat kesehatan/penyakit : 4. Riwayat keluarga : Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa 5. Riwayat pekerjaan: petani 6. Lain-lain: perlunya pengenalan gejala klinis dan laboratorium pada malaria serta pencegahan komplikasinya.

Daftar Pustaka: 1. Geller, David A. Scwartzs Principles of Surgery ed.9: Chapter 31. Liver. USA: The McGraw Hill Company. 2010 2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2004 3. Hasil pembelajaran: 1. Diagnosis Abses Hepar 2. Penegakkan diagnosis Abses hepar 3. Tatalaksana penyakit abses hepar 4. Pengetahuan tentang komplikasi abses hepar 5.

Catatan : 1. Subyektif: Pasien nyeri perut selama 2 minggu, nyeri terasa tumpul dan terus menerus terutama pada bagian perut kanan atas, pasien tidak mual dan muntah. Nafsu makan pasien menurun. Pasien merasa kencing berwarna coklat dan BAB pasien normal. 2. Objektif: Hasil pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik dan penunjang. Didapatkan: Gejala pembesaran hepar 3 jari dibawah arkus costae dan nyeri tekan Hasil darah lengkap : Leukositosis dan Gangguan fungsi hati Hasil USG : adanya massa kistik pada parenkim hepar 3. Assessment (penalaran klinis): Pada pasien ini mengeluh nyeri perut pada kanan atas selama 2 minggu dan adanya BAK yang berwarna seperti teh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran hati 3 jari dibawah arkus costae. Hasil pemeriksaan darah didapatkan leukositosis dan gangguan fungsi hati. Hasil USG hepar didapatkan massa kistik pada parenkim hati. 4. Plan: Diagnosis: Pemeriksaan darah lengkap, LFT, dan USG Pengobatan: Antibiotik adekuat dan eksisi abses Pendidikan: Dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan. Perlunya dukungan dan persetujuan dilakukan tindakan operasi Konsultasi: Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan Dokter bedah Rujukan: Dianjurkan apabila terdapat keterbatasan obat dan penunjang. Kontrol: Kegiatan Kepatuhan makan obat dan pemantauan efek samping obat Laboratorium Nasihat Periode Setelah 3 pengobatan Hasil yang diharapkan Segera diketahui perkembangan dari terapi yang diberikan Parameter laboratorium semuanya membaik Kepatuhan minum obat dan pemahaman akan penyakitnya meningkat

hari

Post operatif Setiap kali kunjungan

Follow up:
Tanggal 31 Mei 2013 S Nyeri perut O TD:110/60 N:90 S:37,6 Pembesaran hepar Hasil lab USG TD:110/70 N:90 S:37 Pembesaran hepar EKG Ro Thorax TD:120/70 N:88 S:37,2 Pembesaran hepar A Abses Hepar P Inf D5:RL = 2:1 Inj Cefotaxime 3x1 gram Inj Ranitidine 2x1 amp Pragesol 3x1 amp Kaltrofen supp 3x1 p.r.n

1 Juni 2013

Nyeri perut

Abses Hepar

2 Juni 2013

Nyeri perut

3 Juni 2013

Nyeri perut

TD:120/70 N:88 S:37,2 Pembesaran hepar

4 Juni 2013

Nyeri perut

TD:110/70 N:82 S:37,3 Pembesaran hepar

5 Juni 2013

Nyeri perut

TD:110/70 N:82 S:37,3

6 Juni 2013

Nyeri luka operasi

TD:120/70 N:82 S:37,3

Inf D5:RL = 2:1 Inj Cefotaxim 3x1 gram Inj metronidazole 3x1 flas Inj Ranitidin 3x1 amp Inj Pragesol 3x1 amp Inj neurobion 3x1 amp Abses Inf D5:RL = 2:1 Hepar Inj Cefotaxim 3x1 gram Inj metronidazole 3x1 flas Inj Ranitidin 3x1 amp Inj Pragesol 3x1 amp Inj neurobion 3x1 amp Abses Inf D5:RL = 2:1 Hepar Inj Cefotaxim 3x1 gram Inj metronidazole 3x1 flas Inj Ranitidin 3x1 amp Inj Pragesol 3x1 amp Inj neurobion 3x1 amp Abses Inf D5:RL = 2:1 Hepar Inj Cefotaxim 3x1 gram Inj metronidazole 3x1 flas Inj Ranitidin 3x1 amp Inj Pragesol 3x1 amp Inj neurobion 3x1 amp Abses Laparotomi Hepar Terapi post op : Inf RL:D5 = 2:2 Inj Cefotaxim 3x1 gram Inj Metronidazole 3x1 flas Inj Ranitidin 3x1amp Kaltrofen supp 3 x1 Inj Kalnex 3x1 Abses Inf RL:D5 = 2:2 Hepar Inj Cefotaxim 3x1 gram Post op Inj Metronidazole 3x1 flas laparotomi Inj Ranitidin 3x1amp H-1 Kaltrofen supp 3 x1 Inj Kalnex 3x1

ABSES HATI Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse. Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba. Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi bialiaris dan tranplantasi hati. Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar. Patogenesis Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.

Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik. Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang disebabkan oleh trauma biasanya soliter. Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel tapi dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis. Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh. Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai anchovy paste , berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.

Manifestasi Klinis Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional. Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis. Diagnosis Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitasnya. Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum. Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 8595%. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.

Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat. Serologis Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba. Pemeriksaan penunjang USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut : 1. Peninggian dome dari diafragma kanan. 2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan. 3. Pleural efusion. 4. Kolaps paru. 5. Abses paru.

CT scan: Hipoekoik Massa oval dengan batas tegas Non-homogen USG: 1. Bentuk bulat atau oval 2. Tidak ada gema dinding yang berarti 3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal. 4. Bersentuhan dengan kapsul hati 5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler : 1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa. 2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba. 3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis. 4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong. 5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi. 6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect". 7. "Amoeba Hemaglutination" test positif Komplikasi Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies diaphragm hepar yang berdekatan dengan system pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada. Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga tubuh dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insidens perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung. (gambar di atas adalah gambaran makroskopis abses hati) Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi, omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit (seperti gambar di samping) sehingga menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi sekunder. Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses

intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati. Antibiotik Terapi medikamentosa adalah antibiotik yang bersifat amubisid seperti metronidazol atau tinidazol. Dosis 50 mg/kgBB/hari diberikan tiga kali sehari selama 10 hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam beberapa hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadangkadang dapat terjadi. Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten. Aspirasi Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini, aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi sekunder. Drainase Perkutan Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan

diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi. Operasi Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang lebih konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif. Indikasi operasi pada abses hepar antara lain: Terapi antibiotika gagal Aspirasi tidak berhasil Abses tidak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase Adanya komplikasi intraabdominal Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain: Abses multipel Infeksi polimikrobakteri Immunocompromise dissease Hepatektomi Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati. Prognosis Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

Você também pode gostar