Você está na página 1de 4

1. Infark Myocard A.

Definisi Infark, adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2011). Infark miokard, umumnya dikenal sebagai serangan jantung, adalah nekrosis ireversibel otot jantung sekunder untuk iskemia berkepanjangan. Ini biasanya terjadi karena adanya

ketidakseimbangan suplai oksigen dan permintaan, yang mana sebagian besar disebabkan karena ruptur plak dengan formasi trombus pada pembuluh koroner, yang menyebabkan reduksi akut suplai darah pada miokardium (Zafari, 2013).

B. Etiologi Terlepasnya suatu plak aterosklerotik dari salah satu arteri koroner, dan kemudian tersangkut di bagian hilir yang menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark miokard (Sloop, 2002). Infark miokard juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi (Corwin, 2009).

C. Tanda dan gejala Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda infark miokard yang nyata (suatu serangan jantung tersamar), tetapi menurut Corwin (2009) biasanya timbul manifestasi klinis yang bermakna: 1. Nyeri dengan awitan yang (biasanya) mendadak, sering digambarkan memiliki sifat meremukkan dan parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh mana saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung. 2. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat. 3. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.

4. Kulit yang dingin, pucat akibat vasokonstriksi simpatis. 5. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH. 6. Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung. 7. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH.

D. Patofisiologi Kejadian infark miocard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, ehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi. Ketika sel endotel mengalami disfungsi, maka endotel tidak dapat melakukan kerja yang seharusnya dan justru meningkatkan produksi vasokontriksor, endotelin-1, dan angiotensin yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006). Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005). Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobik lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2009). Tanpa ATP, pompa kalium berhenti dari sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan simpanan kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai mendapat akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstisial di sekitar sel miokardium. Akibat kematian sel, tercetus

reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat

vasokonstriktif dan sebagian merangsang pembekuan (tromboksan) (Corwin, 2009). Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel, atau terjadinya disritmia. Dengan matinya sel otot, dan karena pola listrik jantung berubah, pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik (Corwin, 2009). Penurunan tekanan darah merangsang respons baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormon antidiuretik. Hormon stres juga dilepaskan, disertai peningkatan produksi glukosa. Pengaktifan sistem saraf parasimpatis berkurang (Corwin, 2009). Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya perangsangan simpatis ke nodus SA, kecepatan denyut jantung meningkat. Demikian juga, perangsangan simpatis dan angiotensin pada arteriol menyebabkan peningkatan TPR. Aliran darah ke ginjal berkurang sehingga produksi urin berkurang dan ikut berperan merangsang sistem reninangiotensin. Konstriksi arteriol menyebabkan penurunan tekanan kapiler sehingga menurunkan gaya-gaya yang mendorong filtrasi. Reabsorpsi netto cairan interstisial terjadi sehingga volume plasma meningkat dan aliran balik vena meningkat. Sintesis aldosteron merangsang reabsorpsi natrium, yang dengan adanya ADH, semakin meningkatkan volume plasma. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit menyebabkan individu berkeringat dan merasa dingin (Corwin, 2009). Secara singkat, semakin banyak darah disalurkan ke jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit. Hasil netto dari pengaktifan semua refleks tersebut, yang terjadi akibat penurunan

kontraktilitas jantung dan tekanan darah, adalah meningkatnya beban kerja jantung yang telah rusak. Kebutuhan oksigen jantung meningkat. Hal ini dapat

sangat merugikan karena masalah awal yang menyebabkan infark miokard adalah insufisiensi suplai oksigen ke sel-sel jantung. Karena refleks tersebut semakin meningkatkan kebutuhan oksigen pada jantung yang rusak, semakin banyak sel jantung yang mengalami hipoksia. Apabila kebutuhan oksigen dari lebih banyak sel tidak dapat dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah sel yang cedera dan iskemik di sekitar zona nekrotik. Sel-sel yang mengalami cedera dan iskemia ini berisiko ikut mati. Kemampuan memompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua jaringan dan organ, termasuk bagian jantung yang masih sehat. Akhirnya, karena darah dipompa secara tidak efektif dan kacau maka darah mulai mengalir secara lambat dalam pembuluh jantung. Hal ini, disertai akumulasi trombosit dan faktor pembekuan lainnya yang meningkatkan risiko pembentukan bekuan darah (Corwin, 2009).

Você também pode gostar